Anda di halaman 1dari 5

A.

PENGERTIAN

Fraud
Fraud merupakan suatu kondisi yang mungkin akan ditemukan oleh auditor dalam suatu audit.
Auditor mungkin akan menemui berbagai temuan dan bentuk yang terjadi dilapangan. Bukan
hanya itu mungkin auditor juga akan melihat berbagai cara yang dilakukan oleh pelaku dalam
melakukan fraud serta siapa saja pelaku yang memungkinkan untuk melakukan fraud,
mengkungkap terjadi atau tidaknya fraud merupakan salah satu tanggung jawab auditor dalam
suatu asersi meski bukan tanggung jawab secara mutlak Menurut (Dorminey et al., 2012).

Menurut (Sayyid, 2015),fraud didefinisikan mencakup berbagai ragam alat yang kecerdikan (akal
bulus) manusia dapat direncanakan, dilakukan oleh seorang individual, untuk memperoleh
manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian yang palsu. Tidak ada aturan yang tetap dan
tanpa kecuali dapat ditetapkan sebagai dalil umum dalam mendefinisi kecurangan karena
kecurangan mencakup kekagetan, akal (muslihat), kelicikan dan cara-cara yang tidak layak/wajar
untuk menipu orang lain. Batasan satu-satunya mendefinisikan kecurangan adalah apa yang
membatasi kebangsatan manusia.

Fraud menurut istilah yang secara umum diartikan sebagai kecurangan atau penipuan dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan secara material dan non material. fraud triangle biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kecurangan.Fraud triangle terdiri dari tiga
komponen, yaitu: tekanan, peluang, dan rasionalisasi. Konsep fraud triangle ini kemudian
diadopsi oleh American Institute Certified Public Accountant (AICPA) yang menerbitkan
Statement of Auditing Standards No.99(SAS No.99) mengenai Consideration of Fraud in a
Financial Statement Audit pada Oktober 2002 Menurut (Vanasco, 1998).

Akuntansi Forensik
Menurut (Tuanakotta, 2010), Akuntansi Forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian
warisan atau pengungkapan motive pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam
persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik.
Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan. Misalnya dalam
perhitungan ganti rugi dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau
secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption
dan misappropriation of asset. Akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi
untuk kepentingan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan
selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.

Audit Forensik
Audit investigatif merupakan sebuah disiplin ilmu yang dipergunakan ketka menginvestigasi
sebuah kasus kecurangan rumit yang berhubungan dengan hukum. Di dalamnya terdapat
teknik-teknik audit investigatif yang dapat membantu para akuntan forensik dalam
pelaksanaanya. Di Indonesia, audit investigatif lebih sering dihubungkan dengan penyelesaian
kasus korupsi, salah satunya money laundering. Maka pada penelitian ini penulis ingin
mengetahui bagaimana teknik audit investigatif yang paling efektif dalam upayanya
mengungkap kasus money laundering berdasarkan perspektif para akuntan forensik.

B. JENIS-JENIS FRAUD
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi profesional
bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam
tiga tingkatan yang disebut Fraud Tree, yaitu sebagai berikut (Albrech, 2009):

1. Penyimpangan atas asset (Asset Misapprppriation) merupakan penyalahgunaan/pencurian


aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent statement) meliputi tindakan yang
dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk
menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
(financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh
keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja
sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan
masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan.
4. Kecurangan berdasarkan keunikan yang termasuk didalamnya kecurangan khusus dan
kecurangan umum.
5. Kecurangan berdassarkan frekuensi yaitu kecurangan yang terbagi atas tidak berulang-
berulang.
6. Kecurangan berdasarkan konspirasi

C. KONSEP AKUNTANSI FORENSIK


Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau
opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang
lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit
yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit
Forensik.Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau
mengungkap motive pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum,
maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai
dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik
dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana
akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan
missappropriation of asset.

Metodologi Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada
mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda.
Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan
pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions)
seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada
analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali
masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi
dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau
pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak
dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk
lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off
dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka
seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat,
pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan
tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan.

Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik

Audit investigasi adalah suatu teknik yang diterapkan untuk mencari bukti-bukti hukum terkait
fraud, menghitung kerugian keuangan perusahaan serta mencari cara untuk menyelesaikan
sengketa dan pemulihan aset. Dengan akuntansi forensik dan audit forensik ini, kita dapat
menganalisa dan membandingkan kondisi di lapangan dengan kriteria yang berfungsi menjadi
bukti di pengadilan, yang sifatnya proaktif dan reaktif. Kemudian hasil analisa ini yang akan
membuktikan kemungkinan fraud, deteksi kerugian keuangan, dan dapat digunakan sebagai alat
saksi ahli di pengadilan.

Peran Penting Akuntansi Forensik

Akuntansi forensic adalah ilmu akuntansi dalam arti luas termasuk auditing, pada masalah
hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengandilan. “akuntansi forensic
meliputi investigasi kecurangan dan menginvestasi pembukuan keuangan maupun cacatan yang
terkait dengan tindak pidana korupsi. Berbeda dengan auditor yang memberikan opini terhadap
laporan keuangan, akuntansi forensic lebih berfokus pada suatu dugaan atau peristiwa tertentu,
akuntansi forensic memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki dan membuktikan adanya
tindak pidana korupsi.

Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri telah terbukti bahwa
akuntansi forensic melalui audit investigasinya telah mampu mengungkap berbagai kasus
korupsi. Di Indonesia banyak kasus korupsi yang terungkap melalui audit investigatif yang
dilakukan baik oleh auditor sector publik maupun privat.

Akuntansi forensik bisa menjadi senjata atau alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi,
namun ruang gerak akuntansi forensik begitu terbatasi dengan peralatan dan kebebasan dalam
mengungkap suatu tindak korupsi.

Penerapan Akuntansi Forensik Di Indonesia

Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan
World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat
pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due
Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia.
Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan
perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban
sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada
likuidasi 16 bank swasta.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse
Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus
Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit
berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC
meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak
diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut
adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth
interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam
kasus ini. Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam
penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang
mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama
PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang
memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai
menghasilkan angka fantastis tersebut.

Peran BKP dalam Akuntansi Forensik

Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan


Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya
Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang
kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan
Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan
Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD
skaligus penentu jumlah kerugian Negara.

BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja
pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian
tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari
berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara
lengkap.

Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi
dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat,
dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar
Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan
kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia,
Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam
sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi
ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut
ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat
didalamnya.
Akuntansi Forensik dan Penerapan Hukum

Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian forensik,
bermakna :

1. Yang berkenaan dengan pengadilan, atau


2. Berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering
kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa jenazah untuk
menentukan penyebab dan waktu kematian. Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah
laboratorium forensik (labfor) yang dimiliki oleh kepolisian.

Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan
saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di
pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses
penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat
non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa atau alternative dispute resolution.

Anda mungkin juga menyukai