Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Psikologi Belajar

Dosen Pembimbing: Surawan, M.S.I

Disusun Oleh:

1. AULIYATUL FADHILAH
NIM: 1901120065

2. TAUFIK WIJAYA
NIM: 1901120085

PROGRAM STUDI TADRIS (PENDIDIKAN) BAHASA INGGRIS


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji semata hanya milik Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahamat dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat yang berjuang dalam mengembangkan ajaran agama islam, sehingga
atas berkat Allah makalah ini dapat kami susun smapai rampung sebagai tugas dari mata
kuliah Psikologi Belajar yang dibimbing oleh Bapak Surawan, M.S.I dengan judul makalah
“Teori Belajar Kognitivisme”.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Belajar. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
khususnya untuk para pembaca, dan semoga makalah ini dapat berperan sebagaimana
mestinya. Dengan segala kerendahan hati kami sampaikan, tentunya banyak kesalahan dan
kekurangan kami dalam menyajikan makalah ini, kami mengharap saran-saran dan kritik
yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna menjadi
bahan evaluasi kami pada pembuatan makalah tugas lain pada waktu mendatang.

Palangka Raya, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

1.3 Tujuan Pembahasan .................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 5

2.1 Pengertian Teori Kognitivisme................................................................... 5

2.2 Teori Belajar Kognitivisme Menurut Para Ahli ......................................... 6

2.3 Implikasi Teori Belajar Kognitivisme Dalam Pembelajaran ...................... 11

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Koginitivisme............................ 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 13

3.2 Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu Psikologi terdapat empat kepribadian utama yang berbeda satu sama
lain, yakni teori kepribadian psikoanalisis, teori-teori sifat, teori kepribadian
behaviorisme, dan teori kognitif. Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa
kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing
tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai
individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.

Dalam dunia pendidikan abad ke-20 para siswa banyak dituntut untuk menjadi
aktif dan mandiri serta belajar sendiri. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajarnya, dan para ahli teori kognitif memandang bahwa belajar
bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku saja, melainkan sesuatu yang
kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Asumsi
teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan
berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru bisa beradaptasi dengan
struktur kognitif yang telah dimilikinya. Untuk itu teori belajar kognitif ini perlu
dipelajari oleh para guru dan calon guru agar dapat menyiapkan dan melaksanakan
pembelajaan yang efektif dan efisien, serta dapat memecahkan berbagai permasalahan
dikelas sesuai dengan prinsip kognitif belajar.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menguraikan beberapa hal terkait (teori belajar kognitivisme), maka rumusan
masalah yang digunakan untuk pembahasan makalah adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian teori belajar kognitivisme?


2. Apa pengertian teori kognitivisme menurut para ahli?
3. Bagaimana aplikasi teori belajar kognitivisme dalam proses pembelajaran?
4. Apa kelebihan dan kekuranagan teori belajar kognitivisme?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsi teori belajar kognitivisme


2. Mendeskripsi perkembangan teori kognitivisme menurut para ahli
3. Mendeskripsi cara mengaplikasikan teori belajar kognitivisme dalam proses
pembelajaran
4. Mendeskripsi kelebihan dan kelemahan teori belajar kognitivisme
BAB II
PEMBAHASAN

2.I Pengertian Teori Kognitif

Kognitif berasal dari bahasa Inggris “Cognitive” yang bermakna mengerti atau
pengertian. Diartikan secara luas bahwa Cognition (Kognisi) adalah perolehan
pengetahuan, penataan dan penggunaannya. Arti secara umumnya adalah kemampuan
intelektual yang terdiri dari beberapa tahap mulai dari Knowledge (Pengetahuan),
Comprehention (Pemahaman), Aplication (Penerapan), Analysis (Analisis), Sinthesis
(Sintesa), sampai Evaluation (Evaluasi). Ada juga yang mengartikan kognitif sebagai
kemampuan untuk mengembangkan rasional atau akal.

Pembelajaran bagi aliran kognitif dipandang bukan hanya sekedar pendapat stimulus
dan menghasilkan respons yang mekanistik, tetapi pembelajaran juga melibatkan kondisi
mental didalam individu pembelajar yang berhubungan dengan persepsi, perhatian,
motivasi dan lain-lain. Sehingga belajar dipahami sebagai suatu proses mental yang aktif
dalam memperoleh, mengingat dan menunjukkan kedalam perilaku. Perilaku yang nampak
tidak dapat diamati dan diukur apabila tidak melibatkan proses mental seperti kesadaran,
motivasi, keyakinan dan proses mental lainnya.

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk
pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi
karena ada variabel penghalang pada aspek‐aspek kognisi seseorang.

Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses pemikiran dan perbedaan
kondisi mental serta pengaruh faktor internal dan eksternal dalam menghasilkan
belajarnya seorang individu. Apabila proses kognitif berjalan normal, maka perolehan
informasi dan penyimpanan pengetahuan akan bekerja dengan baik pula. Namun apabila
proses kognitif bekerja tidak sebagaimana mestinya, maka terjadilah masalah dalam
belajar.

Ciri‐ciri Aliran Kognitivisme:


1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian‐bagian
3. Mementingkan peranan kognitif
4. Mementingkan kondisi waktu sekarang
5. Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk‐bentuk reppresentatif yang mewakili obyek‐obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental.
2.2 Teori Belajar Kognitivisme Menurut Para Ahli

A. Teori Jean Piaget (Cognitive Developmental)

Jean Piaget (1896-1980) lahir di Swiss. Pada awal mulanya ia ahli biologi, dan dalam
usia 21 tahun sudah meraih gelar doktor. Ia telah berhasil menulis lebih dari 30 buku
bermutu, yang bertemakan perkembangan anak dan kognitif. Pengaruh pemikiran
Jean Piaget baru mempengaruhi masyarakat, seperti di Amerika Serikat, Kanada, dan
Australia baru sekitar tahun 1950-an. Menurut Bruno, hal ini disebabkan karena
terlalu kuatnya cengkeraman aliran Behaviorisme gagasan Watson (1878-1958).

Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas
individu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan
dan perkembangan individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai
bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada di antara
individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu dengan orang lain
memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam.
Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang tadinya memiliki
pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya
menjadi obyektif. Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki
peran yang sangat penting dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada
dasarnya merupakan proses mental. Proses mental tersebut pada hakekatnya
merupakan perkembangan kemampuan penalaran logis (development of ability to
respon logically). Bagi Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut jauh lebih
penting dari sekedar mengerti. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin
kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan
kognitifnya. Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan yang
umumnya sama, namun dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan
penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia. Sistem persekolahan dan keadaan
sosial ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan penampilan dan
perkembangan kognitif pada individu, demikian pula dengan budaya, sisitem nilai dan
harapan masyarakat masing-masing.

Piaget meyakini bahwa anak-anak secara bertahap membentuk pemahaman tentang


dunia melalui penjelajahan aktif dan termotivasi, yang mengarah pada pembentukan
struktur-struktur mental yang disebut skema. Kualitas berpikir berbeda pada setiap
tahap berikut ini.

▪ Tahap Sensorimotorik (0-2 Tahun). Perkembangan bergantung pada tindakan bayi


menggunakan indra-indra dan keterampilan-keterampilan motoriknya untuk
menjelajahi dan belajar tentang dunia.

▪ Tahap Pre – Operational (2-7 Tahun). Tahap ini diidentikkan dengan mulai
digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
▪ Tahap Concrete – Operational (7-11 Tahun). Tahap ini dicirikan dengan anak sudah
mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak
memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.

▪ Tahap Formal – Operational (11-15 Tahun). Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir
“kemungkinan”.

Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi


secara simultan melalui tiga bentuk proses, asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi.

Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi
jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang
disesuaikan dengan informasi yang baru diterima, dan equilibrasi ini dapat dimaknai
sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang
dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

B. Teori Jerome Bruner (Discover Learning)

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S. Bruner, merupakan seorang ahli
psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif, lahir tahun 1915 di New York
City, dan lulusan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Bruner telah
mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan
memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir, dengan cara
mementingkan partisipasi aktif individu dan mengenal adanya perbedaan kemampuan
untuk melakukan eksplorasi dan penemuan-penemuan baru.

Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.
Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau
bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic.

Tingkat perkembangan individu menurut Bruner hampir sama dengan pendapat


Piaget. Menurut Bruner, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :

▪ Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, disebut masa pra sekolah. Pada taraf ini
individu belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif
pribadinya dengan realitas dunia luar. Pada taraf ini kemungkinan untuk
menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas. Tahap ini disebut
juga dengan tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya
untuk memahami lingkungan sekitar atau dunia sekitarnya dengan menggunakan
pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya
▪ Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam
menghadapi suatu masalah individu hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Individu belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
Tahap ini disebut juga dengan tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya adalah dalam
memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui perumpamaan atau tampil, gambar,
visualisai dan perbandingan atau komparasi secara sederhana dan sebagainya.

▪ Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan
kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya
sebelumnya. Tahap ini disebut juga dengan tahap simbolik, seseorang telah mampu
memilki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya
dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang
dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak
berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam
kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem
enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan


dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.

Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain perkataan perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti
dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan
(discovery learning).

C. Teori David Ausebel (Meaningful Learning)


David Paul Ausubel merupakan lulsuan Middlesex University, University of
Columbia dan University of Pennsylvania salah seorang ahli psikolog Amerika yang
telah banyak memberi sumbangan penting dalam psikologi pendidikan, sains kognitif
dan juga pendidikan pembelajaran sains.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan
dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced
organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar
siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa.

Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan
yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi
pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningful verbal learning).

Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh


Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu
mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya.

Teori meaningful learning Ausubel dan discovery learning Bruner memiliki sisi
pembeda. Dari sudut pandang teori meaningful learning Ausubel memandang bahwa
justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discovery , karena siswa cenderung diberi kebebasan
untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya
menurut teori belajar meaningful guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu
mengkoordinasikan pengalaman‐pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun
tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.

Dimensi belajar menurut Ausubel ada dua yakni, penerimaan/penemuan dan


hafalan/bermakna. Belajar akan lebih bermakna apabila peljar dapat mengaitkan
informasi baru yang diterimanya denagn konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur yang dimilikinya. Namun, bila pelajar tidak mampu mengaitkan informasi
baru dengan konsep yang telah dimiliki maka kondisi ini dikatakan sebagai belajar
hafalan.

D. Teori Belajar Gestalt

Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan makna sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Inti dari belajar menurut Gestalt bahwa objek ata peristiwa
tertentu dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisir. Teori Gestalt dirintis
oleh Chr. Von Ehrenfels dengan karyanya “Uber Destaltqualitation” pada tahun
1890, kemudian dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Teori belajar
Gestalt disebut juga dengan feld theory atau insight full learning. Menurut teori
Gestalt belajar adalah proses pengembanganyang didasarkan pada pemahaman atau
insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam suatu
situasi permasalahan. Teori Gestalt menganggap bahwa insight adalah inti dari
pembentukan tingkah laku. Teori belajar Gestalt pada dasarnya sebagai usaha untuk
memperbaiki proses belajar dengan rote learning dengan pengertian bukan
menghapal. Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian
pertama, yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang
terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau
memperoleh insight.
Belajar dengan pengertian lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah
kesan.

Belajar dengan insight adalah sebagai berikut :


a) Insight tergantungg dari kemampuan dasar;
b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang
relevan;
c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian
rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati;
d) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari
langit;
e) Belajar dengan insight dapat diulangi;
f) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi
situasi-situasi baru.
Keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar sangat penting.
Keterlibatan dalam belajar akan menghasilkan pemahaman (insinght) yang dapat
membantu individu dalam proses belajar. Dengan kata lain, yang terpenting dalam
belajar menurut teori Gestalt adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu
tersebut.
2.3 Implikasi Teori Belajar Kognitivisme Dalam Pembelajaran

Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang
pada aspek‐aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

a. Teori Piaget
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak‐anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik‐baiknya; Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak‐anak
hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

b. Teori Bruner
Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran yaitu menghadapkan anak pada
suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha
membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya;
dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali strukturstruktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dadalam benaknya.

c. Teori Ausubel
Impilkasi teori meaningful learning Ausubel adalah seorang pendidik, mereka harus
dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa
tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang
mereka dengar maupun merka tangkap.

d. Teori Gestalt
Belajar harus terarah pada tujuan. Belajar bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu
untuk mendapatkan pemahaman tentang sesuatu. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika siswa mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru harus
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik
dalam memahami tujuannya.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivisme

A. Kelebihan Belajar Kognitivisme


▪ Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Dengan teori belajar kognitif siswa
dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima
rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat
menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan.
▪ Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Teori belajar
kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai
peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat
pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi
dalam ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan
ajar yang ada lebih mudah dipahami.
▪ Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan
yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan
karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta
didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
▪ Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal
baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam
metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru
yang belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
▪ Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak diterapkan pada
pendidikan di Indonesia.

B. Kekurangan Teori Belajar Kognitivisme


▪ Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta
didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan
yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai
kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
▪ Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam
mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya
dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki cara
yang berbeda-beda.
▪ Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan
peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
▪ Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya
metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan
atau materi.
▪ Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan
peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai.
Teori belajar kognitivisme merupakan sebuah teori belajar yang berfokus terhadap
perkembangan mental atau psikologi. Para ahli aliran psikologi kognitivisme
berkesimpulan bahwa setiap pelajaran yang diterima siswa itu tergantung pada kognisi
masing-masing siswa. Teori ini sangat menuntut siswa yang lebih aktif dan mandiri
daripada guru, dengan kognisi yang dimiliki diharapkan siswa dapat dengan mudah
menyerap pembelajaran yang disampaikan guru. akan tetapi penekanan kognisi masing-
masing siswa selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya
ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
3.2 Saran

Berdasarkan teori belajar kognitivisme seorang guru ataupun calon guru harus
memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-
benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Parnawi, Afi. 2019. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Deepublish

Faizah, Ulifa Rahma, Yuliezar Perwira Dara. 2017. Psikologi Pendidikan (Aplikasi teori di
Indonesia). Malang: Universitas Brawijaya Press.

Fathurrohman, Muhammad. 2017. Belajar dan Pembelajaran Modern. Yogyakarta: Penerbit


Garudhawaca.

Idrus, Enjang. 2018. Membongkar Psikologi Belajar Aplikatif. Majalengka: Guepedia.

Husamah, Yuni Pantiwati, Arina Restian, Puji Swarsono, 2018. Belajar & Pembelajaran.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sutarto, 2017. Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic Counseling, 1
(02) STAIN Curup.

Triyanto, Agus. 2011. Teori-Teori Belajar. Universitas Negeri Yogyakarta.

Abdurrakhman, 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran. Didaktika Tuhidi, 2 (01) FTIK
Universitas Djuanda Bogor.

A. King, Laura, 2016. The Science of Pshycology. Jakarta Selatan: Mc Graw Hill Education
(Asia).

Hamdanah, 2017. Mengenal Psikologi & Fase-Fase Perkembangan Manusia. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Schunk, Dale H, 2012. Learning Theories an Educational Prespective. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai