Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGANTAR GIZI MASYARAKAT

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TERHADAP BERAT BADAN


LAHIR RENDAH (BBLR) DAN PENCEGAHANNYA

KELOMPOK 2
IKM A 2019
1. Khusnul Khotimah / 101911133005
2. Nola Agatha Tri Anggraeni Febrianti / 101911133083
3. Muhammad Dzaky Rizqi Muharram / 101911133086
4. Gabriella Dea Eugenia / 101911133095
5. Amira Rishanda / 101911133241
6. Ananda Herraztie Rasyendria Putri / 101911133242

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan
setiap pasangan suami istri. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah
lahirnya bayi yang sehat dan sempurna secara jasmani. Fase kehamilan
merupakan fase penting dalam pertumbuhan anak, maka dari itu ibu hamil dan
calon anak membutuhkan gizi yang cukup (Depkes RI, 2004)
Kekurangan gizi pada pertumbuhan janin akan mengakibatkan
beberapa keadaan seperti kekurangan gizi protein, anemia, defisiensi yodium,
defisiensi vitamin A dan kalsium. Anemia pada ibu hamil merupakan masalah
kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat
timbul baik pada ibu maupun pada janin. Menurut Sohimah (dalam Noorbaya,
2018), tingginya angka anemia pada ibu hamil mempunyai konstribusi
terhadap tingginya angka bayi lahir dengan berat badan lahir rendah di
Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000 bayi setiap tahunnya.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan sama atau kurang dari 2500 gram (WHO. 2014). Anemia dan
hipertensi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR
(Purwanto&Anjas, 2016).Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah
prematur baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat badan lahir
rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat
kurang dari 2500gr pada waktu lahir disebut bayi prematur.
Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah
satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi
khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi dengan berat badan lahir
rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh
kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi
(Noorbaya,2018) Oleh karena itu penanggulangan anemia gizi menjadi salah
satu program potensial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang dilaksanakan pemerintah sejak pembangunan jangka panjang.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih
rinci mengani hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan potensi
kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang
dikemukakan oleh penulis adalah begai berikut.
1. Bagaimana hubungan anema pada ibu hamil dengan potensi kejadian bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR)?
2. Bagaimana upaya pencegahan anemia pada ibu hamil?
1.3 Tujuan
Secara umum penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengkaji
permasalahan kesehatan berupa kejadian anemia pada ibu hamil dan kaitannya
dengan kejadian bayi berat badan lahir rendah (BBLR) serta menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai upaya pencegahan anemia pada
ibu hamil.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah untuk
mengindentifikasi hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan potensi
kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) serta upaya
pencegahan anemia pada ibu hamil.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penyusunan
makalah ini diharapkan mempunyai manfaat dalam meningkatkan upaya
pencegahan anemia terutama pada ibu hamil. Manfaat teoritis hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi dinas kesehatan
dan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan berupa anemia
khususnya yang menimpa ibu hamil agar tidak berpotensi menyebabkan
kejadian bayi lahir dengan berat badan rendah.
Adapun manfaat praktis hasil penyusunan makalah ini diharapkan
dapat menambah wawasan penulis mengenai kejadian anemia dan upaya
pencegahannya serta menambah pengetahuan masyarakat mengenai
permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
Anemia atau biasa disebut dengan kurang darah adalah suatu
kondisi dimana tubuh manusia mengalami kekurangan kadar Hemoglobin
(Hb) di dalam sel darah merah. Hemoglobin adalah zat warna yang
memiliki fungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hemoglobin
berkurang hingga melewati batas normal, jaringan dalam tubuh akan
kekurangan oksigen. Dengan demikian, hemoglobin harus tetap dalam
kondisi normal agar terjadi anemia.
Kriteria batasan normal kadar Hemoglobin darah dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anak dan kelompok dewasa.
Kelompok anak usia 6 bulan – 6 tahun harus memiliki >11 gr/dl
hemoglobin agar tidak disebut anemia. Sedangkan, kelompok anak usia 6
tahun – 14 tahun harus memiliki >12 gr/dl hemoglobin. Kelompok dewasa
dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu laki-laki, wanita, dan wanita hamil.
Laki-laki dewasa harus memiliki kadar Hemoglobin >13 gr/dl dan wanita
dewasa >12 gr/dl. Sedangkan, wanita hamil harus memiliki kadar
Hemoglobin >11 gr/dl.
Gejala anemia sangatlah beragam. Hal ini bergantung pada
penyebab anemia. Akan tetapi, penderita anemia secara umum mengalami
5L (lemah, cepat lelah, letih, lesu, dan lalai), beberapa bagian wajah
(kelopak mata, lidah, dan bibir) tampak pucat, dan sering mengalami sakit
kepala.
Jenis-jenis anemia dapat dibedakan dari penyebabnya. Berikut
adalah jenis-jenis anemia berdasarkan penyebabnya.
1. Anemia akibat kekurangan zat besi
Kurangnya asupan zat besi dalam makanan menyebabkan
tubuh tidak mampu menghasilkan Hemoglobin. Namun, ada
penyakit yang menyebabkan tubuh tidak mampu menyerap zat besi
misalnya pada penyakit celiac.
2. Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki kadar Hemoglobin yang lebih rendah
dan hal itu normal terjadi. Meskipun demikian, kebutuhan
Hemoglobin meningkat. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan
untuk mengkonsumsi zat pembentuk Hemoglobin lebih banyak
seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
3. Anemia akibat pendarahan
Pendarahan akibat operasi, kecelakaan / cidera, dan
pendarahan melalui alat genital dapat menyebabkan anemia. Selain
itu, anemia karena pendarahan juga dapat terjadi akibat infeksi
cacing tambang yang menghisap darah dari dinding usus.
4. Anemia aplastik
Saat terjadi kerusakan pada sumsum tulang belakang, tubuh
tidak mampu menghasilkan sel darah merah secara optimal. Hal ini
disebut dengan anemia aplastik. Kondisi ini juga dapat dipicu oleh
infeksi, penyakit autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek
samping obat.
5. Anemia hemolitik
Kondisi ketika sel darah merah dihancurkan lebih cepat
dibandingkan proses pembentukannya disebut anemia hemolitik.
Pada umumnya, kondisi ini diturunkan dari orang tua atau didapat
ketika lahir akibat kanker darah, infeksi bakteri atau virus, penyakit
autoimun, serta efek samping obat-obatan.
6. Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses
pembentukan sel darah merah terutama penyakit yang berlangsung
dalam jangka waktu lama. Sebagai contoh, penyakit Crohn,
penyakit ginjal, kanker, rheumatoid arthritis, dan HIV/AIDS.
7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh perubahan genetik yang
menyebabkan Hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk
menyerupai bulan sabit. Apabila kedua orang tua menderita anemia
sel sabit, kemungkinan besar penyakit ini akan diturunkan kepada
keturunan mereka.
8. Talasemia
Talasemia disebabkan oleh mutasi genetik yang
memengaruhi produksi Hemoglobin. Talasemia bersifat genetik
yang menyebabkan keturunannya berkemungkinan besar
mengalami hal yang sama.
2.2 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang
ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir.berat badan merupakan
ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis
bayi normal atau BBLR (WHO, 2010). Menurut Norwitz et al (2006),
Berat Badan Lahir Rendah atau disebut BBLR adalah bayi dengan berat
lahir absolut < 20 tahun atau > 35 tahun, berat badan sebelum hamil < 50
kg atau >75 kg, merokok, minum alkohol, riwayat bayi sebelumnya
dengan berat badan lahir rendah, anemia pada ibu, penyakit hipertensi,
perdarahan antepartum, kehamilan multipel, janin dengan defek
kongenital, dan infeksi intrauterin.
Bayi BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Prematuritas murni Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu
atau biasa disebut neonatus kurang bulan-sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).Bayi prematur memiliki karakteristik
klinis dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, panjang badan
kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30
cm, dan lingkarang kepala kurang dari 33 cm (Abdoerrachman et
al, 2007).
2. Dismaturitas Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasi itu.Berarti bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilan (KMK).Penyebab dismaturitas adalah setiap
keadaan yang mengganggu perukaran zat antara ibu dan janin
(Hasan et al, 1997).
Faktor penyebab secara umum ada tiga sebab, yaitu faktor ibu,
janin, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut secara umum akan dijelaskan
berikut ini:
1. Umur ibu
WHO merekomendasikan bahwa usia yang dianggap
paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20
hingga 35 tahun. Persentase tertinggi bayi dengan berat badan
lahir rendah terdapat pada kelompok remaja dan wanita
berusia lebih dari 40 tahun. Ibu yang terlalu muda seringkali
secara emosional dan fisik belum matang. Sedangkan pada ibu
yang sudah tua meskipun mereka berpengalaman, tetapi
kondisi tubuh dan kesehatannya sudah mulai menurun
sehingga dapat mempengaruhi janin intra uteri dan dapat
menyebabkan kelahiran BBLR (Himawan, 2006).
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh
seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir meninggal. Seorang
ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisinya karena selama hamil zat-
zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya.
Paritas yang beresiko melahirkan BBLR adalah paritas 0 yaitu
bila ibu pertama kali hamil dan mempengaruhi kondisi
kejiwaan serta janin yng dikandungnya, dan paritas lebih dari
4 dapat berpengaruh pada kehamilan berikutnya kondisi ibu
belum pulih jika hamil kembali. Paritas yang aman ditinjau
dari sudut kematian maternal adalah paritas 1-4 (Sistriani,
2008).
3. Kehamilan ganda
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan
daripada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan
yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat
badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal.
Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan
yang berlebihan sehingga menyebabkan peredaran darah
plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan
kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada kehamilan
tunggal (Prawirohardjo, 2007).
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak
sama, dapat berbeda antara 50-1000 gram, karena pembagian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada
kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus.
Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda
bertambah, yang akan menyebabkan anemia dan penyakit
defisiensi lain sehingga sering lahir bayi yang kecil
(Prawirohardjo, 2007).
Ciri-Ciri Bayi Berat lahir Rendah (Manuaba, 2006)
mengemukakan bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai ciri-ciri yaitu
berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, ukuran
kepala relative lenih besar dari tubuh, kulit tipis, transparan, rambut
lanugo banyak, lemak kulit kurang, otot hypotonic lemah, pernafasan tidak
teratur, dapat terjadi apnue, ekstremitas abduksi, sendi lutut/kaki fleksi
lurus, frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ini merupakan salah satu faktor
risiko yang mempunyai kontribusi sebesar 60 sampai 80% terhadap semua
kematian neonatal. Secara umum, di Dunia kejadian BBLR sebesar 15,5%
dan sebanyak 96,5% berasal dari Negara berkembang. Menurut Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi BBLR di Indonesia
sebesar 11,1%, dengan kejadian BBLR tertinggi terjadi di Papua (27%)
dan terendah terjadi di Provinsi Bengkulu (2,7%) dan Provinsi Sumatera
Barat (2,5%).
Di negara berkembang, termasuk Indonesia masalah gizi masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Masalah gizi
merupakan penyebab tidak langsung terjadinya kematian ibu dan anak
yang sebenarnya dapat dicegah. Rendahnya status gizi ibu hamil selama
kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu dan
bayi, diantaranya adalah bayi lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bayi dengan BBLR ini mempunyai peluang meninggal 10--20
kali lebih besar daripada bayi yang lahir dengan berat lahir cukup. Oleh
karena itu perlu adanya deteksi dini dalam kehamilan yang dapat
mencerminkan pertumbuhan janin dan kesehatan bagi ibu selama hamil.
Status gizi ibu selama kehamilan merupakan faktor penentu penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin didalam kandungan
BBLR dapat dihindari dengan menjaga kondisi fisik ibu melalui
pemenuhan kebutuhan gizi dan pengukuran antropometri berupa lingkar
lengan atas (LiLA) dan kenaikan berat badan ibu hamil. Ambang batas
LiLA pada wanita usia subur (WUS) yang tidak berisiko Kekurangan
Energi Kronik (KEK) adalah 23,5 cm sehingga Ibu hamil yang memiliki
LiLA. Upaya pencegahan dan penanggulangan diharapkan dapat
dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat menurunkan angka kejadian
BBLR.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR)

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah nasional yang serius


karena menunjukan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat serta
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
kehamilan disebut ‘potential danger to mother and child’, karena itulah
anemia memerlukan perhatian dari semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan pada lini terdepan (Manuaba, 2010). Prevalensi
anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada
umumnya banyak penelitian yang menunjukkan anemia pada wanita hamil
yang lebih besar dari 50%. Dalam penanggulangan anemia pada ibu hamil,
Depkes telah mempunyai kebijaksanaan agar anemia tidak berdampak
terhadap kondisi persalinan dan nifas yang beresiko terhadap kematian
(Handoko, 2010). Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat
negatif seperti gangguan dan hambatan pada pertumbuhan dan kekurangan
Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke
seluruh tubuh maupun otak (Manuaba, 2010).

Dibutuhkan sebanyak + 900 mg Fe pada tiap kehamilan untuk


pembentukan sel darah ibu, plasenta dan darah janin. Jika ibu memiliki
sedikit persediaan Fe, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan
Fe tubuh dan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Secara
normal darah akan bertambah banyak dalam kehamilan. Bertambahnya sel
darah tidak sebanding dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi
pengenceran darah (hemodilusi). Oleh sebab itu, kadar hemoglobin pada
wanita hamil memang cenderung lebih rendah dari wanita normal. Pada
kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami
hemodilusi dengan peningkatan volume 30-40% yang puncaknya terjadi
pada usia kehamilan 32-34 minggu.

Jumlah peningkatan sel darah 18-30%, Hb sekitar 19%. Bila Hb


ibu sebelum hamil sekitar 11%, dengan terjadinya hemodilusi akan
mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu beresiko menurun
menjadi 9,5-10%. Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan
perdarahan ibu akan beresiko mengalami kehilangan zat besi sekitar 900
mg. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal
untuk dapat menyiapkan ASI untuk perkembangan da pertumbuhan bayi.
Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan
baik (Manuaba, 2010).
Anemia pada kehamilan cenderung meningkatkan kejadian BBLR. Hal ini
dapat terjadi karena anemia penyebab langsung angka prematuritas dan
pertumbuhan janin terhambat. Mekanisme lain yang berkontribusi
terhadap kejadian BBLR adalah depresi imun pada penderita anemia yang
meningkatkan morbiditas karena infeksi, seperti infeksi saluran kemih
(Kalaivani, 2009). Ibu hamil dengan anemia lebih beresiko 5,55 kali
mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
mengalami anemia.

Menurut jurnal Novianti (2016) Anemia pada kehamilan dapat


berakibat buruk baik pada ibu maupun janin. Anemia pada kehamilan kan
menyebabkan terganggunya oksigenasi maupun suplai nutrisi dari ibu
terhadap janin. Akibatnya janin akan mengalami gangguan penambahan
berat badan sehingga terjadi BBLR. Menurut Manuaba, anemia ringan
akan mengakibatkan kelahiran prematur dan BBLR, sedangkan anemia
berat selama masa kehamilan akan meningkatkan risiko mortalitas dan
morbiditas baik pada ibu maupun pada janin.

3.2 Pencegahan Anemia pada Ibu Hamil

Kondisi anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu pada saat


melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, janin dan
ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan meningkatkan bayi prematur
(Horton S., Ross J., 2003) dalam (Sudikno dan Sandjaja, 2016). Wanita
hamil sangat sulit untuk mendapatkan cukup zat besi walaupun telah
mengkonsumsi makanan yang tinggi zat besi setiap harinya. Penyebab hal
tersebut karena zat besi adalah salah satu nutrient yang tidak dapat
diperoleh dalam jumlah adekuat dari makanan yang dikonsumsi ibu
selama hamil (Bobak, dkk, 2005) dalam (Nurhayati, Halimatusakdiah, dan
Asniah, 2015). Faktor-faktor yang berkontribusi untuk terjadinya anemia
pada ibu hamil diantaranya umur, paritas, tingkat pendidikan, status sosial
ekonomi, dan kepatuhan konsumsi tablet Fe, sedangkan menurut
Handayani (2016), faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil diantaranya adalah konsumsi Fe, jarak kehamilan, status gizi,
dan pengetahuan.

Anemia pada ibu hamil erat kaitannya dengan fisiologi kehamilan,


dimana tubuh mengalami perubahan jumlah darah meningkat dalam tubuh
20-30% sehingga kebutuhan zat besi dan vitamin meningkat untuk
pembuatan Hemoglobin (Hb). Selain itu, ibu hamil juga harus membagi
darah dengan bayinya sehingga kebutuhan darah 30% lebih banyak
dibanding seblum hamil (Noversiti, 2012). Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mencegah dan menangani terjadinya anemia pada ibu hamil. Akan
tetapi, belum menunjukkan penurun angka anemia yang signifikan, salah
satu faktor yang menyebabkan anemia masih tinggi adalah masih
rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe.

Salah satu upaya pencegahan dan penangan anemia pada ibu hamil
diantaranya dengan meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap
menjadi positif melalui :

a. Edukasi tentang kebutuhan gizi selama kehamilan;


b. Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama hamil;
c. Pemberian zat besi 90 tablet;
d. Segera memeriksakan diri apabila terjadi atau ada keluhan
yang tidak biasa;
e. Penyediaan makanan yang sesuai kebutuhan ibu hamil;
f. Meningkatkan pengetahuan dan perilaku ibu hamil maupun
keluarga dalam memilih, mengolah, dan menyajikan makanan
serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi.
(Solehati, Sari, Lukman, dan Kosasih, 2018).

Menurut Waryono (2010), pencegahan anemia pada ibu hamil


diantaranya cukup istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi yang banyak
mengandung Fe, pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dan
mengkonsumsi tablet Fe 90 tablet selama kehamilan. Sedangkan menurut
Arisman (2009), upaya pencegahan anemia pada ibu hamil dapat
dilakukan dengan pemberian Fe melalui oral ataupun suntikan, pendidikan
kesehatan, pengawasan penyakit infeksi dan fortifikasi (pengayaan) zat
besi pada makanan pokok. Menurut Syafrudin (2012), untuk penanganan
anemia ringan pada ibu hamil diantaranya, yaitu mengkonsumsi makanan
yang mengandung zat besi, sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan,
membiasakan konsumsi makanan yang mempermudah penyerapan Fe,
seperti vitamin C, air jeruk, daging, dan ikan, serta menghindari minuman
yang menghambat penyerapan Fe, seperti teh dan kopi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan

Anemia atau biasa disebut dengan kurang darah adalah suatu


kondisi dimana tubuh manusia mengalami kekurangan kadar Hemoglobin
(Hb) di dalam sel darah merah. Ibu hamil memiliki kadar Hemoglobin
yang lebih rendah dan hal itu normal terjadi. Meskipun demikian,
kebutuhan Hemoglobin meningkat. Kondisi anemia dapat meningkatkan
risiko kematian ibu pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah, janin dan ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan
meningkatkan bayi prematur. Faktor-faktor yang berkontribusi untuk
terjadinya anemia pada ibu hamil diantaranya umur, paritas, tingkat
pendidikan, status sosial ekonomi, dan kepatuhan konsumsi tablet Fe. Oleh
karena itu, ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi zat pembentuk
Hemoglobin lebih banyak seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
Pemberian edukasi dan pengetahuan oleh tenaga kesehatan juga penting
terhadap ibu hamil serta keluarga nya agar siap siaga dalam menjaga
kehamilan hingga bayi dilahirkan.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan

Untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil,


diharapkan tenaga kesehatan setempat dapat meningkatkan upaya
promotif dan preventif mereka melalui penyuluhan atau edukasi
terhadap ibu hamil dan masyarakat sekitar agar memiliki kesadaran
akan kesehatan dan dapat menciptakan masyarakat yang siap siaga
untuk menolong ibu hamil apabila mengalami kondisi yang darurat
sehingga mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan terhadap
ibu hamil dan janin yang dikandungnya.

4.2.2 Untuk masyarakat dan Ibu Hamil

Dengan adanya makalah ini, diharapkan ibu hamil dan


masyarakat dapat lebih memahami dan menambah pengetahuan
pentingnya menjaga kehamilan dengan mengonsumsi asupan
makanan bergizi terutama yang mengandung zat besi agar ibu
hamil terhindar dari anemia yang mana merupakan menjadi faktor
resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi. Ibu hamil
juga diharapkan akan rajin untuk memeriksakan kandungan di
tempat pelayanan kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Kalaivani, K. Prevalence & Consequences of Anemia in Pragnancy.,
November. 2009
Manuaba, dkk. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Edisi 2. Jakarta, EGC. 2010.
Normayanti. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas ‘Aisyiyah.
Yogyakarta. 2019.
Novianti, Siti & Aisyah, Iseu Siti. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dan
BBLR. Jurnal Siliwangi Vol.4. No.1, 2018 Seri Sains dan Teknologi.
Tasikmalaya. 2018.
Pratiwi, Ajeng. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi
Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Banjarnegara. Universitas
‘Aisyiyah. Yogyakarta. 2018.
Sjahriani, Tessa & Faridah, Vera. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Jurnal Kebidanan Vol 5, No 2,
April 2019: 106-115. Universitas Malahayati. Bandar Lampung. 2019.
Buku
Almatsier S. 2011. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bambang W, Merryana A. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta:
Kencana
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil dinas kesehatan Kota
Padang; 2012.
Handayani, S. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Sambutan Kota Samarinda.
1(II):126-138.
Handoko dan Proverawati, A. Nutrisi Janin dan Ibu Hamil. Yogyakarta, Nuha
Medika. 2010.

Hasan, Et al. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Himawan, A.W. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang.
Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Jumiarni, Mulyati Sri, Nurlina, 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Lailiyana, Nurmailis N, Suryatni. 2010. Gizi kesehatan reproduksi. Jakarta:
EGC.
Manuaba. 2006. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Buku kedokteran EGC.
MB, A. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Norwitz, E. Et al. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Jurnal
Noversiti, E. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu
Hamil Trimester II di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota
Padang. Universitas Andalas.
Nurhayati, N., Halimatusakdiah, P. K. A., & Asniah, A. 2015. Pengaruh
Asupan Tablet Zat Besi (fe) terhadap Kadar Hemoglobin (Hb) pada
Ibu Hamil di Puskesmas Kopelma Darussalam Tahun 2014. Idea
Nursing Journal, (Online). 6(1):76-82.
Purwanto, dwi & Anjas. 2016. Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian bayi berat lahir rendah. Universitas Airlangga Fakultas
Kesehatan Masyarakat Surabaya.
Reza C, Puspitasari N. Determinants of Low-Birth-WeightNeonates. J
Biometrika dan Kependudukan. 2014;3(2):96–106.
Sistriani, C. 2008. Faktor Maternal dan Kualitas Pelayanan Antenatal yang
Beresiko terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Studi
pada Ibu yang Periksa Hamil Ke Tenaga Kesehatan dan Melahirkan di
RSUD Banyumas. Tesis FKM. Universitas Diponegoro.
Solehati, T., Sari, C. W. M., Lukman, M., dan Kosasih, C. E. 2018. Pengaruh
Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Deteksi Dini dan
Pencegahan Anemia dalam Upaya Menurunkan AKI pada Kader
Posyandu. Jurnal Keperawatan Komprehensif, (Online). 4(1):7-12.
Sudikno, S., & Sandjaja, S. 2016. Prevalensi dan Faktor Risiko Anemia pada
Wanita Usia Subur di Rumah Tangga Miskin di Kabupaten
Tasikmalaya dan Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Kesehatan
Reproduksi, (Online). 7(2):71-82.
Sunaryo, Endang S, 2000. Defi siensi Folat dan Tingginya Angka Kematian
Ibu serta Kasus bayi Bermasalah, Makalah Individu, Bogor.
Syafrudin. 2012. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Kedokteran EGC.
Waryono. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihanna.
WHO. Optimal feeding of low birthweight infants in low, middle-income
countries. 2011.
Internet
Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Ibu Hamil Tetap Sehat Bebas Anemia.
http://dinkes.salatiga.go.id/?p=9148 (diakses pada 5 Oktober 2020)
Fatmawati. Kenali Jenis Anemia dan Pemeriksaan Labotariumnya.
http://awalbros.com/patologi-klinik/kenali-jenis-anemia/ (diakses pada
5 Oktober 2020)
Noorbaya, Siti. 2018. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian
BBLR Di Rumah Sakit Umum Daerah Aw. Sjahranie Samarinda
Tahun 2017. Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam. 4(1).
http://jurnal.stikesmm.ac.id/index.php/jkmm/article/download/27/29,
diakses 5 Oktober 2020.
WHO. (2014). Global Nutrition Targets 2025 Low Birth Weight Policy Brief.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/149020/2/WHO_NMH_NHD_
14.5_eng.p df?ua=1, diakses 5 Oktober 2020.
Willy, Tjin. 2019. Anemia. https://www.alodokter.com/anemia (diakses pada
5 Oktober 2020).

Anda mungkin juga menyukai