Anda di halaman 1dari 11

3

BAB II

KONSEP DASAR

2.1. Kajian Sumber Pustaka

A. Pengertian

a) Anemia

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah,

atau konsentrasi hemoglobin, turun di bawah nilai cut-off (batas) yang telah

ditetapkan, akibatnya mengganggu kapasitas darah untuk mengangkut oksigen di

sekitar tubuh. WHO mendefinisikan anemia sebagai Hb <12 g / dL pada wanita

tidak hamil yang berusia usia 15 tahun ke atas. (WHO, 2014)

Remaja putri lebih rentan terkena anemia disebabkan oleh beberapa hal,

seperti remaja pada masa pertumbuhan membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi

termasuk zat besi, adanya siklus menstruasi yang menyebabkan remaja putri

banyak kehilangan darah, banyaknya remaja putri yang melakukan diet ketat,

lebih banyak mengonsumsi makanan nabati yang kandungannya zat besi sedikit,

dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan zat besi tidak

terpenuhi dan asupan gizinya tidak seimbang. Setiap hari manusia kehilangan zat

besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya melalui feses (tinja). Remaja putri

mengalami haid tiap bulan, dimana kehilangan zat besi 1,25 mg perhari,

sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria. Penyebab paling umum

dari anemia secara global adalah anemia defisiensi besi. (Tim Poltekkes Depkes

Jakarta, 2012)

Status besi WUS pranikah adalah faktor yang sangat penting untuk

menentukan outcome maternal dan neonatal. Jika seorang wanita sudah

mengalami anemia saat prakonsepsi, maka ia lebih beresiko mengalami anemia

saat kehamilan. Oleh karena itu, pendeteksian anemia harus dilakukan sedini

mungkin dan anemia harus diputus mulai dari masa prakonsepsi sehingga tidak
4

berlanjut ke tahap siklus kehidupan berikutnya. (Sumarni et al, 2016)

b) Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indeks sederhana dari perhitungan

antara berat dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan

status gizi seseorang. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan

rumus berikut: (Romero et al, 2012)

Berat badan (Kg)

IMT= -----------------------------------

[Tinggi badan (m)] 2

Klasifikasi IMT menurut WHO yaitu kurus(<18,5 kg/m2 ), normal(18,5-

24,99 kg/m2 ), berlebih (25-29,99 kg/m2 ) dan obesitas(≥30 kg/ m2 ). (WHO,

2006) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang sederhana untuk

memantau status gizi . Menurut Thompson, status gizi mempunyai korelasi

positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi

seseorang maka semakin rendah kadar haemoglobin orang tersebut. (Permaesih

dan Herman, 2005)

Underweight berhubungan dengan defisiensi makronutrien dan

mikronutrien termasuk zat besi. Pada wanita dengan IMT kurang, asupan

makronutrien dan mikronutriennya tidak adekuat. Makronutrien utama yang

berperan dalam metabolisme besi adalah protein. Defisiensi protein akan

meyebabkan transportasi besi terganggu dan meningkatkan resiko infeksi.

Mikronurien yang berperan dalam penyerapan dan metabolisme besi diantaranya

protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, zinc dan

tembaga. Kekurangan makronutrien dan mikronutrien ini menyebabkan

terganggunya penyerapan dan metabolisme besi karena tidak cukupnya jumlah


5

besi yang dibutuhkan, sehingga akan mengganggu sintesis hemoglobin.

(Sukarno, 2016; Sumarni; 2016; Wu,2016; Triyonate dan Apoina, 2015; Ridwan,

2012) Selain itu, overweight dan obesitas juga berkaitan dengan anemia.

Overweight/ obesitas berkaitan dengan anemia karena penimbunan lemak di

jaringan adiposa. Penimbunan lemak ini yang dapat menurunkan penyerapan zat

besi. Jaringan lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya inflamasi kronik

yang mana berhubungan dengan ekspresi sitokin proinflamatory, diantaranya

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α). ( McClung and Karl,

2008 ; Lopez et al, 2011) Sitokin proinflamatory ini merangsan pelepasan

hepsidin dari hati dan jaringan adiposa. Hepsidin adalah regulator utama dari

homeostasis besi. Hepsidin yang tinggi akan menghambat aktivitas fungsional

ferroportin. Kemudian, ferroportin akan menghambat penyerapan besi di

enterosit dan pelepasan besi di makrofag retikuloendotelial sehingga terjadi

hipoferremia dan metabolisme besi akan terganggu. Jika metabolisme besi

terganggu, maka terjadilah defisiensi besi. (McClung and Karl, 2008 ; Lopez et

al, 2011) Timbunan lemak pada hati dapat memicu pembentukan peroksida lipid

yang pada akhirnya akan mempengaruhi proses metabolisme besi sehingga akan

terjadi radikal bebas. Hal ini menyebabkan sintesis Hb tidak dapat berjalan

dengan sempurna. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun jumlahnya dan eritrosit

mengecil sehingga dapat terjadilah anemia . (Triyonate dan Apoina, 2015)

Peningkatan stres oksidatif selama anemia didukung oleh peningkatan

peroksidasi lipid. Stres oksidatif ini terutama terbentuk pada membran. Spesies

oksigen reaktif ini dapat bisa merusak membran sel darah merah dan melepaskan

spesies oksigen reaktif ke pembuluh darah. Kerusakan membran sel darah merah

menyebabkan terganggunya sintesis hemoglobin dan terjadinya anemia.

(Nagababu et al, 2009)

B. Etiologi
6

Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk

sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan

akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik,

keracunan obat, dan sebagainya.

Penyebab umum dari anemia:

1. Perdarahan hebat

2. Akut (mendadak)

3. Kecelakaan

4. Pembedahan

5. Persalinan

6. Pecah pembuluh darah

7. Penyakit Kronik (menahun)

8. Perdarahan hidung

9. Wasir (hemoroid)

10. Ulkus peptikum

11. Kanker atau polip di saluran pencernaan

12. Tumor ginjal atau kandung kemih

13. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak

14. Berkurangnya pembentukan sel darah merah

15. Kekurangan zat besi

16. Kekurangan vitamin B12

17. Kekurangan asam folat

18. Kekurangan vitamin C

19. Penyakit kronik

20. Meningkatnya penghancuran sel darah merah

21. Pembesaran limpa


7

22. Kerusakan mekanik pada sel darah merah

23. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah

24. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal

25. Sferositosis herediter

26. Elliptositosis herediter

27. Kekurangan G6PD

28. Penyakit sel sabit

29. Penyakit hemoglobin C

30. Penyakit hemoglobin S-C

31. Penyakit hemoglobin E

32. Thalasemia (Burton, 1990).

C. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya anemia defisiensi besi terjadi melalui 3 tahapan. Tahapan

pertama yaitu penipisan simpanan besi yang ditandai dengan penurunan kadar ferritin

serum. Pada tahapan ini, sekresi hepsidin akan ditekan sehingga terjadi peningkatan

transportasi besi oleh ferroportin ke dalam plasma sehingga cadangan besi akan

berkurang. Tahap kedua disebut sebagai defisiensi besi pada fase eritropoiesis yang

ditandai dengan penurunan indeks saturasi transferrin (<16%), peningkatan reseptor

transferrin serum, peningkatan Red Cell Distribution Width (RDW) dan pengurangan

Mean Corpuscular Volume (MCV). Tahapan ketiga yaitu anemia defisiensi besi yang

ditandai dengan pengurangan pengiriman besi ke sumsum tulang, pengurangan sintesis

hemoglobin dan isi sel prekursor eritrosit sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin.

(Cairo et al, 2014; ed.Gibney, 2009; Kwapisz et al, 2009; Ganz and Nemeth, 2012;)

Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya yaitu : (Sharma,J.B, 2010)

D. Manifestasi klinis

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem

dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang
8

dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica,

serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas

pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah

mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala

ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera

(warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).

Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala

terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan

jantung(Sjaifoellah, 1998).

E. Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita

anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang

terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus

memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani

dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir

dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ

tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan penunjang

1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.

2. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat

mengindikasikan tipe khusus anemia).

3. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan

kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.

4. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
9

misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih

pendek.

Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

5. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin

meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah trombosit : menurun

caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)

6. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.

7. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).

8. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan

dengan defisiensi masukan/absorpsi

9. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)

10. TBC serum : meningkat (DB)

11. Feritin serum : meningkat (DB)

12. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)

13. LDH serum : menurun (DB)

14. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)

15. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,

menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).

16. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam

hidroklorik bebas (AP).

17. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam

jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:

peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah

(aplastik).

18. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :

perdarahan GI (Doenges, 1999).

G. Penatalaksanaan Medis
10

Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti

darah yang hilang.

1. Transpalasi sel darah merah.

2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.

3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.

4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen

5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.

6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :

Anemia defisiensi besi. Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan

makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe,

Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan, Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral

sehabis makan.

2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12

3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral

4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan

dan transfusi darah.

Zat besi dalam hemoglobin dapat keluar dari tubuh melalui pendarahan,

menstruasi, dan keringat/urin. Sisanya dibawa ke bagian tubuh lain yang membutuhkan

dan disimpan sebagai protein ferritin dan hemosiderin di dalam hati (30%), sumsum

tulang belakang (30%), dan selebihnya di dalam limfa dan otot (Nawal S, 2014).

Suplementasi tablet Fe akan meningkatkan oksigenasi dalam sel menjadi lebih baik,

metabolisme meningkat dan fungsi sel akan optimal sehingga daya serap makanan

menjadi lebih baik. Oleh karena itu, asupan tablet Fe yang rendah merupakan salah satu

penyebab defisiensi besi. Pada saat persediaan berkurang maka lebih banyak besi yang di

absorpsi. Besi yang dicerna diubah menjadi besi ferro di dalam lambung dan duodenum

oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
11

penyimpanan jaringan (Monica, 2014).

2.2 Tinjauan Manajemen Askeb

Pengertian

Proses pemecahan Masalah Digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tndakan berdasarkan teori ilmiah Penemuan-

penemuan keteramilan dalamragkaian atau tahapan logis Untukmengambil suatu

keputusan Berfokus pada klien

Langkah-langkah :

I. Mengumpulkan semua data ang dibutuhkan untuk memulai keadaan klien

secara keseluruhan

II. Menetapkan tindakan terhadap kebutuhan segera, konsultasi, kolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan kondisi klien

III. Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional

berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya

IV. Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman

V. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang dilakukan, mengulang kembali

manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif

2.3 Kajian Dari Jurnal Ilmiah

Jurnal 1

Judul : Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kejadian Anemia pada Wanita Usia

Subur Pra Nikah

Isi : Wanita Usia Subur (WUS) merupakan kelompok usia dengan prevalensi

anemia yang cukup tinggi, di Indonesia mengalami peningkatan dari 19,7%(2007)

menjadi 22,4%(2013). Status besi WUS pranikah berdampak pada outcome

maternal dan neonatal saat kehamilan. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
12

anemia masih kontroversial. Berat badan kurus merupakan indikasi rendahnya

asupan mikronutrien yang berhubungan dengan anemia. Pada studi lain, berat

badan berlebih/ obesitas meningkatkan resiko anemia karena peningkatan sitokin

inflamasi (Interleukin-6) yang menstimulasi peningkatan hepsidin dan

penurunan penyerapan besi.

Tujuan : Menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kejadian anemia pada

WUS pranikah

Jenis Penelitian : analitik observasional dengan metode pendekatan cross sectional

Hasil : Hasil penelitian menunjukkanWUS dengan IMT berlebih merupakan persentase

terbesar (66,7%) yang ditemukan pada kelompok anemia. Tidak terdapat hubungan antara

IMT dengan kejadian anemia dengan nilai p 0,7 (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini

adalah tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kejadian anemia.

Jurnal 2

Judul : Peningkatan Kadar Hemoglobin Melalui Pemeriksaan dan Pemberian Tablet Fe

Terhadap Remaja Yang Mengalami Anemia

Isi : Anemia pada remaja putri dapat berdampak pada penurunan

produktivitas kerja dan kemampuan akademik di sekolah serta dalam waktu

jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan dan

persalinan

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui asupan zat besi dan pengaruh pemberian

tablet Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin remaja yang mengalami anemia


13

Desain Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian intervensional

dengan rancangan one group pre-test post-test design

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan setelah diberikannya tablet Fe yang

menderita anemia ringan mengalami penurunan dari 42% menjadi 22,6%, yang

menderita anemia sedang mengalami penurunan dari 58% menjadi 42%.

Sedangkan remaja putri yang tidak anemia mengalami peningkatan menjadi

35,4% Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian

tablet Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin remaja yang mengalami anemia

yaitu 1,01 gr/dl.

Anda mungkin juga menyukai