Anda di halaman 1dari 18

MINI RISET

“PENGANTAR EKONOMI MAKRO”


Dosen Pengampu: NONI ROZAINI, M. Si.

Oleh:
Nama Kelompok 5 :

Mira Ardila (7183343004)


Revita Situmorang (7193343004)
Vivin Yesika Damanik (7192443012)
Yolanda Agustina Malau (7193343002)

PENDIDIKAN BISNIS
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam
jangka panjang menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu dan dapat
dikaitkan juga sebagai keadaan kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian
yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam analisis makro
pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh satu negara diukur dari perimbangan
pendapatan nasional rill yang dicapai satu negara. Pada kenyataannya, pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan yang masih relatif rendah tersebut ditopang oleh konsumsi
masyarakat (Mudrajad Kuncoro: 2004). Secara teori, pertumbuhan ekonomi yang
ditopang oleh konsumsi tidak akan menjadi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang
oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat
meningkatkan produktivitas sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Krisis ekonomi global yang melanda sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia,
memperlihatkan bahwa keseimbangan dalam perekonomian suatu negara tidak bisa dengan
hanya mengandalkan sektor swasta. Kontribusi sektor pemerintah juga sangat dihandalkan.
Terutama faktor pengeluaran pemerintah, investasi pemerintah yang dapat menciptakan
lapangan pekerjaan dan net ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan nasional.
Keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya diukur
melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan stabil dari tahun ke tahun berarti kesejahteraan ekonomi meningkat, sedangkan
pertumbuhan ekonomi dengan nilai negatif berarti tingkat kesejahteraan disuatu negara juga
menurun. Tinggi rendah laju pertumbuhan ekonomi di suatu negara menunjukkan tingkat
perubahan kesejahteraaan ekonomi masyarakatnya (Boediono, 2013).
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak azasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia tahun 1945. Pemenuhan kebutuhan pangan juga terkait dengan upaya
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sehingga diperoleh kualitas sumberdaya
Indonesia yang mempunyai daya saing yang tangguh dan unggul sebagai bangsa, Disisi lain
masalah kerawanan pangan masih merupakan isu penting yang harus segera ditangani. Pada
skala dunia, FAO (2010) memperkirakan lebih dari 900 juta penduduk dunia masih akan
terancam kelaparan dan rawan pangan. Hal ini dikarenakan saat ini pangan tidak hanya
berfungsi sebagai pangan tetapi juga bahan baku industri biofuel sehingga terjadi persaingan
di dalam penggunaannya
Menurut Sumaryanto (2009) mengemukakan kendala yang dihadapi dalam peningkatan
ketersediaan produksi pangan per kapita terutama adalah: (1) pertumbuhan luas panen sangat
terbatas karena (i) laju perluasan lahan pertanian baru sangat rendah dan (ii) konversi lahan
pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, (iii) degradasi sumberdaya air dan kinerja
irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian; dan (2) adanya gejala
kemandegan dalam pertumbuhan produktivitas. Menyikapi berbagai kendala tersebut, maka
pemanfaatkan sumberdaya pertanian dan pangan harus dilakukan secara efisien dan optimal
agar pangan yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Jika tidak, maka ketergantungan impor masih
akan tinggi. Karena itu perlu dirumuskan kebijakan pangan yang mendukung ketahanan
pangan dan bersifat proaktif.
Menurut USDA dan Goldman Sachs Commodities Research (2014), sejak tahun 2000
hasil pertanian tidak hanya dibutuhkan untuk kebutuhan pangan dan pakan, tetapi juga untuk
energi. Tetapi sampai 10 tahun ke depan, kebutuhan hasil pertanian untuk pangan dan pakan
masih akan tetap dominan. Hasil penelitian Puska PDN (2013) juga menunjukkan bahwa
antara permintaan dan penawaran beberapa pangan sampai dengan 2050 gap-nya semakin
besar dimana tingkat permintaan lebih besar daripada penawaran. Kondisi tersebut
memungkinkan ketergantungan impor semakin tinggi. Artinya, dinamika pangan di dalam
negeri akan sangat dipengaruhi oleh dinamika pangan di luar negeri.
BAB II
KAJIAN TEORI
a. Pertumbuhan perekonomian
Menurut Sukirno (2004), “pertumbuhan ekonomi (economic growth)
adalah suatu perkembangan dan peningkatan kegiatan ekonomi dari waktu ke
waktu sehingga menyebabkan berubahnya pendapatan nasional riil”. Tingkat
pertumbuhan ekonomi menunjukan presentase kenaikan pendapatan nasional
riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil
tahun sebelumnya. Sedangkan menurut Jhingan (2004), “pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara
untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada
kepada penduduknya”. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan
teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan ekonomi Menurut
ekonom klasik faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, “(1)
jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang dan modal, (3) luas tanah dan
kekayaan alam, (4) tingkat teknologi yang digunakan” (kuncoro, 2004).
Sedangkan menurut pandangan Sukirno (1994), faktorfaktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu, “(1) Tanah dan kekayaan alam
lain, (2) Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja, (3) barang-barang
modal dan tingkat energi, (4) Sistem sosial dan sikap masyarakat, (5) Luas
pasar sebagai sistem pertumbuhan”. Menurut Kuncoro (2004).
Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan BPS (2017),
pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan indikator Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh sluruh unit ekonomi. dimana agregat tersebut
disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar
harga konstan suatu tahun dasar. Penyajian atas harga berlaku artinya
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa dihitung menggunakan harga
berlaku setiap tahun. Sedangkan penyajian atas dasar harga konstan
menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan tahun
dasar. Perhitungan atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk
menghitung pergeseran ekonomi sedangkan atas dasar harga berlaku
digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi dari tahun ketahun
(BPS, 2017). Menurut Kuncoro (2004), pertumbuhan ekonomi suatu daerah
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, maka ada tiga
pendekatan yang dipakai:
a) Pendekatan Produksi (Production Approach)
Metode ini dihitung menggunakan nilai produksi yang diciptakan sektor
ekonomi produktif dalam wilayah suatu Negara. secara matematis
(Rahardja, 2004):

NI = P1Q1+P2Q2+…+PnQn
Dimana :
NI : PDB (Produk Domestik Bruto).
P1,P2,…Pn : Harga satuan produk pada satuan masing” sektor ekonomi.
Q1,Q2,...Qn : jumlah produk satuan masing-masing sektor ekonomi
b) Pendekatan pendapatan (Income Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau
balas jasa setiap faktor-faktor produksi. Secara matemastis (Rahardja,
2004) :
Y= Yw + Yr + Yi + Yp
Dimana :
Y : Pendapatan nasional atau PDB
Yw : Pendapatan upah/gaji
Yr : Pendapatan sewa
Yi : Pendapatan bunga Yp : Pendapatan laba

c) Pendapatan Pengeluran (Consumption Approac)


Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang
dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Secara
Matematis (Rahardja,2004) :
Y = C + I + G + (X-M)
Dimana :
Y : PDB (Produk Domestik Bruto)
C : Konsumsi Rumah Tangga
I : Investasi 15
G : Pengeluaran Pemerintah
X-M : Ekspor-Impor

b. Konsumsi
Menurut Partadireja (1990), “konsumsi dapat diartikan sebagai bagian
pendapatan rumah tangga yang dialokasikan untuk pembiayaan jasa dan
kebutuhan lain. Besarnya konsumsi rumah tangga selalu berubah-ubah
disesuaikan dengan pendapatan, apabila terdapat kenaikan pendapatan
konsumsi akan meningkat. Sebaliknya, apabila pendapatan turun maka
konsumsi akan turun”. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga merupakan
pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga guna menjaga dan menunjang
kelangsungan hidup yang meliputi pengeluaran barang dan jasa.
Cakupan seluruh pengeluaran barang dan jasa dikelompokan menjadi
tujuh COICOP (Classification of Individual Consumtion by Purpose)
meliputi : “(1) Makanan, Minuman Dan Rokok, (2) Pakaian dan Alas Kaki,
(3) Perumahan, Perkakas, Perlenkapan dan Penyelengaraan Rumah Tangga,
(4) Kesehatan dan Pendidikan, (5) Transportasi, Komunikasi, Rekreasi dan
Budaya, (6) Hotel dan Restoran, (7) dan Lainya” (BPS, 2017).
1. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan
antara tingkat konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam
suatu perekonomian.
C = a + bY
Keterangan :
C = tingkat konsumsi
a = konsumsi rumah tangga secara nasional pada saat pendapatan
nasional 0
b = kecondongan konsumsi marginal
Y = tingkat pendapatan nasional
2. Kecenderungan Mengkonsumsi (Propensity to Consume)
Kecenderungan mengonsumsi dibedakan menjadi dua yaitu :
– Kecenderungan mengonsumsi marginal
– Kecenderungan mengonsumsi rata-rata
Kecenderungan mengonsumsi marginal yaitu perbandingan antara
pertambagan (AC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan
disporsabel (AY).

MPC= ∆C/∆Yd
Keterangan
MPC = Marginal Propensity to concume (kecondongan mengosumsi
marginal)
∆C = pertambahan konsumsi
∆Yd = pertambahan pendapatan
BAB III
PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONSUMSI (2005-2008)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2004-2012 terjaga stabil.


Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan PMTB yang terjadi pada tahun 2009
terutama disebabkan krisis ekonomi di Amerika Serikat yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi hampir di semua negara.
Dari tahun 2005 pertumbuhan industri menurun, namun sejak triwulan ke-3 tahun
2009 industri pengolahan meningkat mendekati pertumbuhan PDB dan industri
nonmigas tumbuh lebih tinggi dari PDB tahun 2011 dan 2012, dengan penggerak
utama industri makanan, minuman dan tembakau, industri alat angkut, industri logam
dasar, serta industri tekstil dan produk tekstil. Subsektor industri ini, menyerap
banyak tenaga kerja, sehingga menyumbang penumbuhan lapangan kerja formal.
Tantangan ke depan adalah mendorong akselerasi pertumbuhan industri sehingga
menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
• Sepanjang 2004-2012 sumbangan kelompok pengeluaran bahan makanan serta
makanan jadi, rokok dan tembakau cenderung mendominasi dalam membentuk
inflasi dibanding kelompok pengeluaran lainnya karena adanya tekanan inflasi dari
beberapa komoditas pangan yang harganya mudah bergejolak seperti beras, daging
sapi, minyak goreng, kedelai, cabai merah, bawang merah, dan bawang putih.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONSUMSI (2009-2012)
Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi pada tahun 2009, Kondisi
perekonomian global yang masih mengalami tekanan akibat krisis menghadapkan
perekonomian Indonesia pada beberapa tantangan yang tidak ringan pada tahun 2009.
Tantangan tersebut cukup mengemuka terutama pada awal tahun 2009, akibat masih
kuatnya dampak krisis perekomomian global yang mencapai puncaknya pada triwulan
terakhir tahun 2008. Ketidakpastian yang terkait dengan sampai seberapa dalam
kontraksi global dan sampai seberapa cepat pemulihan ekonomi global akan terjadi.
Peran pemerintah yang telah dilakukan adalah pembangunan ekonomi
ditingkat mikro dan makro terasa masih kurang mereta, mengingat kepadatan
penduduk dari tahun ke tahun semakin bertambah sehingga jika pembangunan yang
diimplimentasi tidak memiliki arah yang jelas pastilah tidak akan dapat mencapai
tujuan secara maksimal. Pada sektor mikro dengan meningkatkan penawaran dan
permintaan di pasar melalui produk-produk domestik untuk konsumsi rumah tangga,
belum tentu dapat memberikan keadilan bagi masyarakat miskin, karna jumlah tingkat
kemiskinan di Indonesia cukup tinggi.
Secara keseluruhan perekonomian Indonesia telah melewati tahun yang penuh
tantangan ini dengan capaian yang cukup baik. Meskipun melambat dibandingkan
dengan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dapat mencapai 4,5% tertinggi
ketiga setelah china dan india. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar
dapat dihindari karena struktur ekonomi banyak didorong permintaan domestik.
Dari sisi permintaan, tulang punggung pertumbuhan ekonomi masih berasal
dari konsumsi, naiknya pendapatan minimum regional meningkatkan konsumsi dan
tabungan oleh rumah tangga. Jumlah tenaga kerja yang bekerja menurut sektor
lapangan kerja yang paling
dominan adalah sektor
pertanian sebesar 43,03
juta orang dan sektor
perdangan sebesar 21,84
juta orang, ini berakti
peningkatan permintaan
akan barang dan jasa untuk
kebutuhan hidup rumah
tangga sehari-hari dapat
tersedia dan konsumen
akan menggunakan
kelebihan pendapatannya
untuk konsumsi marginal.
Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi pada tahun 2010, Tingkat
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pasar keuangan domestik yang
kuat membuat indonesia relatif kebal terhadap krisis keuangan global. Ini menjadi
landasan kuat bagi perekonomian yang stabil dan pertumbuhan yang berkelanjutan di
2010.

