Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
Andi Permana
NIM : 1112043200006
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa
alam Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, karunia dan hidayah-Nya
kesulitan dan hambatan untuk mendapatkan data dari referensi. Namun berkat
kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga kesulitan itu dapat
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si, dan Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc, MA,
4. Pembimbing Akademik Dr. Fuad Thohari, MA, dan seluruh Dosen Fakultas
vi
5. Dosen pembimbing Skripsi Dr. H. Ahmad Sudirman Abbas, MA, dan Hj.
Siti Hanna, S. Ag, Lc, MA, yang selalu memberi pengarahan, pembelajaran
yang baru bagi saya dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan keistiqomahan
6. Khusus kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan
sayangi. Ayahanda tercinta Arifin dan ibunda tercinta Chaironi yang selalu
diberikan selama ini. Kedua orang tua selalu menjadi sumber teladan bagi
7. Kepada kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat serta
ini.
8. Kepada guru ngaji penulis, abang Abdul Aziz dan Rahmat. Terimakasih
telah membantu penulis dalam perjalanan studi baik dalam bentuk materil
maupun moril.
vii
semangat, dukungan, dan saran kepada penulis. Terimakasih teman-teman,
dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka. Penulis
menyadari itu semua sebagai pengalaman berharga yang tidak akan pernah
terlupakan.
penulis baik berupa canda tawa, tangis dan pengorbanan. Tetaplah selalu
11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang mana
memberkati langkah kita. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian. Amin.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
ix
F. Metode Penelitian .....................................................................
12
13
AGAMA
AGAMA
x
BAB IV ANALISA FATWA MUI NO. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
SEKULARISME AGAMA
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran-saran ................................................................................ 76
LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Liberalisme dan Sekularisme Agama. Diantara ketentuan hukum dari fatwa tersebut
isinya melarang umat Islam untuk mengikuti paham tersebut. Alasan yang
MUI menjelaskan bahwa dewasa ini umat Islam tengah dihadapkan pada
perang non fisik atau boleh dibilang perang pemikiran (ghazwul fikr). MUI telah
memutuskan bahwa aliran pemikiran yang datang dari Barat, yaitu paham
Sekularisme dan Liberalisme Agama telah menyimpang dari sendi-sendi ajaran Islam
serta merusak keyakinan dan pemahaman agama masyarakat terhadap ajaran agama
Islam. Bukan hanya itu saja, Sekularisme dan Liberalisme agama menimbulkan
keraguan terhadap akidah dan syariat Islam. Beberapa contoh yang dijelaskan oleh
1
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005.
1
2
dari para pemikir Islam Liberal itu sendiri. Diantaranya datang dari M. Dawam
Rahardjo yang menyatakan bahwa MUI telah melarang suatu paham yang
menurutnya bertentangan dengan ajaran agama Islam. Tentu ini bisa diartikan
merupakan bagian dari hak asasi manusia. MUI bisa berpendapat yang isinya
menolak suatu paham. Namun, jika melarang masyarakat menganut suatu paham, itu
fatwa MUI, liberalisme agama diartikan menggunakan akal pikiran secara bebas dan
bukan pemikiran yang dilandasi agama. Dalam hukum Islam haruskah penggunaan
pikiran manusia dalam pemikiran Islam itu harus dicegah? Jika dicegah melalui
hukum, hal itu sama saja dengan pemberangusan kebebasan berpikir. Selain itu, Nabi
penggunaan akal bebas, yang disebut ijtihad. Misalnya, masalah pemilihan kepala
negara dan suksesi kepemimpinan. Jika pemikiran yang menggunakan akal bebas itu
tidak diakui, sementara penggunaan akal bebas tidak bisa dicegah, bahkan
merupakan suatu keharusan dalam hal tidak ada landasan Al Quran dan Sunnah,
karena masalah itu merupakan persoalan dunia dan bukan agama, justru akan timbul
sekularisme, yang memisahkan masalah agama dan dunia atau agama dan negara.
Fatwa MUI juga menolak asas pluralisme beragama, tapi menerima pluralitas
3
pluralitas, yang memang berbeda. Yang satu pemikiran dan yang satu lagi adalah
realitas yang tak bisa ditolak. Namun, keduanya berkaitan satu sama lain.2
Hal yang sama juga diungkapkan salah satu aktivis Fatayat NU, Neng Dara
kebebasan berpikir. Sebab menurutnya, kebebasan berpikir adalah mutlak bagi umat
Islam. Kemajuan umat Islam diperoleh dari kebebasan berpikir dan kebebasan
berpikir sekarang ini telah dirampok oleh MUI melalui pelarangan pluralisme,
mendapatkan sorotan yang sangat tajam dari sejumlah ulama papan atas. Salah satu
2
Lihat M. Dawam Rahardjo. https:/m.tempo.co/read/news/2005/08/01/05564630/kala-mui-
mengharamkan-pluralisme, artikel diakses pada 14 Juli 2016.
3
Hasil Munas VII MUI yang patut disimak adalah 11 fatwa yang dirilis. 11 fatwa tersebut
ialah: (1) MUI mengharamkan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual termasuk hak cipta. (2) MUI
mengharamkan perdukunan dan peramalan termasuk publikasi hal tersebut di media. (3) MUI
mengharamkan doa bersama antaragama, kecuali doa menurut keyakinan atau ajaran agama masing-
masing, dan mengamini pemimpin doa yang berasal dari agama Islam. Fatwa ini dikeluarkan karena
doa bersama antaragama dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah atau tidak diajarkan dalam syariah
agama Islam. (4) MUI mengharamkan kawin beda agama kecuali tidak ada lagi muslim atau
muslimah untuk dinikahi. (5) MUI mengharamkan warisan beda agama kecuali dengan wasiat dan
hibah. (6) MUI mengeluarkan kriteria maslahat atau kebaikan bagi orang banyak. (7) MUI
mengharamkan pluralisme, sekularisme dan liberalisme. (8) MUI memfatwakan, hak milik pribadi
wajib dilindungi oleh negara dan tidak ada hak bagi negara merampas bahkan memperkecilnya,
namun jika berbenturan dengan kepentingan umum yang didahulukan adalah kepentingan umum.
Pemerintah dapat mencabut hak pribadi untuk kepentingan umum jika dilakukan dengan cara
musyawarah dan tanpa paksaan serta harus menyediakan ganti rugi dan tidak untuk kepentingan
komersial. (9) MUI mengharamkan perempuan menjadi imam salat selama ada pria yang telah akil
balig. Perempuan mubah jika menjadi imam salat bagi sesama perempuan. (10) MUI mengharamkan
aliran Ahmadiyah. (11) MUI memperbolehkan hukuman mati untuk tindak pidana berat. Lihat
http://m.detik.com/news/berita/412287/11-fatwa--mui-mulai-imam-perempuan-hingga-liberalisme,
artikel diakses pada 08 Desember 2016.
4
Lihat Kala Fatwa jadi penjara “MUI merampok Kebebasan Berpikir”. Sumber.
http://www.wahidinstitute.org/v1/Programs/Detail/?id=217/hl=id, artikel diakses pada 15 Juli 2016.
4
respons datang dari Gus Dur, menurutnya Indonesia bukanlah negara yang didasari
oleh satu agama tertentu dan MUI bukanlah institusi yang berhak menentukan
apakah sesuatu hal benar atau salah. Gus Dur juga menilai sikap pemerintah, seperti
ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka Munas ke-7 MUI di Istana
Negara, sebagai sikap yang keliru dari pemimpin formal Indonesia. 5 Kemudian,
tanggapan datang dari ketua Umum PBNU pada masa itu, KH Hasyim Muzadi,
beliau menyatakan bahwa fatwa MUI itu merupakan suatu langkah mundur bagi
kesalahpahaman tentang arti pluralisme yang dipakai sebagai acuan oleh MUI
fatwa tentang pengharaman pluralisme agama tersebut segera ditinjau kembali. Jika
fatwa pengharaman itu tidak direvisi, dikhawatirkan dialog dan kerja sama agama-
agama yang tengah mengalami surplus di Indonesia akan kandas dan pupus kembali.
Kemungkinan, umat beragama di Indonesia akan berada dalam era penuh prasangka
dan ketegangan sehingga mudah tersulut amarah dan konflik. Jika demikian yang
terjadi, maka yang rugi adalah seluruh warga bangsa di negeri ini. 6 Penjelasan hasil
sangat kuat. Kompleksitas peran MUI dalam menentang pluralisme agama menjadi
semakin terasa ketika para tokoh agama terutama yang berada di luar jalur
5
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 4.
6
Lihat Abd Moqsith Ghazali,
http://wahidinstitute.org/v1/Opini/Detail/?id=47/hl=id/Fatwa_MUI_Dan_Keterancaman_Pluralisme_
Agama, artikel diakses pada 21 Juli 2016.
5
respons positif terhadap kebijakan MUI yang menentang pluralisme agama di negeri
ini.7
inisiatif baik dengan mengeluarkan fatwa tersebut supaya umat Islam tidak
terpengaruh oleh paham-paham menyesatkan yang berasal dari luar agama Islam.
Mengingat belum ada yang membahas tema tersebut, maka penulis memandang
perlu mengangkat penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Fatwa
B. Identifikasi Masalah
Supaya pembahasan masalah ini tidak rancu, maka perlu adanya identifikasi
Sekularisme Agama oleh para pemikir Islam Liberal dengan dalih kebebasan berpikir
menurut mereka kebebasan berpikir adalah bagian dari hak atas kebebasan pribadi
Agama?
7
Halid Alkaf, Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia (Jakarta: Kompas, 2011), h. 210.
6
Liberal?
Peneliti akan membatasi tema penelitian ini hanya mengkaji fatwa MUI
Sekularisme Agama.
Pokok masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini ialah ditolaknya
Liberalisme dan Sekularisme Agama oleh para pemikir Islam Liberal. Rumusan
Agama?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini bertujuan:
Sekularisme Agama.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi pihak yang
1. Bagi penulis
Agama.
2. Bagi akademisi
Skripsi ini dapat menambah literatur penelitian pustaka dan referensi bacaan
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi literatur bacaan yang bermanfaat dalam hal
Dalam penelitian terdahulu telah ada penulisan yang terkesan mirip dengan
penulisan skripsi yang dipilih oleh penulis, yaitu jurnal yang ditulis oleh Bustanul
Arifin, dalam Jurnal at-Tahdzib tahun 2014 yang berjudul “Fatwa dan Demokrasi:
Studi Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)”. Penelitian ini terfokus
dari penelitian ini menyatakan bahwa fatwa MUI berimplikasi terhadap nilai-nilai
demokrasi yaitu, nilai persamaan, nilai kebebasan dan nilai pluralisme. Diantaranya
fatwa MUI tentang pakaian kerja wanita bagi petugas medis yang secara literal
tentang Ahmadiyyah, yang secara literal fatwa tersebut tidak mencerminkan nilai
kebebasan baik dalam perspektif sosial, politik dan budaya. Dilanjutkan dengan
fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme yang secara literal tidak
penulis, yaitu penulis lebih fokus menganalisis fatwa MUI tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para pemikir Islam Liberal
karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai kebebasan dalam HAM
serta mengenai perbedaan pemahaman antara MUI dengan para pemikir Islam
Kemudian, skripsi yang ditulis oleh Edi Usman, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadits tahun 2013, yang berjudul “Islam
9
Liberal dalam Pemikiran Ulil Abshar Abdalla”. Penelitian ini mengkaji tentang Ulil
Abshar Abdalla dengan pemikiran Islam Liberalnya serta berkaitan dengan gagasan-
yang datang dari Barat dan memberi pengaruh terhadap pola pemikiran intelektual
muda Indonesia. Hasil dari penelitian ini menjelaskan ada beberapa faktor
menganggap sesat, kafir, musuh atau murtad pada golongan-golongan lain yang
mempunyai tafsiran berbeda dalam lapangan akidah. Kemudian pemikiran Ulil yang
dengan penulis, yaitu penulis fokus menganalisis fatwa MUI tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para pemikir Islam Liberal
karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai kebebasan dalam HAM
serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir Islam Liberal terhadap
Jurnal Ulumuna, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012 dengan judul “Tipologi Pemikiran
Penelitian ini menjelaskan kolaborasi suatu tipologi pemikiran hukum Islam yang
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu tradisional, moderat dan liberal. Hasil
dari penelitian ini membagi umat Islam menjadi tiga kelompok dalam merespon
kelompok yang secara kukuh tetap berpegang pada basis epistemologi yang telah
10
dibangun oleh para ulama terdahulu. Selanjutnya, kelompok yang sedikit banyak
Rasionalis, Sekularis, dus Liberalis. Kemudian, corak pemikiran dari kelompok yang
liberalis. Perbedaannya dengan penulis, yaitu penulis hanya fokus mengkaji fatwa
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Ada juga penelitian yang ditulis oleh Hamid Fahmi Zarkasyi, dalam Jurnal
Tsaqafah, Vol. 5, No. 1, Jumadal Ula 1430, Institut Studi Islam Darussalam (ISID)
bahwa perang pemikiran memerlukan rentang waktu yang lebih lama, ia bahkan
boleh jadi berlangsung sepanjang satu generasi. Perang pemikiran yang dipicu oleh
globalisasi dan westernisasi ini umat Islam tidak perlu membawanya kepada
peperangan fisik. Perbedaannya dengan penulis, yaitu penulis fokus meneliti fatwa
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
11
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Kemudian, ada lagi penulisan yang mirip, yaitu dalam Jurnal Substantia Vol.
14, No. 1, April 2011, dengan judul “Mengenal Pemikiran Islam Liberal” yang
ditulis oleh Lukman Hakim dan Mohd Nasir Umar. Penelitian ini membahas tentang
pro dan kontra terhadap kemunculan pemikiran Islam Liberal. Hasil dari penelitian
ini memaparkan pemikiran Islam Liberal sebagai corak pemikiran keislaman yang
muncul untuk merespon atas buruknya citra Islam yang sering diidentikkan dengan
kekerasan, radikalisme dan terorisme. Namun di sisi lain Islam Liberal dengan
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Selain itu, tulisan yang dimuat di dalam Jurnal Ulumuna, Volume X Nomor 1
Januari-Juni 2006, yang ditulis oleh Masnun Tahir dengan judul “Pencarian
yang perlu diperjuangkan oleh intelektual Islam dan agama lain adalah bagaimana
substansialis, maupun liberalis, serta secara sadar membangun dialog yang tidak
untuk menelaah lebih dalam fatwa MUI mengenai paham-paham yang telah
disebutkan diatas.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
hukum normatif tertulis adalah metode penelitian hukum terhadap aturan hukum
yang tertulis.8
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi
3. Sumber penelitian
4. Pendekatan
8
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38.
13
asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum dan berbagai konsep yuridis.9
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
tematik.
H. Sistematika Penulisan
Supaya pemahaman dalam naskah skripsi nanti teratur dan berurutan dengan
baik, maka pembahasan proposal ini dibangun secara sistematis, sehingga diharapkan
dapat diperoleh kejelasan yang semaksimal mungkin dari informasi yang termuat
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah,
Penulisan.
meliputi: Pengertian Islam Liberal, sejarah dan lahirnya Islam Liberal, Pluralisme
9
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia
Publishing, 2005), h. 311.
14
Masyarakat Islam dan Barat serta Sekularisme Agama di dalam Masyarakat Islam
dan Barat.
BAB III : Membahas tentang Perspektif Hukum Islam dan HAM tentang Pluralisme,
menurut Hukum Islam dan HAM, serta Historisitas kebebasan berpikir dalam Islam
dan HAM.
Liberalisme dan Sekularisme Agama, Landasan Hukum Fatwa MUI No. 7/MUNAS
Islam berasal dari kata kerja aslama, yang berarti beragama Islam1, dan
terdapat cukup banyak dijumpai dalam al-Quran. Selain dalam bentuk aslama,
derivasi dari kata Islam juga bisa ditarik menjadi salima min (selamat dari)2;
“liberal” berasal dari bahasa Latin liber yang berarti bebas dan bukan budak atau
kondisi dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Kemudian,
makna bebas ini menjadi sikap masyarakat kelas terpelajar di Barat yang
beberapa penulis Barat seperti Leonard Binder, Charles Kurzman dan Greg
dan Barton memakai istilah Islam Liberal (Liberal Islam).6 Definisi Islam Liberal
yang dipakai Kurzman maupun Barton berbeda dengan yang dipakai Binder.
Tema Islam Liberal yang dikemukakan Binder merupakan tema yang mengangkat
1
A. Thoha Husein Almujahid dan A. Atho’illah Fathoni Alkhalil, Kamus Akbar Bahasa
Arab (Indonesia-Arab) (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 543.
2
A. Thoha Husein Almujahid dan A. Atho’illah Fathoni Alkhalil, Kamus Akbar Bahasa
Arab (Indonesia-Arab), h. 1267.
3
Nur Mufid, Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Mufied (Surabaya: Pustaka Progressif,
2010), h. 283.
4
Adib Bisri dan Munawwir AF, Kamus Al-Bisri : Indonesia -- Arab Arab – Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h. 315.
5
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris,
Orientalis dan Kolonialis”, Tsaqafah, V, no. I (Jumadal Ula, 1430), h. 3.
6
Lukman Hakim, “Mengenal Pemikiran Islam Liberal”, Substantia, XIV, no. 1 (April,
2011), h. 181.
15
16
dialog terbuka antara dunia Islam dengan dunia Barat, yaitu antara pemikiran
Islam dan pemikiran Barat. Dalam konteks dialog tersebut, yang terjadi bukan
melainkan sebagai proses take and give yang saling mengisi dan menangani
Kata Islam yang digunakan dalam istilah ini merupakan sebuah konsep
yang dipahami sebagai pegangan dan jalan hidup yang dilahirkan dari doktrin-
doktrin Islam, baik Al-Quran maupun as-Sunnah yang kemudian menjadi sebuah
rujukan yang akan terus ditafsirkan. Sehingga akan terus ada penafsiran-
“project pemikiran”, layaknya sajian siap saji yang beraroma ideal (kaffah).9
keluasan berijtihad atas dasar nilai-nilai universal atau nilai-nilai intrinsik Islam
7
Imam Mustofa, “Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia”, Akademika, XVII, no. 2
(2012), h. 5.
8
Zuly Qodir, Islam Liberal Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
(Yogyakarta: LKiS, 2010), h. 7.
9
Masnun Tahir, “Pencarian otentisitas Islam Liberal di Indonesia”, Ulumuna, X, no. 1
(Januari-Juni 2006), h. 123.
17
yang universal.10 Istilah Islam Liberal juga diartikan oleh para pendukungnya
sebagai sebuah interpretasi ajaran Islam yang punya perhatian lebih terhadap
Hak Asasi Manusia (HAM). Kesemua interpretasi Islam yang selaras dengan
pintu ijtihad dengan menawarkan penafsiran Islam baru yang lebih senafas dengan
pemikiran yang tidak lagi mempercayai Islam sebagai agama yang didasarkan
pada Al-Qur’an dan hadits sebab intelektual liberal sering melakukan kritik
terhadap pemahaman kitab suci Al-Qur’an dan hadits nabi. Pendapat seperti ini
Wahab Affendy dan Farid Esack.12 Bahkan ada pendapat yang mengatakan
ajaran Islam. Mereka menyerang al-Qur’an sebagai produk rekayasa politik kaum
yang dilontarkan oleh Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Tepatnya pada
10
Halid Alkaf, Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia (Kompas: Jakarta, 2011), h. 4.
11
Hamdiah A. Latif, “Mengkritisi Jaringan Islam Liberal (JIL): Antara Spirit
Revivalisme, Liberalisme dan Bahaya Sekularisme”, Islam Futura, X, no. 2 (Februari 2011), h. 51.
12
Zuly Qodir, Islam Liberal Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002,
h. 7.
13
Nirwan Syafrin, “Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam”, Tsaqafah, V, no.
1 (Jumadal Ula 1430), h. 55.
18
Harun Nasution dan “Sekularisasi” oleh Nurcholis Madjid. Salah satu inti dasar
pemikiran kedua tokoh ini adalah Islam itu modern, liberal dan rasional.14
pada tahun 1980-an, yaitu oleh tokoh utama dan sumber rujukan “utama”
ide-ide Islam Liberal. Sebenarnya Islam Liberal tidak berbeda dengan gagasan-
Menurut Charles Kurzman, Islam Liberal muncul sekitar abad ke-18 saat
kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Shafawai dan Dinasti Mughal tengah berada di
gerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan
gerakan pemurnian, kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Pada saat ini
muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah di India
(1703-1762). Hal yang sama juga terjadi di kalangan Syiah. Pencetusnya adalah
Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) yang mulai berani mendobrak pintu
menurut pendapat Adian Husaini yang menukil dari Greg Barton, Nurcholis
Pada tahun 1970-an seperti yang telah penulis jelaskan di awal tulisan juga telah
agama dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang
dan memberikan reaksi terhadap fenomena baru yang mereka beri label sebagai
jatuhnya rezim pemerintahan Orde Baru. Mereka yang dimaksudkan disini adalah
kelompok yang secara getol berusaha untuk menerapkan syari’at Islam sebagai
hukum positif dalam sistem pemerintahan Indonesia.17 Gerakan Islam Liberal ini
dengan fenomena global yang saat ini didominasi dan dihegemoni oleh peradaban
Barat. Mereka begitu merendahkan diri sekali serta sangat silau dengan kemajuan
yang diraih Barat. Sehingga timbul keyakinan bahwa bila umat Islam ingin maju
maka harus mengikuti setiap jejak langkah Barat. Umat Islam harus mengadopsi
sebagainya. Karena hanya dengan begitu, mereka yakin, masyarakat Islam akan
16
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jaringan_Islam_Liberal, artikel diakses pada 19
Oktober 2016.
17
Nirwan Syafrin, “Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam”, h. 54.
20
agama. Pada periode ini pengaruh liberalisme yang telah terjadi dalam agama
Yahudi dan Kristian mulai diikuti oleh sekumpulan sarjana dan pemikir Muslim,
seperti yang dilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd dari Mesir, Muhammad
Arkoun dari Al Jazair, Abdulah Ahmed Naim dari Sudan, Asghar Ali Enginer dari
Abdul Karim Soroush dari Iran, Khaled Abou Fadl dari Kuwait dan lain-lain
sebagainya. Di samping itu terdapat banyak juga kelompok diskusi dan institusi,
seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia, Sister in Islam di Malaysia, dan
Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh para pemikir Barat yang menggagas
pemikiran Islam. Pengaruh eksternal itu dengan mudah dapat ditelusuri dari trend
pemikiran liberal di Barat dan dalam tradisi keagamaan Kristen. Leonard Binder,
pergerakan Islam Liberal dan mengorbitkannya pada era 80-an, telah memerinci
Pluralisme agama diartikan sebagai pandangan dan sikap bahwa hakikat agama di
dunia ini tidak hanya satu, tetapi banyak atau beragam.22 Dalam konteks agama-
agama, pluralisme mengacu pada teori atau sikap bahwa semua agama, meskipun
dengan jalan yang berbeda-beda, menuju kepada satu tujuan yang sama, Yang
Absolut, Yang Terakhir, yakni Tuhan. Sejumlah definisi pluralisme agama juga
20
Premis yang dimaksud dalam buku ini, yaitu (1) Pemerintahan liberal adalah produk
dari proses yang berkelanjutan dari diskursus rasional. (2) Diskursus rasional ini dimungkinkan
bahkan di antara mereka yang tidak berbagi budaya yang sama atau kesadaran yang sama. (3)
Diskursus rasional dapat menghasilkan kesepahaman dan konsensus budaya, serta kesepakatan
tentang hal khusus.(4) Konsensus memungkinkan pengaturan politik yang stabil, dan merupakan
dasar rasional pilihan strategi politik yang koheren. (5) Pilihan strategis yang rasional adalah dasar
dari meningkatkan kondisi manusia melalui tindakan kolektif. (6) Liberalisme politik, dalam
pengertian ini, adalah hal tak terpisahkan. Entah ini akan menang di seluruh dunia, atau akan harus
dipertahankan dengan tindakan non diskursif. (7) Penolakan terhadap liberalisme di Timur Tengah
atau di tempat lain bukanlah masalah ketidakpedulian moral atau politik. (8) Liberalisme politik
hanya bisa ada di mana dan kapan prasyarat sosial dan intelektualnya ada. (9) Prasyarat ini sudah
ada di beberapa bagian Timur Tengah Islam. (10) Dengan terlibat dalam diskursus rasional pada
mereka yang kesadarannya telah dibentuk oleh budaya Islam adalah dimungkinkan untuk
meningkatkan prospek liberalisme politik di wilayah itu dan lain-lain di mana tidak ada pribumi.
Lihat Leonard Binder, Islamic Liberalism : a critique of development ideologies (Chicago: The
University of Chicago Press, 1988), h. 1.
21
Imam Mustofa, “Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia”, h. 3.
22
Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial
Aktivis Hizb al-Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi
(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), h. 47.
22
juga dapat dilihat pada gagasan Nurcholis Madjid, bahwa semua agama adalah
jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa
keragaman agama tidak hanya sekedar realitas sosial, tetapi keragaman agama
hanya dipandang sebagai fakta sosial yang fragmentatif, tetapi harus diyakini
bahwa begitulah faktanya mengenai kebenaran. Tidak ada seorang pun yang
berhak memonopoli kebenaran Tuhan karena hal ini akan menjadi bibit
permusuhan terhadap agama lain. Untuk itu, pluralisme seharusnya tidak hanya
terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru mengesankan fragmentasi, tidak
juga dipahami sebagai kebaikan negatif (negative good), tetapi pluralisme adalah
Masyarakat dalam setiap negeri Muslim terdiri dari kaum Muslim dan
23
Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial
Aktivis Hizb al-Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi, h.
48.
24
Umi Sumbulah, Islam “Radikal” dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial
Aktivis Hizb al-Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi, h.
49.
23
pesat dalam masyarakat Kristen-Barat dan bukan dari masyarakat Islam yang
hanya mengakui adanya Pluralitas. Pendapat ini tentu saja tidak omong kosong
belaka, tapi memang benar seperti pernyataan yang dilontarkan oleh salah satu
disebabkan setidaknya oleh tiga hal, yaitu trauma sejarah kekuasaan Gereja di
terakhir Problema Teks Bibel.27 Misalnya, pada 1527, di Paris terjadi peristiwa
yang disebut The St Bartholomeus Day’s Massacre. Pada suatu malam di tahun
itu, sebanyak 10.000 jiwa orang Protestan dibantai oleh orang Katolik. Peristiwa
mengerikan semacam inilah yang lalu mengilhami revisi teologi Katolik dalam
salus (outside the church no salvation) yang berarti tak ada keselamatan di luar
gereja. Lalu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja ada di luar
gereja (di luar agama Katolik/Protestan). Jadi, paham Pluralisme Agama ini tidak
25
Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan Pandangan al-
Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2006), h.
61.
26
Budhy Munawar Rachman, Islam dan Liberalisme (Jakarta: Friedrich Naumann
Stiftung, 2011), h. 200.
27
Adian Husaini, Pluralisme Musuh Agama-Agama (Pandangan Katolik, Protestan,
Hindu dan Islam terhadap Paham Pluralisme Agama) (Bogor: Adabiy Press, 2012), h. 5.
24
memiliki akar sosio-historis yang genuine dalam sejarah dan tradisi Islam, tapi
diimpor dari setting sosio-historis kaum Kristen di Eropa dan Amerika Serikat.28
trauma masyarakat Barat terhadap klaim kebenaran satu agama tertentu. Problema
yang menimpa masyarakat Kristen Barat ini kemudian diadopsi oleh sebagian
kalangan Muslim yang terpesona oleh Barat atau memandang bahwa hanya
dengan mengikuti peradaban Baratlah maka kaum Muslim akan maju. Termasuk
dalam hal cara pandang terhadap agama-agama lain, banyak yang kemudian
menjiplak begitu saja terhadap cara pandang kaum Inklusifis dan Pluralis Kristen
sangat meluas, baik dalam tataran wacana publik maupun buku-buku di perguruan
banyak filsuf, teolog dan ilmuwan, seperti John Hick, Karl Rahner, Raimundo
kaum Majusi memperoleh status dzimmi, sama dengan Kristen dan Yahudi, dan
kemudian Hindu. Kaum Sabiin dilindungi dan diperlakukan setara oleh kaum
28
https://hizbut-tahrir.or.id/2010/01/09/menolak-pluralisme/, artikel diakes pada 25
Oktober 2016.
29
Adian Husaini, Pluralisme Musuh Agama-Agama (Pandangan Katolik, Protestan,
Hindu dan Islam terhadap Paham Pluralisme Agama), h. 5.
30
Budhy Munawar Rachman, Islam dan Liberalisme, h. 190.
25
Muslim.31 Para pemimpin Katolik Nestor dipilih oleh gereja, tetapi pemilihannya
Muslim acap kali lakukan. Rumah sakit umum memperlakukan sama semua yang
komunitas condong secara sukarela untuk melakukan hal itu. Mereka memiliki
walaupun mereka dapat selalu pergi ke para hakim Muslim jika mereka
kehendaki.33 Jadi, jelaslah bahwa paham pluralisme agama ini merupakan ajaran
yang bersumber dari Barat khususnya Kristen dan tidak murni dari ajaran Islam.
31
Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan Pandangan al-
Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban, h. 62.
32
Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan Pandangan al-
Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban, h. 63.
33
Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan Pandangan al-
Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban, h. 64.
26
masyarakat yang bebas dari kekuasaan negara, yang kurang mengindahkan hak-
hak asasi manusia, melainkan juga membebaskan diri dari kuasa rohani yang tidak
mendapat mandat dari umat. Kuasa “dari atas” ditolak.34 Terkait dengan
prinsip yang menyatakan bahwa tunduk kepada otoritas apapun namanya adalah
bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia, yakni otoritas
Liberalisme yang sudah dikampanyekan sejak abad ke-15 dan ke-16 M oleh John
Locke, Hume (Inggris), J.J. Rousseau, Diderot (perancis), Lessing dan Imanuel
Kant (Jerman) ini pada tahap selanjutnya menuntut kebebasan individu yang
kebablasan tersebut pada akhirnya mengajarkan tiga hal, yaitu kebebasan berpikir
tanpa batas alias free thinking, senantiasa meragukan dan menolak kebenaran alias
konsep dasar dalam agama yang berubah, misalnya Kristen. Menurut Nicholas F.
34
Herlianto, “Liberalisme”. Artikel diakses pada 14 Januari 2017 dari
http://artikel.sabda.org/node/714.
35
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008),
h. 76.
36
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, h. 77.
37
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, h. 79.
27
Gier, dari University of Idaho, Moscow, sebagaimana yang dikutip oleh Hamid
Amerika Serikat sebagai berikut. Pertama, percaya pada Tuhan, tapi bukan Tuhan
antara doktrin Kristen dan etika Kristen. Dengan mengurangi penekanan pada
doktrin atau kepercayaan, mereka berpegang pada prinsip bahwa Kristen dan non-
Kristen harus saling menerima dan berbuat baik. Ketiga, kaum liberal tidak ada
yang percaya pada doktrin Kristen Orthodok. Mereka menolak sebagian atau
Bible sebagai kata-kata Tuhan secara literal, takdir, neraka, setan dan penciptaan
dari tiada (creatio ex nihilo). Keempat, menerima secara mutlak pemisahan gereja
dan negara. Kelima, percaya penuh pada kebebasan dan toleransi agama. Jadi,
liberalisme dalam bidang sosial dan politik dalam peradaban Barat telah
memarginalkan agama atau memisahkan agama dari urusan sosial dan politik
secara perlahan-lahan.39
bagi sejarah kehidupan masyarakat Barat dan karena itu, disebut dengan periode
renaissance Italia. Paham ini muncul ketika terjadi konflik antara pendukung-
38
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris,
Orientalis dan Kolonialis, h. 8.
39
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris,
Orientalis dan Kolonialis, h. 9.
28
Kristen. Ideologi ini pada dasarnya tidak pernah ada dalam masyarakat Islam dan
juga dari ajaran Islam. Hanya saja, paham ini masuk ke dalam masyarakat Islam
melalui para pemikir muslim berhaluan liberal yang terlena dengan mengadopsi
telah mengalami sekularisasi selama sejak 250 tahun terakhir dan para ahli sejarah
40
Henri Shalahuddin, “memaknai liberalisme”, artikel diakses pada 25 Oktober 2016 dari
https://insists.id-INSIST-Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations, 12
November 2007.
41
M. Syukri Ismail, “Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi)”,
Kontekstualita, XXIX, no. 1 (2014), h. 106.
29
gerakan ini, baik sebelum dan sesudah meletusnya revolusi Prancis pada tahun
1799 M.42 Apabila paham atau ideologi ini masuk ke dalam ranah pemikiran di
dunia Islam, maka akan terjadi pemisahan otoritas sang Khaliq dan makhluk yang
saja dan tidak lagi mementingkan keberadaan Tuhan atau kehidupan setelah
(mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama Kristen saat itu pada abad
dalam periode yang kita kenal sebagai the dark age. Padahal pada saat yang sama
peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya. Sehingga ketika
perang salib berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami
kerugian di satu sisi, tetapi, sebenarnya mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu
Islam di perang salib hal tersebut ternyata menjadi sebab lahirnya renaissance
filsafat Yunani berbahasa arab dan karya-karya filosof Islam lainnya ke dalam
bahasa latin.44 Istilah paham sekularisme muncul setelah terjadi pengekangan oleh
gereja yang menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Pihak gereja Eropa
telah menghukum ahli sains, seperti Copernicus, Gradano, Galileo, dan lain-lain
42
H. Muhammad Najih Maimoen, Islam Liberal Proyek Imperialis Protestanis Barat
(Rembang: Toko Kitab Al-Anwar I, 2011, h. 72.
43
H. Muhammad Najih Maimoen, Islam Liberal Proyek Imperialis Protestanis Barat, h.
73.
44
https://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/28/sekilas-tentang-sekularisme/, artikel
diakses pada 26 Oktober 2016.
30
Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan
upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral,
seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat
pengampunan dengan nilai uang yang tinggi dan mendapat jaminan surga
yang melakukan pemberontakan terhadap Paus terkait praktek jual beli surat
Islam, yang pernah membawa Turki ke puncak peradaban dunia itupun telah
dihapuskan dan diganti dengan negara sekular. Dewasa ini, di Turki ada peraturan
yang melarang anggota keluarga pejabat negara yang perempuan untuk memakai
AS, yang walaupun juga sebuah negara sekular, namun tidak mau mencampuri
agama masih tetap bertahan. Alasan Perancis terhadap pelarangan jilbab adalah
45
Jamaluddin, “Sekularisme; Ajaran dan Pengaruhnya dalam Dunia Pendidikan”,
Mudarrisuna, III, no. 2 (Juli-Desember 2013), h. 313.
46
M. Syukri Ismail, “Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi)”, h.
106.
31
melalui pengeras suara, akan dinilai mengganggu masyarakat dalam bentuk polusi
pada tahun 1883 M. Tokoh ini sudah tergila-gila terhadap Barat. Cita-citanya
ingin menjadikan Mesir sebagai bagian dari Barat. Di India, hukum yang berlaku
di negeri ini masih sejalan dengan syariat Islam sampai tahun 1791 M. Tetapi
syariat. Sehingga pada pertengahan abad 19, syariat Islam telah habis sama sekali
di negeri ini. Al-Jazair menghapuskan hukum Islam setelah dijajah Perancis pada
bahwa Hindia Belanda pada waktu itu adalah sebuah negeri Muslim. Namun, ia
juga menyadari bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural. Bahkan, ia pun tahu
bahwa dalam masyarakat Muslim pun terdapat pluralitas, seperti nampak pada
banyaknya aliran keagamaan, corak budaya, organisasi Islam dan partai politik
Indonesia.49
abad ke-19) yang dialami kaum Kristen, namun dalam perkembangannya kini
47
M. Dawam Rahardjo dalam kata pengantar Argumen Islam untuk Sekularisme (Jakarta:
Grasindo. Anggota Ikapi, 2010), XXVI.
48
WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan Penyebarannya
(Jakarta: Al-I’tishom, 2002), h. 281.
49
M. Dawam Rahardjo dalam kata pengantar Argumen Islam untuk Sekularisme, XXVII.
32
dan budaya kaum Muslim, sehingga tak kurang pro dan kontra tentang
memperkuat pandangan bahwa paham Sekularisme Agama tidak lahir dari agama
Islam, melainkan dari kaum Kristen yang mana paham ini disebarluaskan dan
diadopsi begitu saja tanpa di kritisi terlebih dahulu oleh para pemikir Muslim
50
Budhy Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam Sekularisme, Liberalisme
dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat
(LSAF), 2010), h. 226.
BAB III
Plural berarti “jama” atau lebih dari satu.1 Sedangkan, religious berarti beragama,
saleh, beriman atau menjalankan agama dengan patuh.2 Dalam bahasa Arab,
mengatakan bahwa ada lebih dari satu kebenaran mutlak.3 Sedangkan, ( ِدين ّيdiiniy)
yang berarti agama atau beragama.4 Jika Pluralisme dan agama dirangkai menjadi
satu, maka dapat dikatakan pluralisme agama berarti doktrin atau ajaran atau
paham yang mengatakan bahwa ada lebih dari satu kebenaran mutlak dalam
pengertian pertama adalah toleransi, dimana masing-masing agama, ras, suku dan
bahwa disana tidak ada kebenaran tunggal, artinya semua benar. Atau masyarakat
1
Rayner Hardjono, Kamus Populer Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2002), h. 292.
2
Rayner Hardjono, Kamus Populer Inggris-Indonesia, h. 321.
3
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary (Beirut: Dar El-Ilm
Lil-Malayen, 1992), h. 700.
4
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, h. 774.
33
34
tidak boleh memiliki keyakinan bahwa agama dan kepercayaan mereka itu benar
bahwa sebenarnya kebenaran itu tidak ada.5 Agama adalah sebagai nama jenis
bagi keyakinan hidup tertentu yang dianut oleh suatu masyarakat. Masyarakat
beragama pada umumnya memandang agama sebagai jalan hidup yang dipegang
dan diwarisi turun temurun oleh masyarakat manusia, agar hidup mereka menjadi
tertib, damai dan tidak kacau.6 Pluralisme mengandung arti bahwa pandangan-
pandangan dunia yang ada menjadi relatif dan bahwa struktur-struktur rasional
menjadi sulit. Agama-agama tidak dapat lagi melegitimasi „dunia‟ secara luas,
diartikan sebagai paham atau ajaran dalam beragama yang mengakui kebenaran
semua agama sebagai jalan kebenaran dan sama kedudukannya dengan agama
yang dianutnya.
Qodir, Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa memang ada pendapat yang
5
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam
(Jakarta: INSISTS – MIUMI, 2012), h. 138.
6
Harun Nasution dan Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam
Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 63.
7
Muhamad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin
Kebersamaan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003), h. 38.
35
paling pokok sebenarnya apa sebetulnya substansi dari iman itu, dan kalau itu ada
enam, maka kalau substansinya percaya adalah percaya dan dia tunduk, maka
orang Yahudi, Nasrani, Shabiin adalah iman itu sendiri. Kaum sufi lebih mampu
menerima, sebab adanya Yahudi, Nasrani, Shabiin itu sebetulnya hanya variabel
saja. Hanya varian saja, bukan substansi.8 Selanjutnya, dia mengatakan, “Jika
semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang
satu itu sendiri terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk
tiap agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah keikhlasan
melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini, kerja
sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.”9 Ulil Abshar Abdalla,
adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Mahabenar.
Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi, tingkat dan kadar
agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan
menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.”10 Begitu juga dengan
(terbitan JIL), mengutip dari Adian Husaini, Budhy menulis satu artikel berjudul
8
Zuly Qodir, Islam Liberal Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
(Yogyakarta: LkiS, 2010), h. 207.
9
Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2002), h. 44.
10
Ulil Abshar-Abdalla, “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam”, Kompas, 18
November 2002.
36
pemeluk agama apa pun layak disebut sebagai “orang yang beriman”, dengan
makna “orang yang percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan.” Budhy
masalah pluralisme antaragama, yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman-
tanpa harus melihat Agamanya apa-adalah sama di hadapan Allah. Karena, Tuhan
Mengutip dari Sukidi, menurut nalar pikir Paul F. Knitter (1985), bahwa
pada dasarnya semua agama sebagai jalan dalam melihat segala sesuatu adalah
relatif, yakni terbatas, parsial dan tidak lengkap. Menganggap bahwa semua
agama secara intrinsik lebih baik dari yang lain (oleh ahli agama-agama)
dirasakan sebagai sebuah sikap yang agak salah, ofensif dan merupakan
agama sudah sepantasnya untuk dihindari dan jika perlu dikikis habis oleh umat
beragama.12 Cak Nur menegaskan bahwa agama tanpa sikap pasrah kepada
Tuhan, betapapun seorang itu mengaku sebagai “muslim” atau penganut “Islam”,
adalah tidak benar dan “tidak bakal diterima” di sisi Tuhan. Bahkan, sesuai firman
Tuhan, ia termasuk orang yang merugi di akhirat kelak (QS. 3.85). Dalam konteks
inilah, sikap pasrah menjadi kualifikasi signifikan pemikiran teologi inklusif Cak
Nur. Bukan saja kualifikasi seorang yang beragama Islam, tetapi “muslim” itu
sendiri (secara generik) juga dapat menjadi kualifikasi bagi penganut agama lain,
khususnya para penganut kitab suci, baik Yahudi maupun Kristen. Maka,
11
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 39.
12
Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2001), h. 5.
37
konsekuensi secara teologis bahwa siapa pun di antara kita-baik orang Islam,
Yahudi, Kristen, maupun Shabi‟in, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan
Hari Kemudian, serta berbuat kebaikan, maka akan mendapatkan pahala di sisi
Tuhan... (QS., 2:62; & 5:69). Dengan kata lain, sesuai firman Tuhan ini, terdapat
pahala (surga) dari Tuhan. Dari sinilah, bahwa Islam itu hanyalah “jalan” atau
“sarana”, menuju Tuhan sebagai tujuan akhir dalam hidup ini. Sementara jalan
menuju Tuhan amat lebar dan plural. “Banyak pintu (jalan) menuju Tuhan”, tegas
Cak Nur.13
Sebab, andaikata semua agama sama, maka pluralitas tidak ada. Namun, kaum
pluralis tidak sekadar mengakui keberadaan berbagai agama. Lebih dari itu,
semua tradisi agama-agama besar adalah sama, semuanya merujuk dan menunjuk
sebuah realitas tunggal yang transenden dan suci. Kedua, semuanya sama-sama
menawarkan jalan keselamatan. Ketiga, semuanya tidak ada yang final. Artinya,
13
Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, h. 22.
38
setiap agama harus selalu terbuka untuk dikritisi dan direvisi.14 Konsep pluralisme
agama dikalangan umat Islam klasik pernah diistilahkan dengan Wahdat al-Adyan
oleh seorang sufi (mistikus) yang dikenal dengan sebutan al-Hallaj (858-922 M) ,
sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Perbedaan yang ada hanya
dalam bentuk luar dan namanya saja. Jadi, agama apa pun dapat dipahami setara,
karena sumbernya satu yakni Tuhan. Wahdat al-Adyan menyalahkan orang yang
dan konsisten pada ajaran agamanya masing-masing. Oleh karena itu, konsep ini
agama lain bakal penghuni neraka. Asal beriman dan berbuat baik apa pun
agamanya bisa saja selamat. Islam berarti penyerahan diri kepada Tuhan dan tidak
lebih dari itu. Maka siapa pun yang menyerahkan diri kepada Tuhan, meskipun
secara formal ia berada di luar agama Islam, boleh disebut Muslim.16 Habib
14
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008),
h. 82.
15
Imron AM, Islam Liberal Mengikis Akidah Islam (Jakarta: INSIDA, 2004), h. 83.
16
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, h. 83.
39
kesesatan.17
maka yang penulis temukan adalah kata liberalism dalam bahasa Inggris dan kata
spiritual serta moral dalam agama Kristen.18 Sedangkan, agama secara etimologi
19
disebut religious dalam bahasa Inggris dan يني
ّ ( ِدdiiniy) dalam bahasa Arab. Jika
dirangkai antara kata liberalisme dengan agama, maka dapat dikatakan bahwa
mental dan konten spiritual serta moral dalam beragama. Sebagaimana penulis
telah jelaskan dalam penulisan terdahulu pada bab 2, bahwa memang paham
liberalisme ini pada dasarnya lahir dari sejarah agama Kristen di Barat. Secara
terminologi, menurut Hamid Fahmy Zarkasyi, term “liberal” diambil dari bahasa
Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang
itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah
sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir
17
Habib Rizieq Syihab, Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam (Jakarta: Suara
Islam Press, 2013), h. 137.
18
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, h. 525.
19
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, h. 774.
40
(The old Liberalism). Dari makna kebebasan berpikir inilah kata liberal
menekankan pada hak-hak ekonomi, politik dan sosial, terdapat liberalisme dalam
terang dan terbuka.21 Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling
atas manusia yang mengikatnya secara moral. Memang pada mulanya yang
muncul adalah liberalisme intelektual yang mencoba untuk bebas dari agama dan
dari Tuhan. Namun, dari situlah lahir dan tumbuhnya liberalisme pemikiran
20
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris,
Orientalis dan Kolonialis”, Tsaqafah, V, no. I (Jumadal Ula, 1430), h. 3.
21
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan
Islam, h. 108.
22
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan
Islam, h. 109.
23
Postmodernisme atau pascamodernisme adalah gerakan abad akhir ke-20 dalam seni,
arsitektur dan kritik, yang melanjutkan modernisme. Lihat
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pascamodernisme. Artikel diakses pada 17 Januari 2017.
41
kelompok liberal itu sejatinya tidak lebih dari justifikasi paham feminisme dan
studi Islam. Ini semua jelas merupakan bahan liberalisme dan postmodernisme.
“pembaharuan” telah diartikan sebagai modifikasi dan aplikasi paham Barat asing
terus menerus yang tidak ada jalan kembali seperti Barat. Pembaharuan menjadi
makna teks secara kontekstual dan sosial sehingga sesuai dengan tuntutan
kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan atau kalau kita lihat dengan
manusia yang bebas. Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimistis
24
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan
Islam, h. 112.
25
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan
Islam, h. 191.
26
Budhy Munawar Rachman, Islam dan Liberalisme (Jakarta: Friedrich Naumann
Stiftung, 2011), h. 3.
42
bahwa tugas pokok pemerintah ialah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat,
merupakan isu yang selalu diusung oleh kaum Sepilis di Indonesia. Konsep ini
cengkraman otoritas Gereja yang sudah (menurut mereka) kelewatan. Gereja yang
pada Abad Pertengahan (Middle Age) begitu hegemonik dilawan oleh para
menyatakan, “Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi haknya, dan berikan
kepada Tuhan apa yang menjadi hak-Nya.” Konsep inilah kemudian yang
kehendak dan selera masing-masing. Bahkan lebih jauh dari itu, liberalisme
mereduksi agama menjadi urusan privat. Artinya, konsep amar ma‟ruf maupun
nahi munkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan
dengan semangat liberalisme. Menurut prinsip ini, asal tidak merugikan pihak
lain, orang yang berzina tidak boleh dihukum, apalagi jika dilakukan atas dasar
suka sama suka. Karena menggusur peran agama dan otoritas wahyu dari wilayah
27
https://almanhaj.or.id/3129-islam-dan-liberalisme.html, diakses pada 06 November
2016.
28
Qosim Nursheha Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis
Pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012), h.
198.
43
politik, ekonomi, maupun sosial, maka tidak salah jika liberalisme dipadankan
dengan sekularisme.29
kitab tafsir para ulama terdahulu dan pengajuan tafsir baru metode hermeneutika.
Mengutip dari Adian Husaini, salah satu tokohnya, yaitu Nasr Hamid yang
didasarkan pada Sunnah Rasul, pendapat para sahabat Nabi, Tabi‟in, dan Tabi‟it
Tabi‟in. Ia menulis dalam buku Mafhum al-Nash Diraasah fii Uluum al-Quran:
bahwa tafsir kaum Ahlussunnah adalah tafsir yang didasarkan pada kuasa ulama
kuno, yang mengaitkan “makna teks” dan signifikansinya dengan masa keemasan,
kenabian, risalah, dan masa turunnya wahyu. Fenomena Nasr Hamid dengan
dalam tradisi Kristen itu begitu banyak digemari oleh kalangan sarjana Muslim.30
Selain itu fenomena buku “Pembaharuan Hukum Islam: Counter Legal Draft
(CLD) KHI” sebagai tandingan yang ditulis dan dirumuskan oleh Tim
Pengarusutamaan Gender Depag RI, yang mendapat dukungan dana dari Asia
dan Sunnah serta sumber-sumber hukum Islam lainnya yang mu‟tabarah dari hasil
ijtihad para ulama mujtahidin yang mumpuni dalam bidangnya dalam hal-hal
yang belum diatur dalam Alquran dan Sunnah. Menurut perumus KHI tandingan
bahwa CLD-KHI yang mereka rumuskan itu adalah sebagai pembaruan hukum
Islam. Padahal sesungguhnya yang mereka rumuskan itu, hanya sebagai bid‟ah
29
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, h. 77.
30
Adian Husaini, Hendak Kemana (ISLAM) Indonesia? Seri II (Surabaya: Media
Wacana, 2005), h. 191.
44
yang asli dan hanya sebagai pembaharuan liberal yang tidak mengikuti cara-cara
memenangkan prinsip-prinsip yang datang dari dunia Barat dan dari luar Islam.
Tim perumus KHI tandingan terdiri dari orang-orang liberal yang berprinsip
secara mendalam ajaran Islam, khususnya masalah hukum Islam, akan ditemukan
justru hukum Islam itu sangat demokrasi dan memperhatikan masalah keadilan.
tetapi manusia masih banyak belum memahaminya, bahkan ada yang belum
maka tidak aneh jika mereka memandang masalah pernikahan, mahar, nafkah
perceraian, iddah, dan waris tidak perlu lagi membedakan laki-laki dan
dikutip oleh Qosim Nursheha Dzulhadi, dalam bukunya Lobang Hitam Agama
juga menghujat Al-Quran dan melecehkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
bukanlah “teks verbal” yang terdiri atas 6666 ayat bikinan Usman itu melainkan
saya hanyalah berisi semacam “spirit ketuhanan” yang kemudian redaksinya oleh
Nabi. Oleh karena itu, menurutnya, Nabi, sahabat, dan pengalaman komunitas
31
Huzaemah Tahido Yanggo, dkk, Membendung Liberalisme (Jakarta: Penerbit
Republika, 2004), h. 1.
32
Huzaemah Tahido Yanggo, dkk, Membendung Liberalisme, h. 2.
45
tentunya.”33 Selain itu ungkapan mereka yang menuduh orang yang kembali
merujuk nash syariat sebagai orang yang kolot dan paganis (musyrik). Fahmi
hal tersebut sebagai paganisme baru (Watsaniyah jadidah). Hal itu karena
ini adalah paganisme zaman dahulu. Namun paganisme zaman ini telah berubah
proses liberalisasi yang sangat serius di dalam tubuh umat Islam, khususnya di
sendiri kini siap membongkar-bongkar apa yang selama ini telah “selesai” dalam
konsep Islam.35
33
Qosim Nursheha Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis
Pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, h. 201.
34
https://almanhaj.or.id/3129-islam-dan-liberalisme.html, diakses pada 06 November
2016.
35
Adian Husaini, Hendak Kemana (ISLAM) Indonesia? Seri II, h. 193.
46
beragama dalam bahasa Inggris disebut religious dan dalam bahasa Arab disebut
37
يني
ّ ( ِدdiiniy). Jika kedua kata tersebut dirangkai, maka dapat dikatakan
yang coba diterjemahkan kedalam bahasa Arab memang tidak mempunyai akar
yang kokoh dalam pandangan hidup Islam. Perlu disebutkan juga bahwa kedua
sebagai „ilmaniyyah tidak saja “satu terjemahan yang tidak teliti (ghayru
daqiqah)”, tetapi juga “satu terjemahan yang tidak betul (ghayru sahihah),”
karena perkataan sekularisme itu tidak mempunyai kaitan langsung dengan lafaz
al-„ilm (ilmu) dan akar katanya.” Beliau menambahkan lagi bahwa “terjemahan
perkataan asing dengan lafaz „ilmaniyyah ini disebabkan oleh orang-orang yang
hanya dengan ide Barat Kristian, yang memang bagi orang Barat (al-insan al-
gharbi) agama dan ilmu mereka itu adalah saling bertentangan.” Al-Qaradawi
dengan „ilmaniyyah dan mengaitkannya dengan ilmu adalah suatu usaha untuk
36
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, h. 827.
37
Munir Ba‟albaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, h. 774.
47
Qaradawi, adalah “penipuan yang (patut) diungkap”. Paham sekular, menurut al-
Attas, merujuk kepada makna dan faham ” kedisinikinian”. Oleh karena itu, jika
perkataan sekularisme itu ingin diterjemahkan juga kedalam bahasa Arab, maka
terjemahan harfiah yang paling tepat adalah perkataan hunalaniyyah berasal dari
dua kata Arab, huna yang bermaksud di sini dan al-an yang bermaksud kini. Jadi
bahasa Arab sebagai „almaniyyah sebenarnya tidak menjelaskan pengertian ide itu
yang sejak awal memfokuskan pertentangan antara al-„ilm (ilmu) dan al-din
sekularisme itu sinonim dengan konsep alladiniyyah (tidak ada agama) atau al-
dunyawiyyah (dunia tiada hubungan dengan agama). Beliau yang tidak juga
tetapi sekularisme mempunyai makna yang lebih khusus, yaitu makna yang tidak
38
http://inpasonline.com/new/istilah-sekularisme-menurut-al-attas-dan-al-qardhawy/,
artikel diakses pada 18 Januari 2017.
48
didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memisahkan antara negara dan agama
(state and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi
tatatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang
berbau akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan
manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti
hubungan manusia dengan tuhan. Maka, menurut para sekular, negara dan agama
muncul sebagai dampak dari proses modernisasi yang terjadi pada masa
pencerahan. Ini terjadi di dunia Barat ketika nalar Agama (The Age of Religion)
digantikan oleh nalar akal (The Age Reason). Sedangkan sekularisme adalah
pemusatan pikiran pada dunia materi lebih banyak daripada dunia spiritual.
kenegaraan, ekonomi, hukum, sosial budaya dan ilmu pengetahuan teknologi dari
39
https://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/28/sekilas-tentang-sekularisme/, artikel
diakses pada 18 Januari 2017.
40
M. Syukri Ismail, “Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi)”
Kontekstualita, XXIX, 1 (2014), h. 103.
49
adalah usaha atau proses yang menuju kepada keadaan sekuler atau proses
netralisasi dari setiap pengaruh Agama dan hal-hal yang ghaib.41 Sekularisme
adalah suatu paham yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat
dalam semua aspek kehidupan, baik dari sisi agama, ekonomi, pendidikan, politik,
sosial dan lain sebagainya. Selain itu, sekularisme juga memperjuangkan hak
untuk bebas dari berbagai aturan-aturan dari ajaran agama, di samping juga
memberikan sifat toleransi yang tidak terbatas, termasuk juga antar agama.
kegiatan dan keputusan yang keseluruhannya berada dan dibuat oleh manusia,
tidak boleh ada peran dan campur tangan agama di dalamnya.42 Yang penting
diperhatikan dan dipikirkan menurut paham ini ialah masalah-masalah dunia yang
dihadapi dan dirasakan sekarang ini termasuk kebebasan berpikir dan berdiskusi
wilayah agama adalah wilayah ritual dan makna hidup, maka agama seharusnya di
wilayah itu saja. Dia tidak bisa ikut campur dalam segala hal. Tentu saja yang
saya maksud adalah sekularisme liberal, bukan sekularisme seperti yang terjadi di
41
M. Syukri Ismail, “Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi)”, h.
104.
42
Jamaluddin, “Sekularisme; Ajaran dan Pengaruhnya Dalam Dunia Pendidikan”
Mudarrisuna, III, 2 (Juli-Desember, 2013), h. 312.
43
Hamzah Ya‟qub, Pemurnian Aqidah dan Syari‟ah Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya, 1988), h. 27.
50
Uni Soviet dulu. Sebab, inti sekularisme liberal adalah demokrasi, dan inti dari
bidang ke semua bidang yang lain.” Lebih jauh Ulil mengatakan, “Sebagai
seorang Muslim liberal, jika boleh menyebut begitu, saya tidak pernah menentang
hukum-hukum yang terkait dengan „ubudiyah‟ dan itu adalah masalah yang sudah
selesai. Maka, saya menganggap bahwa aspek-aspek ritual dalam agama sangat
penting dalam rangka membangun makna hidup individu. Tetapi agama tidak bisa
hutan, masalah lalu lintas dan sebagainya. Menurut saya, wilayah duniawi jauh
bagian dari “ranah diharamkan” dalam pemikiran Islam. Padahal kritik ini sangat
integritas dan metodologis dan nalarnya. Sebab Eropa sudah maju karena mereka
Morey dalam bukunya yang berjudul “The Islamic Invasion”, mengutip dari Irena
Handono, dia mengatakan bahwa “Agama Islam adalah bentuk dari imperialisme
budaya dimana agama dan budaya Arab abad ke-7 ditingkatkan statusnya
44
Budhy Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam Sekularisme, Liberalisme
dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat
(LSAF), 2010), h. 251.
45
Qosim Nursheha Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis
Pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, h. 210.
51
Hamid Abu Zayd yang telah dikutip oleh Michael Cook, dalam bukunya, The
Koran: A Very Short Introduction tentang Al-Quran sebagai produk budaya: “Jika
teks (Al-Quran) merupakan pesan yang dikirim untuk bangsa Arab pada abad
ketujuh, maka teks itu perlu diformulasikan dengan cara yang tentu saja harus
sesuai dengan aspek-aspek bahasa dan budaya yang khas Arab pada masa itu.
sebuah produk budaya,” sebuah istilah yang digunakan Abu Zayd beberapa kali,
kafir.48
Islam telah menjamin kebebasan berpikir. Hal itu sangat jelas terlihat saat
semesta, langit dan bumi. Hal itu merupakan anjuran yang banyak disebut-sebut49,
50
ْۡومواْ لِلم ِه َمثۡ َََٰن َوفُ ََٰرَد َٰى ُثُم تَتَ َف مك ُروا ِِ ِ ِ
ُ قُلۡ إمَّنَاۡ أَعظُ ُكم ب ََٰوح َدةۡ أَن تَ ُق
Artinya : “Katakanlah. “Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu
suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas)
berdua-dua atau sendiri-sendiri ; kemudian kamu pikirkan.”
46
Irena Handono, et al., Islam Dihujat Menjawab buku The Islamic Invasion (Kudus:
Bima Rodheta, 2004), h. 137.
47
Irena Handono, et al., Islam Dihujat Menjawab buku The Islamic Invasion, h. 140.
48
Qosim Nursheha Dzulhadi, Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Study Kritis
Pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, h. 212.
49
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Al-Kautsar,
2011), h. 103.
50
46 :34/ سبأ
52
ۡض فَتَ ُكو َن ََلُمۡ قُلُوب يَعۡقِلُو َن ِِبَآ أَوۡ ءَا َذان يَسۡ َمعُو َن ِِبَا
ِ ۡأَفَلَمۡ يَ ِسريُواْ ِِف ٱلۡأَر
51
ُّ وب ٱلمِِت ِِف
ٱلص ُدوِر ِ َٰ ۡفَِإنمها َل تَعۡمى ٱلۡأَب
ُ ُص َُٰر َولَكن تَعۡ َمى ٱلۡقُلَ َ َ
Artinya : “Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar. Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah
hati yang di dalam dada.”
seluas-luasnya untuk selalu berpikir tentang urusan agama. Demikian itu untuk
hidup. Inilah yang oleh para ulama disebut dengan ijtihad. Caranya, berpegang
atas dasar berpikir dalam mengambil hukum (istinbath) syariat. Merupakan salah
satu asas fundamental Islam yang memberikan kebebasan berpikir dalam Islam
kepada seluruh warga negara Islam dengan syarat bahwa hak itu digunakan untuk
tentang kebebasan mengeluarkan pendapat jauh lebih tinggi daripada hak yang
kebaikan dan kebajikan bukan hanya semata-mata hak, tetapi suatu kewajiban.
51
46 :22/ احلج
ّ
52
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, h. 104.
53
Siapa pun yang berusaha menyangkal hak ini terhadap rakyatnya secara terang-
terangan menentang Tuhan Yang Maha Kuasa.53 Akal adalah kunci untuk
memahami agama, ajaran dan hukum Islam. Kita tidak akan dapat memahami
Islam tanpa mempergunakan akal. Oleh karena itu, Nabi Muhammad menyatakan
dengan jelas bahwa agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak
berakal. Jika ungkapan ini dihubungkan dengan hukum, berarti bahwa hukum dan
hukuman itu berkaitan dengan akal, tidak ada hukum atau hukuman bagi orang
yang tidak berakal atau gila. Akal, karena itu, mempunyai kedudukan yang tinggi
dalam sistem agama Islam, karena akal adalah wadah yang menampung aqidah,
syariah dan akhlak.54 Akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
berijtihad yang menjadi sumber hukum Islam yang ketiga ini, dalam kepustakaan
disebut arra‟yu atau ijtihad.55 Ijtihad dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqih ialah
mencurahkan segenap usaha untuk sampai kepada hukum syar‟i dari dalil tafshili
yang termasuk dalil syar‟i.56 Ijtihad pada prinsipnya sama, yaitu usaha ahli fikih
hukum syariat yang amaliah (hukum fikih) dari sumber (dalil) nya. Sedangkan
hukum yang ditetapkan dengan ijtihad itu sifatnya zhanni (bukan satu-satunya
yang membutuhkan banyak energi dan keseriusan. Dengan demikian, tidak setiap
53
Abul A‟la Mawdudi, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 30.
54
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 112.
55
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h. 115.
56
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama, 1994), h. 338.
57
Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994), h. 127.
54
pengetahuan yang luas saja yang dapat melakukannya.58 Orang-orang yang berhak
menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Alquran dan kitab-kitab hadis
yang tertulis dalam bahasa Arab, (2) mengetahui isi dan sistem hukum Alquran
serta ilmu-ilmu untuk memahami Alquran, (3) mengetahui hadis-hadis hukum dan
Islam, (7) jujur, dan ikhlas. Syarat-syarat ini diperlukan untuk seorang mujtahid
mutlak di masa lampau, namun kini untuk melakukan ijtihad yang peringkatnya
lebih rendah dari mujtahid mutlak, syarat-syarat yang berat di atas, dapat
seyogianya juga (8) menguasai ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi) dan ilmu-
ilmu yang relevan dengan masalah yang diijtihadi, (9) serta dilakukan secara
Para ulama ushul sepakat bahwa ruang lingkup ijtihad hanya pada ayat-
ayat yang bersifat zhanniyyat, karena sebagian dari materi-materi hukum dalam al
Quran dan sunnah sudah berbentuk diktum yang otentik, tidak mengandung
pengertian lain, atau sudah diberi interpretasi otentik dalam sunnah. Di samping
58
Jaenal Aripin, dkk, Filsafat Hukum Islam Dalam Dua Pertanyaan (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 35.
59
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h. 118.
55
itu ada sebagian di antaranya yang sudah memperoleh kesepakatan bulat serta
diberlakukan secara umum dan mengikat semua pihak, berdasarkan ijma‟ Dengan
demikian, dalam bidang hukum-hukum yang telah ada, nash qath‟iy tsubut
maupun dalalah-nya, baik dari kitabullah maupun dari sunnah, tidak dapat
diijtihadi lagi. Sekelompok peraturan hukum Islam, seperti kewajiban salat, zakat,
puasa, dan haji, berbakti kepada orang tua, mengasihi orang miskin serta
menyantuni anak yatim dan juga larangan berzina, mencuri, membunuh tanpa hak
dan masih banyak yang lainnya adalah kategori hukum Islam yang sudah
diketahui oleh umum dan bersifat mengikat semua pihak serta tidak memerlukan
interpretasi lain lagi. Seperti telah ditetapkan dalam kaedah yang berbunyi:
Artinya: “Tidak diperkenankan ijtihad pada tempat yang telah ada nashnya”60
mengaktualisasikannya sebagai pelajaran dan teladan, ini bukan berarti kita bebas
mutlak untuk melakukannya sekehendak hati, dan tidak berarti setiap mujtahid
bebas mengatakan apa saja sesuai dengan kehendak diri dan pikirannya. Tetapi
ijtihad adalah ilmu dan tradisi yang memerlukan pembuktian dan penalaran.
60
Nash yang dimaksud di sini adalah ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadis Nabi sebagai
sumber hukum. Dalam ilmu hukum bisa diartikan, “apabila teks hukum sudah jelas, maka tidak
perlu ada penafsiran-penafsiran.” Arti lain kaidah ini adalah pada nash-nash yang sudah jelas
dalam arti sudah qath‟i wurud dan dalalah-nya disepakati. Lihat A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih:
Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 98.
56
Ijtihad adalah amanat, dan merupakan amanat yang paling tinggi derajatnya.61
Apakah rasional dan logis jika agama dalam hal-hal yang pokok (ushul), cabang
dan semaunya, dengan alasan kebebasan berpikir dan tidak adanya monopoli
kebenaran?62 Pada hakikatnya tafsir, interpretasi (ta‟wil) dan ijtihad dalam agama
bidang keilmuan lainnya, termasuk sikap teliti dan berhati-hati. Saat ini sering kita
alur kanan ataupun kiri. Menganggap dirinya pemikir bebas, mujtahid pembaharu
dan pelopor pembaharuan, padahal ia tidak memiliki keahlian sama sekali tentang
sebagian kecil yang bersifat parsial dan mengemukakan pandangan yang tidak
valid legalitasnya.63
kemampuan rasa manusia. Aspek lain yang terkait dalam lingkup kebebasan
61
Ahmad Al Raysuni dan Muhammad Jamal Barut, Ijtihad antara Teks, Realitas dan
Kemaslahatan Sosial (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), h. 4.
62
Ahmad Al Raysuni dan Muhammad Jamal Barut, Ijtihad antara Teks, Realitas dan
Kemaslahatan Sosial, h. 6.
63
Ahmad Al Raysuni dan Muhammad Jamal Barut, Ijtihad antara Teks, Realitas dan
Kemaslahatan Sosial, h. 7.
57
pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh pasal 28E
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak
dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas serta
sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman,
tertib dan damai serta dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan
uraian TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal
dan sikap sesuai hati nurani.”66 Kemudian, di dalam UU Hak Asasi Manusia
Nomor 39 tahun 1999, Pasal 23 ayat 2 menyatakan bahwa: “Setiap orang bebas
64
Arif Wijaya, “Kemerdekaan Berfikir Dalam Hak Asasi Manusia dan Islam” Al-Daulah,
III, no. 2 (Oktober 2013), h. 242.
65
Arif Wijaya, “Kemerdekaan Berfikir Dalam Hak Asasi Manusia dan Islam”, h. 243.
66
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2010), h. 158.
58
nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik
umum dan keutuhan bangsa.”67 Kemajuan teknologi dan informasi di abad iptek
saat ini memunculkan berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Salah
berpikir dan mengemukakan pendapat pada era tersebut hanya untuk kepentingan
orde baru berganti dengan era reformasi, kebebasan berpikir dan mengemukakan
pendapat mulai mudah disampaikan oleh setiap orang karena sudah memiliki
hukum negara dan adat istiadat yang berlaku. Hak kebebasan yang dipergunakan
tanpa batas itulah yang akan menimbulkan keresahan masyarakat dan kekacauan
negara (anarki).68
masa-masa awal Islam, kemudian berkembang pada masa sahabat dan tabi‟in serta
67
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, h. 9.
68
http://jokerbalad.blogspot.co.id/2015/03/memanfaatkan-kebebasan-berfikir-
dan.html?m=1, diakses pada 12 November 2016.
59
pasang surut dengan ciri khasnya masing-masing. Bahwa ijtihad telah ada sejak
Dalam hadits Mu‟az bin Jabal, Nabi Muhammad senang sekali mendengar
jawaban Mu‟az yang menyatakan bahwa ia akan berijtihad dengan ra‟yunya, bila
tidak terdapat pemecahan suatu masalah dalam Alquran dan As-Sunnah. Umar bin
Sunnah Nabi Muhammad, antara lain dalam kasus pelaksanaan ancaman hukuman
69
Jaenal Aripin,dkk, Filsafat Hukum Islam Dalam Dua Pertanyaan, h. 40.
70
Imam Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari Muslim, Penyunting Imron Hakim
(Jakarta: Quantum Ikhlas, 2016), h. 3213.
60
bagi seorang yang mencuri dalam keadaan paceklik dan ikrar talak tiga yang
Jabir bin Hayyan, Ibnu Rusyd, Ibnu Haitsam, Ibnu Khaldun, hingga al-Ghazali.
Mereka adalah pintu gerbang kebebasan yang dibuka lebar-lebar pada masa Bani
Umayyah. Tepatnya oleh Khalid bin Yazid di Syiria dan puncaknya pada Bani
penelitian, dan mengembangkan pemikiran mereka. Mereka antara lain adalah Ibn
dengan ajaran Islam. Abu Bakr al-Razy (w.sekitar 925), yang dikenal dalam
Meskipun begitu, tidak ada bukti bahwa mereka pernah disiksa oleh penguasa.73
(istinbath) dengan istilah-istilah seperti istihsan, istishlah, qiyas, dan lainnya telah
71
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h. 115.
72
Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan
Nurcholis Madjid (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 180.
73
Sukron Kamil dan Chaider S. Bamualim, Syariah Islam dan HAM Dampak Perda
Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan, dan Non-Muslim (Jakarta: CSRC UIN
Syarif Hidayatullah, 2007), h. 35.
61
menggunakan rasio seperti itu, seperti Abu Hanifah (699-767 M), Malik (716-796
M), Syafi‟i (767-820 M), dan Ibnu Hanbal (780-855 M), hidup sebelum
negara memberi suara “pro”, tidak satu negara pun “kontra” dan 8 negara
hak asasi manusia, salah satunya kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama
(art. 18).75 Mengutip dari tulisan Nirwan Dewanto, kebebasan berekspresi dan
dalam Piagam Hak-hak Asasi manusia tahun 1948. UUD 1945 pun menjamin
pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya dan setiap orang berhak atas
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara yang menjadi salah satu
individu dan hak-hak kolektif manusia. Diadopsi pada 26 Agustus 1789 oleh
74
A. Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), h. 28.
75
Nico Syukur Dister OFM, Filsafat Kebebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 57.
76
Hamid Basyaib, Membela Kebebasan Percakapan tentang Demokrasi Liberal (Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2006), H. 263.
62
terkecuali. Dari kelima belas isi deklarasi Perancis, salah satunya menyatakan
77
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Hak_Asasi_Manusia_dan_Warga_Negara,
diakses pada 15 November 2016.
BAB IV
Agama, perlu baiknya mengetahui isi ketentuan umum dan ketentuan hukum dari
a. Ketentuan Umum
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif;
oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya saja yang benar sedangkan agama lain salah. Pluralisme agama
juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup
berdampingan di surga.
63
64
kesepakatan sosial.
b. Ketentuan Hukum
Islam.
sekularisme agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif,
dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan
(pluralitas agama, dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah
dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan
merugikan.2
1
Ketentuan Umum Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 96.
2
Ketentuan Hukum Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 97.
65
pemikiran) tengah dihadapkan kepada umat Islam Indonesia. Perang pemikiran ini
yang dimaksud MUI adalah paham sekularisme dan liberalisme agama yang
datang dari Barat, dua pemikiran yang telah berkembang di kalangan kelompok
tertentu di Indonesia. Kelompok tertentu yang dimaksud MUI disini ialah aktifis
Islam Liberal. Dua aliran pemikiran tersebut telah menyimpang dari sendi-sendi
ajaran Islam dan merusak keyakinan serta pemahaman masyarakat terhadap ajaran
agama Islam.4
3
Konsideran Menimbang Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 92.
4
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 98.
66
akal semata. Agama ditafsirkan secara bebas dan tanpa kaidah penuntun sehingga
dan agama serta dampak lainnya. Berdasarkan kenyataan yang terjadi, MUI
Indonesia.5
semua agama diartikan sama, maka timbullah relativisme agama yang berdampak
umat beragama di Indonesia yang digagas oleh Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, pada
masing agama telah dibelokkan kepada paham sinkretisme, yaitu paham yang
sama benar dan baik serta hidup beragama dinisbatkan seperti memakai baju dan
secara aktif ke tengah umat dan telah dipahami oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud para penganjurnya tanpa banyak mendapat perhatian dari para ulama
dan tokoh umat. Paham ini juga telah menyelinap jauh ke pusat-pusat/ lembaga
5
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 98.
67
adalah untuk merespons usul para ulama dari berbagai daerah serta sebagai
tuntunan dan bimbingan kepada umat Islam agar tidak mengikuti paham-paham
tersebut.6
paham (isme) yang hidup dan dipahami oleh masyarakat sebagaimana telah
diuraikan di atas. Oleh sebab itu, definisi mengenai pluralisme, liberalisme dan
sekularisme agama sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama peserta
Munas VII MUI bukanlah definisi yang mengada-ada atau dibuat-buat, tetapi
sebagai tanggapan apa yang selama ini telah disebarluaskan oleh para pluralisme,
liberalisme dan sekularisme agama. MUI juga menjelaskan bahwa para penganjur
dengan menganggap bahwa banyak ayat-ayat al-Qur‟an sebagai kitab suci umat
Islam yang dijamin keotentikannya oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala sudah tidak
relevan lagi, dalam hal ini MUI mengutip harian Kompas edisi 18 November
2002, bahwa larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam
dan laki-laki non-Islam sudah tidak relevan lagi. MUI juga mengutip pendapat
para aktivis pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama dalam Website JIL
yang mengganggap bahwa al-Qur‟an itu bukanlah firman Allah tetapi hanya
6
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 99.
68
merupakan teks biasa seperti halnya teks-teks lainnya, bahkan dianggap sebagai
(al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi
doktrin-doktrin Islam.” Tidak hanya itu saja, masih banyak lagi pernyataan-
warga negara, termasuk umat Islam Indonesia untuk menerimanya sebagai suatu
bersifat relatif dan tidak absolut. Fatwa ini justru menegaskan bahwa masing-
7
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 99.
69
claim) sendiri-sendiri tapi tetap berkomitmen saling menghargai satu sama lain
Agama, diantaranya:
1. Al-Qur‟an
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َوَمنْْيَبۡتَ ِغْ َغيۡ َرْا ِلْسَْۡلمْْدينْاْفَلَنْْيُقۡبَ َْلْمنۡ ُْهْ َوُى َْوْفْْاآلخَرةْم َنْالَْار ِر
ْين
9
ْۡضى ْاللَّْوُ ْ َوَر ُر ْولُوُْ ْأَمۡرا ْأَنْ ْيَ ُكو َن ْ ََلُ ُم ْٱلۡ ِخيَ َرْةُ ْ ِمن ِ ِ ِ
َ ََوَما ْْ َكا َن ْل ُمؤۡ ْمنْ ْ َوَلْ ْ ُمؤۡمنَةْ ْإِ َذا ْق
12 ِ
ْضلَْالْمْبينا َ ض َّل ِ أَمۡ ِرِىمْۡۡ َوَمنْْيَع
َ ْْصْْاللَّ َو َْوَر ُرولَوُْفَ َْقد
Artinya : ”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
8
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 100.
9
85 :03/ آلْعمران
10
19 :03/ آلْعمران
11
06 :109/ الكافرون
12
36 :33/ األحزاب
70
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.
(QS. al-Ahzab: 36).
ِ َْل ْينۡ ْىْا ُكم ْٱللَّو ْع ِن ْالَّ ِذينْ ْ َلْۡ ْي َْقاتِلُوُكمۡ ِْف ْالدِّي ِن ْْوَلْۡ ْيخۡ ِرجوُكم ِّْمن
ْْدْيَاْ ِرُكمۡ ْأَن ُ ُ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ
َْ ُْيب ْٱلۡ ُمقۡ ِر ِط ُِ ِلۡ ِىمۡۡ ْإِ َّن ْٱللَّو َْ ِوىمۡ ْ َوتُقۡ ِرطُوۡا ْإ
َ ُ ْإََِّّنَا ْيَنۡ َىى ُك ُم ْٱللَّو،ي
ْْع ِن َ ُ تَبَ ر
ْْعلَ ْىۡ ْإِخۡ َر ِاج ُكمۡ ْأَن ِ
َ ين ْقَْاتَلُوُكمۡ ِْف ْالدِّي ِن َْوأَخۡ َر ُجوُكم ِّْمنْ ْدْيَا ِرُكمۡ ْ َو ْظَا َى ُروا َْ الَّ ِذ
ْ13ْى ُمْال ْظَّالِ ُمو َْن
ُك َ ِتَ َولَّوۡ ُىمْۡۡ َوَمنْيَتَ َوََّلُمْۡفَأُْو َْلۡئ
Artinya : ”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim”. (QS. al-Mumtahinah: 8-9).
Artinya : ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. (QS. al-An‟am: 116).
13
9-8 :60/ املمتحنة
14
77 :28/ القصص
15
116 :06/ األْنعام
71
Artinya : ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya
Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi
mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. al-Mu‟minun: 71).
71 :23/ املؤْمنون
16
17
Muslim 1/93. Lihat M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah
Elly Lathifah, Penyunting Harlis Kurniawan (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 17.
72
- Perbedaan dari keduanya juga dilihat dari sumber hukum yang dijadikan
18
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 98.
73
hubungan antar pemeluk agama.19 Sementara itu, para pemikir Islam Liberal
pemeluk agama, namun dengan porsi yang berbeda. Secara tersirat, fatwa
19
Penjelasan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, h. 100.
20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2010), h. 9.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Analisis Fatwa MUI
perang non fisik cenderung lebih berbahaya dibanding perang fisik. Hal ini
kebenaran yang dibawa agama lain. Sebab kalau harus mengakui kebenaran
74
75
dicampuri dengan kebenaran akidah umat agama lain dan ini sangat tercela.
agama satu sama lain. Fatwa MUI tersebut memberikan prinsip kebenaran bagi
umat Islam bahwa hanya dengan berpegang teguh kepada al-Qur’an dan
Agama.
2. Perbedaan yang mencolok antara pemahaman para pemikir Islam Liberal dan
pemikir Islam Liberal lebih ditekankan kepada toleransi antar umat beragama
ditegaskan oleh MUI, bahwa dengan adanya Pluralisme Agama, maka akan
dan tidak sama kebenarannya. Begitu juga dengan paham Liberalisme dan
Sekularisme Agama yang telah menjadi jiwa dari pemikiran para pemikir Islam
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang mengedepankan akal dan
agama. Berbeda dengan pandangan MUI dan dari data-data yang telah penulis
peroleh bahwa dua pemikiran tersebut memang sangat tidak sesuai dengan
B. Saran-saran
2. Kepada para ulama, supaya selalu memberikan bimbingan kepada umat Islam
tentang pentingnya berpegang teguh pada akidah dan syari’at agama Islam
yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sehingga umat Islam tidak mudah untuk
atas ajaran agama Islam yang diajarkan oleh setiap institusi pendidikan agar
pemikiran yang benar-benar sesuai dengan ajaran agama Islam serta mana yang
bukan atau malah bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam hal ini
Liberalisme dan Sekularisme Agama secara cermat, umat Islam dapat selamat
Afiah, Neng Dara. Kala Fatwa jadi penjara “MUI merampok Kebebasan
Berpikir”. Artikel diakses pada 15 Juli 2016 dari
http://www.wahidinstitute.org/v1/Programs/Detail/?id=217/hl=id.
Al Raysuni, Ahmad dan Barut, Muhammad Jamal. Ijtihad antara Teks, Realitas
dan Kemaslahatan Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ali, H. Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Alkaf, Halid. Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia. Jakarta: Kompas, 2011.
AM, Imron. Islam Liberal Mengikis Akidah Islam. Jakarta: INSIDA, 2004.
Aripin, Jaenal, dkk. Filsafat Hukum Islam Dalam Dua Pertanyaan. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
78
79
Bisri, Adib dan AF, Munawwir. Kamus Al-Bisri : Indonesia -- Arab Arab –
Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Bukhari, Imam dan Muslim. Shahih Bukhari Muslim. Penyunting Imron Hakim.
Jakarta: Quantum Ikhlas, 2016.
Handono, Irena, et al. Islam Dihujat Menjawab buku The Islamic Invasion.
Kudus: Bima Rodheta, 2004.
http://jokerbalad.blogspot.co.id/2015/03/memanfaatkan-kebebasan-berfikir-
dan.html?m=1, diakses pada 12 November 2016.
80
http://m.detik.com/news/berita/412287/11-fatwa--mui-mulai-imam-perempuan-
hingga-liberalisme, artikel diakses pada 08 Desember 2016.
http://inpasonline.com/new/istilah-sekularisme-menurut-al-attas-dan-al-
qardhawy/, artikel diakses pada 18 Januari 2017.
https://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/28/sekilas-tentang-sekularisme/, artikel
diakses pada 26 Oktober 2016.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Hak_Asasi_Manusia_dan_Warga_Neg
ara, artikel diakses pada 15 November 2016.
----------. Hendak Kemana (ISLAM) Indonesia? Seri II. Surabaya: Media Wacana,
2005.
Kamil, Sukron dan Bamualim, Chaider S.. Syariah Islam dan HAM Dampak
Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan, dan Non-
Muslim. Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
81
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama, 1994.
Mawdudi, Abul A’la. Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
Monib, Mohammad dan Bahrawi, Islah. Islam & Hak Asasi Manusia Dalam
Pandangan Nurcholis Madjid. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2011.
Mulkhan, Abdul Munir. Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar.
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.
Nasution, Harun dan Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam
Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Sukidi. Teologi Inklusif Cak Nur. Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2001.
Sumbulah, Umi. Islam “Radikal” dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial
Aktivis Hizb al-Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang tentang Agama
Kristen dan Yahudi. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2010.
Wijaya, Arif. “Kemerdekaan Berfikir Dalam Hak Asasi Manusia dan Islam.” Al-
Daulah III, No. 2 (Oktober 2013): h. 241-259.
Menimbang :
1. bahwa pada akhir-akhir ini berkembang
paham pluralisme, liberalisme dan
sekularisme agama serta paham-paham
sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
2. bahwa berkembangnya paham pluralisme,
liberalisme dan sekularisme agama di
kalangan masyarakat telah menimbulkan
keresahan sehingga sebagian masyarakat
meminta MUI untuk menetapkan fatwa
tentang masalah tersebut;
3. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang paham pluralisme,
liberalisme, dan sekularisme agama tersebut
untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.
Mengingat : 1. Firman Allah SWT :
ﻲﻓ ﻮﻫﻭ ﻪﻨﻣ ﻞﹶﻘﹾﺒﻳ ﻓﹶﻠﹶﻦ ﺎﻳﻨﺩ ﻼﹶﻡﹺﺍﹾﻹِﺳ ﺮ ﻏﹶﻴ ﻎﹺﺘﺒﻳ ﻦﻣﻭ
(:ﻋﻤﺮﺍﻥ)ﺁﻝﺮﹺﻳﻦﺎﺳﺍﻟﹾﺨﻦﻣﺓﺮﺍﹾﻵﺧ
92 (:ﻋﻤﺮﺍﻥ)ﺁﻝ...ﻼﹶﻡﺍﹾﻹِﺳﺍﻟﻠﱠﻪﺪ ﻨﻋﻳﻦﺍﻟﺪﺇﹺﻥﱠ
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
“Barangsiapa mencari agama selain agama
Islam, makaﻭﻫﻮ ﻓﻲ sekali-kaliﻳﻘﹾﺒﻞﹶ ﻣﻨﻪ tidaklahﺳﻼﹶﻡﹺ ﺩﻳﻨﺎ ﻓﹶﻠﹶﻦ akanﻳﺒﺘﻎﹺ ﻏﹶﻴ ﺮ ﺍﹾﻹِ ﻭ ﻣﻦ
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
ﻋﻤﺮﺍﻥ (: yangﺨﺎﺳﺮﹺﻳﻦ)ﺁﻝ rugi”.ﻣﻦﺍﻟﹾ ﺍﹾﻵﺧﺮﺓ
ﻭ ﻣﻦ ﻳﺒﺘﻎﹺ ﻏﹶﻴ ﺮ ﺍﹾﻹِﺳﻼﹶﻡﹺ ﺩﻳﻨﺎ ﻓﹶﻠﹶﻦ ﻳﻘﹾﺒﻞﹶ ﻣﻨﻪ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ
di akhirat termasuk orang-orang
ﺍﻭﹾﻵﻣﻦﺧﺮﺓﻳﺒﺘﻣﻎﹺﻦﺍﻟﹾﻏﹶﻴﺨﺮﺎﺍﹾﺳﺮﻹِﹺﻳﺳﻦﻼﹶ)ﻡﹺ
)(QS. Ali Imran [3]: 85
ﺒ(ﻞﹶ ﻣﻨﻪ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﺍﻥﻦ:ﻳﻘﹾ ﺁﻝﺩﻳﻨﺎ ﻓﹶﻠﹶ
ﻋﻤﺮﺍﻥ (: ﺁﻝ(: ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺁﻝ)... ﹾﻵﺧﺍﻟﺮﺪﺓﻳﻦﻣﻦﻋﻨﺍﻟﹾﺪﺨﺍﻟﺎﻠﱠﻪﺳﺮﺍﹾﹺﻳﻹِﻦﺳ)ﻼﹶﻡ ﺇﹺﻥﱠ
ﺍ
“Sesungguhnya agamaﻋﻤﺮﺍﻥ (: (yangﻼﹶﻡ)...ﺁﻝ )diridhaiﺍﻟﻠﱠﻪﺍﹾﻹِﺳ diﺍﻟﺪﻳﻦﻋﻨ ﺪ ﺇﹺﻥﱠ
sisi Allah hanyalah
( ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ (:
ﺪﺍﻟﻠﱠﻪﺍﹾﻹِﺳﻼﹶﻡ)...ﺁﻝﻋﻤﺮﺍﻥ:
Islam…”. (QS.ﻳﻦﹺ) Aliﻭﻟ ﻲﺩ Imranﻦﻜﹸﻋﻢﻨ
ﺇﹺﻟﹶﻥﱠﻜﹸﻢﺍﻟﺪﺩﻳﻳﻨ
)[3]: 19
ﻟﹶﻜﹸﻢﺩﻳﻨﻜﹸﻢﻭﻟ ﻲﺩﻳﻦﹺ)ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ (:
ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥﻗﹶ:ﻀ(ﻰ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﹸﻪ ﺃﹶﻣﺮﺍ ﻟﹶﻭ ﻣﻜﹸﺎﻢﺩﻛﻳﹶﺎﻨﻥﹶﻜﹸﻟﻢﻤﻭﺆﻟﻣ ﻲﻦﹴﺩﻳﻭﻦﹺﹶﻻ ﻣﺆﻣﻨﺔ ﺇﹺﺫﹶﺍ
“Untukmulah agamamu, )dan
ﺃﹶﻭﻥﹾﻣ ﻦﻳﻳﻜﺒﺘ
untukkulah,
agamaku”.
ﻲ ﻓ ﻮ
ﻫ
(QS.ﻣﻦ ﻳﻌﺺﹺ ﺍﻟﻠﱠ ﻪﻭ
ﻪ ﻨ
ﻣ
ﻞ
ﹶ ﺒ
ﻘ
ﹾ
al-Kafirunﻢ ،ﻭ ﻳ
ﻦ
ﻠ
ﹶ ﻓ
ﹶ ﺎ ﻨ
][109ﺮﺓﹸ ﻣﻦ ﺃﹶﻣﺮﹺﻫﻳﺩ ﻡ
ﹺ ﻼ
ﹶ 6).ﻴﻬ ﺮ:ﻢ ﺍﻟﹾﺨﻴ
ﺳ
ﻹ
ِ ﺍ
ﹾ ﹸﻮﻎﹺﻥﹶ ﻟﹶﻏﹶ
ﺍﻟ(ﻠﱠ ﻪﻭﺭﺳﻮﻟﹸﻪ ﺃﹶﻣﺮﺍ ﻀﻰ : ﻋﻤﺮﺍﻥﻗﹶ
ﺁﻝﻨﺔ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺨﺎﻦﹴﺳﺮﻭﹺﻳ ﹶﻻﻦ)ﻣﺆﻣ ﺍﻭﹾﻵﻣﺎﺧﺮﻛﺓﹶﺎﻣﻥﹶ ﻦﻟﺍﻤﻟﹾﺆﻣ
ﺺﹺﻪ ﺃﹶﺍﻟﻣﻠﱠﺮﻪﺍ ﺭﻳ(ﻌﺳﻮﻟﹸ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏﻭﻠﱠﻣﻪ:ﻦﻭ
ﻰ ﺍﻟ ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪﻓﹶﻘﹶ ﺪﺿﻞﱠﺿﻼﹶﻻﹰﻣﺒﹺﻴﻨﺎ)
ﺃﹶﻭﻥﹾﻣﺎﻳﻛﻜﹶﺎﹸﻮﻥﹶﻥﹶﻟﻤﻟﹶﺆﻬﻣﻢﻦﹴﺍﻟﹾﻭﺨﹶﻻﻴﺮﻣﺓﹸﺆﻣﻨﻣﺔﻦﺇﹺﺫﺃﹶﹶﺍﻣﺮﹺﻗﹶﻫﻀﻢ،
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏﻭﻣ:ﻦﻳ(ﻌ ﺺﹺ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ ﺿﻞﱠﺍﻟﹾﺿﺨﻴﻼﹶﺮﺓﹸﻻﹰﻣﻣﺒﹺﻴﻦﻨﺎﺃﹶ)ﻣﺮﹺﻫﻢ ، ﺃﹶﻭﻥﹾﺭ ﺳﻳﻮﻟﹶﻜﻪﹸﻮﻓﹶﻥﹶﻘﹶﺪﻟﹶﻬﻢ
(ﺍﻟ(ﺪﻳﻦﹺ ﻭﻟﹶﻢ ﻋﻤﺮﺍﻥﻓ::ﻲ ﺁﻝﺗﻠﹸﻮﻛﹸﻢ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ))...ﻳﻘﹶﺎ
ﺿﻠﱠﻞﱠﻪﻋﺍﹾﻦﹺﺿﻹِﺍﻟﱠﻼﹶﺳﺬﻳﻻﹰﻼﹶﻡﻦﻣﺒﹺﻴﻟﹶﻨﺎﻢ ﺇﹺﻻﹶﻥﱠﻳﺍﻟﻨﺪﻬﻳﺎﻦﻛﹸﻢﻋﻨﺍﻟﺪﻠﱠﻪﺍﻟ
ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪﻓﹶﻘﹶ ﺪ
ﻳﺨﺮﹺﺟﻮﻛﹸﻢ ﻣﻦ ﺩﻳﺎﺭﹺﻛﹸﻢ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﺒﺮﻭﻫﻢ ﻭﺗﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﺇﹺﻟﹶﻴﻬﹺﻢ ،ﺇﹺﻥﱠ
“Dan tidaklahﺪﻳﻦﹺ ﻭﻟﹶﻢ ﹸﻮﻛﹸﻢ ﻓﻲ ﺍﻟ ( ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥﻘﹶﺎ:ﺗﻠ
patut
bagiﻟﹶﻢ ﻳ laki-lakiﻳﻦﹺﻦﹺﺍﻟﱠ)ﺬﻳﻦ ﺩ
yangﺎﻳﻨﻛﹸﻜﹸﻢﻢﺍﻟﻭﻠﱠﻟﻪ ﻲﻋ ﻟﹶﺍﻟﻻﹶﻠﱠﻜﹸﻪﻳﻢﻨﻳﻬﺩ
mu’mindanﺍﻟﻋﺪﻦﹺﻳ ﻦﹺﺍﻟﱠﺬﻭﻳﻟﹶﻦﻢ tidakﻢﺍﻟﻓﻠﱠﻪﻲ )(pulaﻳﻳﻨﻘﹶﺎﻬﺗﺎﻠﹸﻮﻛﹸﻢﻛﹸ bagiﻟﱠﲔﺬ،ﻳ ﻦﺇﹺﻧﻟﹶﻤﻢﺎ perempuanﻪﻤﻘﹾﻋﺴِﻦﹺﻄﺍ ﺐﺍﻟﺍﻠﱠﻟﹾ ﺤ
yang
mu’min,ﻴﻬﹺﻢ ،ﺇﹺﻥﱠ apabilaﻭﺗﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﺇﹺﻟﹶ Allahﺃﹶﻥﹾ ﺗﺒﺮﻭﻫﻢ danﺩﻳﺎﺭﹺﻛﹸﻢ Rasul-ﻛﹸﻛﹸﻢﻢ ﻣﻦ ﻳﻻﹶﺨﻳﺮﹺﻨﺟﻬﺎﻮ
Nya menetapkanﺎﺴِﺭﹺﻄﻛﹸﹸﻮﺍﻢﺇﹺﻟﹶﻴﻭﻇﹶﺎﻫﺮﻭﺍ suatuﺃﹶﻢ ﺧﺃﹶﺮﻥﹾﺟﺗﻮﺒﺮﻛﹸﻭﻢﻫﻢﻣﻦﻭﺩﻳ ﻲﻣﺍﻟﺪﻳﻦﹺ ﻭ ﻳﻗﹶﺎﺗﺨﻠﺮﹺﹸﻮﺟﻛﹸﻮﻢﻛﹸﻓ
telahﻮﻬﹺﻟﹸﻪﺍﻢﻟﱠ،ﺃﹶﺬﻣﻳﺇﹺﺮﻦﺍﻥﱠ
ﻰﺗﻢﻘﹾﺍﻟﻠﱠﺍﻟﻪﻠﱠﻪﻭﺭﻋﺳﻦﹺ ketetapan,ﺆﻟﹾﻣﻦﻤﻦﹴﻘﹾﺩﻳﺴِﺎﻭﺭﹺﻄﹶﻻﻛﹸﲔﻣ،ﺆﻣﺇﹺﻨﻧﺔﻤﺎﺇﹺﺫﹶﺍﻳﻨﻗﹶﻬﺎﻀﻛﹸ ﺐﻟﻢ ﻤﺍ)lainﺇﹺﻛﹶﺎﺤﺧﻥﹶﺮ ﺍﻟﻭﻠﱠﻣﻪﺎ ﻳ
akanﻚﻟﱠﺬﻳﻫﻦﻢ ﺌ
ada ﻟ
ﹶ ﹸﻭ
urusanﻢﻋﻦﹺﻭﻇﺍ ﺄ ﻓ
ﹶ ﻢ
bagiﻬ
ﻟ
ﱠ ﻮ
ﺘ
ﻳ
ﻦ
mereka
mereka.ﺎﻣﻦﻛﹸ ﻢﺩﻳﺎﺍﻟﻠﱠﺭﹺﻪ ﻣ
ﻭ
، ﻢ ﻫ
،Danﺧﺮﺇﹺﻧﺟﻤﻮﺎﻛﹸﻳﻢﻨﻬ ﻮ
ﻟ
ﱠ
pilihanﻮ
ﲔ ﺗ
ﻥ
ﹾ ﺃ
ﹶ ﻢ
barangsiapaﺪﻘﹾﻳﺴِﻦﹺﻄ ﻜ
ﹸ
(yang
ﺐﻲﺍﻟﹾﺍﻟﻤ ﺟ
ﹺ ﺍ ﻗﺍﻟﻋﹶﺎﻠﱠﻠﺗﻪﻠﹶﻰﹸﻮﻳﻛﹸﺤ
tentangﻭﺍ ﺮ ﻫ
ﹶﺎ ﻛ
ﹸ
:ﺮﺓﹸ-ﻣ(ﻦ ﺃﹶﻣﺮﹺﻫﻢ ،ﻭﻣﻦ ﻳﻌﺺﹺ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ ﺃ
ﹶ ﻭ
ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﺨﻴ ﻓ
ﺃﹶﺍﻟﻥﹾﻈﱠﺎﻟﻳﻤﻜﻮﹸﻮﻥﹶﻥﹶ)ﻟﹶﻬﻢ ﺍﻟﹾ ﻢ
mendurhakai
ﻭﺍ ﺮ ﻫ
ﺄ(ﹸﻭﻟﹶﺌﻚ ﻫﻢﹶﺎ ﻇ ﻭ
ﻢ
ﻛ
ﹸ ﺭ
ﹺ ﺎ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏﻬ:ﻢ ﻓﹶ ﻳ ﺩ
diaﻟﱠ ﻦ
Allah
telahﻣﻦ ﻳﺘﻮﻣ
ﻢ
ﻛ
ﹸ danﻮ ﺟ ﺮ
ﺧ
sesat,ﻻﹰﻮﻫﻣﺒﻢﹺﻴﻨ،ﺎ)ﻭ ﺿﺪﻳﻞﱠﺃﹶﻥﹾﺿﺗﻼﹶﻮﻟﱠ
ﺃ
ﹶ ﻭ
Rasul-Nya ﻦ
ﹺ ﻲ ﻜﹸﺍﻟ
sesatﻢ makaﻢ ﻓ ﻗﻋﹶﺎﻠﺗﻠﹶﻰﹸﻮﺇﹺﻛﹸ
sungguhlah yangﻟﹶﻪﺧﺮﻓﹶﺍﻘﹶﺟﹺﺪ ﻭﺭﺳﻮ
nyata”.(QS.ﹸﻭﻟﹶﺌﻚ ﻫﻢ al-Ahzabﻬﻢ ﻓﹶﺄ ،[33]:ﻭﻣﻦ ﻳﺘﻮﻟﱠ :ﻮﻟﱠ-ﻮﻫ(ﻢ ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﻥﹾ ﺗ
36). ﹶﻰﻟ ﻤﺇﹺﻮﺧﻥﹶﺮﺍ)ﺟﹺﻜﹸﻢ ﺃﹶ ﺍﻟﻋﻠﻈﱠﺎ
:ﺍﻟﺪ-ﺍﺭ(ﺍﻟﹾﺂﺧﺮﺓﹶ ﻭﻻﹶ ﺗﻨﺲﻧﺼﻴﺒﻚ ﻣﻦ ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﻠﱠﻪ
)ﺀَﺍﺗﺎﻙ ﺍﻟ ﺍﻟﻭﺍﺑﻈﺘﱠﺎﻟﻎﹺﻤﻓﻮﻴﻥﹶﻤﺎ
ﻲﺗﺒﺍﻟﻎﹺﺪﻳﺍﻟﹾﻦﹺﻔﹶﻭﺴﻟﹶﺎﺩﻢ ﻚﻢﻭﻓﻻﹶ ﺍﻟﻻﹶﺪﻧﻳﻴﻨﺎﻬﺎ.ﻛﹸﻭﺃﹶﻢﺣﺍﻟﺴِﻠﱠﻪﻦﻋﻛﹶﻦﹺﻤﺎﺍﻟﱠﺃﹶﺬﻳﺣﻦﺴﻟﹶﻦﻢ ﺍﻟﻳﻠﱠﻘﻪﹶﺎﺗﺇﹺﻠﹶﻟﻴﹸﻮﻛﹸ
ﻚ،ﻣﻦ ﺼﻴﻴﺒ ﹸﻮﺍﻧﺇﹺﻟﹶﺲ ﻭﺮﻔﹾﻫﺓﹶ ﻢﺴِﻭﺪﻳﻭﻻﹶﺗﻦﻘﹾﺗﻨ)ﺴِﻄ ﻳﻭﺍﺑﺨﺘﺮﹺﻎﹺﺟﻓﻮﻴﻤﻛﹸﺎﻢﺀَﺍﻣﺗﺎﻦ ﻙﺩﻳﺍﻟﺎﻠﱠﺭﹺﻪ ﻛﹸﺍﻟﻢﺪﺍﺃﹶﺭﻥﹾﺍﻟﺗﺒﹾﺂﺮﺧ
ﺇﹺ(ﻦﻥﱠ ﺍﻟﻘﺼﺺﻬﹺﻢ
: ﺐﻟﻦﹾﺂﺍﻟﹾﺍﻟﺧﻠﱠﺮﻪﺓﹶﺇﹺﹶﻟﻭﻴﻻﹶ
ﻤ
ﺴِﺎﻥﱠﻦﻙﺍﻟﻠﱠﻛﹶﺍﻟﻪﻠﱠﻤﻪﺎﻻﹶﺍﻟﺃﹶﻳﺪﺣﺍﺤﺭﺴﺍ ﺽﹺ،ﺣﺀَﺍﺇﹺﺗ ﻲﺘﺍﻎﹺﻟﹾﺄﹶﻓﺭ ﻓﺍﻟﻭﺍﺑ
ﻚ ﺬﺴﻳﻣﺎﻦﺩ ﻚﺗﻨﺍﻟﻭﻠﱠﺲﻪﻻﹶﻧﺗﺒﻋﺼﻎﹺﻴﻦﹺﺒﺍﻟﹾﺍﻔﻟﱠﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﹾﻤﻘﹾﺴِﻄﲔ ،ﺇﹺﻧﻤﺎ ﻳﻨﻬﺎﻛﹸﻢ
.ﻴﻭﻤﺃﹶﺎ ﺎ ﻴ ﻧ
ﺪ
ﺎ(ﺩ ﺍﻟﻘﺼﺺﺍﻟﹾ:ﻔﹶﺴ ﺽﹺ،ﺣﺇﹺﺴِﻥﱠﻦﺍﻟﻠﱠﻛﹶﻪﻤﺎﻻﹶﺃﹶﻳﺣﺤﺴﺐﻦﺍﻟﹾﺍﻟﻠﱠﻤﻪﻔﹾ ﺇﹺﺴِﹶﻟﻴﺪﻳﻚﻦ) ﻭﻻﹶ ﺗﺒﻎﹺ .ﻭﺃﹶ ﻲﺪﻠﻧﻴﺍﹸﻮﻟﹾﺎﺄﹶﻛﹸﺭ ﻓﺍﻟ
ﻭﺍ ﺮ ﻫ
ﹶﺎ ﻇ ﻭ
ﻢ
ﻛ
ﹸ ﺭ
ﹺ ﺎ ﻳ ﺩ
ﻦ
ﻣ
ﻢ
ﻛ
ﹸ ﻮ ﺟ ﺮ
ﺧ
ﺃ
ﹶ ﻭ
ﻦ
ﹺ ﻳ
ﺪ ﺍﻟ ﻲ ﻓ ﻢ
ﺗ
ﹶﺎ ﻗ
ﻪ( ، ﺍﻟﻘﺼﺺﻞﹺ:ﺍﻟﻠﱠ ﱡﻮﻦﻙ) ﻋ ﻦ ﺳﺒﹺﻴ ﻀﻠﺪﻳﺽﹺﻤﻳﻔﹾﺴِ ﺐﺍﻟﹾ ﻲﻳﺍﺤﻟﹾﺄﹶﺭ ﻓﻭﺇﹺﻲﻥﹾﺍﻟﹾﺗﺄﹶﺭﻄﻊﺽﺃﹶﹺ،ﻛﹾﺇﹺﺜﹶﻥﱠﺮﺍﻟﻣﻠﱠﻪﻦﻓﻻﹶ
ﺍﻷﻧﻌﺎﻫﻡﻢ: ﺻﻮﻓﹶﻥﹶﺄﹸﻭﻟﹶ)ﺌﻚ ﺨﻟﱠﺮﻬﻢ ﹶﻰﻳﺘﺒﹺﺇﹺﻌﺧﻮﺮﺍﻥﹶ ﺟﹺﺇﹺﻜﹸﻻﱠﻢﺍﻟﺃﹶﻈﱠﻥﹾ ﻦﺗﻮﻟﱠﻭﺇﹺﻮﻥﹾﻫ ﻢ،ﻫ ﻢﻭﺇﹺﻣﻻﱠﻦ ﻳﻳﺘﻮ ﺇﹺﻋﻠﹾﻥ
:ﻲ-ﺍﻟﹾﺄﹶ(ﺭ ﺽﹺ ﻳﻀﻠﱡﻮﻙ ﻋ ﻦ ﺳﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ، ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﻦ ﻓ )ﻛﹾﺜﹶﺮ ﻣ ﺍﻟﻭﺇﹺﻈﻥﹾﱠﺎﻟﺗﻤﻮﻄﻊﻥﹶ ﺃﹶ
ﺍﻷﻧﻌﺎﻠﱠﻡﻪ ، ﻮ ﻥﹶﺳﺒ)ﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟ ﺽﹺ ﺇﹺﻳﻻﱠﻀﻠﻳﱡﻮﺨﻙﺮﻋﺻ ﻦ (
: ﻲﻭﺇﹺﺍﻟﹾﻥﹾﺄﹶ ﺭﻫﻢ ﺇﹺﻭﺇﹺﹾﻥﻥﹾﻳﺘﺗﺒﹺﻌﻄﻮﻊﻥﹶﺃﹶﺇﹺﻛﹾﺜﹶﻻﱠﺮ ﻣﺍﻟﻦﻈﱠ ﻦﻓ
ﻳ(ﺘﺒﹺﻌﻮﻥﹶ ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻟﻈﱠﻦ ﻭﺇﹺﻥﹾ ﻫﻢ ﺇﹺﻻﱠ ﻳﺨﺮﺻﻮﻥﹶ )ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ: ﺇﹺ ﹾﻥ
ﻭﺍﺑﺘﻎﹺ ﻓﻴﻤﺎﺀَﺍﺗﺎﻙ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍﻟﺪﺍﺭ ﺍﻟﹾﺂﺧﺮﺓﹶ ﻭﻻﹶ ﺗﻨﺲﻧﺼﻴﺒﻚ ﻣﻦ
( 93
ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ.ﻭﺃﹶﺣﺴِﻦ ﻛﹶﻤﺎ ﺃﹶﺣﺴﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺇﹺﹶﻟﻴﻚ ﻭﻻﹶ ﺗﺒﻎﹺ ﺍﻟﹾﻔﹶﺴﺎﺩ
ﻓﻲﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽﹺ،ﺇﹺﻥﱠﺍﻟﻠﱠﻪﻻﹶﻳﺤﺐﺍﻟﹾﻤﻔﹾﺴِﺪﻳﻦ)ﺍﻟﻘﺼﺺ (:
(:)ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥﻦﹺﻳﺩﻲ ﻟﻭﻜﹸﻢﻳﻨﺩﻜﹸﻢ ﻟﹶ
ﻲ
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
ﺍﺮﻓﻣﺃﹶﻮﻪﻮﻟﹸﻫﺳﻭ ﺭﻪﻭﻨﻣﻪ ﺍﻟﻞﹶﻠﱠﻰﻘﹾﺒﻳﻀﻠﹶﻗﹶﻦﹶﺍﻓﹶﺎﺇﹺﺫﻳﻨﺩﺔﻨﻣ ﻡﹺﺆﻼﹶﻣ ﹶﻻﺳﻹِﻭﺍﹾﺮﻦﹴﻣﻴﻏﹶﺆﻤﻟﻥﹶﻎﹺﺘﹶﺎﺒﻛﻳ ﺎﻦﻣﻭﻣﻭ
ﻪ ﺍﻟﻠﱠ ﺺﹺﻌﻳ ﻦﻣﻭ( ،ﻢ:ﻋﻤﺮﺍﻥﺮﹺﻫ ﺃﹶﻣ ﻦﺁﻝﻣ )ﺓﹸﺮﻴﻦﺍﻟﹾﺮﹺﻳﺨﺳ ﺎﺨﻢﺍﻟﹶﻟﹾﻬﻥﹶﻦﹸﻮﻣﻜﺓﺮﻳﺧ ﹾﻵ ﺍﺃﹶﻥﹾ
(:)ﺍﻷﺣﺰﺍﺏﺎﺒﹺﻴﻨﻣﻼﹶﻻﹰﺿﻞﱠﺿﺪ ﻓﹶﻘﹶﻮﻟﹶﻪﺳﺭﻭ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada (:memerangimuﻋﻤﺮﺍﻥ)ﺁﻝ...ﻼﹶﻡkarena ﺍﹾﻹِﺳﺍﻟﻠﱠﻪagama ﺪ ﻨﻋﻳﻦﺪdan ﺍﻟﻥﱠﺇﹺ
ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺎﻛﹸﻢﻬﻨﻳ ﻻﹶ
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya
ﻟﹶﻢﻭ ﻳﻦﹺﺍﻟﺪ ﻲﻓ ﻛﹸﻢAllah ﻠﹸﻮﻘﹶﺎﺗﻳ ﻢmenyukai ﻟﹶ ﻳﻦﺍﻟﱠﺬ ﻦﹺﻋorang-orang
yang
ﺇﹺﻥﱠ ،ﻬﹺﻢﻟﹶﻴberlaku ﺇﹺ ﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍﺗ(ﻭadil. :ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ
ﻢﻭﻫﺮﺒﺗSesungguhnya ﺃﹶﻥﹾ )ﻢﺭﹺﻦﹺﻛﹸﺎﻳﻳﺩﺩﻲ ﻦﻟﻭﻣﻢﻛﹸﻜﹸﻢﻮﻨﻳAllah ﺟﺩﺮﹺﻢﻜﹸﺨﻟﹶﻳ
hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu ﻳﻦﺍﻟﱠﺬ ﻦﹺﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪorang-orang ﺎﻛﹸﻢﻬﻨﻳ ﺎﻤﺇﹺﻧ ،yang ﲔﻘﹾﺴِﻄﻤmemerangi ﺍﻟﹾ ﺐﺤﻳ ﻠﱠﻪﺍﻟ
kamu ﺍﻭﺍ
ﺮﺃﹶﺮﻣﻫﹶﺎﻮﻟﹸﻇﻪﺳﻭkarena
ﺭﻢﻛﹸﻭﻪﺭﹺﺎﺍﻟﻳﻠﱠﺩﻰﻀﻦﻣﻗﹶﻮﺇﹺﺫﻛﹸﹶﺍﻢ
agama ﺔdan
ﺟﻨﻣﺮﺆﺧﺃﹶﻣﹶﻻﻭ ﻦﹺﻭﻳﺍﻟﺪﻦﹴﻣﺆﻲﻤﻓﻟﻥﹶﹸﻮﻛﻛﹸﹶﺎﻢ
mengusir kamu ﺎﻣﻠﻭﹶﺎﺗﻗ
dari negerimu dan membantu (orang lain)
untuk
ﻪﻢ ﻠﱠﺍﻟﻫ ﻚ ﻓﹶﻦﻢﻣﻬﻟﱠﻭﻮﺘ،ﻢﻳ ﻫﺮﹺﻦﻣﻣﺃﹶﻭ ،ﻢﻦﻣﻫDan
ﺺﹺﻟﹶﺌﹸﻭﻌﺄﻳmengusirmu. ﻟﱠﺓﹸﻮﻮﺮﺗﻴﺃﹶﺍﻟﹾﻥﹾﺨbarangsiapa
ﻢﻜﹸﻢﺟﹺﻟﹶﻬ ﺍﺮﻥﹶﺇﹺﻜﹸﻮﺧﻳﻠﻥﹾﹶﻰﺃﹶﻋ
menjadikan (:ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ mereka)ﺎsebagai
(ﺒﹺﻴﻨﻣ-ﻻﹰﻼﹶ:ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﺿ ﻞﱠﺿﺪ )ﻥﹶﻓﹶﻘﹶﻮﻪmaka
kawan, ﻮﻤﻟﹶﺳﻈﱠﺎﻟﺭﺍﻟﻭ
mereka itulah orang-orang yang zalim”.
(QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).
ﻦﻟﹶﻢﻣﻭﻦﹺﻚﻳﺒﻴﺍﻟﺼﺪﻧﻲﻓﺲﻨﻢﺗﹸﻮﻻﹶﻛﹸﻠﻭﻘﺓﹶﹶﺎﺗﺮﻳﺧ ﺍﻟﹶﻟﹾﺂﻢ ﺭﺍﻦﻳﺪﻟﱠﺍﻟﺬﺍﺍﻟﻠﱠﻦﹺﻪﻋ ﻙﺎﻪﺀَﺍﺍﻟﺗﻠﱠﺎﻢﻴﻛﹸﻤﺎﻓﻬ ﻎﹺﻨﻳﺘﺍﺑﻭﻻﹶ
ﻥﱠﺎﺩﺴﺇﹺ ،ﻬﹺﺍﻟﹾﻢﻔﹶﺇﹺﻟﹶﻎﹺﻴﺒﹸﻮﺍﺗ ﻄﻻﹶﺴِﻭﻘﹾﻚﺗﻭﻴﺇﹺﹶﻟﻢﻫﻭﻪ ﺮﺍﻟﻠﱠﺒﺗﻦ ﻥﹾﺃﹶﺴﺣ ﺃﹶﻢﺎﻛﹸﺎﻤﺭﹺﻳﻛﹶﺩﻦﺴِﻦﻣﺣﻛﹸﺃﹶﻢﻭ. ﻮﺎﺟﺮﹺﻴﻧﺨ ﺍﻟﺪﻳ
(ﻦ ﻳﻟﱠﺬ:ﺍ ﺍﻟﻘﺼﺺ ﻦﹺﻋ )ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻦﻳﻢﺴِﺪﻛﹸ ﺎﻔﹾﻬﻨﻳﻤﺎﺍﻟﹾﻤﺐﺇﹺﻧﺤ،ﲔﻳ ﻻﹶﻄﻘﹾﺍﻟﻠﱠﺴِﻪﺇﹺﺍﻟﹾﻥﱠﻤ،ﹺﺐ ﺽﺤﺄﹶﺭﻳﺍﻟﹾﻲﻪﻓﺍﻟﻠﱠ
ﻭﺍﺮﻇﹶﺎﻫﻭ ﺎﺭﹺﻛﹸﻢﻳﺩ ﻦﻣ ﻮﻛﹸﻢﺟﺮﺃﹶﺧﻭ ﻳﻦﹺﺍﻟﺪ ﻲﻓ ﻠﹸﻮﻛﹸﻢﺗﻗﹶﺎ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan
ﻢ،ﻪﻠﱠﻫﺍﻟﻞﹺﻚﹸﻭﺒﻟﹶﹺﻴﺌ ﺄﺳﻓﹶﻦ ﻢﻋﻬﻟﱠﻙﻮﱡﻮﺘﻳﻠﻀﻦﻣﻳﺽﹺﻭ ،Allahﻢﺄﹶﺭﻟﹾﻫﺍﻮﻲﻟﱠﻮﻓﺗﻥﹾﺃﹶﻦﻣﻢﺜﹶﻜﹸﺮkepadamu
ﺃﹶﺟﹺﻛﹾﺍﺮﻊﺧﺇﹺﻄﺗﹶﻰﺇﹺﻠﻥﹾﻋﻭ
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
:kamu )ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻥﹶmelupakan ﻮﺻﺮﺨﻳ ﺇﹺﻻﱠ ﻢﻫ(ﻥﹾbahagianmu -:)ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔﻮﻥﹶﻤﺍﻟﻈﱠﺎﻟ
ﺇﹺﻭ ﺍﻟﻈﱠﻦ ﺇﹺﻻﱠ ﻮﻥﹶﺒﹺﻌﺘdari ﻳ ﺇﹺ ﹾﻥ
(
(keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah
ﻦﻣ ﻚberbuat ﻴﺒﺼﻧﺲﻨﺗbaik ﻻﹶﻭ ﺓﹶkepadamu,
ﺮﺍﻟﹾﺂﺧ ﺍﺭﺍﻟﺪ ﺍﻟﻠﱠﻪdan ﺎﻙﺗjanganlah
ﺀَﺍﺎﻴﻤﻓ ﻎﹺﺘﺍﺑﻭ
kamu ﺎﺩﺍﻟﹾﻔﹶﺴ ﻎﹺberbuat ﺒﺗ ﻻﹶﻭ ﻚkerusakan ﺇﹺﹶﻟﻴ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻦﺴﺃﹶﺣdiﺎ(ﻛﹶﻤmuka) ﺴِﻦﺃﹶﺣﻭ. bumi.
ﺎﻴﻧﺍﻟﺪ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang (:ﺍﻟﻘﺼﺺ yang)ﻦ ﻳﻔﹾﺴِﺪﺍﻟﹾﻤﺐkerusakan”.
berbuat ﺤﻳﻻﹶﺍﻟﻠﱠﻪﺇﹺﻥﱠ،(ﹺQS. ﺽﺍﻟﹾﺄﹶﺭal- ﻲﻓ
Qashash [28]: 77).
،ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺒﹺﻴﻞﹺﺳ ﻦ ﻋ ﻠﱡﻮﻙﻀﻳ ﺽﹺﺍﻟﹾﺄﹶﺭ ﻲﻓ ﻦﻣ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ ﻊﻄﺗ ﺇﹺﻥﹾﻭ
:)ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻮﻥﹶﺻﺮﺨﻳ ﺇﹺﻻﱠ ﻢﻫ ﺇﹺﻥﹾﻭ ﺍﻟﻈﱠﻦ ﺇﹺﻻﱠ ﻮﻥﹶﺒﹺﻌﺘﻳ ﺇﹺ ﹾﻥ
(
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
94
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
95
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
MEMUTUSKAN
96
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Kedua :
Ketentuan Hukum
1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama
sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah
paham yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism,
sekularisme dan liberalisme agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam
wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram
mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam
dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk
agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial
yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat
Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan
pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang
tidak saling merugikan.
Ditetapkan : Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1426 H
28 Juli 2005 M
Ketua Sekretaris
ttd ttd
97
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
98
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
99
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
100