Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I. SEPSIS
I.1 Definisi

Definisi sepsis menurut konsensus internasional ketiga Society of Critical


Care Medicine (SCCM) dan European Society of Intensif Care Medicine
(ESICM) tahun 2016 adalah kondisi yang mengancam jiwa disebabkan oleh
respon host yang tidak teratur terhadap infeksi mengakibatkan disfungsi organ.
Syok sepsis adalah kelainan pada peredaran darah, seluler, dan kelainan metabolik
pada pasien sepsis sebagai akibat hipotensi dan membutuhkan terapi vasopressor
untuk mengatasi hipoperfusi jaringan dengan kadar laktat >2 mmol/L.1

II.2 Etiologi
Sepsis merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien kritis baik
sebagai penyebab perawatan maupun sebagai infeksi nosokomial selama
perawatan. Semua jenis mikroba seperti bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan sepsis, tetapi bakteri menyebabkan invasi patogen yang paling
umum.1 Selama sepsis mikroorganisme menyerang aliran darah dan secara
langsung berkembang biak secara lokal dan melepaskan berbagai faktor
mematikan ke dalam aliran darah. Produk ini dapat merangsang pelepasan
mediator sepsis endogen dari sel endotel, monosit, makrofag neutrofil dan
prekursor sel plasma.2
Peradangan terkait sepsis respon muncul ketika tubuh mencoba untuk
menetralisir infeksi patogen yang pada gilirannya mengarah pada aktivasi dari
berbagai mekanisme dengan mengeluarkan sel-sel kekebalan protein inflamasi
yang pada gilirannya merusak jaringan dan organ dari inang. Gejala klinis sepsis
termasuk takikardia, takipnea, demam dan leukositosis Biasanya sepsis berat
disertai dengan hipoperfusi atau disfungsi setidaknya satu organ. Sepsis

1
berhubungan dengan sindrom disfungsi organ ganda (MODS) atau hipotensi
dikenal sebagai syok septik.2

I.3 Penilaian Sepsis


Penentuan status sepsis berdasarkan konsensus tersebut menggunakan
kriteria skoring sequential organ failure assessment (SOFA). Rekomendasi dan
definisi sepsis saat ini berdasarkan dari disfungsi organ yaitu skor total SOFA ≥2
poin merupakan indikasi adanya infeksi. Skor SOFA ≥2 poin merefleksikan
mortalitas 10% pada populasi umum yang diduga infeksi. Kriteria SOFA
disajikan pada tabel 2.3,4
Tabel 1. Skor sequential organ failure assesment (SOFA)

Skor
Sistem
0 1 2 3 4
Respiration
PaO2/FiO2, mmHg ≥400 <400 <300 (40) <200 (26,7)a <100a
Koagulasi
Trombosit, x103/µL ≥150 <150 <100 <50 <20
Hepar
Bilirubin, mg/dL <1,2 1,2-5,9 2.0-5.9 6.0-11.0 >12.0
Kardio-vaskular MAP MAP Dopamin Dopamin 5,1- Dopamin >15/
≥70 <70 <5/ 15/ epinephrine
mmHg mmHg Dobutamin epinephrine >0,1/
(dosis ≤0,1/ norepinephrin
bebas)b norepinephri e >0,1b
ne ≤0,1b
Sistem saraf pusat
GCSc 15 13-14 10-12 6-9 <6
Renal
Kreatinin, mg/dL <1,2 1,2-1,9 2.0-3.4 3.5-4.9 >5.0
Urine output <500 <200
PaO2, partial pressure of oxygen; FiO2, fraction of inspired oxygen; MAP, mean
arterial pressure; GCS, glascow coma scale.
a
dengan respiratory support.
b
Dosis katekolamin diberikan dalam µg/kg/menit minimal 1jam.
c
Skor GCS antara 3-15; skor lebih tinggi mengindikasikan fungsi neurologi lebih
baik.
Sumber : Singer, 2016.3,4

