Anda di halaman 1dari 4

LEARNING JOURNAL

Pendidikan Kewaranegaraan 2021

Topik : Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Nama Mahasiswa : Muhammad Asyrof Hidayatullah
NPM : 20032010143
Kelas : G020

Pendidikan Kewarganegaraan, tentu 2 kata ini sudah tidak asing lagi di telinga kita, kita
sudah belajar mengenai pendidikan kewarganegaan ini hampir 11 tahun terhitung dari Sekolah
Dasar kelas 1, bahkan sebelum masuk ke jenjang pendidikan SD kita sudah diedukasi tentang
Pancasila dan lagu – lagu wajib nasional, hal tersebut juga merupakan salah satu bagian dari
Pendidikan Kewarganegaraan. Terlepas dari Pendidikan Kewarganegaraan dilingkungan sekolah,
dilingkungan masyarakat pun secara tidak langsung menerima beragam pegajaran tentang
Pendidikan Kewarganegaraan, hanya saja dikemas dengan cover yang berbeda, misalnya
bermusyawarah, berpendapat, toleransi, dan lain sebagainya merupakan bentuk aplikasi dari
Pendidikan Kewarganegaraan yang kita terima di lingkungan sekolah formal. Lalu apa yang
dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan itu?.
Pendidikan, pendidikan merupakan suatu bentuk pengajaran untuk menuju yang lebih baik
pada diri seseorang, pengajaran tersebut meliputi keterampilan, pengetahuan, pelatihan ataupun
penelitian semua hal tersebut ditujukan untuk membawa perubahan yang lebih baik pada diri
seseorang. Lalu kewarganegaraan, disini terdapat 2 kata yakni warga dan negara, warga adalah
seseorang yang menempati suatu daerah tertentu, misalnya seseorang yang menempati daerah A,
maka orang tersebut merupakan warga daerah A, selanjutnya adalah negara, negara adalah suatu
organisasi (pemerintahan) yang berkuasa atas suatu wilayah yang mempunyai suatu sistem untuk
mengatur semua oarang yang ada di wilayah tersebut. Jadi secara garis besar Pendidikan
Kewarganegaran adalah suatu bentuk pengajaran, pengetahuan, pelatihan ataupun keterampilan
yang dilakukan oleh warga negara terkait apa – apa saja yang terdapat di negara tersebut, misalnya
sistem negara, aturan yang berlaku, elemen – elemen negara, hak dan kewajiban negara dan warga
negara, dan lain sebagainya, hal ini ditujuakan agar warga negara mempunyai pribadi yang peka
(kritis dan analitis) terhadap fenomena – fenomena yang terjadi di negara tersebut serta memiliki
kesadaran rasa cinta tanah air, bangsa dan negara.
Pendidikan kewarganegaran diajarkan disemua negara didunia, misalnya saja di Amerika di
kenal dengan nama Civics Civic Education, di Jerman bernama Sachunterricht, di Australia bernama
Civics, Social Studies, di Timur Tengah bernama Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah, di
tetangga kita singapura Civics and Moral Education dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya
negara didunia yang menyelenggarakan Pendidikan Kewarganegaraan bisa dikatakan Pendidikan
Kewaraganegaraan merupakan hal yang fundamental, hal yang sangat penting dalam pribadi warga
negara. Berikut adalah beberapa pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan :
1. Untuk menciptakan warga negara yang mempunyai kecerdasan (civics inteliegence) baik
secara intelektual, emosional dan sosial, serta secara spiritual.
2. Untuk menciptakan warga negara yang mempunyai kebanggaan serta bertanggung jawab
(civics responsibility), dan
3. Mampu ikut serta di dalam kehidupan bermasyarakat.
Lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908, mulai lahir pula kesadaran rasa
kebangsaan yang pada saaat itu belum bernama Indonesia, ini merupakan cikal bakal lahirnya
Pendidikan Kewarganegaraan yang saat ini kita pelajari. Sejak pada saat Boedi Oetomo lahir diikuti
oleh organisasi – organisasi kebangsaan seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party,
PSII, PKI, NU dan organisasi kebangsaan yang lain dengan visi melepaskan diri dari cengkraman
penjajahan. Pada saat itu nilai – nilai Pendidikan Kewarganegaraan sangat kental, para pejuang
hanya berfokus pada kemerdekaan, ideologi dan rasa memiliki tanah air ini sangat tinggi. Hingga
pada 17 Agsutus 1945 Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Jadi secara
garis besar Pendidikan Kewarganegaraan jika dilihat dari sisi sejarah mempunyai satu tujuan yakni
memupuk kesadaran berbangsa dan semangat meraih kemerdekaan. Sekarang adalah tugas kita
bersama bagaimana mengisi kemerdekaan ini dengan hal – hal yang positif dan menjadi negara
yang benar – benar merdeka. Di tengah lalu lintas budaya dan ideologi diperlukan sebuah adanya
pendidikan kewarganegraan yang dapat memupuk semangat perjuangan kemerdekaan, rasa
kebangsaan, dan cinta tanah air. Dan secara sosiologi Pendidikan Kewarganegaraan diIndonesia
bertkaitan erat dengan tatanan sosial dan culture masyarakatnya sendiri.
