Anda di halaman 1dari 11

CASE REPORT

“Seorang Pria 56 tahun dengan tak sadarkan diri”

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi


Dokter Stase Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh
Aditia Candra Prayogo, S. Ked
J5 101 95 004

Pembimbing:
dr. Yudi Eko Prasetiyo, M.Si.Med., Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
CASE REPORT
“Seorang Pria 56 tahun dengan tak sadarkan diri”

Yang diajukan oleh :


Aditia Candra Prayogo, S. Ked J5 101 95 004

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Kepaniteraan Umum

Pada hari ......................, ........................................ 2020.

Pembimbing:
dr. Yudi Eko Prasetiyo, M.Si.Med., Sp.B (............................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Yudi Eko Prasetiyo, M.Si.Med., Sp.B (............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
Status Pasien
A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. P
2. Usia : 56 tahun
3. Alamat : Sukoharjo
4. Tanggal Pemeriksaan : 12 Agustus 2020
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Tak sadarkan diri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan sedikit pusing dan ada rasa nyeri di pinggang sebelah kiri.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Alergi : Asma (-), Obat (-), Makanan (-)
b. Riwayat Opname : disangkal
c. Riwayat Serupa : disangkal
d. Riwayat Penyakit Sistemik : DM (+), Hipertensi (-), Penyakit Ginjal (-)
4. Riwayat Keluarga
a. Riwayat Alergi : disangkal
b. Riwayat Serupa : disangkal
c. Riwayat Penyakit Sistemik : disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. GCS : E4M5V6
c. Kesadaran : Compos Menthis
d. Status gizi : Cukup
2. Vital Sign
TD: 110/70 mmHg
N: 60x/ menit
RR: 20 x/ menit
S: 36o C
SpO2 dengan O2 2,5 L: 97%
3. Status Lokalis
a. Kepala : terdapat luka yang di jahit di region parietal.
b. Leher : dbn
c. Thorax : dbn
d. Abdomen : dbn
e. Extremitas : inspeksi: tampak luka lecet post KLL di kaki kiri.
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap:
leukosit: 14.4 ul ↑ GDS: 147 mg/dL ↑
neutrofil: 81 % ↑ Ur: 54,6 mg/dL ↑
limfosit: 8,8 % ↓ Cr: 0,92 mg/dL
CT Scan:

Ro thorak:

Ro lumbosacral:

E. Diagnosis
Cedera Kepala Ringan dengan GCS E4M5V6
Oedem cerebi
Vulnus laserasi regio parietal
Vulnus eksoriatum regio pedis sinistra

F. Diagnosis Banding
Epidural Hemorrhage
Subdural Hemorrhage
G. Tatalaksana
1. Non-Medikamentosa
Istirahat secukupnya dan jaga kebersihan.
2. Medikamentosa
1. Inf RL 20 tpm
2. Inj citicolin 500 mg/ 12 jam
3. Inj ketorolac 30 mg/ 8 jam
4. Inj vicilin sx 1,5 gr/ 8 jam
5. Inj ATS 1500 mg
H. Pembahasan
Alasan penegakan diagnosis
a. CKR: dari anamnesis didapatkan pasien tak sadarkan diri dengan durasi <5 menit post
KLL dan pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E4M5V6.
b. Oedema cerebri: pada CT Scan terdapat gambaran oedema serebri
c. Vulnus laserasi regio parietal: pada pemeriksaan fisik tampak luka jahit di kepala bagian
atas belakang.
d. Vulnus eksoriatum: pada pemeriksaan fisik tampak luka lecet di bagian kaki kiri.
Anatomi Kepala
Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan perikranium.
Tulang Tengkorak
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu
kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas
empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai
kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-
gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah
dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi
oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.
Meningia
Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang.
Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran terdiri atas 3
lapisan, yaitu:
a. Durameter (Lapisan sebelah luar)
Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan dura meter
propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah.
Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena
dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara
kedua hemisfer otak.
b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)
Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf sentral.
c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)
Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak,
piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang
disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium memisahkan
cerebrum dengan serebellum.

Gambar lapisan Meningea.

Klasifikasi Cedera Kepala


Berdasarkan Advanced Traumatic Life Support (ATLS, 2014) cedera kepala
diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu
berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.
Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala: benturan kepala dengan
benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba
kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi
kepala dengan kekuatan bertahap.
Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah
tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti
kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan
deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga
Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada
permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
Percepatan sudut merupakan kombinasi dari percepatan translasi dan rotasi,
merupakan bentuk yang paling umum dari cedera inersia. Karena sifat biomekanis kepala
dan leher, cedera kepala sering mengakibatkan defleksi kepala dan leher bagian tengah
atau tulang belakang leher bagian bawah (sebagai pusat pergerakan).
Diffuse Injury - Akselerasi dan Deselerasi.

Cedera lainnya merupakan trauma penetrasi atau luka tembak yang mengakibatkan
perlukaan langsung organ intrakranial, yang pasti membutuhkan intervensi pembedahan.
Beratnya Cedera Kepala
Terlepas dari mekanisme cedera kepala, pasien diklasifikasikan secara klinis sesuai
dengan tingkat kesadaran dan distribusi anatomi luka. Kondisi klinis dan tingkat
kesadaran setelah cedera kepala dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS),
merupakan skala universal untuk mengelompokkan cedera kepala dan faktor patologis
yang menyebabkan penurunan kesadaran.
Glasgow Coma Scale (GCS) dikembangkan oleh Teasdale and Jennett pada 1974
dan saat ini digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak
(Teasdale, 1974). Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan,
mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara
pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata
ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama
atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat.
Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Menurut Brain Injury Association of Michigan
(2005), klasifikasi keparahan dari cedera kepala yaitu:

Patofisiologi
Cedera kepala didasarkan pada proses patofisiologi dibagi menjadi dua yang
didasarkan pada asumsi bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan
fisik yang lalu diikuti proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat
permanen. Dari tahapan itu, dikelompokkan cedera kepala menjadi dua:

1. Cedera Otak Primer


Cedera otak primer adalah akibat cedera langsung dari kekuatan mekanik yang
merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur, robek, memar, dan perdarahan). Cedera
ini dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi,
kompresi, dan distensi akibat dari akselerasi atau deselerasi. Tekanan itu mengenai tulang
tengkorak, yang dapat memberi efek pada neuron, glia, dan pembuluh darah, dan dapat
mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal ataupun difus .
2. Cedera Otak Fokal
Cedera otak fokal secara tipikal menimbulkan kontusio serebri dan traumatik
Intrakranial hematoma.

1. Kontusio Serebri (memar otak)


Kontusio serebri merupakan cedera fokal berupa perdarahan dan bengkak pada
subpial.
Mekanisme Terjadinya Kontusio Serebri

2. Traumatik Intrakranial Hematom


Lebih sering terjadi pada pasien dengan tengkorak fraktur.

1. Epidural Hematoma (EDH).


EDH adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula
interna tulang tengkorak dan duramater.

2. Subdural Hematoma (SDH).


Perdarahan subdural adalah perdarahan antara duramater dan arachnoid.

Epidural hemorrhage Subdural hemorrhage

Anda mungkin juga menyukai