Suci24.sr@gmal.com
Abstrak
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, pada pasal 164 tertulis kesehatan kerja diselenggarakan
untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja baik di sektor
formal maupun informal dimana hal tersebut wajib diselenggarakan kesehatan
kerja setiap tempat kerja. Bahaya ditempat kerja yang dapat menimbulkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja cenderung lebih sering terjadi pada pekerja
yang kurang memahami proses industri ditempat kerja, atau tidak cukup dilatih
dan dilindungi untuk mengatasi kemungkinan bahaya dapat terjadi.
Dalam Ervianto (2005) Bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang
sangat spesifik dan unik. Dimana setiap proyek menghadirkan persoalan yang
berbeda pada setiap proses pengerjaannya. Proses yang terjadi pada suatu
proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi
yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi berbeda satu sama lain.
Pembangunan proyek kontruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang
banyak mengandung unsur bahaya. Situasi dalam lokasi proyek mencerminkan
karakter yang keras serta kegiatannya terlihat sangat kompleks dan dinamis
dilaksanakan sehingga dibutuhkan kondisi yang prima dari tenaga kerja yang
melaksanakannya. Karakteristik-karakteristik ini yang menyebabkan kondisi
proyek konstruksi berbahaya dan rawan terjadi kecelakaan kerja (Puspasari &
Kristiana, 2017)
Menurut Tarwaka (2010) Ergonomi merupakan setiap aktivitas yang
dilakukan, jika tidak dilakukan dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan
penurunan efisiensi. Berdasarkan penerapan ergonomi ialah suatu keharusan
untuk di segala aktivitas pekerja. Ergonomi dapat diterapkan kapan saja dan
dimana saja dalam waktu 24 jam, sehingga baik diterapkan pada saat bekerja
ataupun pada aktivitas sehari-hari dengan aman dan nyaman (Syaputri, 2010)
Dalam Ayodhya (2015) Pada hakikatnya ergonomi dan keselamatan kerja
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.hjSalah satu tujuan dari
keselamatan kerja juga adalah meminimalisir resiko akibat kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Merancang sistem kerja yang sesuai dengan kondisi fisik
manusia atau pegawai merupakan salah satu caara yang dapat dilakukan agar
dapat terminimalisir kecelekaan kerja. Dengan hal ini kenyamanan pegawai
sangat diutamakan, dalam proses ini dibutuhkan kepatuhan akan ilmu ergonomi
dalam merancang sistem kerja. Contoh kasus yang tidak sesuai sistem
ergonomi, seperti : Hasil kerja yang tidak sesuai, Seringnya terjadi kecelakaan
kerja, Human error, Pegawai mengeluhkan pegal dan nyeri pada tubuhnya,
Perlengkapan dan perlatan kerja yang tidak sesuai dengan fisik pegawai,
Lingkungan kerja yang tidak teratur, Komitmen kerja yang rendah, Pegawai
cepat letih dan memerlukan istirahat yang Panjang, Postur kerja yang buruk,
Pegawai mengeluhkan beban kerja yang berlebihan (Sari, 2018)
Dalam Suma’mur (2010) Indonesia merupakan salah satu dari negara
yang sedang berkembang. Ancaman kecelakaan di tempat kerja di negara
berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi. Hal itu terjadi karena belum
adanya pengetahuan yang baik dari pengusaha atau penyedia jasa dan para
tenaga kerja (Gerard Hand, 2013). King dan Hudson (1985) menyatakan bahwa
proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat
kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju. Kecelakaan kerja dapat
terjadi karena disebabkan beberapa faktor antara lain adanya faktor lingkungan
dan manusia. Faktor lingkungan terkait dengan peralatan, kebijakan,
pengawasan, peraturan, dan prosedur kerja kesehatan kerja. Sedangkan faktor
manusia yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang tidak aman (Puspasari &
Kristiana, 2017)
Alat pelindung diri adalah peralatan yang akan melindungi pengguna
terhadap resiko kesehatan atau keselamatan kerja. Ini bisa mencakup barang-
barang seperti helm pengaman, sarung tangan, pelindung mata, pakaian
visibilitas tinggi, alas kaki pengaman, dan alat pelindung pernapasan.
Penggunaan APD menjadi bentuk pengendalian untuk melindungi tenaga kerja
dan bahaya keselamatan kerja. menerapkan APD penting dilakukan sebagai
tanggung jawab perusahaan untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya
kecelakaan kerja yang mana dibahas dalam keselamatan kerja dan kesehatan
kerja (Tumiwa, 2019)
Secara umum industri konstruksi merupakan industri yang menduduki
angka tertinggi jika ditinjau dari tingkat terjadinya kecelakaan kerja1 . H. W.
Heinrich mengungkapkan sebesar 80% kecelakaan kerja disebabkan dari faktor
unsafe action (tindakan tidak aman) seperti yang sering kita temui di lapangan
adalah pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan sisa sebesar
20% kecelakaan kerja disebabkan dari faktor unsafe ACTION (kondisi tidak
aman). Namun persentase faktor unsafe ACTION (kondisi tidak aman) yang
lebih kecil daripada persentase faktor unsafe action (perilaku tidak aman) bukan
berarti tidak menjadi prioritas kita untuk terus menurunkan angka terjadinya
kecelakaan kerja (Khairiah, 2020).
Dengan melihat permasalahan ergonomi dan penggunaan alat pelindung
diri (APD) yang terjadi di , maka perlu dilakukan sosialisasi. Untuk melakukan
sosialisan ergonomi dan penggunaan alat pelindung diri dapt dilakukan dengan
metode poster dan lainnya.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk melakukan pendampingan
implementasi K3 mengenai penggunaan APD dan ergonomi pada pekerja
konstruksi bangunan guna maningkatkan pengetahuan dan pemahaman tenaga
kerja tentang K3.
Sasaran
Yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah pekerja konstruksi bangunan
yang berlokasi di Desa Batupute, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru.
METODE PENERAPAN
Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menyiapkan materi yang akan
disampaikan kepada pekerja mengenai ergonomi K3 dan menyiapkan beberapa
selebaran tentang jenis-jenis APD guna menambah pemahaman pekerja tentang
K3. Pada tahap selanjutnya, yang dilakukan adalah meminta izin kepada pemilik
rumah dan mengumpulkan pekerja agar diskusi mengenai K3 dapat dilakukan.
Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap yang dilakukan, yaitu dengan memulai promosi tentang K3,
kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video mengenai ergonomi, dan
membagikan beberapa selebaran tentang jenis-jenis APD kepada pekerja. Pada
tahap ini dilakukan pula diskusi tentang K3 dan bagaimana pandangan pekerja
tentang K3.
Proses Diskusi
Proses kegiatan ini cukup berjalan dengan lancar selama kegiatan diskusi
berlangsung, meskipun hanya terdapat 1 pekerja yang secara aktif mengikuti
kegiatan ini, dan senantiasa berbagi pengalaman ketika mendapat pelatihan
kerja.
Pekerjaan
Ergonomi
Ergonomi merupakan setiap aktivitas yang dilakukan, jika tidak dilakukan dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan dan penurunan efisiensi. Berdasarkan
penerapan ergonomi ialah suatu keharusan untuk di segala aktivitas pekerjaan.
Ergonomi dapat diterapkan kapan saja dan dimana saja dalam waktu 24 jam,
sehingga baik diterapkan pada saat bekerja ataupun pada aktivitas sehari-hari
dengan aman dan nyaman. (Tarwaka, 2010).
Berdasarkan hasil dari penelitian, pekerja bekerja secara tidak ergonomi, seperti
pemasangan batu bata dengan posisi bungkuk, pemotongan keramik dengan
posisi jongkok, pemasangan keramik dengan posisi bungkuk dan aktivitas
pengadukan semen dan pasir dengan posisi bungkuk dengan waktu yang lama.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas tersebut yang dilakukan oleh pekerja ini
memiliki bahaya ergonomi yang tinggi. Sehingga jika suatu aktivitas
mendapatkan hasil penilaian dengan tingkat resikonya yang tinggi maka perlu
segera adanya perbaikan yang dilakukan. Selain itu, kurangnya alat yang dapat
membantu pekerjaan/tidak memadai.
Gambar 1. Pekerja bekerja secara jongkok dan membungkuk dalam waktu yang
lama
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Sebagian dari pekerja tingkat pengetahuannya mengenai APD
terbilang sudah cukup baik. Namun pengetahuan pada pekerja ini masih hanya
tahu yaitu mampu menjelaskan apa yang disebut ergonomi, bahaya di
lingkungan kerja , APD apa saja yang harus dipakai, area mana saja yang wajib
menggunakan APD, tujuan dan manfaat dari penggunaan APD serta dampak
jika tidak menggunakan APD. Mereka belum mampu mengaplikasikan
pengetahuan tersebut ketika mereka bekerja.
Setelah dilakukannya diskusi tentang K3 ini, beberapa pekerja yang awalnya
pemahamannya kurang mengenai penggunaan APD sedikit bertambah.
Meskipun tidak semua pekerja langsung sadar akan pentingnya penggunaan
APD, tetapi terdapat 1 pekerja yang memakai APDnya, berupa kacamata
pelindung yang dipakai ketika memotong keramik. Pengetahuan pekerja
mengenai ergonomi juga sedikit meningkat, yang diketahui respon mereka terkait
penyakit apa yang dapat ditimbulkan. Salah satunya adalah Low Back Pain.
Kesimpulan
Pembangunan proyek kontruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang
banyak mengandung unsur bahaya. hanya terdapat 3 orang pekerja yang tertarik
mengikuti kegiatan ini. Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan, terdapat 8
tenaga kerja yang bekerja pada proyek tersebut tidak menggunakan alat
pelindung diri saat mereka sedang bekerja. Mereka beranggapan bahwa
memakai APD dapat membuat rasa kurang nyaman sehingga dapat
mengganggu pekerjaan. Selain itu, lingkungan kerjanya juga tidak ergonomi,
seperti kurangnya alat yang dapat membantu pekerjaan/tidak memadai, dan
banyaknya benda-benda yang berserakan, seperti kayu, bekas seng, paku, besi,
dll. Setelah dilakukannya diskusi tentang K3 ini, pemahaman pekerja mengenai
ergonomi dan penggunaan APD sedikit bertambah. Meskipun tidak semua
pekerja langsung sadar akan pentingnya penggunaan APD, tetapi terdapat 1
pekerja yang memakai APDnya, berupa kacamata pelindung yang dipakai ketika
memotong tegel.
Daftar Pustaka
Khairiah, S. (2020). Analisis Implementasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Difteri
Perusahaan. Jurnal Ergonomi\.
Biaya Proyek Konstruksi Bangunan Gedung di Kota Ambon. Jurnal Simetrik, 9(2),
208-214.
Penutup Atap. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Nusa Putra, 1(2),
1-8.