Alur pendidikan kewarganegaran pasca kemerdekaan dimulai dengan diterbitkan nya buku
Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics) yang
disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid
Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir. Pada tahun 1960, Prijono menteri pendidikan pada
saat itu melakukan pembaharuan pada pendidikan nasional, serta membuat buku pedoman tentang
kewajiban-kewajiban dan hakhak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan
Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Secara politis Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia sendiri mulai di kenal pada 1957 yang pada saat itu memfokuskan pada cara
memeperoleh dan kehilangan warga negara. Lalu pada tahun 1961 dengan nama civics banyak
membahas tentang sejarah kebangkitan nasional, dan hukum – hukum nasional seperti UUD dan
sebagainya, dan pada saat orde baru menggunakan kurikulum 1968 dengan kelompok pembinaaan
jiwa Pancasila. Tidak jauh berbeda pada jenjang sekolah menengah pun mengalami perunahan dari
waktu kewaktu hingga pada akhirnya di gunakanya kurikulum 1975 membuat Pendidikan
Kewarganegaraan berdiri sendiri dengan memfokuskan pada Pancasila dan UUD1945 dengan
nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang didiasarkan pada pedoman penghayatan dan
pengamalan Pancasila (P4), yang selanjutnya pada 2006 menjadi PKN dan PPKN pada tahun 2013.
Hal tersebut menandakan bahwa secara politis Pendidikan Kewarganegaraan diIndoesia sangat
dipengaruhi oleh kepentingan politik dan pemerintah pada masing – masing masa.
Jika kita berbicara tentang masa depan tentang bagaimana bangsa ini akan tumbuh dan
berkembang maka pribadi tiap – tiap warga negara akan sangat dipengaruhi oleh dunia luar, lalu
bagaimana dengan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri. Jika kita melihat track record perubahan
Pendidikan Kewarganegaraan dari masa ke masa baik dalam perubahan nama maupun secara
konsep. Maka pendidikan kewarganegraan untuk beberapa puluh tahun kedepan harus bisa
beradaptasi dengan perkembangan yang ada baik IPTEK maupun globalisasi serta konstitusi yang
berkuasa dari masa ke masa nantinya. Demi menjaga kepribadian bangsa Indonesia sendiri.
Sasaran utama dari pendidikan kewaganegaraan sendiri adalah pribadi dari warga
negaranya akan tetapi dalam pelaksanaanya ada beberapa warga negara yang masih enggan untuk
menerima hal tersebut, hal ini didasari oleh karakter atau tipikal warga negara itu sendiri, dimana
dikenal adanya 3 tipikal warga negara yakni tipe warga negara tipe busa, bagaikan air diatas daun
talas rasanya cocok untuk warga negara tipe ini dimana ia sangat mudah terpengaruh atau bahkan
terprovokasi. Yang kedua adalah warga negara tipe batu dianalogikan sebagai batu karena
warganegara ini sangat keras kepala, susah untuk menerima pandangan diluar keyakinannya. Dan
yang terakhir adalah generator citizen ini adalah tipe warga negara yang mampu menerima
pandangan, kritik dan berperan aktif dalam masyarakat. ini biasa disebut dengan fase nation building
atau fase pembinaan bangsa, ini merupakan fase yang sulit dimana individualisme dan egoisme
membumbung tinggi ditengah melemahnya ideologi. Individualisme dan egoisme merupakan ciri
khas dari remaja yang akan beranjak dewasa, dengan kata lain ini dialami oleh para generasi
penerus bangsa. Ini menjadi salah satu penyebab mengapa Pendidikan Kewarganegaraan sangat
diperlukan. Hal ini tentu telah disadari oleh para pengurus konstitusi dimana terdapat Undang –
Undang yang mengatur tentang pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan dimasukkannya
dalam kurikulum pendidikan.
Jika kita melihat dari sisi sumber daya Indonesia yang sangat berlimpah maka akan sangat
mungkin kita bisa menjadi negara yang paling berpengaruh dibidang ekonomi. Lalu apa yang terjadi
sekarang apakah sudah selaras antara sumber daya yang kita miliki dengan kesejahteraan yang
kita dapat. Mungkin bagi sebagian orang sudah menikmati kesejahteraan tersebut tapi sebagian
yang lain tidak merasakan hal yang sama, hal ini dikarenakan pada Pendidikan Kewarganegaraan
yang kurang merasuk kedalam pribadi bangsa, dimana kita tahu bahwa masih banyak pejabat kita
yang hanya ambisi pada tahta dan kehormatan tidak untuk memperbaiki. KKN misalnya, korupsi
menjadi salah satu penyebab dalam tersendatnya pembangunan untuk kesejahteraan, dimana dana
yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan, oleh mereka digunakan untuk kepentingan
pribadi. Permasalahan ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi para pengurus pendidikan,
karena tujuan dari pendidikan tersebut belum tercapai, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan
yang berfokus pada nilai moral dan nilai – nilai Pancasila.
Dimasa dengan segala kecanggihan teknologi seperti sekarang ini seharusnya dimanfaatkan
dengan menyebarkan informasi yang benar, yang dapat memupuk persaudaaan, kesatuan dan
persatuan. Bukan untuk saling fitnah dan saling memprovokasi. Menurut data pengguna sosial
media tebesar adalah pada usia 16 – 25 tahun. Usia ini merupak usia para generasi muda bangsa,
untuk itu dibutuhkan suatu filter yang dapat membentengi diri kita agar tidak termakan dengan hoax
dan provokasi, sekalipun pemerintah kita telah membentuk tim cyber untuk melakukan blocking
terhadap segala alur media sosial yang berkonten negatif kita harus membentengi diri kita sendiri
dengan pribadi yang baik, inilah peran penting dari Pendidikan Kewarganegaraan yang selain
berfokus pada pembelajaran tentang negara dan Pancasila juga berfokus pada nilai – nilai moral.
Hadirnya Pendidikan Kewarganegaraan pada masa reformasi ini sebagai salah satu jalan
dalam mencapai negara hukum dan masyarakat sipil yang demokratis dan relevan dengan tuntutan
global. Sistem pendidikan nasional seharusnya dibuat fleksibel dengan segala keadaan yang ada,
penyesuaian dengan segala kemajuan IPTEK dan globalisasi menjadi salah satu kunci dalam
diterimanya pendidikan dengan efisien khusunya oleh para generasi muda. Generasi penerus
bangsa harus menjadi prioritas dalam sistem pendidikan kita ini, karena di usia – usia labil seperti
mereka sulit untuk mengarahkan antara baik dan buruknya sesuatu. Pendidikan Kewarganegaraan
harus mengambil peran penting ini, dalam rangka menumbuhkan karakter dan moral Pancasila dan
rasa cinta tanah air yang tinggi. Pendidikan kewarganegaran juga seharusnya dikemas dengan
penyampaian yang tidak monoton, tidak terus menggunakan kata undang – undang, Pancasila dan
sebagainya, tetapi akan lebih baik jika disampaikan dengan cara yang humanis, serta sesuai dengan
aplikasi pada masyarakat. Bahasa yang di gunakan pada buku pendukung Pendidikan
Kewarganegaraan yang terkesan padat dan baku membuat pembaca timbul rasa malas untuk
membaca lebih jauh, untuk itu sebaiknya bahasa dalam buku menggunakan bahasa yang santai
dan mudah dimengerti dengan tetap mempertahankan nilai – nilai didialamnya. Disamping
memprioritaskan generasi muda, Pendidikan Kewarganegaraan juga sebaiknya masih diedukasikan
kepada para pemegang kepentingan, seperti yang kita tau masih banyak tindak pidana KKN yang
dilakukan, ini sebagai tanda bahwa pendidikan kewarganegraan yang mereka dapat belum bisa
membentengi diri dari hal tersebut.
Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi harus didasarkan
pada asumsi bahwa setiap mahasiswa memilika karakter dan potensi yang berbeda – beda, ada
mahasiswa yang cepat paham terhadap materi yang di berikan dan ada yang agak lambat. Alangkah
baiknya bila mahasiswa diposisikan dan dapat memposisikan diri sebagai subjek, sementara dosen
sebagai fasilitataor dan teman dialog mahasiswa yang baik dan pengertian, karena di tengah segala
tuntutan kuliah, sangat mungkin argumen yang diutarakan mahasiwa dipengaruhi oleh mood
mahasiwa itu sendiri. Materi yang disusun sebaiknya berdasarkan pada kebutuhan mahasiswa,
bersifat fleksibel dan dinamis yang relevan dengan keadaan masyarakat lokal, nasional maupun
internasional. Kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi juga sebaiknya didesain
agar bisa melatih dan menjadi salah satu wadah untuk mahasiwa dalam memberikan argumen, kritik
ataupun saran, agar mahasiswa bisa menjadi contoh warga negara yang baik jika terjun di
masyrakat, karena sekolah yang paling luas adalah kehidupan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai