Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Konsep Sistem Desentralisasi Dalam Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Nani Tursina, M.Pd

Asisten Dosen : Ady Setiawan, M.Pd.

Disusun Oleh: Kelompok 2

1. Derry Indie Bhakti


2. Falahul Mufaizin (11811010)
3. Muhammad Khairul Fikri (11811213)

KELAS: PAI 4F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak reformasi, program desentralisasi diberlakukan hampir di semua bidang, kecuali
pada lima hal, yaitu keuangan, agama, hukum, dan pertahanan.Sebelum akhirnya ada
penambahan bidang, yaitu sektor pendidikan. Hal ini berartisistem pendidikan nasional yang
dulunya bersifat sentralistik kini bersifat desentralistik. Sistem pendidikan yang sentralis sendiri
diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekolah, dan
keberagaman peserta didik, bahkan cenderung mematikan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. sedangkan sistem pendidikan yang desentralisasi sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi Undang-undang
Nomor 29 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, di mana sejumlah kewenangan telah
diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, memungkinkan daerah untuk
melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya termasuk
dalam bidang pendidikan. Pemberlakuan otonomi daerah tersebut membawa implikasi terhadap
perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan, yang salah satunya adalah berkurangnya peran
pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan1.
Desentralisasi pendidikanmerupakan kebijakan politik yang berpengaruh pada proses
pembangunan pendidikan. Pembangunan yang menurut definisi PBB sebagai upaya atau proses
dinamis tanpa akhir”development is not a static concept" 2. Oleh karena itu, r\ekontruksi
pendidikan sangat diperlukan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan kebijakan
pendidikan.Rekontruksi pendidikan diperlukan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah
pusat maupun daerah dengan lembaga-lembaga pendidikan yang bersangkutan dan keikutsertaan
masyarakat dalam pelaksaan kebijakan tersebut demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan hal diatas, dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut tentang bagaimana sistem
desentralisasi pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada rumusan masalah adalah antara lain :
1. Apa pengertian desentralisasi pendidikan?
2. Apa tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja ruang lingkup desentralisasi manajemen pendidikan?
4. Bagaimana pelaksanaan sistem desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia?

1
Hasbullah, Otonomi Pendidikan (Kebijakan otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2006),hlm.2.
2
Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2\011), hlm.1.
C. Tujuan
Adapun rumusan masalah pada beberapa tujuan adalah antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian desentralisai pendidikan.
2. Untuk mengetahui tujuan desentralisasi pendidikan di indonesia.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup desentralisasi manajemen pendidikan.
4. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem desentralisasi pendidikan nasional di indonesia,
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Desentralisasi Pendidikan


Pada awalnya istilah desentralisasi digunakan dalam keorganisasian yang secara
sederhana didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan. Sedangkan pengertian desentralisasi
menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia3. Dengan adanya desentralisasi maka
muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Menurut Rondinelli, terdapat empat bentuk desentralisasi4, yaitu:
1. Dekonsentrasi adalah pembagian sebagian kewenangan atau tanggung jawab administratifke
tingkat yang lebih rendah di bawah departemen dan perwakilan pusat, pengalihan beban kerja
dari pejabat pusat ke kantor diluar ibukota atau pemerintahan pusat.
2. Delegasi merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan menejerial untuk
melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada
dibawah pengawasan pemerintah pusat.
3. Devolusi merupakan transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan, dan
menejemen kepada unit otonomi daerah.
4. Privatisas adalah tindakan pemberian kewenangandari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.
Keempat bentuk tersebut yang menjadi menjadi model desentralisasi di Indonesia sesuai
dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah bentuk yang ketiga, yaitu
model devolusi5. Model ini memiliki konsekuensi tanggung jawab atas apa yang diputuskan
termasuk berimplikasi pada keuangan dan manajemen dibebankan pada kabupaten dan kota.
Oleh karenanya, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenanangan dan tanggung jawab pada
pelayanan dasar di daerahnya seperti di bidang pertanahan, pertanian, pendidikan, kebudayaan
dan yang lainnya.
Sedangkan desentralisasi pendidikan merupakan gabungan dari dua kata yaitu antara
desentralisasi dan pendidikan. Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenaipengertian
desentralisasi pendidikan, diantaranya yaitu:

3
Ara Hidayatdan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep,Prinsip dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan
Madrasah,(Bandung: Pustaka Educa, 2010). hlm.55.
4
Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, hlm.54.
5
Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, hlm.55.
1. Menurut Burnett e.al yang dikutip oleh M. Sirozi, desentralisasi pendidikan adalah otonomi
untuk menggunkan input pembelajaran sesuai dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tua dan komunitas.6
2. Abdul Halim, mengartikan desentralisasi pendidikan yaitu terjadinya pelimpahan kekuasaan
dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil
keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di bidang
pendidikan.7
3. Menurut Sufyarman, desentralisasi pendidikan adalah sistem menajemen untuk mewujudkan
pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan.8
Dengan demikian, desentralisasi pendidikan dapat diartikan sebagai pelimpahan
kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah beserta masyarakat, pengelola dan
pengguna pendidikan itu sendiri, untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan sendiri
dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan dengan mengacu kepada
Sistem Pendidikan Nasional.

B. Tujuan Desentralisasi Pendidikan di Indonesia


Dalam pelaksanaannya, desentralisasi pendidikan dilatarbelakangi bahwa setiap daerah
mengetahui sejarah, kondisi, potensi, permasalahan,dan asprasi daerahnya sendiri. Untuk itu
daerah yang bersangkutan harus mampu merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan serta
menentukan langkah-langkah pelaksanaan pendidikan daerah bersangkutan.
Pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin,
Amerika Serikat, dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor
pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka tujuan strategi desentralisasi
pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efesiensi dalam penggunaan sumber
daya (school resources; dana pendidikan yang berasal dari pemerintah dan masyarakat).9
Di samping itu secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisai pendidikan, yaitu:
1. Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek
pendanaannya dari pemerinah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik);
2. Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada
tingkat sekolah.
Dari konsep tersebut dapat dipahami bahwa desentralisasi pendidikan yang pertama berkaitan
dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintah dari pusat ke daerah,

6
M. Sirozi, Politik Pendidikan, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2005), hlm. 83.
7
Abdul Halim, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, (Yogyakarta, UPP AMP YPKN, 2010), hlm. 15.
8
M. Sufyarman, Kapita selekta Manajemen Pendidikan , (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 83.
9
Armida S. Alisjahbana, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, (Bandung, Universitas Padjajaran, 2000),
hlm. 2.
sedangkan konsep kedua memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada
tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan demikian jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas pendidikan yang berarti proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar
mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses
belajar mengajar. Partisipasi bahkan rasa tanggung jawab orang tua dalam kegiatan pendidikan
juga merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.
C. Ruang Lingkup Desentralisasi Pendidikan
Menurut Jalal dan Musthafa dalam bukunya Sirozi10, ada dua konsep yang berbeda, tetapi
saling terkait dalam desentralisasi pendidikan.Konsep pertama berkenaan dengan isu umum
desentralisasi, yaitu transfer otoritas kebijakan pendidikan dari pusat ke daerah. Dalam konsep
ini, pemerintah harus memberikan kebijakan-kebijakan pendidikan kepada pemerintah daerah
beserta dana yang dibutuhkan untuk membiayai tanggung jawab yang dibebankan. Pemerintah
perlu menghitung kebutuhan masing-masing pemerintah daerah, tetapi pemerintah daerah yang
memutuskan berapa banyak dan belanja pendidikan apa yang diperlukan. Konsep kedua
berkenaan dengan pergeseran berbagai keputusan pendidikan dari pemerintah ke masyarakat. Ide
dasar di balik konsep ini, bahwa masyarakat harus lebih tahu dan memutuskan sendiri program
pendidikan yang dikehendaki karena masyarakatlah yang akan memanfaatkannya.
Dengan dua konsep tersebut maka lebih dijelaskan kembali bahwa tujuan utama
desentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ada semacam
konsenseus global, khususnya di kalangan negara berkembang, bahwa melakukan desentralisasi
adalah cara terbaik untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena mutu pendidikan ditentukan
oleh banyak faktor yang saling terkait, maka desentralisasi pendidikan melibatkan pendelegasian
keputusan tentang beberapa faktor. Menurut Depdiknas fungsi-fungsi yang dapat
didesentralisasikan ke sekolah adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan dan evaluasi program sekolah
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya,
misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah.Sekolah juga diberi wewenang untuk
melakukan evaluasi, khususnya evaluasi internal dan evaluasi diri.
b. pengelolaan kurikulum
Sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal, namun tidak boleh
mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh pemerintah
pusat.

c. pengelolaan proses belajar


10
M. Sirozi, Politik Pendidikan ,hlm. 234.
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan tehnik pembelajaran dan
pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa,
karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.
d. pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan, sangsi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat
dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh
birokrasi di atasnya.
e. pengelolaan peralatan dan perlengkapan
Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan
perbaikan hingga pengembangannya. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang
paling mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesesuaian dan kemutakhirannya
terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
f. pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian atau penggunaan uang sudah sepantasnya
dilakukan oleh sekolah.Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada
pemerintah.
g. pelayanan siswa
Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan,
penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan
alumni telah didesentralisasikan.
h. hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang sudah
merupakan kewenangan sekolah, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensinya.
i. pengelolaan iklim sekolah
Iklim sekolah yang kondusif untuk melakukan kegiatan akademik merupakan prasayarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan
tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan-
kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan
semangat belajar siswa.Iklim sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah dan yang
diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensinya.

D. Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan Nasional di Indonesia


Pemberlakuan UU Otonomi Daerah yang dimulai dengan diterapkannya
UU Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, dan dengan diserahkannya sejumlah kewenangan yang semula
menjadi urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, mengakibatkan terjadinya
perubahan dalam berbagai aspek pembangunan di Indonesia, termasuk juga dalam aspek
pendidikan.
Kewenangan yang telah diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tersebut
juga membawa perubahan struktur dalam pengelolaan pendidikan, dan berlaku juga pada
penentuan stakeholders di dalamnya. Dimana dalam pelaksanaan desentrlisasi pendidikan ini
memerlukan the stakeholders society, yakni masyarakat yang anggotanya mempunyai
kepentingan11 bersama untuk membangun masyarakatnya sendiri, yang meliputi: 1) masyarakat
lokal; 2) orang tua; 3) peserta didik; 4) negara; 5) pengelola profesional pendidikan. Jika pada
masa sebelum diberlakukannya otonomi daerah, stakeholders pendidikan sepenuhnya berada di
tangan aparat pusat, maka di era otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai
stakeholdersakan tersebar kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini fungsi
negara juga bukan lagi sebagai penguasa atau sebagai pemegang kekuasaan tunggal yang
bertujuan melestarikan kekuasaan negara, tetapi sebagai partner yang memfasilitasi proses
pendidikan yang disepakati bersama.
Dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan juga dibutuhkan adanya Kolaborasi antara
ketiga pelaku utama pendidikan, yaitu pemerintah daerah, pihak sekolah dan masyarakat.Ketiga
pelaku utama pendidikan tersebut berfungsi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta
evaluasi dengan manajemen yang lebih baik. Namun, terdapat permasalahan mendasar pada
pendidikan di Indonesia yaitu rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidkan dasar dan menengah.Sediktnya ada 3 faktor utama yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata.Berikut penjelasannya.
Faktor pertama, kebijakan penyelenggaraan nasional menggunakan pendekatan input-
output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Maksudnya yaitu lembaga pendidkan
berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam
kegiatan produksi tersebut, maka lembaga menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan
ini gagal karena kurang memperhatikan proses pendidikan.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-
sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung kepada
keputusan birokratis yang mempunyai jalur yang panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kodisi sekolah setempat.Dengan demikian sekolah kehilangan
kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya
termasuk peningkatan mutu pendidikannya.
Faktor ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan sangat minim. Partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat dukungan input (dana),
11
Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), hlm.11.
bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan
akuntabilitas)12.
Permasalahan pendidikan ini seyogyanya perlu dikaji kembali, bila perlu dalam
perspektif sosiologis karena pendidikan tidak hanya sebagai produk tetapi sebagai proses yang
menyangkut hasil interaksi sosial antar berbagai elemen-elemen dalam masyarakat. Oleh
karenanya pemberian otonomi yang luas pada sekolah merupakan bentuk kepedulian pemerintah
terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan
secara umum.
Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan otonomi yang
lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri.Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih mampu mengembangkan program-program yang sesuai dengan
kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga dengan pengambilan keputusan
partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka
rasa memiliki warga sekolah akan meningkat. Adanya peningkatan rasa memiliki ini akan
menyebabkan rasa tanggung jawab dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan
dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya.
Kebijakan otonomi daerah, bagaimanapun akan membawa implikasi yang besar dalam
berbagai tatanan pemerintahan, baik pusat maupun daerah, tak terkecuali dalam bidang
pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan pusat
kepada daerah. Namun dalam penyelenggaraannya ternyata banyak mengalami persoalan,
meskipun hal ini bukan merupakan alasan orang untuk menyalahkan kebijakan otonomi daerah,
sebab pada dasarnya pelaksanaan sebuah kebijakan lebih banyak bertumpu pada kesiapan daerah
itu sendiri, terutama menyangkut sumber daya manusia daerah dan pemahaman orang terhadap
otonomi daerah sendiri.

12
Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan,hlm.12-13
PENUTUP
Kesimpulan
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga desentralisasi pendidikan yaitu pelimpahan kekuasaan
dan wewenang yang lebih luas kepada daerah beserta masyarakat, pengelola dan pengguna
pendidikan itu sendiri, untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan sendiri dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan dengan mengacu kepada Sistem
Pendidikan Nasional.
Tujuan desentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas atau mutu
pendidikan yang ada di indonesia. Berikut fungsi-fungsi yang dapat didesentralisasikan ke
sekolah agar tercapai tujuan tersebut, diantaranya yaitu: Perencanaan dan evaluasi program
sekolah, pengelolaan proses belajar, pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan,
pengelolaan peralatan dan perlengkapan, pengelolaan keuangan dan lainnya.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yaitu dengan diserahkannya otonomi
yang lebih besar pada daerah-daerah yang kemudian dilanjutkan ke lembaga pendidikan atau
sekolah, maka sekolah memiliki kewenangan otonomi yang lebih besar dalam mengelola
sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih mampu
mengembangkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimilikinya.Dan dalam pelaksanaanya perlu adanya pengambilan keputusan yang bersifat
partisipatif, demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Armida S. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan. Bandung: Universitas


Padjajaran. 2000.
Dwiningrum, Siti Irene Astuti. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Halim, Abdul. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YPKN.
2010.
Hasbullah.Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. 2006.
Hidayat, Ara dan Imam Machali.Pengelolaan Pendidikan Konsep,Prinsip dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Madrasah. Bandung: Pustaka Educa. 2010.
Salim, Agus. Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, Cetakan ke-2.
Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007.
Sirozi, M. Politik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005.
Sufyarman, M. Kapita selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2003

Anda mungkin juga menyukai