Asuhan Keperawatan Pada Ny T
Asuhan Keperawatan Pada Ny T
OLEH :
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 RumusanMasalah
1.3 TujuanPenulisan
a. TujuanUmum
b. TujuanKhusus
1. Bagi Penulis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu
(Prabowo, 2014).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara- suara
yang sebenarnya tidak ada (Yudi Hartono, 2012).
2. Rentang Respon
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon
yang berhubungan dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati
dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi. Respon yang terjadi dapat
berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan pada
bagan berikut
5
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal, jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut. Respon adaptif meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami dkk, 2014)
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain (Dalami dkk, 2014)
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang
6 dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.
3. Jenis-Jenis Halusinasi
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau
suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh .Halusinasi sentuhan ini
umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada
kulit.
4. Faktor Penyebab
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil,
8 mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak,misalnya terjadi ketidak seimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidak mampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih suka
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan
9 luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan
fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal
dan comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah.
Klien halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.
5. Proses Terjadinya
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi
oleh intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut Dalami dkk (2014), halusinasi terjadi melalui
beberapa tahap antara lain:
a. Stage I: Sleep 10
disorder Merupakan fase awal individu sebelum muncul
halusinasi. Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
orang dan lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah (misalnya: putus cinta, dikhianati kekasih, diPHK, bercerai,
masalah dikampus dan lain-lain). Masalah makin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan
individu tersebut sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Individu akan menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
upaya pemecahan masalah.
b. Stage II: (Comforting Moderate Level of Anxiety) Pada tahap ini
halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu menerima
sebagai sesuatu yang alami. Individu mengalami emosi yang berlanjut,
seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa dan
ketakutan sehingga individu mencoba untuk memusatkan pemikiran
pada timbulnya kecemasan dan pada penanganan pikiran untuk
mengurangi kecemasan tersebut. Individu beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikontrol atau
dikendalikan jika kecemasannya bisa diatasi. Dalam tahap ini ada
kecenderungan individu merasa nyaman dengan halusinasinya dan
halusinasi bersifat sementara.
c. Stage III: (Condemning Severe Level of Anxiety) Pada tahap ini
halusinasi bersifat menyalahkan dan sering mendatangi individu.
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami bias
sehingga pengalaman sensori tersebut mulai bersifat menjijikan dan
menakutkan. Individu mulai merasa kehilangan kendali, merasa tidak
mampu lagi mengontrolnya dan berusaha untuk menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan individu. Individu akan merasa
malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan akhirnya menarik diri
dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Stage IV: (Controling
11 Severe Level of Anxiety) Pada tahap ini
halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa.
Halusinasi menjadi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu
sehingga individu tersebut mencoba melawan suara-suara atau sensori
abnormal yang datang. Hingga akhirnya individu tersebut menjadi tidak
berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin akan mengalami
kesepian jika pengalaman sensori atau halusinasinya tersebut berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Stage V: (Concuering Panic Level of Anxiety) Tahap ini adalah tahap
terahir dimana halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih
rumit dan individu mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu dan halusinasi tersebut
berubah mengancam, memerintah, dan menakutkan apabila tidak
mengikuti perintahnya sehingga klien mulai terasa mengancam. Klien
merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri. Klien merasa
berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau bisa
juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis (terjadi
gangguan psikotik berat).
6. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan
12 yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan
7. Pohon Masalah
Gambar2.1PohonMasalah
Risiko perilakukekerasan
Isolasi Sosial
8. Penatalaksanaan
a. TindakanKeperawatan
14
Tabel 2.2 Strategi pelaksanaantindakankeperawatan pada klien
dan keluarga
Strategi
15
1. Keluarga dapat SP 1 1. Diskusikan masalah yang
mengetahui cara dirasakan pasien dalam
merawat anggota merawat pasien
keluarga dengan 2. Jelaskan teori halusinasi
gangguan persepsi 3. Latih cara merawat halusinasi
sensori: halusinasi (hardik)
pendengaran 4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
(Keliat, 2014)
b. Medis
1) Farmakologis
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neoroleptika oral atau ineksi. Dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik (purba, wahyuni nasution, daulay, 2009)
c. Faktor predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasalalu
Biasanya klien mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, dan
pengobatan yang dilakukan tidak berhasil, atau klien mengalami putus
obat .
2. Pengobatan sebelumnya
Biasanya pengobatan pasien sebelumnya tidak berhasil karena
pasien tidak mengonsumsi obat secara teratur dirumah dan
lingkungan sekitar yang terkadang dapat membuat pasien kambuh dari
penyakinya.
3. Riwayat trauma
a) Aniaya fisik
Biasanya pasien pernah mengalami aniaya fisik yaitu sebagai
korban, maupun saksi, tetapi tidak sebagai pelaku.
b) Aniaya seksual
Biasanya pasien pernah mengalami aniaya seksual yaitu
sebagai korban, maupun saksi, tetapi tidak sebagai pelaku.
c) Penolakan
18
3) Keluhan fisik19
Biasanya klien dengan halusinasi tidak ada mengeluhkan fisiknya.
e. Psikososial
1) Genogram
Keterangan :
Laki –laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
Tinggal Serumah : ---------
a) Biasanya klien dengan halusinasi dalam keluarga pasien terdapat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, mengkaji 3
generasi yang menggambarkan klien dengan anggota keluarga
yang lain. pola komunikasi yang digunakan biasanya dua arah.
b) Konsep diri
1) Citra tubuh
Biasanya pasien merasa puas pada bagian tubuhnya atau ada
bagian tubuh yang disukai dan ada juga bagian tubuh yang
tidak disukai.
2) Identitas
20 diri
2. Pohon Masalah
Resiko PK
core problem
Gangguan persepsi
sensori: halusinasi
Isolasi sosial
(Sumber,Keliat
2014)
3. Diagnosa Keperawatan
a. Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Resiko perilaku kekerasan
25
4. NCP
Sp 3 :
Evaluasi jadwal
Setelah 3 kali pertemuan kegiatan Klien mampu
klien mampu mengontrol Latih cara memperlihatkan
halusinasinya dengan cara mengontrol perkembangannya
bercakap-cakap. halusinasi dengan dengan cara
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (Keliat, 2011). Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir :
S : Merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan
“bagaimana perasaan bapak setelah melatih Latihan menghardik?”
O : Merupakan respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku
klien pada saat tindakan dilakukan. Atau menanyakan kembali apa
yang telah dijabarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi.
A : Adalah analisis ulang atas data subjektif atau objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data kontra indikasi dengan masalah yang ada. Dapat
pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Merupakan perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis
pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak
lanjut oleh perawat.
BAB III
Keterangan :
Laki laki :
Perempuan :
Meninggal :
Serumah :
Pasien :
2. Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Ny. T mengatakan kalau dia tidak ada membenci atau
menyukai bagian tubuhnya menurut dia semuanya sama saja
b) Identitas Diri
Ny.T mengatakan kalau ia tidak bekerja dan hanya dirumah
saja. Menurut klien ia puas sebagai perempuan
c) Peran Diri
Ny. T mengatakan bahwa saat ini ia merupakan seorang
anak dan klien mengatakan bahwa belum menikah..
d) Ideal Diri
Ny. T mengatakan kalau ia ingin cepat pulang dan cepat
sembuh.
e) Harga Diri
Ny.T mengatakan tidak ada berhubungan dengan orang lain
dan hanya dirumah saja dan hanya tinggal bersama ibunya.
menurut klien tetangganya sering marah kepadanya sehingga
klien tidak mau keluar rumah.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang terdekat
Klien mengatakan ketika dirumah klien tidak memiliki
teman dekat ketika dirumah, menurut klien ia jarang
bercerita dengan ibunya. Selama diruangan flamboyan klien
tanpak sudah bisa bersosialisasi dengan yang lain dan
memiliki teman seperti Ny. L
b.Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan tidak ada mengikuti kegiatan kelompok
atau kegiatan sosial yang ada disekitar rumahnya, klien
mengatakan ia lebih suka dirumah.
c.Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Keluarga Ny. T mengatakan jika selama dirumah ia tidak
ada keluar rumah dan tidak ada berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Ny. T mengatakan bahwa dia beragama khatolik sejak dia
lahir dan dia meyakini segala sesuatu yang terjadi sudah
takdir dari tuhan.
b. Kegiatan ibadah
Selama dirumah dan dirawat Ny.T mengatakan jarang
melaksanakan ibadah
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
5. Status Mental
1) Penampilan
a. Penampilan tidak rapi
Penampian Ny.T mulai tampak rapi, rambut acak-
acakan dan kotor serta rambut Ny. T ada uban, gigi
tampak kotor serta badan sedikit bau
b. Pengguanaan pakaian tidak sesuai
Penggunaan pakaian Ny. T sudah sesuai dengan
semestinya
c. Cara berpakaian tidak seperti biasa
Cara berpakaian Ny. T sudah sesuai
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri
2) Pembicaraan
Pembicaraan Ny. T inkoherensi yaitu berpindah-pindah dari
satu kalimat ke kalimat lain dan tidak ada kaitannya.
Masalah keperawatan : hambatan komunikasi verbal
3) Aktivitas motorik
Saat melakukan pengkajian gerakan motorik Ny. T mampu
melakukan gerakan motorik dengan baik.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
4) Alam perasaan
Ny.T mengatakan sedih karena dibawa ke RSJ karena ia
berpisah dengan ibunya di rumah
Masalah keperawatan : ketakutan
5) Afek
Pada saat pengkajian afek Ny. T labil dan emosi terkontrol ,
tatapan kosong dan klien tampak bingung.
Masalah keperawatan : Hambatan komunikasi verbal
6) Interaksi selama wawancara
Saat pengkajian dilakukan Ny. Tterkadang tidak kooperatif,
berbicara dengan nada rendah dan bicara ngaur.
Masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan
7) Persepsi
Klien megatakan mendengar suara yang menyuruhnya
bernyanyi dan melihat bayangan – bayangan, melihat setiap
hari pada waktu sore pada saat Ny. T sebelum makan
malam atau pada saat Ny.T sendirian, Ny.T tampak
mengikuti bayang-bayang tersebut karena Ny.T sering
berbicara sendiri dan bernyanyi
Masalah keperawatan : gangguanpersepsi sensori :
halusinasi pendengaran dan penglihatan
8) Proses / Arus piker
Pada saat dilakukan pengkajian pembicaraan Ny. T
berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan dan
flight of ideas (loncat dari satu topik ke topik lain)
Masalah keperawatan : Gangguan proses piker
9) Isi piker
Klien mengatakan
Masalah keperawatan :
10) Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat, dan orang baik dibuktikan dengan
Ny. Tmengetahui hari pada saat pengkajian perawat dan
mengetahui dimana keberadaannya sekarang yaitu di rumah
sakit.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
11) Memori
Pada saat pengkajian Ny. T ingat tanggal dan tahun berapa
dia lahir dan Ny.T juga ingat tanggal dan orang yang
membawa dia ke RSJ
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
12) Tidak konsentrasi dan berhitung
Pada saat berbincang-bincang perhatian Ny.T mudah
dialihkan, dan setelah itu Ny.T tidak mampu melanjutkan
pembicaraan yang terhenti. Ny.T mampu berkonsentrasi,
serta kurang mampu berhitung ketika ditanya oleh perawat
Masalah keperawatan : Gangguan Proses Fikir
13) Kemampuan penilaian
Ny. T mampu memilih ketika disuruh memilih cuci tangan
terlebih dahulu baru makan atau makan dulu baru cuci
tangan, dan Ny.Tmengatakan cuci tangan dulu baru makan.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
14) Daya tilik diri
Ny. J mengatakan menyadari penyakit yang sedang dialami
saat ini. Ny. J mengatakan tidak ada menyalahkan orang
lain atas apa yang terjadi pada dirinya.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
6. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan
Bantuan minimal √ Bantuan total
Jelaskan: klien mengatakan makannya 3 x sehari pagi,siang dan
malam, jumlahnya satu porsi, klien tidak ada mendapatkan diet dan
cara makannya dengan baik dan benar tetapi klien terkadang susah
makan karena mengalami gangguan nutrisi.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
2) BAK/BAK
Bantuan minimal √ Bantuan minimal
Jelaskan: Klien mengatakan kemampuan untuk BAB/BAK
mandiri dan mampu untuk membersihkannya setelah BAB/BAK.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah
3) Mandi
Bantuan minimal v Bantuan total
Jelaskan: Klien mengatakan mandi 1 x sehari, dan mampu untuk
mandi, menyikat gigi, keramas dan potong kuku secara mandiri
dan kebersihan diri klien terjaga dansedikit bau badan.
Masalah keperawatan : Gangguan Pemeliharaan kesehatan
4) Berpakaian / berhias
6) Penggunaan obat
Bantuan minimal √ Bantauan total
Jelaskan: Klien mengatakan patuh minum obat 2 x sehari, jenis
obatnya Risperidone 2x 2 mg, lorazepam 1x 2 mg, THP 2x2 mg,
Clozapin 1x 100 gr dan depakote 2x 250 mg di minum dengan air
putih dan reaksi obat tenang dan mengantuk.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah
7) Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
a. Perawatan lanjutan √
b. System pendukung v
Jelaskan: Keluarga mengatakan control ke poliklinik RSJ.Hb.Saanin
Padang dan system pendukung klien adalah ibu kandungnya
Masalah keperawatan : Perilaku mencari bantuan kesehatan
.
8) Kegiatan di dalam rumah
Ya Tidak
a. Mempersiapkan makanan v
b. Transportasi v
c. Kegiatan lain v
7. Mekanisme Koping
a. Koping Adaptif:
Klien mampu bicara tetapi lambat dan tidak mampu
menyelesaikan masalah
b. Koping maladaptive:
Reaksi klien lambat dan terkadang berlebihan
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan koping individual
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok,uraikan : Klien mengatakan tidak ada
mendapatkan dukungan kelompok atau berteman karena klien sering dirumah
dan tidak mau berinteraksi.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan,uraikan : Klien mengatakan tidak
ada masalah dengan lingkungan karena klien selalu dirumah dan tidak ada
melakukan kegiatan baik dirumah maupun di lingkungan.
c. Masalah dengan pendidikan,uraikan : Klien mengatakan tidak ada masalah
dengan pendidikannya karena klien tamatan SMA .
d. Masalah dengan pekerjaan,uraikan : Klien mengatakan tidak ada masalah
dengan pekerjaannya karena klien saat ini tidak bekerja.
e. Masalah dengan perumahan,uraikan : Klien mengatakan tidak ada masalah
dengan perumahannya dan mengatakan ia tinggal bersama dengan ibunya
f. Masalah ekonomi,uraikan : Klien mengatakan tidak ada masalah dengan
perekonomiannya karena yang membiayai kebutuhan hidupnya adalah
keluarganya.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan,uraikan : Klien mengatakan tidak ada
masalah dengan pelayanan kesehatan dimana pun ia berobat.
h. Masalah lainnya,uraikan : Tidak ada masalah
Masalah keperawatan : Hambatan interaksi
9.Kurang Pengetahuan
a. Penyakit jiwa
Klien mengatakan kurang mengetahui gejala yang ia rasakan tetapi klien sering
berbicara sendiri dan melihat bayangan-bayangan.
Faktor perdisposisi
Klien mengatakan pernah dirawat di RSJ Prof.Hb.Saanin Padang
selama 1 bulan di tahun 2020 karena minum obat tidak teratur dan
gejala awalnya bicara sendiri- sendiri dan tertawa-tawa sendiri.
a. Koping
Koping adaptifnya klien tidak mampu menyelesaikan masalah
sendiri dan koping maladaptifnya klien bekerja secara
berlebihan dan reaksinya yang selalu berlebihan.
b. System pendukung Klien mengatakan system pendukungnya
adalah ibunya sendiri
c. Penyakit fisik
Klien mengatakan tidak ada mengeluh terkait dengan penyakit
fisiknya
d. Obat-obatan
Klien mengatakan sekarang ia patuh dan teratur minum obat
e. Lainya: tidak ada
Masalah keperawatan : ketidakefektifan penatalaksanaan program
terapeutik
10.Aspek Medik
Diagnosa medik : Skizofrenia tipe manik
Terapi medik : Risperidone2x 2mg
Lorazepam 1x 2 mg
THP 2 x 2 mg
Clozapine 1x 100 gr
Depakote 2x 250 mg
II. ANALISA DATA
ANALISA DATA
DATA MASALAH
DS : Gangguan persepsi semsori :
Klien mengatakan sering Halusinasi pendengaran dan
mendengar suara suara yang penglihatan
membuat ia ketakutan.
Klien mengatakan ia mendengar
suara suara pada sore hari
sebelum makan malam
Klien mengatakan belum mampu
untuk mengontrol suara suara
tsb
DO :
Klien tampak bicara sendiri
Klien tampak tertawa sendiri
Klien tampak mondar mandir
DS :
Resiko perilaku kekerasan
Klien mengatakan pernah
memecahkan barang ketika
dirumah
Klien mengatakan susah
mengontol emosi jika marah. .
DO :
Keluarga mengatakan klien
merusak alat rumah tangga
Keluarga mengatakan klien
memecahkan piring
DS
Klien mengatakan jarang gosok
gigi Defisit Perawatan Diri
Klien mengatakan badannya gatal
Klien mengatakan jarang keramas
DO
Klien berpakaian tidak rapi
Klien jarang keramas
Rambut klien agak kotor
DS
Klien mengatakan tidak ada
Isolasi sosial
berhubungan dengan orang lain
selama dirumah
Klien mengatakan jika ada
masalah ia memendam
masalahnya sendiri
DO
Klien tampak sedih
Klien tampak murung
DS
Klien berbicara ngaur
Klien sering bicara sendiri
Hamnbatan komunikasi verbal
Klien mengatakan terkadang lupa
dengan apa yang dilakukannya
DO
Klien tampak bingung
Klien tampak labil
Klien tampak menyendiri
Klien bereaksi berlebihan ketika
dilakukan pengkajian
Pembicaraan klien berbelit-belit
dan tidak sampai pada
permasalahan
Pembicaraan inkoherensi
Afek labil Hambatan komunikasi verbal
DAFTAR MASALAH :
Gagguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran dan penglihatan
Resiko perilaku kekerasan
Defisit Perawatan Diri
Isolasi Sosial
Hambatan Komunikasi Verbal
N DIAGNOS
TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
O A
1 Halusinasi Klien mampu : Setelah 1 kali Sp 1 : Klien tidak
Mengenali pertemuan klien Identifikasi mengetahui
halusinasi dapat menyebutkan : jenis apa yang
yang Identifikasi halusinasi, isi, dialaminya
dialaminya jenis frekuensi, saat ini, jadi
Mengontrol halusinasi, isi, situasi dan perawat
halusinasi frekuensi, respon membantu
Mengikuti situasi dan terhadap klien
program respon halusinasi mengenalkan
pengobatan Mampu Latih cara tentang apa
mengontrol mengontrol yang sedang
halusinasi halusinasi ia alami
dengan cara dengan cara sehingga
menghardik menghardik klien
Masukan ke mengerti
dalam jadwal dengan
harian klien. keadaannya.
Cara yang
diajarkan
Setelah 2 kali Sp 2 : perawat yaitu
pertemuan klien Evaluasi mengontrol
mampu :mengontrol jadwal halusinanya
halusinasinya dengan kegiatan dengan cara
dengan cara minum harian menghardik.
obat yang benar dan Latih cara
teratur. mengontrol Klien mampu
halusinasi memperlihatk
dengan cara an
minum obat perkembanga
yang benar nnya dengan
dan teratur cara
Masukan ke mengontrol
dalam jadwal halusinasi
kegiatan dengan
harian. minum obat
yang benar
Setelah 3 kali Sp 3 : dan teratur
pertemuan klien Evaluasi sehingga
mampu mengontrol jadwal dapat
halusinasinya dengan kegiatan mengurangi
cara bercakap-cakap. Latih cara halusinasinya
mengontrol .
halusinasi
dengan cara
bercakap-
cakap
Masukan ke
dalam jadwal
kegiatan Klien mampu
harian. memperlihatk
an
Setelah 4 kali Sp 3 : perkembanga
pertemuan klien Evaluasi nnya dengan
mampu mengontrol jadwal cara
halusinasinya kegiatan mengontrol
dengan cara aktifitas Latih cara halusinasinya
terjadwal mengontrol dengan
halusinasi bercakap-
dengan cara cakap
aktifitas sehingga
terjadwal dapat
Masukan ke mengurangi
dalam jadwal halusinasinya
kegiatan .
harian
Klien
mampu
memperlihat
kan
perkembang
annya
dengan
caramengont
rol
halusinasiny
a dengan
cara aktifitas
terjadwal
dan sehingga
dapat
meringankan
gejala
halusinasiny
a dan
membantu
klien agar
tidak terjadi
halusinasi
yang
berkelanjuta
n.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
2 Perilaku Pasien mampu Setelah 1x SP I Mencari tentang
kekerasan Identifikasi pertemuan pasien Identifikasi apa yang
penyebab , tanda, mampu: penyebab , menyebabkan
dan gejala, akibat Identifikasi tanda, dan klien pk
yang dilakukan penyebab , gejala, akibat Mengetahui cara
pk tanda, dan yang dilakukan mengontrol pk
Jelaskan cara gejala, akibat pk Menetapkan
mengontrol pk yang Jelaskan cara waktu yang
dengan cara tarik dilakukan pk mengontrol pk akan dilakukan
nafas + pukul Jelaskan cara dengan cara tarik sesuai jadwal
bantal mengontrol nafas + pukul
pk dengan bantal
cara tarik Masukan dalam
nafas + jadwal kegiatan
pukul bantal
Pasien mampu Setelah 1x SP II Pasien dapat
mengulangi pertemuan pasien Evaluasi jadwal mengingat dan
latihan tarik mampu: kegiatan mengulangi cara
nafas+ pukul Mampu Latihan cara mengontrol
bantal yang telah mengulangi mengontrol perilaku
dilatih dan latihan tarik perasaan marah kekerasan
berikan pujian nafas+ pukul dengan minum pertama yaitu
Mampu bantal yang obat tarik nafas dan
mengontrol telah dilatih Masukan dalam pukul bantal
perilaku dan berikan jadwal kegiatan serta kedua
kekerasan dengan pujian minum obat
minum obat Mampu
mengontrol
perilaku
kekerasan
dengan
minum obat
Pasien mampu Setelah 1x SP III Pasien dapat
mengulangi pertemuan pasien Evaluasi mengingat dan
latihan minum mampu: jadwal mengulangi cara
obat yang telah kegiatan mengontrol
Mampu
dilatih dan Latihan cara perilaku
mengulangi
berikan pujian mengontrol kekerasan
minum obat
Mampu perasaan pertama yaitu
yang telah
mengontrol marah dengan tarik nafas
dilatih dan
perilaku cara verbal dalam dan pukul
berikan
kekerasan yaitu bantal, kedua
pujian
dengan mengungkapka minum obat
Mampu
n, meminta, serta ketiga
mengontrol
dan menolak
perilaku
dengan baik
kekerasan
Masukan
dengan cara
dalam jadwal
verbal yaitu
kegiatan
mengungkap
kan,
meminta,
dan menolak
dengan baik
Pasien mampu Setelah 1x SP IV Pasien
mengulangi pertemuan pasien Evaluasi dapat
latihan yang mampu: jadwal mengingat
telah dilatih dan Mampu kegiatan dan
berikan pujian mengulangi Latihan cara mengulang
Mampu latihan mengontrol i cara
mengontrol dengan cara perasaan mengontrol
perilaku verbal yaitu marah dengan perilaku
kekerasan mengungkap cara spritual kekerasan
dengan kan, Masukan pertama
meminta, dalam jadwal yaitu tarik
dan menolak kegiatan nafas
dengan baik dalam dan
Mampu pukul
mengontrol bantal,
perilaku kedua
kekerasan minum
dengan obat serta
spritual ketiga dan
keempat
secara
spritual
2 Isoasi Sosial - Pasien mampu Setelah dilakukan SP I Isolasi Sosial Hubunan saling
membina hubungan 1x pertemuan pasien 1) percaya merupakan
saling percaya mampu : daling percaya landasan perawat
- Pasien menyadari - Membina 2) dengan pasien
penyebab isolasi hubungan saling mengenal sehingga pasien
sosial percaya penyebab isolasi terbuka dalam
- Pasien mampu - Mengenal sosial dengan mengungkapkan
berinteraksi dengan penyebab isolasi tindakan : masalahnya dan
orang lain sosial, keuntungan - Menanyakan menimbulkan sikap
behubungan tentang pendapat menerima terhadap
dengan orang lain pasien tentang orang lain.
dan kerugian tidak kebiasaan Agar klien dapat
berhubungan berinteraksi mengenal dan
dengan orang lain. dengan orang lain mengungkapkan
- Siapa yang satu masalahnya dan
rumah dengan menimbulkan sikap
pasien menerima terhadap
- Siapa yang dekat orang lain.
dengan pasien Agar klien dapat
- Siapa yang tidak mengenal
dekat dengan danmengungkapkan
pasien dan apa penyebab isolasi
penyebabnya sosial yang terjadi
- Menanyakan apa -Agar pasien
yang mempunyai keinginan
menyebabkan berinteraksi dengan
pasien tidak ingin orang lain
berinteraksi -Agar pasien menyadari
dengan orang lain kerugin yang
3) ditimbulkan akibat
mengenal tidak berinteraksi
kerugian tidak dengan orang lain
punya teman dan -Dengan belajar
tidak bercakap- berkenalan
cakap menimbulkan motivasi
4) pasien untuk
pasien berkenalan berinteraksi dengan
dengan cara : orang lain
- Jelaskan kepada
pasien cara
berinteraksi
dengan orang
lain.
- Beri contoh cara
berinteraksi
denagan orang
lain (sebutkan
nama kita dan
nama panggilan,
asal dan hobi)
- Menanyakan
nama orang yang
akan diajak
berkenalan
8. Menganjurkan
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harina
2 Isoasi Sosial - Pasien mampu Setelah dilakukan SP I Isolasi Sosial Hubunan saling
membina hubungan 1x pertemuan pasien 1) percaya merupakan
saling percaya mampu : daling percaya landasan perawat
- Pasien menyadari - Membina 2) dengan pasien
penyebab isolasi hubungan saling mengenal sehingga pasien
sosial percaya penyebab isolasi terbuka dalam
- Pasien mampu - Mengenal sosial dengan mengungkapkan
berinteraksi dengan penyebab isolasi tindakan : masalahnya dan
orang lain sosial, keuntungan - Menanyakan menimbulkan sikap
behubungan tentang pendapat menerima terhadap
dengan orang lain pasien tentang orang lain.
dan kerugian tidak kebiasaan Agar klien dapat
berhubungan berinteraksi mengenal dan
dengan orang lain. dengan orang lain mengungkapkan
- Siapa yang satu masalahnya dan
rumah dengan menimbulkan sikap
pasien menerima terhadap
- Siapa yang dekat orang lain.
dengan pasien Agar klien dapat
- Siapa yang tidak mengenal
dekat dengan danmengungkapkan
pasien dan apa penyebab isolasi
penyebabnya sosial yang terjadi
- Menanyakan apa -Agar pasien
yang mempunyai keinginan
menyebabkan berinteraksi dengan
pasien tidak ingin orang lain
berinteraksi -Agar pasien menyadari
dengan orang lain kerugin yang
3) ditimbulkan akibat
mengenal tidak berinteraksi
kerugian tidak dengan orang lain
punya teman dan -Dengan belajar
tidak bercakap- berkenalan
cakap menimbulkan motivasi
4) pasien untuk
pasien berkenalan berinteraksi dengan
dengan cara : orang lain
- Jelaskan kepada
pasien cara
berinteraksi
dengan orang
lain.
- Beri contoh cara
berinteraksi
denagan orang
lain (sebutkan
nama kita dan
nama panggilan,
asal dan hobi)
- Menanyakan
nama orang yang
akan diajak
berkenalan
9. Menganjurkan
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harina
Setelah dilakukan SP II isolasi sosial -Menilai kemajuan
1x pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan perkembangan pasien
mampu : bekenalan -Memberikan
- Mampu - Latih cara berbiara kesempatan dan
menyebutkan saat melakukan motivasi pasien untuk
kegiatan yang kegiatan harian melakukan interaksi
sudah dilakukan (latih 2 kegiatan) secara bertahap
- Mampu - Memasukkan -Memberikan rasa
berinteraksi kedalam jadwal tanggung jawab pada
dengan orang lain kegiatan untuk pasien untuk
secara bertahap : latihan berkenalan melaksanakan kegiatan
berkenalan dengan yang teratur
2-3 orang 2-3 orang
Setelah dilakukan SP III isolasi sosial -Untuk menilai
1x pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan perkembananpasien
mampu : bekenalan dengan dalam mengena cara
- Mampu beberapa orang berinetraksi
menyebutkan - Latih cara berbiara -Memberikan motivasi
kegiatan yang saat melakukan kepada pasien untuk
sudah dilakukan kegiatan harian berinteraksi dan
- Mampu (latih 2 kegiatan) mendapatkan respon
berinteraksi - Memasukkan yang positif
dengan orang lain kedalam jadwal -Memberikan motivasi
secara bertahap : kegiatan untuk dan rasa tanggung
berkenalan dengan latihan berkenalan jawab pada klien untuk
4-5 orang 4-5 orang melaksanakan kegiatan
yang teratur
Setelah dilakukan SP IV isolasi sosial - Sebagai Untuk menilai
1x pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan perkembanan pasien
mampu : bekenalan, dalam mengena cara
- Mampu berbicara saat berinetraksi
menyebutkan melakukan 4 -Memberikan motivasi
kegiatan yang kegiatan harian kepada pasien untuk
sudah dilakukan - Latih cara berbiara berinteraksi dan
- Mampu sosial mendapatkan respon
berinteraksi - Memasukkan yang positif
dengan orang lain kedalam jadwal -Memberikan motivasi
secara bertahap kegiatan untuk dan rasa tanggung
yaitu >5 orang latihan berkenalan jawab pada klien untuk
>5 orang baru, melaksanakan kegiatan
berbicara saat yang teratur
melakukan
kegiatan harian.
VI. CACATAN KEPERAWATAN
S:
Klien mengatakan tidak
mendengar suara bisikan
lagi
O:
klien tampak
bingung
klien berbicara
Sp 3 : ngaur
Evaluasi jadwal pembicaraan
kegiatan harian mudah teralih
Latih cara A:
mengontrol Sp 3 dengan bantuan
halusinasi dengan P pasien :
cara bercakap- latihan sp3
cakap bercakap- cakap
Masukan kedalam 2x sehari (jam
jadwal kegiatan 09.00 dan jam
harian 17.00 wib)
P perawat :
optimalkan sp 1, 2
dan 3
lanjutkan sp 4
S:
Klien mengatakan tidak
mendengar suara lagi
O:
klien tampak
Sp 4 : berbicara sendiri
Evaluasi kegiatan klien tampak
harian tertawa sendiri
Latih cara A:
mengontrol Sp 4 dengan bantuan
halusinasi dengan P pasien :
aktifitas terjadwal latihan sp 4
Masukan dalam aktifitas terjadwal
jadwal kegiatan 2x sehari (jam
harian 12.00 dan jam
18.00 wib)
P perawat :
Optimalkan sp 1,
2, 3 dan 4
Lanjut diagnose
selanjutnya
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber-sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Sehingga mengumpulkan data perawat harus
memiliki kemampuan mengobservasi dengan akurat, dan menggunakan komunikasi
terapeutik. Data yang dikumpulkan mencakup : identitas pasien, keluhan utama pasien,
faktor predisposisi, mekanisme koping, data yag dikumpulkan meliputi : riwayat
kesehatan jiwa, pengkajian psikososial dan pengkajian status mental.
Teknik pengambilan data yang kelompok lakukan melalui wawancara dengan pasien,
pengamatan langsung terhadap kondisi pasien diantara dari pembicaraan, penampilan dan
perilaku pasien dalam berkomunikasi dan bersikap
1. Tanda dan gejala
Menurut (keliat, 2011), tanda dan gejala halusinasi biasanya adalah data
sabjektif seperti Biasanya pasien dengan halusinasi akan mengalami gangguan
persepsi sensori palsu , biasanya pasien akan mengalami mendengar suara- suara,
klien berbicara sendiri dan tertawa sendiri, berbicara kacau dan kadang tidak
masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, menarik diri
dan menghindar dari orang lain, bingung, kontak mata tidak ada, pandangan mata
pada satu arah tertentu, secara tiba- tiba marah dan menyerang orang lain.
Dalam hal teori tersebut sesuai dengan yang dialami Ny.T yaitu mengalami
gangguan sensori persepsi halusinasi mengalami mendengar suara- suara, klien
berbicara sendiri dan tertawa sendiri serta melihat bayangan, berbicara kacau dan
kadang tidak masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, bingung, kontak mata tidak ada,
pandangann mata pada satu arah tertentu, secara tiba- tiba marah dan menyerang
orang lain.Berdasarkan teori sama dengan pengkajian yang didapatkan
sebelumnya pada kasus Ny.T dimana ditandai dan gejala yang didapatkan pada
waktu pengkajian adalah klien berbicara sendiri, serta melihat bayangan,
berbicara kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang
nyata dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang lain, bingung,
kontak mata tidak ada, pandangann mata pada satu arah tertentu, secara tiba- tiba
marah dan menyerang orang lain.
2. Faktor Predisposisi
Secara teori faktor predisposisi terjadinya halusinasi menurut (Keliat, 2011).
Biasanya pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan pasien
sebelumnya tidak berhasil karena pasien tidak mengonsumsi obat secara teratur
dirumah, pernah mengalami aniaya fisik yaitu sebagai korban, maupun saksi,
tetapi tidak sebagai pelaku, pernah mengalami aniaya seksual yaitu sebagai
korban, maupun saksi, tetapi tidak sebagai pelaku, biasanya pasien pernah
mengalami penolakan / disingkirkan dari sebagai korban yaitu disingkirkan dari
masyrakat,biasanya pasien pernah mengaami kekerasan dalam keluarga yaitu
sebagai korban, biasanya pasien di pukul oleh orang terdekat karena
ketidaksukaan terhadap pasien, biasanya pasien pernah melakukan tindakan
kriminal baik sebagai korban, pelaku maupun saksi, ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Biasanya hubungan pasien dengan keluarga tidak
dekat, biasanya klien mengalami pengalaman dimasa lalu yang tidak
menyenangkan seperti konflik didalam keluarga, disingkirkan dari lingkungan,
kehilangan/ kegagalan. Dalam teori ini menyebutkan bahwa sesuai dengan
pengkajian yang didapatkan pada kasus Ny. T dimana mengalamigangguan jiwa
di masa lalu klien sudah mengalami gangguan jiwa sejak 30 tahun yang lalu
dengan keluhan banyak bica dan marah tanpa sebeb dan klien sudah dirawat untuk
yang keempat kalinya dengan keluhan emosi tidak stabil, bicara ngaur dan
menangis dan tertawa tanpa sebab. Ny. T baru keempat kalinya dirawat di RSJ.
Prof. HB. Saanin dan sebelumnya juga dirawat di RSJ. Prof. HB. Saanin sebulan
yang lalu pada tahun 2020. Pengobatan Sebelumnya yaitu pengobatan klien
dahulu berhasil tetapi karena putus obat sejak 1bulan terakhir dan klien tidak
minum obat secara teratur menyebabkan klien kambuh kembali. Klien
mengatakan tidak mau minum obat karena ia sudah sembuh. Klien biasanya
kontrol berobat ulangan ke RS Ibnu Sina. Dan pada riwayat pasca trauma :
f) Aniaya Fisik
Pada saat ditanyakan ke pasien pasien ia mengatakan tidak pernah
mengalami aniaya fisik
g) Aniaya Seksual
Ny. T mengatakan tidak pernah mengalami penganiayaan seksual
sebelumnya, dan tidak pernah menjadi pelaku dari penganiayaan
seksual, maupun saksi.
h) Penolakan
Ny. T mengatakan ia sudah bercerai dengan suaminya, klien
mengatakan ia takut kepada adiknya.
i) Kekerasan Dalam Keluarga
Ny. T mengatakan ia tidak pernah mengalami kekerasan di dalam
keluarganya.
j) Tindakan Kriminal
Ny. T mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban maupun saksi
dalam tindakan kriminal.
Berdasarkan saat melakukan pengkajian pada pasien didapatkan bahwa
faktor predisposisi dari seseorang yang mengalami halusinasi berdasarkan
teori dengan pengkajian yang didapatkan dari pasien Ny.T sama, dimana
disebabkan karena mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan pasien
sebelumnya tidak berhasil karena pasien tidak mengonsumsi obat secara
teratur dirumah, tidak pernah mengalami aniaya fisik seperti : sebagai korban,
maupun saksi, tetapi tidak sebagai pelaku, pernah mengalami aniaya seksual
yaitu sebagai korban, maupun saksi, tetapi tidak sebagai pelaku, biasanya
pasien pernah tidak mengalami penolakan / disingkirkan dari sebagai korban
yaitu disingkirkan dari masyrakat,biasanya pasien tidak pernah mengalami
kekerasan dalam keluarga yaitu sebagai korban, biasanya pasien tidak pernah
melakukan tindakan kriminal baik sebagai korban, pelaku maupun saksi, tidak
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3. Faktor predisposisi
Menurut teori (Keliat,2011). Faktor pencetus terjadinya halusinasi adalah
Biasanya klien disingkirkan dari masyrakat, biasanya pasien pernah mengalami
kekerasan dalam keluarga yaitu sebagai korban, biasanya pasien di pukul oleh
orang terdekat karena ketidaksukaan terhadap pasien, biasanya pasien pernah
melakukan tindakan kriminal baik sebagai korban, pelaku maupun saksi, ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Pada kasus yang dikaji pada
Ny.T tidak ditemukan adanya trauma seperti yangdijelaskan di atas.
4. Proses terjadi
Proses terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi
oleh intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut Dalami dkk (2014), halusinasi terjadi melalui
beberapa tahap antara lain:
a. Stage I: Sleep disorder Merupakan fase awal individu sebelum muncul
halusinasi. Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang dan
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah (misalnya:
putus cinta, dikhianati kekasih, diPHK, bercerai, masalah dikampus dan lain-
lain). Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Hal ini akan menyebabkan individu tersebut sulit tidur terus menerus sehingga
terbiasa menghayal. Individu akan menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai upaya pemecahan masalah.
b. Stage II: (Comforting Moderate Level of Anxiety) Pada tahap ini halusinasi
bersifat menyenangkan dan secara umum individu menerima sebagai sesuatu
yang alami. Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan sehingga individu mencoba
untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada penanganan
pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Individu beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikontrol atau
dikendalikan jika kecemasannya bisa diatasi. Dalam tahap ini ada kecenderungan
individu merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi bersifat sementara.
c. Stage III: (Condemning Severe Level of Anxiety) Pada tahap ini halusinasi
bersifat menyalahkan dan sering mendatangi individu. Pengalaman sensori
individu menjadi sering datang dan mengalami bias sehingga pengalaman sensori
tersebut mulai bersifat menjijikan dan menakutkan. Individu mulai merasa
kehilangan kendali, merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan berusaha untuk
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan individu. Individu
akan merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan akhirnya menarik
diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Stage IV: (Controling Severe Level of Anxiety) Pada tahap ini halusinasi
bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan
dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa. Halusinasi menjadi lebih
menonjol, menguasai dan mengontrol individu sehingga individu tersebut
mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Hingga
akhirnya individu tersebut menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin akan
mengalami kesepian jika pengalaman sensori atau halusinasinya tersebut
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Stage V: (Concuering Panic Level of Anxiety) Tahap ini adalah tahap terahir
dimana halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
individu mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensorinya menjadi terganggu dan halusinasi tersebut berubah mengancam,
memerintah, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya sehingga klien
mulai terasa mengancam. Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan
diri, klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri.
Klien merasa berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau
bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis (terjadi
gangguan psikotik berat). Hasil riset (Keliat,2011) menyimpulkan bahwa
halusinasi diakibatkan oleh dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan respon
individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Pada kasus terdapat
sesuai dengan teori yaitu karena koping individu tidak efektif dalam
menyelesaikan masalah, keluarga mengatakan Ny.T Klien merasa terpaku dan
tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
dan menjadi menarik . Sehingga terbukti dalam teori ini dan kasus yang
dilakukan saat pengkajian pada Ny.T
5. Genogram
Pada genogram dibuat minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan
hubungan pasien dengan keluarga dan tidak adanya riwayatpenyakit keturunan.
Biasanya dalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, mengkaji 3 generasi yang menggambarkan klien dengan anggota
keluarga yang lain. pola komunikasi yang digunakan biasanya dua arah, Sama
halnya dengan kasus pada Ny.T dimana pasien menggatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Ny. T adalah anak sulung atau pertama,
klien belum menikah dan belum menikah. Saat ini klien tinggal bersama ibunya.
Klien mengatakan dalam pengambilan keputusan ia mengikuti kata ibunya, dan
pola komunikasi menurut Ny. T dua arah karena ada timbal balik dan respon dari
Ny.T dan ibunya.
6. Konsep Diri
Konsep diri biasanya tentang pengetahuan individu tentang dirinya sendiri,
merupakan gambaran tentang diri dan gabungan kompleks dari perasaaan, sikap,
persepsi baik yang disadari maupun tidak disadari. Pada konsep diri biasanya
peran dan harga diri terganggu pada klien halusinasi dan pada kasus terdapat
peran dan harga diri klien terganggu sehingga berdasarkan teori dan kasus sesuai.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah tahap kedua dalam proses Keperawatan yang dapat
dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik diagnosis yang bersifat aktual
maupun resiko. Masalah yang saling berhubungan dapat digambarkan pada
pohon masalah yang terdiri dari penyebab, prioritas masalah, dan akibat yang di
timbul dari masalah.
Secara kasus ditemukan pada saat pengkajian di RSJ dalam menegakkan
diagnosa keperawatan terdapat 3 diagnosa Keperawatan yaitu :Halusinasi, resiko
perilaku kekerasan, dan isolasi social. Sedangkan pada teori ada 3 diagnosa
Keperawatan yaitu halusinasi, perilaku kekerasan ,isolasi sosial. Ada 3 diagnosa
yang penulis angkat yang ditemukan dilapangan selama melakukan pengkajian
dalam menegakkan diagnosa halusinasi , risiko perilaku kekerasan dan isolasi
sosial, karena diagnosa yang diangkat kelompok sesuai dengan data yang
ditemukan pada klien selama pengkajian.
C. Intervensi keperawatan
Intervensi ini merupakan tahap lanjut dari diagnosa keperawatan dimana
perencanaan ini menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan meliputi diagnosa keperawatan, tujuan, kriteria hasil, intervensi
dan rasional. Pada intervensi halusinasi ada 4 strategi pelaksanaan untuk pasien
dan 4 strategi pelaksanaan untuk keluarga pertama strategi pelaksanaan untuk
pasien mengindentifikasi halusinasi, isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon dan latih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Kedua yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien melatih
kemampuan kedua, mengontrol halusinasi dengan cara minum obat yang benar.
Ketiga yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan dan latih cara mengontrol haluisnasi
dengan cara bercakap cakap dan keempat yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien dan latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian.
Keliat ( 2011) dalam bukunya mengatakan untuk melatih kemampuan pasien
untuk mengubah cara pasien menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada
saat pasien mengalami gangguan sensori persepsi palsu : halusinasi, sehingga
pasien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif dengan
menggunakan terapi kognitif. Pasien sendiri yang awalnya menunjukan secara
verbal dengan berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan mendengar suara
menyuruh dia bernyanyi, marah tanpa sebab, dan melihat bayangan . Stelah
diberikan tidakan keperawatan SP dan terapi kognitif pasien sudah mampu
merubah persepsi palsu yang negatif menjadi sudah mampu mengontrol dan
kontak mata bisa dipertahankan.
Strategi pelaksanaan ini sudah penulis berikan selama 5 hari dan dari hasil
pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap Ny.T tersebut sudah berjalan dan
diskusi pasien, masing-masing strategi pelaksanaan dilakukan sampai pasien
mandiri dengan tujuan mengurangi dan dapat mengontrol gangguan persepsi
sensori palsu yang ia rasakan, pasien dengan cara menghardik. Minum obat
teratur, bercakap-cakap dan dengan aktivitas terjadwal yang dimiliki pasien
antara lain melakukan kegiatan merapikan tempat tidur, menyapu, mencuci
gelas, mengepel lantai, dan memasukan kedalam jadwal kegiatan
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang telah diidentifikasi dalam asuhan
keperawatan. Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada perencanaan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan sesuai dengan perencanaan tindakan
keperawatan. Hal ini dilakukan dalam implementasi (Kaliat,2011).
Pada kasus diberikan SP sesuai diagnose utama yaitu gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan pertama strategi pelaksanaan
untuk pasien mengindentifikasi halusinasi, isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon dan latih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Kedua yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien melatih
kemampuan kedua, mengontrol halusinasi dengan cara minum obat yang benar.
Ketiga yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan dan latih cara mengontrol haluisnasi
dengan cara bercakap cakap dan keempat yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien dan latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan evaluasi bagi dua yaitu evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan denvan memandikan antara respon
pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Keliat,2011).
BAB V
KESIMPULAN
Dalami, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jogjakarta : Trans
Info Media
Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua.Bandung: PT.
Refika Adimata
Direja, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jogjakarta : Trans
Info Media
Keliat, Budi Ana. 2014. Proses Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta
Keliat, Budi A, dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic
Couse).Jakarta : EGC
Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
Riskesdas.2018. Data Riset Kesehatan Dasar Jiwa. Jakarta
Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta Timur: CVTrans Info Media
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.