Pertumbuhan Produksi Domestik Bruto ( PDB ) tahun 2010 meningkat sebesar


6,1% terhadap tahun 2009, terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan
tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi 13,5% dan terendah di sektor 2,9%.
Sementara pertumbuhan PDB tanpa migas tahun 2010 mencapai 6,6%.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 menurut sisi penggunaan terjadi pada
komponen ekspor sebesar 14,9%, diikuti pembentukan modal tetap bruto (PMBT)
8,5% , pengeluaran konsumsi rumah tangga 4,6%, dan pengeluaran konsumsi
pemerintah 0,3%. Sedangkan komponen impor sebagai faktor pengurang mengalami
pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 17,3%.
Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi pada tahun 2011, Pertumbuhan
ekonomi tahun 2011 menurut sisi penggunaan terjadi pada komponen ekspor sebesar
13,6% , diikuti pembentukan modal tetap bruto 8,8% , pengeluaran konsumsi rumah
tangga 4,7% , pengeluaran komsumsi pemerintah 3,2%.
Sebagian kalangan memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2011 ini
bergerak semakin optimistik. Hal ini di pertimbangkan dengan semakin membaik atau
stabilnya perekonomian nasinal dan global. Pemerintah juga memprediksikan
proyeksi pertumbuhan ekonomi 2011 sebesar 6,3%. Dan harapan tumbuhnya ekonomi
nasional ini lebih didorong oleh membaiknya stimulus ekonomi domestik ekonomi
akhir-akhir ini.
Perkiraan inflasi itu didasarkan kepada pertimbangan bahwa peningkatan
kegiatan ekonomi yang disaksikan dapat terus diimbangi oleh meningkatnya
kepastian produksi seiring dengan membaik dan berminatnya para investor dengan
prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi pada tahun 2012, Ditengah
pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, perekonomian indonesia pada tahun
2012 masih tumbuh cukup kuat, terutama ditopang oleh permintaan domestik. Inflasi
tetap terkendali pada level yang cukup rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi.
Perekonomian pada tahun 2012 masih tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3% ,
terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 5,4%, lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut utamanya
bersumber dari konsumsi nonmakanan. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya
indeks penjualan eceran kelompok nonmakanankhususnya perlengkapan rumah
tangga, peralatan informasi dan komunikasi.
Kinerja investasi pada tahun 2012 terus membaik mencapai 10,7%,
dibandingan pencapaian tahun sebelumnya sebesar 8,8%. Faktor-faktor yang
mendukung peningkatan kinerja investasi tersebut antara lain optimisme pelaku usaha
terhadap perekonomian indonesia, perbaikan iklim investasi yang tercermin dari
survei preferensi negara tujuan investasi, serta terjaganya kestabilan makro ekonomi.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONSUMSI (2013-2016)
Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 persen
(YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen
(YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,2
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global
yang masih belum stabil dengan pertumbuhan yang tidak merata. Dari sisi
domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh terjaganya permintaan
domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi
belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya akibat pemotongan anggaran.
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 -
Triwulan III Tahun 2016 (Persen)

Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan didukung oleh semua lapangan usaha,
dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Informasi dan komunikasi yang sebesar
9,2 persen (YoY).
Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi didorong oleh semua lapangan
usaha, dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor Informasi dan Komunikasi
sebesar
9,2 persen (YoY). Pertumbuhan sektor Informasi dan Komunikasi tersebut lebih
rendah, baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 maupun triwulan II tahun
2016 yang masing-masing sebesar 10,7 persen (YoY) dan 9,8 persen.
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan III Tahun 2016 Menurut
Lapangan
Usaha (YoY)
201 201 2016
Uraia Q1 Q24 Q3 Q4 Q1 Q25 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Pertanian, Kehutanan, dan
5,2 4,9 3,6 3,3 4,0 6,9 3,3 1,6 1,8 3,4 2,8
Pertambangan dan -1,0 1,1 1,2 1,5 -1,3 -5,2 -5,7 -7,9 -0,8 -0,1 0,1
Penggalian
Industri Pengolahan 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,1 4,5 4,4 4,6 4,6 4,6
Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 1,8 7,5 6,2 4,9
Pengadaan Air, Pengelolaan
4,9 5,8 5,9 6,9 5,4 7,8 8,7 6,8 4,8 3,3 1,7
Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 8,2 7,9 6,2 5,7
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil 6,1 5,0 5,2 4,5 4,1 1,7 1,4 2,8 4,1 4,1 3,7
dan Sepeda Motor
Transportasi dan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,2
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan
6,4 6,4 5,8 4,6 3,4 3,8 4,5 5,8 5,6 4,9 4,6
Informasi dan Komunikasi 9,8 10,5 9,8 10,3 10,1 9,7 10,7 9,7 8,1 9,8 9,2
Jasa Keuangan dan 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,5 9,3 13,6 8,8
Real Estate 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 4,3 4,9 4,5 3,7
Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan 2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,7 4,5 4,4 3,8
Sosial
Jasa Pendidikan 4,6 4,5 6,3 6,6 5,0 11,7 8,1 5,3 5,4 5,1 1,9
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan 7,6 8,7 9,6 6,0 7,1 7,5 6,3 7,4 8,6 6,5 4,2
Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7
PRODUK DOMESTIK 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0
BRUTO
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut
Jenis Pengeluaran (YoY)
201 201 201
JENIS Q1 Q24 Q3 Q4 Q1 Q25 Q3 Q4 Q1 6
Q2 Q3
Pengeluaran Konsumsi
Pengeluaran Konsumsi 23, 22, 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,7
LNPRT
Pengeluaran Konsumsi 2 4
Pembentukan Modal Tetap

Ekspor Barang dan Jasa 3,2 1,4 4,8 -4,6 -0,6 0,0 -0,6 -6,4 -3,5 -2,4 -6,0
Dikurangi Impor Barang 5,0 0,4 0,3 3,2 -2,2 -7,0 -5,9 -8,1 -5,0 -2,9 -3,9
dan Jasa
PRODUK DOMESTIK 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0
BRUTO
Salah satu indikator peningkatan kesejahteraan adalah perubahan pola konsumsi
penduduk. Menurut hukum ekonomi bila selera tidak berbeda maka persentase
pengeluaran untuk makanan akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan.
Hal ini juga terjadi di Indonesia, selama 70 tahun sejak kemerdekaan terjadi
pergeseran pola konsumsi penduduk dari makanan ke nonmakanan. Persentase
pengeluaran rumah tangga untuk makanan menunjukkan penurunan, dari 69,3 persen
dari total pengeluaran pada tahun 1980, menjadi 49,96 persen pada tahun 2014.
Secara umum angka ketersediaan kalori dan protein per kapita per hari dari tahun
1998 sampai dengan tahun 2003 masih di bawah tingkat ketersediaan pangan nasional
yang disyaratkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X (2012). Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi X (Jakarta 2012) mensyaratkan angka kecukupan energi
rata-rata pada tingkat ketersediaan sebesar 2.150 kkal/orang/hari dan kecukupan
protein sebesar 57 gr/orang/hari. Selama kurun waktu tersebut, angka ketersediaan
kalori baru mencapai sekitar 1.859,30 kkal dan ketersediaan protein mencapai 53,91
gram per kapita per hari.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Data pengeluaran (dalam rupiah) yang
dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan dapat digunakan untuk
melihat pola pengeluaran penduduk. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan
kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, pada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya
digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka
lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran. Pergeseran tersebut yaitu
terjadinya penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan
peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Pola
pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat
kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dimana semakin rendah persentase pengeluaran
untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat perekonomian
penduduk. Seperti hukum yang dikemukakan oleh Ernst Engel (1857) bahwa bila
selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun seiring
dengan meningkatnya pendapatan. Hukum ini ditemukan Engel dari perangkat data
survei pendapatan dan pengeluaran.

Catatan:

Sektor Primer:    (1) Pertanian Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan
Penggalian

Sektor Industri:    Industri Pengolahan

Sektor Jasa:          (1) Pengadaan Listrik dan Gas; (2) Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang;   (3) Konstruksi; (4) Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; (5) Transportasi dan Pergudangan; (6)
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; (7) Informasi dan Komunikasi; (8) Jasa
Keuangan dan Asuransi; (9) Real Estat; (10) Jasa Perusahaan; (11) Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; (12) Jasa Pendidikan; (13) Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial; (14) Jasa Lainnya.

Sumber: BPS dan CEIC (2016)


Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal-I 2016 turun ke 4,92 persen
secara year on year dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (5,08
persen). Akan tetapi, bila dibandingkan dengan kuartal yang sama di tahun
sebelumnya, PDB riil justru meningkat dari 4,72 persen (kuartal I-2015) ke 4,92
persen (kuartal I-2016). Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan terjadi hampir di
semua sektor, kecuali subsektor pertambangan dan penggalian yang justru
terkontraksi 1,29 persen. Sektor primer mengalami peningkatan pertumbuhan
sebanyak 0,2 percentage point. Pertumbuhan sektor jasa dan sektor industri masing-
masing naik 0,89 pp dan 0,17 pp.

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONSUMSI (2017-2019)


Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 mencapai 5,07% dari target 5,2%
Meskipun di bawah target, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 sebesar 5,07
persen ini lebih tinggi dibanding capaian tahun 2016, yaitu 5,03 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi 2017 hanya 5,07 persen
dari target 5,2 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Perubahan 2017. Hal ini tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
2017 yang hanya sebesar 5,19 persen. Dalam rilis BPS disebutkan, perekonomian
Indonesia 2017 ini yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar
harga berlaku mencapai Rp13.588,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp51,89 juta
atau US$3.876,8.
“Pencapaian ini di bawah target 5,2 persen, tapi angka 5,07 persen ini
merupakan yang tertinggi sejak 2014,” kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam jumpa
pers di Jakarta, seperti dikutip Antara, Senin (5/2/2018).
Namun demikian, ekonomi Indonesia tahun 2017 yang tumbuh 5,07 persen ini
lebih tinggi dibanding capaian tahun 2016 sebesar 5,03 persen. Dari sisi produksi,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
sebesar 9,81 persen. Sementara dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,09 persen.
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi 2017 ini sudah diperkirakan
sebelumnya. Pengamat ekonomi, Abra Talattov, misalnya, menilai target
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen akan susah tercapai. Hal itu berdasar pada
pertumbuhan ekonomi di dua kuartal tahun 2017 yang hanya mencapai 5 persen.
“Dengan melihat kinerja ekonomi Q2, target pertumbuhan 5,2 persen sulit
tercapai. Alasannya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga semakin sulit untuk
tumbuh melesat,” kata ekonom dari Institute for Development of Economics and
Finance (Indef), pada 7 Agustus 2017. Saat itu, BPS baru saja merilis pertumbuhan
ekonomi di triwulan II-2017 mencapai 5,01 persen, angka itu relatif melambat karena
sama dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2017. Sedangkan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Rp 7626 Triliun pada 2017,
Data BPS menyatakan Konsumsi Masyarakat Melambat Sepanjang 2017. Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat konsumsi rumah tangga nasional berada di
level 4,95% di sepanjang 2017. Angka ini melambat jika dibandingkan dengan tahun
2016 yang tumbuh 5,01%. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, melambatnya
konsumsi rumah tangga juga terjadi di kuartal IV-2017 yang berada di level 4,97%
dibanding dengan kuartal IV-2016 yang sebesar 4,99%. "Kalau dibanding triwulan
III-2017 lebih tinggi, tapi dibanding triwulan IV-2016 4,99% memang sedikit
terlambat di sana. Semuanya tumbuh tapi ada yang tumbuh tinggi dan ada yang
tumbuh lambat," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Senin (5/2/2018). Untuk
sektor makanan dan minuman selain restoran secara kumulatif sebesar 5,24% atau
melambat dibanding 2016 yang sebesar 5,34%. Lalu komponen pakaian, alas kaki,
dan jasa perawatannya secara kumulatif 3,10% atau melambat dibandingkan 2016
yang sebesar 3,29%.

Selanjutnya, komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga secara


kumulatif tumbuh 4,26% atau melambat dibanding pertumbuhan tahun 2016 yang
sebesar 4,60%. Pertumbuhan konsumsi di komponen transportasi dan komunikasi
berada di level 5,30%, melambat dibandingkan 2016 yang sebesar 5,32%.
Lalu, restoran dan hotel tumbuh ke level 5,53% jika dibandingkan dengan
2016 yang sebesar 5,40%, dan juga sektor kesehatan dan pendidikan yang tumbuh ke
level 5,59% jika dibandingkan pada 2016 sebesar 5,34%. Konsumsi rumah tangga
memiliki kontribusi yang paling tinggi dalam struktur pertumbuhan ekonomi, yakni
sebesar 56,13%, disusul oleh PMTB atau investasi sebesar 32,16%, lalu ekspor
sebesar 20,37%.
Perlambatan tingkat konsumsi rumah tangga pada 2017 juga sejalan dengan
beberapa toko ritel yang menutup tokonya. Mulai dari seven-eleven, GAP,
debenhams, dan yang baru-baru ini adalah clarks. Ekonomi Indonesia saat ini berada
di level 5,07% sepanjang 2017. Angka ini sebenarnya menunjukkan pertumbuhan
ekonomi RI tengah berada dalam tren penguatan sejak 2014. Pada 2014 tumbuh
5,01%, pada 2015 turun ke level 4,88%, dan pada 2016 tumbuh ke level 5,03%.
Pada tahun 2018, BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen pada 2018, Terbaik
Sejak 2014
BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mencapai
5,17 persen. Sektor dengan sumbangan terbesar pada pertumbuhan ialah industri
pengolahan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2018 mencapai 5,17 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
ekonomi pada 2017 dan 2016 yang hanya mencapai 5,07 persen dan 5,03 persen.
Pertumbuhan pada 2018 itu sesuai perkiraan yang sempat diucapkan Menteri
Keuangan Sri Mulyani pada September tahun lalu, yakni berada dalam rentang 5,14
persen hingga 5,21 persen. Saat itu, Sri Mulyani mengubah proyeksi pertumbuhan
ekonomi dengan memangkas target yang sebelumnya antara 5,18-5,4 persen sesuai
APBN 2018.
perekonomian Indonesia pada 2018 diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB Perkapita
mencapai Rp56,0 Juta atau 3.927 dolar AS.
Suhariyanto mengatakan perekonomian Indonesia pada 2018 ditopang oleh
pertumbuhan industri pengolahan sebesar 0,91 persen, lalu sektor perdagangan 0,66
persen, konstruksi 0,61 persen, pertanian 0,49 persen dan gabungan sektor lainnya
2,50 persen. Seluruh sumber pertumbuhan pada 2018, mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya, kecuali sektor konstruksi dan pertanian yang melambat dibanding
kondisi pada 2017.
Mengenai pola pertumbuhan ekonomi pada 2018, Suhariyanto mengatakan hal
itu masih dipengaruhi oleh pencapaian di kuartal III dan IV. Namun, perkembangan
ekonomi di kuartal IV membawa pengaruh terbesar. Pasalnya, penyerapan anggaran
pemerintah masih menumpuk di akhir tahun. Suhariyanto mencatat pertumbuhan
konsumsi pemerintah pada kuartal IV 4 terhadap kuartal III 2018 mencapai 37,7
persen. Sedangkan laju pertumbuhan konsumsi pemerintah pada kuartal III terhadap
kuartal II hanya 6,36 persen
Dan Konsumsi rumah tangga diindonesia selama 2018, Konsumsi
masyarakat masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan
rilis Badan Pusat Statistik pengeluaran konsumsi rumah tangga (RT) pada 2018
mencapai 8.269,8 triliun atau sebesar 55,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB)
menurut harga berlaku Rp 14.837,4 triliun. Sementara atas dasar harga konstan 2010
mencapai Rp 5.651,2 triliun atau lebih dari separuh PDB senilai Rp 10.425,3 triliun.
Komponen pengeluaran terbesar kedua adalah pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) Rp 4.790,6 triliun atau sebesar 32,3% dari total PDB dan terbesar ketiga
adalah ekspor barang dan jasa yang mencapai Rp 3.110,8 triliun atau 20,97% dari
PDB. Sebagai informasi, pengeluaran konsumsi RT pada triwulan IV 2018 tumbuh
5,08% dibanding triwulan IV 2017 (YoY) sementara dibanding triwulan sebelumnya
hanya tumbuh 0,09% (Q to Q) dan secara kumulatif sepanjang 2018 tumbuh 5,05%.

Dan pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
data pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun 2019 tumbuh di angka
5,02%. Meski masih mampu tumbuh di kisaran 5%, namun realiasi itu melambat dari
pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 yang sebesar 5,17%. Penurunan angka
pertumbuhan juga terjadi di beberapa pulau. Berbagai komoditas pun ikut andil dalam
penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 turun 0,15% dari tahun
sebelumnya
Indonesia masih mampu mempertahankan pertumbuhan di kisaran 5% , yakni dengan
tumbuh mencapai angka 5,02% di 2019. Namun angka ini lebih rendah 0,15% bila
dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tumbuh hingga 5,17%. Pertumbuhan
ekonomi di tahun 2019 sebesar 5,02%, lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya, dan
mendekati ke posisi tahun 2016 yang tumbuh 5,03%, Meski demikian, Suhariyanto
menilai untuk bertahan di angka 5% pada situasi global yang cenderung mengalami
penurunan ini, tidaklah mudah. Menurutnya, angka ini sudah cukup baik untuk
pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019.
2. Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 di bawah angka 5%
Sementara itu, penurunan juga terjadi jika dilihat dari periode pertumbuhan ekonomi
di kuartal IV-2019 yang hanya sebesar 4,97%. Lebih rendah dari pertumbuhan kuartal
IV-2018 yang sebesar 5,17%, begitupula dari pertumbuhan di kuartal III-2019 yang
sebesar 5,02%. Menurut Center of Macroeconomics and Finance Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan, turunnya
pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 di bawah 5%, menggambarkan semakin
beratnya permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia.
3. Perlambatan 4 negara mitra dagang jadi faktor penurunan pertumbuhan
ekonomi
BPS juga mencatat, penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak terlepas dari
empat negara mitra dagang utama yang perekonomiannya melambat di sepanjang
2019, yaitu Singapura, China, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. "Jadi banyak
negara yang alami perlambatan ekonomi.
Dan Konsumsi diindonesia tahun 2019 BPS Sebut Konsumsi Domestik
2019 Melambat 5,04 Persen, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah
tangga sepanjang 2019 sebesar 5,04 persen. Realisasi itu melambat dibandingkan
dengan posisi 2018 lalu yang sebesar 5,05 persen. Kepala BPS Suhariyanto
mengatakan tingkat konsumsi rumah tangga khusus kuartal IV 2019 hanya 4,97
persen. Angkanya jauh lebih lambat ketimbang pertumbuhan konsumsi rumah tangga
pada kuartal IV 2018 yang masih tembus 5 persen, tepatnya 5,08 persen. Dengan
realisasi itu, Suhariyanto menyatakan pihaknya mewaspadai penurunan daya beli
masyarakat beberapa waktu terakhir. Masalahnya, pertumbuhannya memang tak
sekuat sebelum-sebelumnya.
beberapa pertumbuhan beberapa komponen memang melambat sepanjang
2019. Hal itu terlihat pada tingkat konsumsi di industri makanan dan minuman yang
hanya tumbuh 5,16 persen sepanjang 2019, sedangkan pada 2018 mencapai 5,22
persen. Kemudian, konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya tumbuh 4,27
persen atau melambat dibandingkan sebelumnya 4,3 persen, ada kemungkinan
perubahan pola pembelian pakaian oleh masyarakat. Lalu, konsumsi transportasi dan
komunikasi naik 4,78 persen atau melambat dari sebelumnya 5,47 persen.
Suhariyanto bilang perlambatan konsumsi di sektor transportasi salah satunya karena
penjualan wholesale sepeda motor dan mobil penumpang masing-masing minus
sebesar 5,6 persen dan 7,24 persen.
Sementara, untuk konsumsi di sektor perumahan dan perlengkapan rumah
tangga tumbuhnya tercatat 4,66 persen atau lebih tinggi dari sebelumnya yang sebesar
4,63 persen. Kemudian, konsumsi kesehatan dan pendidikan juga lebih tinggi menjadi
6,6 persen dari 5 persen. Konsumsi rumah tangga memiliki pengaruh terbesar dalam
pertumbuhan ekonomi 2019. Kontribusinya mencapai 56,62 persen.
Kontribusi kedua berasal dari tingkat investasi sebesar 32,33 persen dengan
pertumbuhan 4,45 persen. Lalu, ekspor sebesar 18,41 persen dengan pertumbuhan
yang minus sebesar 0,87 persen. Penyumbang ekonomi domestik lainnya berasal dari
konsumsi pemerintah sebesar 8,75 persen dengan tingkat pertumbuhan 3,25 persen,
konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT) yang memiliki andil 1,3 persen
dengan pertumbuhan 10,62 persen dan impor yang mengurangi pertumbuhan ekonomi
22,03 persen dengan pertumbuhan yang minus 7,69 persen. Secara keseluruhan, laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 hanya 5,02 persen. Realisasi
tersebut melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,17 persen.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah perkembangan ekonomi sering dicampurbaurkan dengan pertumbuhan
ekonomi, dan pemakaiannnya selalu berganti-ganti, sehingga kelihatan pengertian
antara keduanya dianggap sama. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi, seperti
Schumpeter (1911) dan Ursula Hicks (1957) telah menarik perbedaan yang lazim
antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (jhingan, 1993).
Menurut kedua pakar tersebut perkembangan ekonomi mengacu kepada masalah-
masalah Negara terbelakang, sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada
masalah-masalah Negara maju. Demikian juga menurut Maddison (1970), ia
mengatakan bahwa di Negara-negara maju kenaikan dalam tingkat pendapatan
biasanya disebut pertumbuhan ekonomi, sedang di Negara miskin ia disebut
perkembangan ekonomi. Namun ada juga pakar ekonomi lainnya yang beranggapan
bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan ekonomi merupakan
sinonim, misalnya pendapat dari Arthur Lewis (1954), serta Meir dan Baldwin
sedangkan,
Pola konsumsi masyarakat dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya.
Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat
digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu, pengeluaran untuk makanan dan
pengeluaran untuk non-makanan. Pengeluaran masyarakat Indonesia banyak pada
makanan. Akan tetapi terdapat ketimpangan dalam hal pengeluaran konsumsi antara
penduduk pedesaan dan penduduk perkotaan, misalkan dari besarnya pengeluaran dan
juga pola konsumsinya. Perbandingan besar pengeluaran antara penduduk pedesaan
dan penduduk perkotaan cenderung konstan tahun demi tahun. Melalui perbandingan
perilaku dan pola konsumsi, terdapat kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan
masyarkat perkotaan. Pengeluaran konsumsi dapat pula difungsikan untuk mendeteksi
ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, yang dapat diukur baik dengan
pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran. Bagian dari pendapatan
yang dapat dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan
masyarakat. Penggabungan antara tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah
dapat membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana investasi. Untuk
mendapatkan gambaran fungsional tabungan dan konsumsi digunakan suatu fungsi
yaitu fungsi konsumsi dan fungsi tabungan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.neliti.com/id/publications/7108/analisis-pertumbuhan-ekonomi-investasi-dan-
konsumsi-di-indonesia
https://economy.okezone.com/read/2020/02/09/20/2165794/fakta-fakta-pertumbuhan-
ekonomi-indonesia-tahun-2019
https://www.bps.go.id/subject/5/konsumsi-dan-pengeluaran.html
https://ekonomi.kompas.com/read/2010/02/10/13085158/bps.pertumbuhan.ekonomi.2009.cap
ai.45.persen

Anda mungkin juga menyukai