Anda di halaman 1dari 4

1.

Carilah sebuah kasus mengenai ketidakseimbangan hubungan Negara dengan warga Negara
atau sebaliknya yang terjadi di era pandemic covid-19 saat ini di Indonesia! Menganalisis
suatu kasus tersebut dengan memberi jawaban atas 5 W + 1 H dari kasus itu lalu berikan
alternative solusinya!
Jawaban:
Pada era pandemic covid-19 yang terjadi sekarang ini, banyak sekali permasalahan
sosial yang sebenarnya terjadi. Mulai dari pelanggaran ringan hingga tindak criminal
sekalipun. Namun salah satu kasus yang sangat mencerminkan ketidakseimbangan antara
Negara dan warga Negara adalah ketidaktaatan warga Indonesia terhadap peraturan yang
diberlakukan oleh pemerintah bekenaan dengan kekarantinaan atau social distancing. Banyak
warga Negara yang tidak menaati himbauan pemerintah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
sudah terjadi ketidakseimbangan antara pemerintah atau Negara dengan warga negaranya.
Analisis Kasus
1. Apa yang akan terjadi jika ketidak seimbangan ini terus berlanjut?
Akan banyak pihak yang menglami kerugian jika ketidakseimbangan ini terus berlanjut.
Bagi pemerintah, permasalahan ini dapat berdampak pada perekonomian Negara dan
semakin mempersulit pemerintah untuk segera mengatasi pandemic karena kurangnya
dukungan dari warga negaranya. Sedang bagi warga Negara juga akan sangat merugikan
karena akan menyulitkan dalam perekonomian keluarga dan bertahan hidup, selain itu
kesehatan juga akan terus-terusan diancam karena ketidaksadaran pribadi masing-masing
untuk memutuskan rantai penyebaran dan tidak mengindahkan himbauan untuk berada
dirumah dan social distancing.
2. Kenapa kesenjangan ini belum bisa diatasi?
Kesenjangan ini belum bisa diatasi karena antara Negara dan warga Negara tidak terjadi
timbal balik yang baik untuk saling menyelamatkan. Jika masing-masing pribadi baik
pemerintah atau Negara dan warga Negara belum menyadari pentingnya keselamatan dan
kenyamanan bersama, maka hal-hal seperti ini tidak akan pernah selesai dan akan terus
berkelanjutan.
3. Siapa yang harusnya bertanggung jawab atas ketidak seimbangan ini?
Tanggung jawab bukan didasarkan pada pihak-pihak tertentu saja, melainkan tanggung
jawab bersama. Pemerintah bertanggung jawab atas warganya dan warganya bertanggung
jawab atas negaranya. Hal ini dimaksudkan demi keselamatan dan kesejahteraan bersama.
4. Dimana seharusnya pemerintah mulai lebih menggencarkan himbauan-himbauan tersebut?
Pemerintah harus lebih gencar lagi menggerakkan hati warganya dari berbagai sudut
kehidupan agar warga negaranya sadar akan pentingnya keselamatan dan kenyamanan
bersama. Hal ini bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti iklan televise, himbauan pada media
sosial, dan lain-lain.
5. Kapan ketidakseimbangan ini dapat diatasi?
Ketidakseimbangan ini dapat diatasi apabila Negara dan warga Negara mulai sadar akan
keselamatan dan kepentingan bersama.
6. Bagaimana cara mengatasi ketidakseimbangan antara Negara dan warga Negara pada
kasus-kasus diatas?
Hal-hal seperti kasus diatas dapat diatasi misalnya dengan pembuatan peraturan yang
berhubungan dengan pandemic, menghimbau untuk bekerja dengan mengutamakan
kesehatan, dan lain-lain.
a. Solusi
Solusi dari kasus diatas yang pertama adalah pembuatan peraturan perundang-
undangan yang sudah mulai dilakukan oleh Negara yaitu melakukan denda pada siapapun
yang melanggar himbauan kekarantinaan atau social distancing seperti misalnya
pembuatan peraturan perundang-undangan sanksi pidana penjara dan juga denda uang bagi
yang melanggar, dapat dilihat bersama dalam Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang
Wabah Penyakit Menular. Kemudian ada juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor
6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta peraturan Undang-Undang RI Nomor
36/2009 tentang Kesehatan.
Untuk Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, telah
dijelaskan ketentuan pidana bagi yang melanggarnya. Ketentuan tersebut tertulis pada
Pasal 14 Ayat 1 dan 2. Pada Pasal 14 ayat 1 dikatakan, "Barang siapa dengan sengaja
menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda
setinggi-tingginya Rp 1 juta."
Kemudian pada ayat dua, "Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan
terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau denda
setinggi-tingginya Rp 500 ribu". Kemudian dalam peraturan Undang-Undang RI Nomor
6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga demikian. Pada bagian Kelima tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar, telah dijelaskan dasar penindakannya dalam Pasal 59
Ayat 1, 2, 3, dan 4.
Dalam ayat satu, dikatakan, "Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian
dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Kemudian pada ayat dua, "Pembatasan
Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu".
Selanjutnya pada ayat tiga, "Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana
dimaksud pada ayat satu, paling sedikit meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja;
pembatasan kegiatan keagamaan; dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum".
Terakhir pada ayat empat, "Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar
berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan".
"Jadi dalam kondisi sekarang, itu semua sudah terpenuhi, apa sanksinya, itu ada
disebutkan dalam Pasal 93," ucapnya.
Ketentuan pidana dalam Pasal 93 telah disebutkan, "Setiap orang yang tidak
mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat 1 dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga
menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di pidana dengan pidana penjara paling
lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta".
Kemudian ada juga dasar penindakan hukum yang mengacu pada Undang-Undang
RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Pada bagian Kesatu tentang Penyakit Menular, telah
dijelaskan dasar penindakannya pada Pasal 152 Ayat 1 dan 2."Jadi apabila masyarakat
menolak atau melawan aparat, maka Polri akan menindak sesuai pidana umum yang ada
pada Pasal 212, Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP," kata Maningka Jaya.
Seperti dalam Pasal 212 KUHP disebutkan, "Barang siapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah,
atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi
pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Kemudian pada Pasal 216 KUHP Ayat 1 dikatakan, "Barang siapa dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana.
Demikian pula disampaikan, barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang
dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.
Kemudian pada Pasal 218 KUHP menyebutkan, "Barang siapa pada waktu rakyat
datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau
atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan
pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp
9.000.

Anda mungkin juga menyukai