I.4 Biomarker Sepsis

2
Pemberian terapi antibiotika awal yang efektif pada infeksi menurunkan
mortalitas dan morbiditas. Pemberian antibiotika harus diatur sedemikian rupa
sehingga mencegah resistensi antibiotika. 5 Kultur darah merupakan uji baku emas
pada sepsis namun hasil kultur baru didapatkan 12 sampai 48 jam kemudian.
Kultur darah pada pasien sepsis 15 % juga memberikan hasil negatif, hal ini
karena organisme penyebab tidak dapat tumbuh pada media kultur biasa atau
karena penyebab sepsis adalah aktivasi sitokin piogenik dengan bakterimia
transien.5
Beberapa biomarker untuk diagnosis sepsis yang dapat digunakan antara
lain prokalsitonin (PCT), berbagai interleukin (IL), hitung eosinophil,
adrenomedullin (ADM) dan pro ADM, artrial natriuretic peptide (ANP) dan pro
ANP, provasopresin (copeptin), interferon ᵞ (IFN-ᵞ), triggering receptor expressed
on myeloid cells 1 (TREM-1) dan resistin. Prokalsitonin merupakam biomarker
yang paling sering dipelajari

3
BAB II
ISI

II. PROKALSITONIN
II. 1. Struktur
Prokalsitonin (PCT) merupakan suatu biomarker yang lebih spesifik
terhadap infeksi bakteri dan dapat dideteksi lebih awal dibandingkan gejala atau
tanda infeksi lain, seperti demam, perubahan hitung leukosit, atau kultur darah. 1
Peningkatan PCT akibat infeksi terjadi lebih cepat daripada C-reaktive protein
(CRP) dan turun cepat ketika infeksi telah terkontrol. Hal ini merupakan penenda
5
yang baik untuk diagnosis dini dan pengawasan infeksi. Biomarker ini terdiri
dari 116 asam amino yang meningkat produksinya pada infeksi bakteri dan
beberapa jenis keganasan 1

Gambar 1. Struktur Prokalsitonin. Berdasarkan Urutan Asam Amino


Prokalsitonin pertama kali ditemukan pada tahun 1975 setelah prohormon
ini diisolasi dari ayam. Potensi klinis hormon ini belum diketahui hingga tahun
1993. Assicot dkk. menemukan bahwa kadar PCT meningkat pada anak yang

4
menderita infeksi bakteri sistemik berat. Hormon PCT terdiri dari 116 asam amino
dengan berat molekul ±13 kDa. Protein ini dikode oleh gen CALC-1 yang terletak
pada kromosom dan diproduksi sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon
kalsitonin. Molekul ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian amino
terminal PCT, kalsitonin imatur, dan calcitonin carboxylterminus peptide-1 (CCP-
1 atau katakalsin).5

II.2 Patofisiologi Prokalsitonin


Konsentrasi PCT pada sepsis berat bisa mencapai 1000 ng / ml.
Prokalsitonin pada orang sehat disintesis oleh sel C. dari tiroid namun pada
mikroba pada infeksi bisa menjadi jalur alternatif. Sintesis PCT dapat diinduksi
oleh sitokin inflamasi seperti interleukin - 1 alpha (IL - 1α), tumor necrosis factor
alpha (TNF-α) dan juga oleh lipopolisakarida. Prokalsitonin dapat terdeteksi
dengan adanya mRNA di semua jaringan yang diselidiki. (gambar 2)

Gambar 2. Biosintesis Prokalsitonin. A. Pada Keadaan Sehat; B. Pada Keadaan Infeksi


(Sumber: Linscheid P, Seboek D, Nylen ES, dkk. In vitro and in vivo calcitonin I gene
expression in parenchymal cells: a novel product of human adipose tssue. Endocrinology.
2003; 144: 5578-84) 6

Mekanisme produksi PCT yang sebenarnya selama infeksi tidak diketahui,


tetapi diasumsikan bahwa lipopolisakarida bakteri dan sitokin yang dilepaskan
sepsis memodulasi hati dan sel mononuklear darah tepi ke menghasilkan PCT.

5
Infeksi mikroba menyebabkan peningkatan ekspresi gen CALC 1 diikuti dengan
pelepasan. Produk PCT yang berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit dan
kematian.2

Gambar 3. Sintesis prokalsitonin dari sel parafollicular ( C sel) dan extra tiroidal
neuroendokrin sel yang menandakan terjadinya kerusakan jaringan. 7

Prokalsitonin mulai meningkat 3-4 jam setelah stimulus endotoksin


bakteri. Kenaikan ini jauh lebih cepat dibandingkan CRP atau laju endap darah.
Kadar PCT akan terus meningkat hingga ratusan nanogram per mL pada sepsis
berat dan syok septik hingga mencapai plateau pada 6-12 jam. Nilai itu akan
menetap dalam 48 jam, kemudian turun ke nilai normal dalam 2 hari jika terapi
antibiotik berhasil. Jika kadar PCT terus meningkat, dapat disimpulkan sebagai
kegagalan terapi. Waktu paruh PCT tidak berkorelasi dengan bersihan kreatinin,
usia, atau jenis kelamin.1

6
Gambar 4. Peningkatan Prokalsitonin di Berbagai Jaringan Pada Kondisi Sepsis 1
Peningkatan kadar PCT tidak selalu berkaitan dengan infeksi sistemik.
Beberapa keadaan tertentu dapat mempengaruhi kadar PCT, antara lain paska
trauma mayor, intervensi bedah mayor, luka bakar, terapi memakai antibodi
OKT3, karsinoma paru sel kecil, karsinoma sel C medular tiroid, neonatus saat 2
hari pertama kehidupan, syok kardiogenik berat atau berkepanjangan, kelainan
perfusi organ yang berat, dan obat-obatan yang menstimulasi pelepasan sitokin
proinflamasi. Rendahnya kadar PCT juga tidak selalu berarti tidak ada infeksi
bakteri. Hasil false negatif tersebut dapat disebabkan oleh tahap awal infeksi,
infeksi lokal, endokarditis bakterial subakut, atau infeksi oleh bakteri atipikal
(terutama kuman intraseluler).1
Penurunan kadar PCT pada darah setelah sepsis membaik belum diketahui
secara pasti, kemungkinan terjadinya degradasi oleh proteolisis seperti protein
plasma lainnya dan ekskresi ginjal. Waktu paruh PCT adalah sekitar 20-24 jam..
Induksi PCT sangat bagus dan cepat. Awalnya level meningkat dalam 2-6 jam,
mencapai dataran tinggi setelah 6-24 jam. Konsentrasi tetap tinggi hingga 48 jam,
mulai turun ke garis dasar dalam 2 hari berikutnya. (gambar 5)

7
Gambar 5. Kinetik Prokalsitonin1
Pada berbagai studi, PCT menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi untuk diferensiasi sepsis dengan systemic inflammatory response syndrome
(SIRS). Biomarker PCT dapat membantu diagnosis dan penilaian tingkat
keparahan infeksi pada pasien dengan kecurigaan sepsis, sepsis berat, dan syok
septik. Meisner dkk. menunjukkan bahwa terhadap hubungan signifikan antara
PCT dengan skor sepsis related organ failure assessment (SOFA). Skor SOFA
merupakan nilai beratnya disfungsi organ pada pasien dengan multiple organ
dysfunction syndrome (MODS).5
Tabel 2. Penggunaan prokalsitonin pada pasien dengan penyakit parah di ICU.8

8
Harap diperhatikan: hati-hati pada pasien dengan imunosupresi (termasuk HIV), fibrosis
kistik, pankreatitis. trauma, kehamilan, transfusi volume tinggi, malaria; Penatalaksanan
yang dipandu PCT tidak boleh diterapkan pasien dengan infeksi kronis (misalnya abses,
osteomielitis, endokarditis). ICU, unit perawatan intensif; PCT, prokalsitonin. 8

II.3 Metode Pemeriksaan


Pra analitik dalam pemeriksaan prokalsitonin yaitu sampel tidak boleh
diambil dari pasien yang menerima terapi dengan tinggi dosis biotin (yaitu > 5 mg
/ hari) sampai setidaknya 8 jam setelah biotin terakhir. Interferensi juga dapat
terjadi karena titer antibodi yang sangat tinggi terhadap antibodi analit spesifik,
streptavidin atau ruthenium. Pemeriksaan darah menggunakan serum,
pengumpulan sampel darah tabung bertutup merah. Perolehan serum pada tabung
bertutup merah dengan cara didiamkan sampai terpisah.
Analitik pada pemeriksaan kadar prokalsitonin dapat dilakukan dengan
POCT menggunakan 2 metode semi kuantitatif menggunakan
imunokhromatografi dan metode kuantitatif menggunakan ELISA Sandwich.
Pemeriksaaan prokalsitonin menggunakan alat laboratorium menggunakan
ECLIA.

9
II.4 Interferensi pada pemeriksaan Prokalsitonin
Interferensi pada kadar PCT dapat meningkat dalam situasi tertentu tanpa
penyebab infeksi yaitu :
▪ syok kardiogenik yang berkepanjangan atau berat
▪ anomali perfusi organ parah yang berkepanjangan
▪ kanker paru-paru sel kecil atau karsinoma sel C meduler tiroid
▪ awal setelah trauma besar, intervensi bedah besar, luka bakar parah
▪ pengobatan yang merangsang pelepasan sitokin pro-inflamasi
▪ neonatus (<48 jam setelah lahir)

Kadar PCT mungkin tidak meningkat pada pasien yang terinfeksi patogen atipikal
tertentu, seperti Chlamydophila pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.
Beratnya gagal ginjal atau insufisiensi, dapat mempengaruhi nilai prokalsitonin
dan harus dipertimbangkan secara potensial faktor klinis perancu saat menafsirkan
nilai PCT. Peningkatan level PCT mungkin tidak selalu terkait dengan infeksi
sistemik yaitu :
 Pasien yang mengalami trauma besar dan / atau prosedur pembedahan
baru-baru ini termasuk sirkulasi ekstrakorporeal atau luka bakar;
 Pasien dalam pengobatan dengan antibodi OKT3, OK-432, interleukin,
TNF-alpha dan obat lain yang merangsang pelepasan sitokin pro-inflamasi
atau mengakibatkan anafilaksis;
 Pasien yang didiagnosis dengan karsinoma sel C meduler aktif, karsinoma
paru sel kecil, atau karsinoid bronkial;
 Pasien dengan hepatitis virus akut atau kronis dan / atau sirosis hati parah
dekompensasi (Child-Pugh Kelas C);
 Pasien dengan syok kardiogenik yang berkepanjangan atau berat, kelainan
perfusi organ parah yang berkepanjangan atau setelahnya
 resusitasi dari serangan jantung;
 Pasien yang menerima dialisis peritoneal atau perawatan hemodialisis;
 Pasien dengan pankreatitis bilier, pneumonitis kimiawi atau heat stroke;

10
 Pasien dengan infeksi jamur invasif (misalnya kandidiasis, aspergillosis)
atau serangan akut plasmodium malaria falciparum; dan
 Neonatus selama 2 hari pertama kehidupan.

II.5 Batasan cut off pada pemeriksaan Prokalsitonin


Nilai cut off PCT pada pasien dengan sepsis berbeda beda sesuai dengan
keadaan pasien baik menurut penyakit, usia maupun diagnosis, berikut adalah
tabel untuk referensi cut off yang digunakan.
Tabel 3. Referensi untuk prokalsitonin pada keadaan fisiologi dan atau patologi
yang berbeda 7
Jenis populasi Rentang referensi atau batasan cut off
Individu yang sehat (termasuk pasien usia Kurang dari 0.1 μg/L9
lanjut)
Wanita hamil dalam kondisi sehat selama 0.018-0051 μg/L (batas normal standar)10
trisemester 1 dan trisemester 2
Anak prematur (bayi baru lahir) 0.01–0.56 μg/L (batas normal standar)11
Bayi baru lahir cukup bulan (bayi baru 0.01–0.55 μg/L (batas normal standar)11
lahir)
Pasien anak anak penderita pneumonia 2.06±0.60 μg/L (mean±SD)12
yang tertular dari keluarganya
Pasien di atas 18 tahun 5.66 (0.98–21.2) μg/L (level median
dengan batasan diperpanjang)13
Pasien geriatric dengan bakteriemia 17±45 μg/L14
Pasien hemodialisis sebelum prosedur 0.23 μg/L (level median)15
dialisis

Basseti et al. dalam penelitiannya menyebutkan Prokalsitonin


menunjukkan kinerja sedang dalam deteksi dini (dalam 24 jam) infeksi gram
negatif, terutama yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae. Nilai PCT lebih
tinggi pada pasien dengan etiologi bakteri gram negatif (26,1 ± 14,2 ng / mL)
dibandingkan dengan bakteri gram positif (6,9 ± 4,5) dan jamur (3,3 ± 2,4).
Receiver Operating Characteristic Curve (ROC) menunjukkan area under curve
(AUC) 0,71 untuk PCT pada isolat bakteri gram negatif, AUC 0,7 untuk PCT
pada Enterobacteriaceae.16

11
Watanabe et al. menyebutkan bahwa kuman bentuk batang Gram-negatif,
termasuk E. coli dan K. pneumoniae, menghasilkan endotoksin dan sering
menyebabkan peradangan ekstrim dan sepsis.17 Endotoksin inilah salah satu
penyebab kuat meningkatnya PCT sesuai dengan penelitian Wang et al. yang
menyebutkan endotoksin plasma lebih terkait dengan gram negatif daripada
bakteremia gram positif, dan tingkat PCT relatif lebih stabil pada bakteri gram
negatif sebagai penyebab bakteremia. Endotoksin sendiri diproduksi dari kuman
bentuk batang gram negatif dan ini mungkin alasan mengapa PCT peningkatan
batang gram negatif, tetapi tidak dalam gram positif.18
Produksi PCT dapat langsung diinduksi oleh sitokin inflamasi dan
lipopolisakarida, yang merupakan salah satu komponen penting dinding sel dari
bakteri gram negatif. Lipopolisakarida ini dikenali innate immune system melalui
toll-like receptor 4 (TLR4), sedangkan lipoteichoic acid (LTA) komponen dinding
sel bakteri gram positif dikenali oleh toll-like receptor 2 (TLR2). Perbedaan
aktivasi TLR4 untuk bakteri gram negatif dan TLR2 untuk bakteri gram positif,
menghasilkan produksi yang berbeda dari sitokin inflamasi, dengan ekspresi gen
yang berbeda juga pada leukosit. Tingkat IL-6 dan IL-8 dilaporkan lebih tinggi
pada pasien dengan bakteremia gram negatif mungkin berkontribusi terhadap
perbedaan respon PCT pada bakteremia gram negatif atau gram positif.16

II. 6 Tingkat PCT dalam berbagai penyakit dan kondisi


Tingkat PCT akan meningkat terutama pada infeksi dan inflamasi. Berikut
adalah penyakit dan kondisi tertentu yang mempengaruhi tingkat prokalsitonin :
 Prokalsitonin dalam kegagalan multi organ
Kadar PCT meningkat pada pasien dengan pneumonia bakteri dan syok
septic sebaliknya kadar PCT serum tidak meningkat pada pasien dengan
infeksi saluran pernapasan virus, kecuali ada bakteri yang tumpang tindih
atau kebetulan infeksi. Karena itu, kadar PCT serum berpotensi bisa
membantu dalam keputusan klinis mengenai apakah pasien dengan infeksi
saluran pernapasan akan mendapat manfaat terapi antibiotik empiris. Batas

12
deteksi tesnya adalah 0,1 ng / ml sedangkan subjek sehat memilikinya
<0,1 ng / ml.
 Prokalsitonin dan cedera otak traumatis
Konsentrasi PCT cairan serebrospinal meningkat setelahnya cedera otak
traumatis dan berhubungan dengan respons fase awal, khususnya IL-6.
Fisiologis signifikansi peningkatan cairan serebrospinal, PCT setelah
cedera otak traumatis parah masih harus ditentukan. Level PCT perlu
dievaluasi dengan studi lebih lanjut.
 Prokalsitonin dan luka bakar
Luka bakar memiliki korelasi langsung dengan sepsis dan jelas terlihat
dari persentase luas permukaan yang terbakar terhadap pengaruh pada
sepsis. Diagnosis dini sepsis dengan peningkatan titer PCT pada pasien
luka bakar (> 20% TBSA) sangat tinggi.
 Prokalsitonin dan TBC
PCT belum ditemukan sebagai indikator yang berguna dalam diagnosis
dari tuberkulosis paru akut dan serum PCT tingkat tidak memiliki
sensitivitas yang diperlukan. Prokalsitonin dapat digunakan untuk
memantau respons pengobatan dan aktivitas penyakit pada kasus
tuberculosis
 Prokalsitonin dan sepsis meningokokus
Baik pasien dewasa dan anak-anak dari sepsis meningokokus
menunjukkan bahwa PCT bisa menjadi penanda prognostik yang andal
penanda pada syok septik dan lebih baik daripada laktat dan CRP.

 Prokalsitonin dan penyakit autoimun


Prokalsitonin terbukti lebih unggul dari peradangan lainnya penanda untuk
mendiagnosis infeksi sistemik bersamaan dengan penyakit autoimun.
Prokalsitonin akan dirangsang di sebagian besar infeksi sistemik tetapi
pada sisi lain harus diingat bahwa serum PCT tidak meningkat dalam

13
kasus infeksi virus atau lokal sedangkan infeksi bakteri, parasit atau jamur
invasif berkorelasi positif dengan level serum PCT.
 Prokalsitonin dan penyakit ganas
Konsentrasi PCT adalah parameter tambahan yang berharga untuk
diagnosis banding dengan CRP plasma yang meningkat pada pasien
dengan keganasan. Prokalsitonin berkontribusi secara signifikan dengan
mengesampingkan pasien dengan infeksi sehingga dapat mengidentifikasi
pasien yang dicurigai mengalami infeksi dan berpotensi berbahaya untuk
menunda kemoterapi.

BAB III
PENUTUP

III.1 Simpulan

14
Sepsis merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien kritis baik sebagai
penyebab perawatan maupun sebagai infeksi nosokomial selama perawatan yang
disebabkan bakteri, virus, jamur dan parasit. Pemberian terapi antibiotika awal
efektif pada infeksi menurunkan mortalitas dan morbiditas. Pemberian antibiotika
harus diatur sedemikian rupa sehingga mencegah resistensi antibiotika. Kultur
darah merupakan uji baku emas pada sepsis namun hasil kultur baru didapatkan
12 sampai 48 jam kemudian. Prokalsitonin merupakam biomarker yang paling
sering dipelajari. Prokalsitonin mulai meningkat 3-4 jam setelah stimulus
endotoksin bakteri. Nilai cut off PCT pada pasien dengan sepsis berbeda beda
sesuai dengan keadaan pasien baik menurut penyakit, usia maupun diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Koncoro H, Suta IB. Peran Prokalsitonin dalam Bidang Pulmonologi.
Updat Knowl Respirol Crit Care. 2015;2(3):134–40.
2. Vijayan AL, Ravindran S, Saikant R, Lakshmi S, Kartik R, Manoj G.

15
Procalcitonin: A promising diagnostic marker for sepsis and antibiotic
therapy. J Intensive Care. 2017;5(1):1–7.
3. Vincent JL, Moreno R, Takala J, Willatts S, De Mendonça A, Bruining H,
et al. The SOFA score to describe organ dysfunction/failure. Intensive Care
Med [Internet]. 1996;22(7):707–10. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8844239
4. Singer M, Deutschman CS, Seymour C, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer
M, et al. The third international consensus definitions for sepsis and septic
shock (sepsis-3). JAMA - J Am Med Assoc. 2016;315(8):801–10.
5. Dharaniyadewi D, Chen LK, Suwarto S. Peran Procalcitonin sebagai
Penanda Inflamasi Sistemik pada Sepsis. Vol. 2, Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2017. p. 116.
6. Linscheid P, Seboek D, Nylen ES, Langer I, Schlatter M, Becker KL, et al.
In Vitro and in Vivo Calcitonin I Gene Expression in Parenchymal Cells: A
Novel Product of Human Adipose Tissue. Endocrinology.
2003;144(12):5578–84.
7. Sitar ME. Procalcitonin in the diagnosis of sepsis and its correlations with
upcoming novel diagnostic markers. Int J Med Biochem. 2019;2(3):0–1.
8. Gregoriano C, Heilmann E, Molitor A, Schuetz P. Role of procalcitonin use
in the management of sepsis. J Thorac Dis. 2020;2(Suppl 1):S5–15.
9. Liu HH, Guo JB, Geng Y, Su L. Procalcitonin: present and future. Ir J Med
Sci. 2015;184(3):597–605.
10. Hu Y, Yang M, Zhou Y, Ding Y, Xiang Z, Yu L. Establishment of
reference intervals for procalcitonin in healthy pregnant women of Chinese
population. Clin Biochem [Internet]. 2017;50(3):150–4. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.clinbiochem.2016.10.013
11. Chiesa C, Natale F, Pascone R, Osborn JF, Pacifico L, Bonci E, et al. C
reactive protein and procalcitonin: Reference intervals for preterm and term
newborns during the early neonatal period. Clin Chim Acta. 2011;412(11–
12):1053–9.
12. Lee JY, Hwang SJ, Shim JW, Jung HL, Park MS, Woo HY, et al. Clinical

16
significance of serum procalcitonin in patients with community-acquired
lobar pneumonia. Korean J Lab Med. 2010;30(4):406–13.
13. Enguix-Armada A, Escobar-Conesa R, La Torre AG De, De La Torre-
Prados MV. Usefulness of several biomarkers in the management of septic
patients: C-reactive protein, procalcitonin, presepsin and mid-regional pro-
adrenomedullin. Clin Chem Lab Med. 2016;54(1):163–8.
14. Lai CC, Chen SY, Wang CY, Wang JY, Su CP, Liao CH, et al. Diagnostic
value of procalcitonin for bacterial infection in elderly patients in the
emergency department. J Am Geriatr Soc. 2010;58(3):518–22.
15. Kubo S, Iwasaki M, Horie M, Matsukane A, Hayashi T, Tanaka Y, et al.
Biological variation of procalcitonin levels in hemodialysis patients. Clin
Exp Nephrol [Internet]. 2019;23(3):402–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1007/s10157-018-1639-2
16. Bassetti M, Russo A, Righi E, Dolso E, Merelli M, D’Aurizio F, et al. Role
of procalcitonin in predicting etiology in bacteremic patients: Report from a
large single-center experience. J Infect Public Health [Internet].
2020;13(1):40–5. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jiph.2019.06.003
17. Watanabe Y, Oikawa N, Hariu M, Fuke R, Seki M. Ability of procalcitonin
to diagnose bacterial infection and bacteria types compared with blood
culture findings. Int J Gen Med. 2016;9:325–31.
18. Wang T, Cui YL, Lin ZF, Chen DC. Comparative study of plasma
endotoxin with procalcitonin levels in diagnosis of bacteremia in intensive
care unit patients. Chin Med J (Engl). 2016;129(4):417–23.

17

Anda mungkin juga menyukai