Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM PENGAWASAN MUTU PANGAN

“Perencanaan Penilaian Mutu Awal dan Akhir Produk Chicken Nugget”


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengawasan Mutu Pangan (PMP)

Dosen Pengajar : Zulfiana Dewi, SKM., MP

Disusun Oleh : Kelompok 7


Fenny Hidayani NIM. P07131215097
Fony Wardani NIM. P07131215099
Nadya Mustiyani NIM. P07131215109
Ni Wayan Leni L.R NIM. P07131215110
Zainab NIM. P07131215125

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Banjarmasin
Program Diploma IV
Jurusan Gizi

2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan
pangan nabati. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh  lebih pendek dari
pada bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya
simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani
tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman.
Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor
tekanan dari luar. Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik
sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda dengan sifat telur.

Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling
yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu
(battered dan braded). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat
frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu,  dicampur bahan pengikat,
kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan  dilumuri perekat tepung
(batter) dan  diselimuti  tepung roti (breading). Nugget  digoreng setengah matang dan
dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan .

Nugget dipilih karena mudah dalam proses pengolahannya yaitu melalui proses
pencampuran, pengukusan, dan penggorengan. Proses pencampuran melibatkan protein
sebagai emulgator dalam membentuk gugus matrik yang kompak. Proses pengukusan
yang dilakukan dalam pembuatan nugget dapat mempertahankan kandungan nutrisi pada
daging khususnya nutrisi yang mudah larut dalam air. Sehingga selain disukai banyak
orang kandungan gizi nugget ayam juga tetap terjaga. Pembuatan nugget ayam ini
merupakan suatu peluang untuk membuka pasar yang ada.

Oleh karena itu, kami tertarik untuk membuat produk Chicken Nugget serta untuk
mengetahui kerusakan yang terjadi selama penyimpanan produk.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui proses pembuatan chicken nugget
b. Untuk mengetahui mutu fisik, kimia, dan mikrobiologi produk
c. Untuk mengetahui kerusakan pangan yang terjadi akibat penyimpanan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Nugget

Menurut Tati (1998) dalam Dhevina (2010) nugget adalah daging yang dicincang,


kemudian diberi bumbu-bumbu (bawang putih, garam, bumbu penyedap, dan merica),
dicetak dalam suatu wadah dan dikukus. Selanjutnya, adonan didinginkan dan dipotong-
potong atau dicetak dalam bentuk yang lebih kecil, kemudian dicelupkan dalam putih
telur dan digulingkan ke dalam tepung panir sebelum digoreng. Nugget memiliki rasa
yang lebih gurih dari pada daging utuh.

Menurut Tanoto (1994) dalam Dhevina (2010) nugget adalah suatu bentuk produk


daging giling yang dibumbui, kemudian diselimuti oleh perekat tepung (batter),
pelumuran tepung roti (breading), dan digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpana. Nugget termasuk ke dalam salah satu
bentuk produk makanan beku siap saji, suatu produk yang telah mengalami pemanasan
sampai setengah matang kemudian dibekukan.

Produk beku siap saji ini memerlukan waktu pemanasan akhir yang cukup singkat
untuk siap disajikan karena produk tinggal dipanaskan hingga matang. Pembuatan nugget
mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es,
bahan tambahan, pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan. (Aswar dalam Dhevina, 2010)

2.2 Standar Nugget Ayam

Nugget merupakan salah satu olahan modern (breaded) yang sedang digemari
masyarakat. Produk ini disimpan dalam kondisi beku (frozen food). Nugget pada
umumnya dikenal luas dalam bentuk nugget ayam (chicken nugget). Produk nugget ini
umumnya mempunyai daya simpan selama 2 bulan pada suhu beku. (Tin, 2003)

Standarisasi kualitas bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia,


mikrobiologi dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan
menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi
kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat, sedangkan uji kualitas organoleptik
meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002)
pada SNI.01-6638-2002 mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang
dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi  bahan pelapis
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Standarisasi mutu nugget ayam menurut Badan Standarisasi Nasional (2002),
yaitu

No. Karakteristik Satuan Persyaratan Mutu


1. Keadaan  
2. Aroma – Normal, sesuai label
3. Rasa – Normal, sesuai label
4. Tekstur – Normal
5. Benda asing – Tidak boleh ada
6. Air %, b/b Maks. 60
7. Protein %, b/b Min. 12
8. Lemak %, b/b Maks. 20
9. Karbohidrat %, b/b Maks. 25
10.. Kalsium (Ca) mg/ 100g Maks. 30
11. Bahan tambahan makanan  
12. Pengawet – Sesuai dengan SNI-0222-
13. Pewarna – 1995
14. Cemaran logam  
15. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
16. Tembaga mg/kg Maks. 20,0
17. Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
18. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
19. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
20. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
21. Cemaran mikrobia  
22. Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 5 x 104
23. Coliform APM/g Maks. 10
24. E. Coli APM/g

25. Salmonella APM/25 g Negatif


26. Staphylococcus aureus Koloni/g Maksm 10 x 102
Sumber : BSN (2002)
2.3 Uji Organoleptik
Uji organoleptik disebut juga dengan pengukuran inderawi merupakan ilmu pengetahuan
yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor
produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya
terhadap penampakan,  flavor  dan  tekstur.

Objek yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental)
berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik.
Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin,
panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada waktu alat indra menerima rangsangan,
sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan
pada susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan.

2.4 Uji Fisik


Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal
fisik yang nampak dari suatu  produk. Prinsip uji fisik yaitu Pengujian dilakukan dengan cara
kasat mata, penciuman, perabaan dan pengecapan dan alat-alat tertentu yang sudah di akui secara
akademis.  (Kartika, 1998)
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh, memijit, menggigit,
mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang kita rasakan. Ini yang disebut
dengan analisa sensori. Karena reaksi kita sebagai manusia yang menguji berbeda-beda, maka
diperlukan analisa statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan  ataupun tingkat kesukaan
penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua dengan pendekatan fisik, menggunakan
instrument atau peralatan tertentu,  (Kartika, 1998)
Uji morfologi adalah uji yang dilakukan terhadap produk pangan seperti bentuk, ukuran
dan warna atau  faktor-faktor luaran dari produk pangan. (Prabaningtyas 2003).

2.5 Bilangan asam dan asam lemak bebas

Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam pangan. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari
minyak yang digunakan.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan
berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam 1 gram minyak.

Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula, yang berasal
dari hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena proses pengolahan atau pemanasan yang tinggi
pada produk pangan. Semakin tinggi bilangan asam, maka semakin rendah kualitas minyak,
sebaliknya. Semakin rendah bilangan asam, maka semakin tinggi kualitas minyak (Winarno,
2004).

2.6 Uji Mikrobiologi Melalui Uji Kuantitatif Mikroorganisme

Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan


terhadap  sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses
pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari
perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses
pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-
perubahan yang merugikan. Contohnya, pada makanan-makanan  yang telah diawetkan dengan
pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan masih
mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk
pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan mengalami proses pembekuan atau
pengerimngan sebaiknya dilakukan  proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang
berguna untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.

Berbagai macam uji mokrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan,  meliputi uji
kuantitatif mikroba untuk menentukan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen
untuk menenetukan tingkat keamanan dan uji indikator untuk menentukan tingkat sanitasi
makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung
berbagai faktor, seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan
serta komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya (Dirjen POM., 1979)
BAB III
METODOLOGI
3.1.1 Alat
a. Pisau
b. Talenan
c. Blender
d. Baskom
e. Sendok
f. Panci
g. Loyang
h. Kompor
i. Wajan
j. Sutil
k. Piring
3.1.2 Bahan
 618 gram daging ayam, giling/ cincang halus
 minyak goreng
 1 bungkus penyedap rasa ayam
 air matang
 1 sdt garam
 2 butir telur
 ½ sdt lada bubuk
 5 siung bawang putih, haluskan
 3 butir telur, kocok lepas
 200 gram tepung roti
3.1.3 Cara Membuat

1. Campur daging ayam yang sudah di giling dengan bawang putih halus, bumbu dan telur.
Aduk hingga rata.

2. Olesi loyang dengan minyak goreng, lalu masukkan adonan tersebut secara merata ke
dalam loyang.
3. Kukus adonan selama 20 menit lalu angkat dan tunggu hingga dingin.

4. Setelah adonan cukup dingin, potong dengan bentuk sesuai selera dan celupkan ke dalam
telur lalu gulingkan ke dalam tepung roti.

3.2 Penilaian Subjektif (Organoleptik)


Uji sensoris (organoleptic) yang digunakan ialah uji kesukaan (uji hedonik).
Panelis diminta menilai prosuk sesuai tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya (ketidaksukaan). Aspek yang dinilai ialah kelima aspek diatas, meliputi
tekstur, warna, rasa dan aroma. Skala hedoniknya yaitu tidak suka, agak tidak suka,
agak suka, suka, sangat suka.
3.3 Penilaian Objektif
3.3.1 Mutu Fisik
Penilaian morfologi yaitu antara lain :
 Ukuran, meliputi berat, luas, lebar, dan tebal.
3.4 Mutu Kimia
Pengujian kimia dengan menggunakan metode bilangan asam dan asam lemak bebas.
3.4.1 Definisi
Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk
menetralkan 1 gr minyak/lemak bebas yang terkandung dalam minyak/lemak
yang berkaitan dengan mutu minyak. Asam lemas bebas (FFA) adalah
banyaknya mg asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam 100 gr
minyak/lemak, dihitung sebagai asam laurat atau asam lemak lainnya.
3.4.2. Metode
Asidi-Alkalimetri
3.4.3 Prinsip
Minyak/lemak dilarutkan dalam pelarut organik kemudian dititrasi dengan
larutan basa menggunakan indikator ppt sampai terbentuk warna merah
muda.
3.4.4 Alat
Beaker glass 250 ml, erlenmeyer 250 ml, buret, pipet volume 10 ml, pipet
tetes, corong, gelas ukur, neraca.
3.4.5 Pereaksi
Alkohol 95% netral, KOH 0.1 N, ppt, as. Oksalat 0.1 N
3.4.6 Sampel
Chicken Nugget
3.4.7 Cara Kerja :
a) Penetapan Kadar
1. Timbang 20 gr sampel, masukkan dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 50 ml larutan alcohol 95% netral, panaskan sampel
mendidih di penangas air sambil diaduk
3. Tambahkan 3 tetes indikator ppt, titrasi dengan KOH 0.1 N sampai
merah muda konstan selama 10 detik, catat volume titrasi
3.4.8 Standarisasi KOH
1. Pipet 10 ml as. Oksalat 0.1 N ke dalam Erlenmeyer, tambahkan
aquadest ± 100 ml.
2. Tambahkan 3 tetes indikator ppt, titrasi dengan KOH 0.1N sampai
merah muda konstan selama10 detik. Catat volume titrasi.
3.4.9 Perhitungan :
ml KOH x N . KOH x BE KOH (56.1)x 1mg KOH
Bilangan asam =
gram sampel
ml KOH x N . KOH x m x 100 %
%FFA =
gram sampel x 1000
m adalah bobot molekul (BM) asam lemak :
m = 200 bagi asam laurat
m = 282 bagi asam oleat
m = 205 bagi minyak/lemak dari minyak kelapa
m = 263 bagi minyak/lemak dari minyak sawit
3.5 Mutu Mikrobiologis
- Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat
menduga daya tahan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator
sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Bakteri atau
mikroorganisme yang terdapat pada chicken nugget yang paling sering
ditemukan yaitu Salmonella karena unggas dan telur merupakan pembawa alami
bakteri Salmonella. Bakteri Salmonella: - Berbentuk batang - Gram-negatif -
Tidak berspora - Mempunyai flagel peritrik - Tidak berkapsul - Hidup secara
aerob atau fakultatif aerob (Lesmana, 2006).
- Menghitung jumlah mikroba dengan metode hitungan cawan. Prinsip metode ini
ialah menumbuhkan mikroba yang ada terdapat di chicken nugget pada medium
agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung, kemudian dihitung secara manual.

Metode Hitungan Cawan


Metode Cawan Sebar dan Cawan Tuang
3.5.1 Alat dan Bahan :
Tabung reaksi, pipet volumetric, cawan petri berisi PCA, aquadest, dan
sampel

3.5.2 Prosedur :
1. Siapkan empat buah cawan petri steril berisi agar beku
2. Siapkan sampel yang sudah dalam bentuk larutan
3. Ambil 1 mL larutan sampel dan pindahkan ke tabung pengenceran
pertama, homogenkan.
4. Ambil 1 ml larutan dari tabung pengenceran pertama, lalu pindahkan ke
tabung pengenceran ke tiga, homogenkan.
5. Lanjutkan proses pengenceran sampai mencapai faktor pengenceran
yang diinginkan
6. Teteskan 1 ml larutan hasil pengenceran dari dua tabung terakhir ke
dalam cawan petri yang sudah diisi media agar untuk metode cawan
sebar. Ratakan dengan batang L dengan cara memutar.
7. Sementara itu, untuk metode cawan tuang, teteskan 1 ml larutan hasil
pengenceran ke dalam cawan petri steril kosong, lalu tuangkan agar
yang masih hangat ke dalam cawan petri tersebut, lalu ratakan dengan
cara diputar dan dibiarkan sampai beku.

3.5.3 Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah biakan dalam cawan petri diinkubasikan
selama 24 jam, 370C. Langkah-langkah pengamatan adalah sebagai berikut.
1. Keluarkan biakan dalam cawan dari incubator
2. Amati pertumbuhan biasakan secara makroskopis, lalu digambar
3. Letakka biakan cawan di dalam colony counter, lalu tutup dengan kaca
penutupnya
4. Nyalakan colony counter
5. Perkirakan jumlah koloni yang ada, bila sekiranya lebih dari 300 koloni,
jumlah koloni dinyatakan TBUD ( terlalu banyak untuk dihitung) dan
tidak dipakai dalam perhitungan. Gunakan biakan yang memenuhi
syarat saja.
6. Hitung koloni yang tumbuh mulai dari baris kiri paling atas ke kanan
begitu selanjutnya sampai baris berikutnya hingga ke baris paling
bawah.

7. Bila sulit menghitung jumlah koloni yang terlalu banyak, bagilah cawan
petri menjadi 4 sektor. Lalu hitung koloni pada salah satu bagian ¼
cawan petri tersebut, kalikan empat. Hasil yang diperoleh lebih dari
300, maka biakan tersebut tidak terpakai.
8. Hitung jumlah sel per ml atau per gram, jangan lupa memperhitungkan
faktor perbandingan larutan sampel untuk sampel padat
9. Bila ada lebih dari satu cawan yang mempunyai nilai memenuhi syarat,
hitung rata-ratanya.

Rumus Metode Hitungan Cawan


Jumlah sel per ml atau per gr =
1
jumlah koloni per cawan x
faktor pengencer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penilaian Mutu Produk


Produk chicken nugget disimpan selama 4 hari, sebelum disimpan dan sesudah disimpan
telah dilakukan penilaian dari beberapa aspek, meliputi :
a. Penilaian Subjektif (Organoleptik)
b. Penilaian Objektif
a) Mutu Fisik
b) Mutu Kimia
 Bilangan asam dan asam lemak bebas
- Sebelum Penyimpanan selama 4 hari pada suhu kamar

Sampel : Nugget ayam sebelum penyimpanan

ml KOH X N KOH X BE KOH X 1 mg KOH


Bilangan asam =
gram sample

20,3 X 0,0117 X 56,1 X 3,2110


=
20

= 2,139

ml KOH X N KOH X m
% FFA = x 100%
gram sampel x 1000

20,3 X 0,0117 X 263


= X 100 %
20 X 1000

= 0,312 %
Gambar 1. Hasil titrasi dengan sampel sebelum penyimpanan

- Setelah Penyimpanan selama 4 hari pada suhu kamar

Uji Kimia setelah penyimpanan 4 hari

Sampel : Nugget ayam setelah penyimpanan

ml KOH X N KOH X BE KOH X 1 mg KOH


Bilangan asam =
gram sample

20,2 X 0,0117 X 56,1 X 3,2110


=
20

= 2,128

ml KOH X N KOH X m
% FFA = x 100%
gram sampel x 1000

20,2 X 0,0117 X 263


= X 100 %
20 X 1000

= 0,310 %
Gambar 2. Hasil titrasi dengan sampel setelah penyimpanan

Sebelum dilakukan penentuan kadar sampel, dilakukan titrasi blanko terlebih


dahulu, tujuannya untuk mengetahui asam oksalat yang bereaksi dengan KOH karena asam
oksalat bersifat asam sehingga akan bereaksi dengan KOH. Pertama-tama asam oksalat
sebanyak 10 mL 0,1 N dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator PP.
Kemudian dititrasi menggunakan KOH sampai terbentuk warna merah muda. Dan dicatat
volume titrannya. Fungsi penambahan indikator PP pada asam oksalat yang ditambah dengan
aquadest 100 ml dalam praktikum analisa asam lemak bebas adalah pembuktian bahwa asam
oksalat yang ditambah dengan aquadest 100 ml tersebut bersifat asam atau basa. setelah
ditambah indikator pp dan dititrasi dengan KOH sampel berubah warna menjadi merah muda.
Ini menunjukkan bahwa sampel bersifat basa. Fungsi penambahan indikator PP untuk
mengetahui terjadinya suatu titik ekuivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya
perubahan warna pada larutan. Karena percobaan asam lemak bebas menggunakan prinsip titrasi
asam basa dengan penggunaan indikator PP akan mengubah warna menjadi merah muda apabila
larutan bersifat basa dan PP memiliki nilai pH 8,0-9,6.
Sampel nugget ayam sebanyak 20 gr yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam
erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml aquadest, lalu dipanaskan di penangas air sampai mendidih,
kemudian dinginkan, lalu tambahkan 3 tetes indikator PP sebagai indikator, kemudian
larutan tersebut dititrasi menggunakan KOH sampai warna merah jambu permanen selama 10
detik. Didapatlah volume titrasi KOH yaitu 20,3 ml untuk sample nugget ayam sebelum
dilakukan penyimpanan, seperti gambar 1. sedangkan 20,2 ml yang digunakan untuk titrasi KOH
dengan sample nugget ayam setelah penyimpanan dengan hasil titrasi seperti gambar 2.
Kemudian didapatlah bilangan asam sebesar 2,139 dengan sample nugget ayam sebelum
dilakukan penyimpanan dan 2,128 untuk sample nugget ayam yang telah mengalami
penyimpanan selama 4 hari pada suhu ruang. Hasil ini menunjukkan bilangan asam dari kedua
sample berada batas aman sesuai SNI 01-2901-1992 , dimana kadar bilangan asam pada minyak
yaitu 5,0 yang mana dari hasil uji yang kami lakukan bilangan asam pada produk chicken nugget
dalam batas aman.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan KOH dengan nilai angka asam yang
diperbolehkan menurut SNI-04-7182-2006 yaitu 0,3%. Apabila bilangan asam melebihi batas
yang ditetapkan oleh SNI, maka minyak tersebut sudah tidak layak pakai.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bilangan asam dari nugget ayam sebelum
dilakukan penyimpanan dan diperoleh FFA ( kandungan asam lemak bebas) sebesar 0,312 %
untuk sample nugget ayam sebelum dilakukan penyimpanan, sedangkan untuk sample nugget
dengan lama waktu penyimpanan pada suhu ruang didapat hasil 0,310% . Jadi berdasarkan data
yang diperoleh, untuk sampel nugget tersebut memiliki bilangan asam yang tinggi sesuai dengan
standar SNI. Tingginya bilangan asam pada nugget ini disebabkan oleh kandungan air yang
terdapat dalam nugget ayam yang akan mempercepat terjadinya reaksi hidrolisis. Semakin tinggi
kandungan air pada bahan pangan yang digoreng, maka akan semakin cepat terjadinya reaksi
hidrolisis yang akan memperbanyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak
dan akan mengontaminasi nugget ayam. Suhu dan lama waktu penggorengan juga akan
berpengaruh terhadap asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak.

c) Mutu Mikrobiologis
1. Hitungan Cawan

Sampel Pengenceran Jumlah koloni Perhitungan Jumlah sel/ml


Chiken Pengenceran 4(1) 738 (TBUD) TBUD -
nugget Pengenceran 4 (2) 190 1 1.900.000
190X =
Pengenceran 5 (1) 1780 (TBUD) 10͞ ⁵ -
Pengenceran 5 (2) 1.812 1.900.000 -
TBUD
TBUD
Berat

Pengenceran 4 (1)
Pengenceran 4 (2)

Pengenceran 5 (1)

Pengenceran 5 (2)
2

Sampel Pengenceran Jumlah koloni Perhitungan Jumlah sel/ml


Chiken Pengenceran 4(1) 380 (TBUD) TBUD -
nugget Pengenceran 4 (2) 420 (TBUD) TBUD -
Pengenceran 5 (1) 65 1 6.500.000
65 X =
Pengenceran 5 (2) 340 (TBUD) 10͞ ⁵ -
6.500.000
TBUD

Pengenceran 4 (1)
Pengenceran 4 (2)

Pengenceran 5 (1)

Pengenceran 5(2)
Kehadiran mikroba pada bahan pangan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan.
Ada hasil metabolisme spesies mikroba tertentu pada makanan dibutuhkan dan digemari oleh
manusia. Akan tetapi, ada beberapa spesies yang dapat merusak makanan dengan pembusukan
atau menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia. Setiap produk yang dihasilkan oleh
mikroba tergantung jumlah mikroba yang terkandung dalam suatu bahan atau lingkungan.

Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan penting dilakukan untuk mengetahui mutu
bahan pangan, dan proses pengawetan yang akan ditetapkan pada bahan pangan tersebut. Dalam
praktikum kali ini, uji mikrobiologi pada chicken nugget dilakukan untuk mengetahui mutu dari
produk chicken nugget yang dibuat oleh kelompok kami.

Teknik hitung cawan yaitu jika sel mikroba yang masih dalam hidup ditumbuhkan pada
medium agar, maka sel mikroba akan berkembang biak dan membentuk koloniyang dapat dilihat
langsung dan dihitung menggunakan mata telanjang tanpa harus dengan menggunakan
mikroskop (Fardiaz,1992).

Perhitungan jumlah mikroba dapat dilakukan dengan perhitungan secara langsung


maupun tidak secara langsung. Perhitungan secara langsung dapat mengetahui bebrapa jumlah
mikroorganisme pada suatu bahan pada suatu saat tertentu tanpa memberikan perlakuan terlebih
dahulu, sedangkan jumlah mikroorganisme yang diketahui dari cara tidak langsung terlebih
dahulu harus memberikan perlakuan tertentu sebelum dilakukan perhitungan. Perhitungan secara
langsung, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain adalah dengan membuat ppreparat
dari suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung
(counting chamber). Sedangkan perhitungan secara tidak langsung hanya untuk mengetahui
jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viable count). Dalam
pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu : perhitungan pada cawan petri (total plate count/TPC),
perhitungan melalui pengenceran, perhitungan jumlah terkecil atau terdekat (MPN method), dan
dengan calorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri). (Dwidjoseputro, 1994).

Metode Spread Plate (cawan sebar) dilakukan dengan menyeprotkan suspense keatas medium
agar kemudian menyebarkan secara merata dengan batang L. dengan ini diharapkan bakteri
terpisah secara individual, kemudian dapat tumbuh menjadi koloni tunggal. Metodi ini
digunakan ketika ingin mengumbuhkan bakteri aerob. Karena medium sudah ada terlebih dahulu
pada cawan kemudian ditunag kekultur sehingga menyebabkan kondisi aerob pada cawan peptri.

Kelebihannya yaitu koloni tersebar merata pada permukaan media, dan kontaminan mudah
dibedakan. Sedangkan kekuranganya yaitu harus dilakukan denga hati-hati, dan hanya dapat
menumbuhkan bakteri aerob.

Dalam uji mikrobiologi chicken nugget ini menggunakan uji kuantitatif mikroorganisme
dengan metode hitungan cawan yaitu metode cawan sebar. Uji kuantitatif mikrobiologi pada
bahan pangan bertujuan untuk mengetahui mutu pangan dan menghitung proses pengawetan
yang akan dilakukan. Dalam metode ini dilakukan pengenceran sampai 10 -5. Pengenceran
tersebut dilakukan supaya koloni yang tumbuh tidak terlalu banyak sehingga dapat dihitung.

Dalam percobaan kali ini, digunakan sampel yaitu chicken nugget dengan metode cawan
sebar. Chicken nugget yang sudah melalui proses pengolahan dan proses penggorengan
(pemasakan), diambil chicken nugget seberat 8 gram untuk dilakukan uji mikrobiologi.
Kemudian sisa chicken nugget disimpan pada suhu ruang.

Sebelum dilakukan uji mikrobiologi dengan metode cawan sebar, siapkan enam buah
tabung yang berisi aquadest dan siapkan juga empat buah cawan petri yang sudah berisi agar.
Kemudian ambil satu tabung yang berisi aquadest untuk meletakkan sampel chicken nugget yang
sudah dalam bentuk larutan. Kemudian ambil chicken nugget seberat 8 gram yang belum
disimpan pada suhu ruang. Setelah itu, chicken nugget terlebih dahulu dihaluskan atau ditumbuk
dengan menggunakan mortar serta alu agar bentuknya menjdai larutan. Setelah dihaluskan,
kemudian ditimbang seberat 1,0717 gram dalam tabung yang berisi aquadest. Selanjutnya,
dicampurkan dengan alat vortex agar tercampur rata antara aquadest dengan chicken nugget.
Setelah di vortex, sampel yang berada di dalam tabung tersebut diambil 1 mL dan dipindahkan
ke tabung pengenceran pertama, lalu homogenkan. Dilanjutkan dengan mengambil 1 mL larutan
dari tabung pengenceran pertama, lalu dipindahkan ke tabung pengenceran kedua, lalu
homogenkan. Lalu lanjutkan proses pengenceran sampai dengan pengenceran kelima. Kemudian
teteskan 1 mL larutan hasil pengenceran dari dua tabung terakhir ke dalam cawan petri yang
sudah diisi media agar. Terakhir ratakan dengan batang L dengan cara memutar. Setelah selesai
cawan petri tersebut diberi label 4 (1), 4 (2), pengenceran 5 (1), dan 5 (2) kemudian dan
diinkubasi selama 2 hari.

Setelah disimpan selama 2 hari, cawan petri dikeluarkan. Kemudian mulai menghitung
jumlah koloni yang tumbuh di dalam cawan petri yang berisi agar. Setelah dihitung didapatkan
hasil yaitu pada cawan petri dengan label 4 (1) jumlah koloninya sebanyak 738 (TBUD) dan
jumlah sel/mL s TBUD. Pada cawan petri dengan label 4 (2) jumlah koloninya sebanyak 190 dan
jumlah sel/mL sebanyak 1.900.00. Sedangkan pada cawan petri dengan label 5 (1) jumlah
koloninya sebanyak 1780 (TBUD) dan jumlah sel/mL TBUD. Pada cawan petri dengan label 5
(2) jumlah koloninya 1.812 (TBUD) dan jumlah sel/mL Kuadran.

Setelah selesai melelukan perhitungan pada chicken nugget yang belum disimpan pada
suhu ruang. Selanjutnya kami melakukan uji mikrobiologi pada chicken nugget yang telah
disimpan pada suhu ruang selama 4 hari. Proses perlakuan uji mikroba yang dilakukan sama
persis dengan uji mikroba yang dilakukan pada chicken nugget yang belum disimpan pada suhu
ruang.

Ambil chicken nugget seberat 8 gram yang telah disimpan pada suhu ruang. Setelah itu,
chicken nugget terlebih dahulu dihaluskan atau ditumbuk dengan menggunakan mortar serta alu
agar bentuknya menjdai larutan. Setelah dihaluskan, kemudian ditimbang seberat 1,0027 gram
dalam tabung yang berisi aquadest. Selanjutnya, dicampurkan dengan alat vortex agar tercampur
rata antara aquadest dengan chicken nugget. Setelah di vortex, sampel yang berada di dalam
tabung tersebut diambil 1 mL dan dipindahkan ke tabung pengenceran pertama, lalu
homogenkan. Dilanjutkan dengan mengambil 1 mL larutan dari tabung pengenceran pertama,
lalu dipindahkan ke tabung pengenceran kedua, lalu homogenkan. Lalu lanjutkan proses
pengenceran sampai dengan pengenceran kelima. Kemudian teteskan 1 mL larutan hasil
pengenceran dari dua tabung terakhir ke dalam cawan petri yang sudah diisi media agar.
Terakhir ratakan dengan batang L dengan cara memutar. Setelah selesai cawan petri tersebut
diberi label 4 (1), 4 (2), pengenceran 5 (1), dan 5 (2) kemudian dan diinkubasi selama 2 hari.

Setelah disimpan selama 2 hari, cawan petri dikeluarkan. Kemudian mulai menghitung
jumlah koloni yang tumbuh di dalam cawan petri yang berisi agar. Setelah dihitung didapatkan
hasil yaitu pada cawan petri dengan label 4 (1) jumlah koloninya sebanyak 380 (TBUD) dan
jumlah sel/mL TBUD. Pada cawan petri dengan label 4 (2) jumlah koloninya sebanyak 420
(TBUD) dan jumlah sel/mL TBUD. Sedangkan pada cawan petri dengan label 5 (1) jumlah
koloninya sebanyak 65 dan jumlah sel/mL sebanyak 6.500.000. Pada cawan petri dengan label 5
(2) jumlah koloninya sebanyak 340 (TBUD)dan jumlah sel/mL TBUD.

Menurut Hadioetomo (1993), jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu
indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel. Untuk
memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah yang
mengadung antara 30-300 koloni. Karena jumlah mikroorganisme dalam sempel tidak diketahui
sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni
dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut harus dilakukan sederetan pengenceran dan
pencawanan

Menurut Megamii (2009) dan berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada
cawan sebar ditemukan adanya bakteri yang tumbuh. Tetapi banyak juga diperoleh hasil yang
kontaminan dan tidak tumbuh bakteri. Banyaknya kontaminan dan tidak tumbuhnya bakteri,
dimungkinkan terjadi karena batang penyebar yang kurang steril, kemudian saat penuangan atau
saat mengambil sampel yang kurang steril sehingga kontaminan dapat tumbuh

Tidak tumbuhnya bakteri pada metode cawan sebar dapat dikarenakan terlalu banyaknya
pengenceran. Menurut Fardiaz (1992), jika pada semua pengenceran dihasilkan koloni bakteri <
30  koloni pada cawan petri, maka pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. sedangkan jika
pada semua pengenceran dihasilkan koloni bakteri > 300  koloni pada cawan petri, maka
pengenceran yang dilakukan terlalu rendah.
Pengenceran digunakan karena untuk menumbuhkan bakteri pada media yang terbatas
tidak mungkin dilakukan penghitungan bakteri yang berjumlah puluhan ribu. Pengenceran ini
dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan bakteri pada sampel (Pelchzar, 2006). 

Hasil perhitungan koloni pada metode cawan sebar sebelum penyimpanan untuk
pengenceran 10-4 (1) hasilnya 738 koloni (TBUD), dan untuk pengenceran 10-4 (2) jumlah koloni
1.900.000 koloni, sehingga hasil rata-rata adalah sebanyak 1.900.000 koloni. Untuk pengenceran
10-5 (1) ada 1780 koloni (TBUD) dan untuk pengenceran 10-5 (2) ada 1.812 koloni (TBUD).
Sedangkan hasil perhitungan pada saat setelah penyimpanan (inkubasi) selama 4 hari untuk
pengenceran 10-4 (1) hasilnya 380 koloni (TBUD), dan untuk pengenceran 10-4 (2) jumlah koloni
420 koloni (TBUD), sehingga hasil rata-rata koloni adalah TBUD. Untuk pengenceran 10-5 (1)
ada 6.500.000 koloni dan untuk pengenceran 10-5 (2) ada 340 koloni (TBUD). sehingga hasil
keseluruhan koloni adalah TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung).

Total mikroba chicken nugget dalam uji ini adalah melebihi dari angka lempeng total
chicken nugget menurut SNI, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya yaitu
suhu dan lama waktu penyimpanan.

Selain itu juga lama penyimpanan selama 4 hari dan suhu penyimpanan yang digunakan
yaitu suhu ruang mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan koloni yang akan berakibat
pada penurunan mutu chicken nugget. Dari hasil perhitungan koloni, jumlah terbanyak ada pada
chicken nugget yang belum disimpan pada suhu ruang.

Pada praktikum kali ini, jumlah koloni antara chicken nugget yang sebelum disimpan pada suhu
ruang dengan chicken nugget yang telah disimpan pada suhu ruang mengalami perbedaan yang
significant. Setelah chicken nugget disimpan jumlah koloni malah berkurang atau lebih sedikit
daripada jumlah koloni pada chicken nugget yang belum disimpan pada suhu ruang. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan banyaknya kontaminan sehingga tidak tumbuhnya bakteri, dapat juga
dimungkinkan terjadi karena batang penyebar yang kurang steril, kemudian saat penuangan atau
saat mengambil sampel yang kurang steril sehingga kontaminan dapat tumbuh yang bias
menyebabkan mengecilnya jumlah koloni pada chicken nugget yang telah disimpan pada suhu
ruang.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mutu produk
chicken nugget belum memenuhi mutu produk jika dillihat dari jumlah koloni yang telah
dihitung pada uji mikrobiologi yang telah kami lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Answer. 2007. Pseudoalteromonas. http://answer.com/topic/pseudoalteromonas. 14/05/07.


16.30.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Teknik dan Prosedur dasar dalam
Praktikum. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama

Holmstrom, C. and S. Kjelleberg (1999). “Marine Pseudoalteromonas species are associated


with higher organisms and produce biologically active extracellular agents.” FEMS Microbiol
Ecol 30 (4): 285-293.

Pleczar, M.J.2006.  Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai