Anda di halaman 1dari 4

BAB III

PEMBAHASAN

A. Prinsip Etik yang Dilanggar


1. Non-Maleficience
Non-maleficience merupakan prinsip etik yang berarti tidak melakukan tindakan
yang merugikan atau membahayakan pasien. Pada prinsip ini harusnya perawat
tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dan menimbulkan cedera
fisik maupun psikologis pada pasien (Suhaemi, 2004; Yosep & Agustina, 2014)
Hal ini tidak sejalan dengan yang terjadi pada kasus Bustami, dimana perawat
melakukan operasi kepada pasien hingga menyebabkan saraf dari pasien putus.
Setelah dilakukan operasi ternyata pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata
kian memburam, pendengaran terganggu dan terjadi kelumpuhan. Setelah korban
dilarikan ke rumah sakit lain dan ternyata saraf korban putus akibat dari operasi
yang dilakukan perawat B. Hal ini menunjukkan bahwa perawat tersebut telah
melanggar prinsip etik non-maleficience.
2. Beneficience
Prinsip ini berarti untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau
tidak menimbulkan bahaya bagi pasien (Suhaemi, 2004; Yosep & Agustina,
2014). Namun pada kasus tersebut perawat melakukan tindakan yang tidak
mencerminkan prinsip beneficience dimana perawat B melakukan tindakan
pembedahan pada kaki sampai mengakibatkan saraf pasien putus.
3. Autonomy
Autonomy berarti perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawataan dirinya, prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berfikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri (Suhaemi,
2004; Yosep & Agustina, 2014). Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada kasus
yaitu dijelaskan bahwa Perawat tersebut memaksa keluarga korban untuk tidak
melakukan operasi di rumah sakit lain padahal keluarga korban telah mengatakan
untuk merujuk korban kerumah sakit lain, karena perawat itu mengaku sebagai
dokter spesialis bedah. Hal ini menunjukkan bahwa perawat telah melanggar
prinsip etik autonomy pada pasien.
4. Veracity
Veracity atau kejujuran merupakan salah satu prinsip etik keperawatan yang
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kejujuran
(Suhaemi, 2004; Yosep & Agustina, 2014). Namun pada kasus tersebut, perawat
bertindak tidak jujur pada pasien yaitu perawat mengaku sebagai dokter spesialis
bedah. Ternyata setelah diselidiki perawat Bustami merupakan perawat di unit
gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Hal ini membuktikan bahwa
perawat telah melanggar prinsip etik veracity.
5. Accountability
Prinsip etik ini mengarah kepada pada kemampuan untuk menjawab tindakan
profesional perawat yang dilakukan baik kepada diri sendiri, profesi, dan pasien
(Potter et al, 2017). Namun pada kasus, perawat B melakukan tindakan yang tidak
bertanggung terhadap diri sendiri, pasien dan profesi dimana perawat B berpura-
pura menjadi dokter spesialis Bedah dan melakukan tindakan pembedahan pada
pasien yang tidak sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sebagai perawat.

B. Kode Etik Keperawatan Indonesia yang dilanggar


Menurut Persatuan Perawat Nasional Indoneisa (2020) Kode etik keperawatan
Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI), melalui Munas PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989.
Kode etik yang dilanggar pada kasus adalah:
Bab I
Tanggung jawab Perawat, terhadap Masyarakat, keluarga dan penderita
Pasal 1: Perawat dalam rangka pengabdiannya senantiasa berpedoman kepada
tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan akan
perawat untuk individu, keluarga dan masyarakat. Hal ini tidak sejalan dengan yang
kasus malpraktik yang dilakukan perawat B yaitu perawat B tidak bertanggung
terhadap pasien dan keluarga dimana memaksa keluarga korban untuk tetap
melakukan operasi di Rumah Sakit tersebut. Hal ini membuktikan bahwa perawat
melanggar kode etik antar perawat pasien dengan melakukan tindakan yang
merugikan dan tidak bertanggung jawab.
BAB II
Tanggung jawab perawat terhadap tugas
Pasal 5: Perawat senantiasa merawat mutu pelayanan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawat sesuai dengan
kebutuhan seseorang atau penderita, keluarga dan masyarakat. Namun pada kasus
perawat B tidak jujur secara profesional dimana perawat tersebut mengaku bahwa
beliau adalah seorang dokter bedah spesialis dan langsung melakukan tindakan
pembedahan. Hal ini menegaskan bahwa perawat tidak bertanggung jawab terhadap
tugas dan tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan perawat yang bisa
diberikan sesuai kebutuhan dengan legalitasnya sebagai perawat.

Bab III
Terhadap Sesama Perawat dan Profesi Kesehatan Lainnya
Pasal 10 : Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan
tenaga kesehatan lainnya baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini tidak
sejalan dengan yang terjadi pada kasus dimana perawat B tidak dapat memelihara
keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan klien karena perawat kemudian mengaku-ngaku menjadi seorang dokter
spesialis bedah dan melakukan tindakan pembedahan merupakan tindakan tidak
menghargai profesi dokter yang memiliki tugas dan tanggung jawab tersebut.

Bab IV
Tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan
Pasal 13 : Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
menunjukkan tingkah laku dan sifat-sifat pribadi yang tinggi.
Dalam kasus tersebut, perawat menunjukkan sikap tidak menjunjung tinggi nama baik
profesi keperawatan karena perawat B tidak bersikap jujur bahwa beliau adalah
seorang perawat tetapi mengaku pada pasien bahwa beliau adalah dokter spesialis
bedah sehingga mengakibatkan kecacatan pada klien. Hal ini menunjukkan perawat B
tidak bertanggung jawab terhadap profesi keperawatan.
C. Hukum yang dilanggar

Pasal 1365 KUHP dan Pasal 1366 KUHP yaitu setiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian
tersebut. Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
kelalaian.

Kasus diatas telah terjadi prosedur pembedahan di bagian punggung korban


dengan alasan adanya benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang
dideritanya. Tetapi setelah operasi selesai dilakukan, kondisi pasien tidak kunjung
sembuh, pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan kemudian pasien
mengalami kelumpuhan. Setelah memeriksakan diri ke rumah sakit, ternyata saraf
korban putus akibat operasi yang dilakukan saat itu. Akibatnya, pasien mengalami
kelumpuhan fisik, hingga akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. Selain itu
perawat B juga membuka praktik mandiri di rumahnya, tetapi perawat tersebut
mengaku bahwa dirinya adalah dokter spesialis bedah. Hal ini menunjukkan perawat
melakukan pelanggaran pidana sesuai dengan pasal 1365 dan pasal 1366 KHUP
karena akibat kelalaian yang dilakukan menimbulkan kerugian terhadap pasien.

Referensi

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2020). Kode Etik Keperawatan Indonesia dan
Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Perawatan Indonesia. Nerslicious Academy: Kode
Etik Keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai