Anda di halaman 1dari 2

Sebuah kasus pembunuhan terjadi di hutan Kecamatan Kualin, Kabupaten

Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tersangka MS (15),


yang mengaku melakukan perbuatan itu sebagai pembelaan diri karena
korban mencoba memerkosanya, dititipkan ke Dinas Sosial Kabupaten
Timor Tengah Selatan.

Sebelumnya, MS mengakui membunuh NB (48). Remaja putri ini


menyatakan membela diri karena sepupunya itu hendak memerkosanya
saat sedang mencari kayu bakar di hutan. Hal itu membuat MS langsung
menusukkan sebilah pisau ke dada NB dan membuatnya tewas. Lantas
apakah MS dapat dijerat pidana?

Berdasarkan Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana


(“KUHP”), perbuatan MS dengan menusukkan pisau ke dada NB dapat
dikategorikan sebagai penganiayaan yang diancam dengan pidana paling
lama dua tahun.

“Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan


bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Terlebih lagi, perbuatan itu menyebabkan orang mati yang dapat diancam
pidana penjara paling lama tujuh tahun. Sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP “Jika mengakibatkan mati, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Tetapi dalam kondisi tersebut, MS juga sebagai korban yang sedang


melindungi diri sendiri maupun orang lain. Nah, dalam hukum pidana,
terdapat alasan-alasan penghapus pidana. Yaitu alasan-alasan pembenar
dan pemaaf. Alasan pembenar adalah alasan yang menghapus sifat
melawan hukum suatu tindak pidana. Sedangkan alasan pemaaf adalah
alasan yang menghapus kesalahan dari pelaku suatu tindak pidana. Alasan
penghapus pidana terdapat dalam pasal 44 sampai 52a KUHP.
Berdasarkan pasal 49 KUHP yang berbunyi: “Tidak dipidana, barang siapa
yang melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun
untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun
orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum.”

Perbuatan yang dilakukan oleh MS merupakan perbuatan yang dimaafkan


dalam hukum pidana karena kepentingannya untuk menyelamatkan
kehormatan, kesusilaan, dan harta benda sendiri maupun orang lain. Jadi,
MS tidak dapat dijerat pidana.

Kasus diatas bisa termasuk ke dalam konflik sosial. Konflik sosial adalah
bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain yang ditandai
dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling
menghancurkan. Termasuk konflik sosial, karena korban (NB) melakukan
sikap penekanan kepada MS (membuat MS tertekan dan terpaksa
membunuh NB) karena beliau ingin mencoba memerkosanya. Selain itu,
kasus diatas termasuk konflik antar individu, karena konflik yang terjadi
hanya diantara individu yang satu (MS) dengan individu yang lainnya (NB).

Anda mungkin juga menyukai