Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTKUM

MENAJEMEN VERTEBRATA HAMA (PTN214)


PENGUJIAN PREFERENSI TIKUS TERHADAP BAHAN
PENYEDAP

Kelompok 14

Allen Okta Kusmita A34160013


Diah Nurfitriana A34160023
Adila Larasati A34160038
Afiefa Kurnia Susherdiana A34160055
Nahla Hening Astisiwi A34160085
Novita Sartiyana A34160103

Dosen: Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M. Si

Asisten Praktikum:
M. Arif Jazaul Iksan A34150021
Hugo A. J. Tarigan A34150054

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tikus merupakan hama utama pada sektor pertanian yang menyebabkan


kerugian terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara pada umumnya. Serangan tikus
terjadi pada saat pra-tanam (pesemaian), pertanaman dan bahkan pada tahap pasca
panen yaitu pada saat penyimpanan di gudang. Kemampuan reproduksi tikus yang
relatif cepat merupakan masalah utama bagi petani. Kombinasi sejumlah teknologi
pengendalian yang berbasis pada pendekatan biologi tikus sawah telah diterapkan di
beberapa negara berkembang untuk mengatasi hama tersebut. Hal itu merupakan
pengembangan dari konsep pengendalian hama terpadu dan ditujukan sebagai strategi
pengendalian tikus. Namun hingga saat ini sebagian besar petani masih
mengandalkan rodentisida untuk mengendalikan tikus. Petani beranggapan bahwa
metode tersebut paling efektif karena mampu membunuh tikus secara langsung,
terbukti dengan ditemukannya bangkai tikus di lokasi pengumpanan setelah aplikasi
rodentisida.
Pengumpanan dengan bahan penyedap juga merupakan metode yang sering
dilakukan oleh petani di sejumlah negara tropis (Buckle 1999). Umpan dengan bahan
penyedap secara umum teridiri dari bahan penyedap, bahan umpan, dan bahan
tambahan. Dalam hal ini, umpan dan bahan penyedap harus disukai oleh tikus
dibandingkan dengan bahan umpan lainnya yang berada di lingkungan kehidupan
tikus agar dimakan oleh tikus dan akhirnya mematikan tikus tersebut. Untuk
mengetahui jenis bahan penyedap yang paling disukai oleh tikus perlu dilakukan
pengujian tentang preferansi bahan penyedap.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan menetukan jenis bahan penyedap yang paling disukai
oleh tikus, serta menentukan tingkat konsentrasi bahan penyedap di dalam umpan
yang paling efektif.
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2018. Praktikum


berlangsung mulai pukul 13.30 – 16.30 di Lab. Vertebrata Hama Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan
dilakukan pada tanggal 17-19 Maret 2018 pukul 17.00 di Lab. Vertebrata Hama.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pengujian preferensi penyedap yaitu timbangan


untuk menimbang tikus dan pakan, kantung plastik untuk tempat pakan dan tempat
menimbang tikus, nampan plastik untuk tempat mencampur umpan dengan bahan
penyedap, kurungan tikus yang berisi tempat pakan, tempat minum, tempat
persembunyian tikus (bumbung bambu), dan pengaduk umpan. Sedangkan bahan
yang dibutuhkan adalah berbagai jenis bahan penyedap untuk tikus (telur, vanili,
minyak, gula), beras sebagai bahan dasar umpan, air minum, tikus sawah (Rattus
argentiventer).

Metode

Jenis pengujian yang dilakukan yaitu pengujian dengan pilihan (“Choice Test”).
Langkah pertama yang dilakukan yaitu campuran pakan dengan berbagai jenis
penyedap pakan disiapkan. Tikus yang akan digunakan ditimbang (dengan bantuan
kantung plastik) untuk mendapatkan bobot awalnya. Tikus tersebut ditentukan jenis
kelaminnya. Masing-masing umpan plus penyedap pakan tikus (dalam keadaan
kering) ditimbang kurang lebih 10% dari bobot tubuh tikus. Tikus dimasukkan ke
dalam kurungan, biarkan tikus tersebut beradaptasi di dalam kurungan tersebut
sampai tikus itu masuk ke dalam bumbung bambu. Semua jenis umpan plus penyedap
pakan yang di uji dimasukkan ke dalam wadah umpan dengan letak umpan yang
diacak. Air minum dimasukkan ke dalam gelas minum. Dua puluh empat jam
kemudian dilakukan penimbangan terhadap sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh
tikus, termasuk pakan yang berceceran di bagian dasar kurungan. Pakan tersebut
ditambahkan kembali dengan jumlah yang sama dengan awalnya. Jika umpan basah
terkena urin atau air minum, sisa umpan dikeringkan dahulu sebelum ditimbang.
Umpan pakan diganti dengan umpan yang baru. Pekerjaan ini dilakukan selama tujuh
hari, sehingga di dapatkan jumlah konsumsi berbagai jenis umpan plus penyedap
pakan selama seminggu. Air minum yang kotor terkena urin atau feses, segera diganti
dengan yang baru. Di akhir perlakuan, tikus uji ditimbang kembali untuk
mendapatkan bobot akhirnya. Rata-ratakan bobot awal dan bobot akhir tikus untuk
mendapatkan bobot tikus rata-rata. Perhitungan tingkat konsumsi tikus dilakukan
dengan mengkonversi jumlah tiap-tiap pakan yang dikonsumsinya terhadap 100 g
bobot tubuh tikus, dengan rumus:

100
Konsumsi perhitungan= x Konsumsi sebenarnya
Bobot rerata tikus
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rata-
Perlakua Kelompok
No rata
n
9 10 11 12 13 14 15 16
Gula 1,02 0,09 0,067 0,21 0,23 0,26 0,7 0,37 0,37 bB
1
3
Minyak 0,13 0,08 0,020 0,14 0,10 0,26 3,9 0,43 0,64 bB
2
5
Vanili 2,23 0,08 6,75 0,35 0,10 0,31 0,0 0,43 1,28 bB
3
6
Telur 5,94 9,79 0,20 11,97 5,73 3,49 0,4 5,83 5,42 aA
4
1
Kontrol 0,17 0,04 0,044 0,14 0,11 2,56 0,1 1,1 0,54 bB
5
9
Rata-rata 1,653
Tabel 1 Hasil pengujian preferensi tikus terhadap bahan penyedap
Keterangan:
Banyak umpan beserta bahan penyedap masuk kedalam satuan gram

Tabel 2 Perhitungan selang kritis pada masing-masing nilai tengah


Jumlah nilai tengah 2 3 4 5
Selang Kritis 5% 2,271 2,381 2,463 2,518
1% 3,047 3,177 3,265 3,330

Berat awal+ Berat akhir


Reratabobot tikus=
2

162+164,4
¿
2

= 163,25 gram

Contoh perhitungan:
100
Konsumsi perhitungan= x Konsumsi sebenarnya
Bobot rerata tikus

100 100
Gula = x 0,37 = 0,22 gram Minyak = x 0,64 = 0,39 gram
163,25 163,25
100 100
Vanili = x 1,28 = 0,78 gram Kontrol = x 0,54 = 0,33 gram
163,25 163,25

100
Telur = x 5,42 = 3,31 gram
163,25

Pembahasan

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama utama tanaman padi dari
golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat
berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Oleh karena itu dalam
pengendalian hama tikus ini, diperlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan
dengan cara penanganan hama padi dari kelompok serangga. Tikus sawah menjadi
hama penting padi terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam
intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari
semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode
pascapanen). Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium
generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Tikus sawah
digolongkan dalam kelas vertebrata (bertulang belakang), ordo rodentia (hewan
pengerat), famili muridae, dan genus Rattus. Tubuh bagian dorsal/ punggung
berwarna coklat hitam kelabuan dengan bagian ventral berwarna kelabu pucat atau
putih kotor. Warna ekor bagian dorsal maupun ventral sama yaitu coklat gelap. Tikus
sawah memiliki bentuk tubuh silindris dengan tekstur rambut agak kasar dan
hidungnya berbentuk kerucut (Singleto et al. 1997).
Tikus sawah termasuk kedalam kelompok terrestrial yang artinya hewan yang
pandai menggali dengan panjang ekornya lebih pendek daripada panjang head and
body dan memiliki tonjolan kecil dengan permukaan halus pada telapak kakinya.
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Periode
perkembangbiakan hanya terjadi pada saat tanaman padi periode generatif. Dalam
satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata
10 ekor anak per kelahiran. Terdapatnya padi yang belum dipanen reproduksi tikus
sawah. Dalam kondisi tersebut,anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu
bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor
tikus baru dalam satu musim tanam padi. Dengan kemampuan reproduksi tersebut,
tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung
lingkungan memadai (Rochman dan Sudarmaji 2001).
Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk
reproduksi dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat
pelarian).Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang,
dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada saat lahan bera, tikus sawah
menginfestasi pemukiman penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan
kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Sebagai hewan
omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang dapat dimakan oleh
manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus sawah cenderung memilih pakan yang
paling disukainya yaitu padi (Leung and Sudarmaji 1999).
Penyedap merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk menarik
perhatian. Penyedap ini sering diberikan pada umpan yang diberi rodentisida agar
tikus dapat tertarik dan memakan umpan beracun tersebut dalam jumlah banyak
(Priyambodo 2003). Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 penyedap
rasa dan aroma didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat
memberikan, menambah, atau mepertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap memiliki
beberapa fungsi sehingga dapat memperbaiki, membuah lebih bernilai atau diterima
dan lebih menarik. Penambahan bahan penyedap pada umpan tikus di maksudkan
untuk merangsang tikus agar lebih tertarik terhadap umpan yang diberikan (Harahap
& Tjahjono 2000). Contohnya bahan tambahan kelapa mengandung kadar lemak,
protein, dan karbohirat yang tinggi. Ikan asin dan terasi mengandung kadar lemak,
protein, kalori dan abu sampai 70%. Cabai mengandung kadar lemak dan protein
tinggi tetapi mengandung kadar air yang tinggi (Setiadi 2001). Menurut Cremlyn
(1991) untuk mendapatkan umpan yang aman dan efektif harus memenuhi kriterian
berikut, umpan yang diberikan harus sesuai dengan hama sasaran, tidak membat jera
umpan pada satu kali dosis pemberian umpan, racun yang digunakan dapat membuat
tikus diluar senang, harus mempunyai toksisitas rendah untuk hewan bukan sasaran.
Menurut Jubaidah (2004) penyedap yang paling disukai oleh tikus adalah telur, telur
mengandung lemak, protein dan kalori. Selain itu aromanya yang khas mampu
memikat tikus untuk mengkonsumsinya.
Percobaan preferensi tikus terhadap bahan penyedap, tikus sawah (Rattus
argentiventer) lebih menyukai penggunaan telur pada umpan sebagai peneyedap.
Rata-rata 5,42 gram beras dengan penambahan telur sebagai penyedap yang dimakan
oleh tikus sawah (Rattus argentiventer). Hal tersebut, sangat berbeda dengan
perlakuan terhadap penyedapa makanan yang lainnya. Penambahan penyedap
terhadap umpan yang diberikan didapat rata-rata bobot beras yang ditambahkan
vanili, minyak, kontrol atau beras tanpa penyedap, dan gula dengan masing-masing
bobotnya, yaitu 1,289 gram, 0,639 gram, 0,544 gram, dan 0,373 gram. Tikus sawah
(Rattus argentiventer) lebih menyukai umpan dengan penambahan telur sebagai
penyedap, hal ini sesuai dengan literature bahwa penyedap yang paling disukai oleh
tikus adalah telur (Jubaidah 2004).

Percobaan preferensi penyedap terhadap tikus sawah (Rattus argentiventer)


didapatkan bobot rataan umpan dengan penyedap telur, vanili, minyak, kontrol, dan
gula yang dimakan tikus (gram) masing-masing, yaitu 5,42 gram, 1,289 gram, 0,639
gram, 0,544 gram, dan 0,373 gram. Berdasarkan raataan bobot yang dimakan oleh
tikus dimasing-masing perlakuan dapat diketahui bahwa tikus sawah (Rattus
argentiventer) lebih menyukai umpan dengan penyedap telur. Perbadingan dari
kelima jenis perlakuan dapat terlihat sangat berbeda nyata. Telur sebagai penyedap
berbeda nyata terhadap penambahan penyedap lainnya. Setiap penyedap memiliki
symbol yang berbeda-beda, telur disimbolkan “Aa”, vanili “bB”, minyak “bB”,
kontrol “bB”, dan gula “bB”. Hal tersebut dapat terlihat dari selang kritis 5% yang
secara berurutan sebesar 2,271, 2,387, 2,463, dan 2,518 yang disimbolkan dengan
huruf b yang berbeda nyata dengan telur yang dilambangkan dengan huruf a. Selain
selang 5% didapat pula selang kritis 1% masing-masing penyedap 3,047, 3,177,
3,265, dan 3,330 yang dinyatakan sebagai berbeda sangat nyata. Simbol yang
digunakan untuk perbedaan sangat nyata dinyatakan dengan huruf kapital, yaitu A
dan B. Jika nilai signifikan pada uji lebih kecil dari pada alpha 5% (sig < α 0,05),
perhitungan yang dihasilkan bahwa nilai berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan
95% dan α berkisar 1% menunjukan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata
(Aprianto et al. 2017).
SIMPULAN

Pengujian preferensi penyedap dengan metode “Choice Test” diketahui bahwa


jenis bahan penyedap yang disukai oleh tikus uji (Rattus argentiventer) adalah telur.
Rata-rata 5,42 gram beras dengan penambahan telur sebagai penyedap yang dimakan
oleh tikus sawah (Rattus argentiventer). Tingkat konsentrasi telur yang digunakan
sebagai bahan penyedap yaitu 10%.
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Lahay RR, Irsal. 2017. Pengaruh curah hujan terhadap produksi tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Kebun Klumpang PT Perkebunan
Nusantara II. J. Agroekoteknologi 5(2): 415-421.

Buckle AP. 1999. Rodenticides – their role in rodent pest management in tropical
agriculture. Ecologically-Based Management of Rodent Pests: ACIAR
Monogr. 59:163-177.

Cremlyn 1991

Harahap & Tjahjono 2000

Jubaidah 2004

Leung KP, Sudarmaji. 1999. Techniques for trapping the rice-field rat, Rattus
argentiventer. Malayan Nature Journal. 53(4): 323-333.

Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Bogor(ID): PT Penebar


Swadaya.

Rochman, Sudarmaji. 2001. Ragam dan sebaran spesies tikus di lahan pasang surut
Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian. 20 (1): 61-66.

Setiadi 2001

Singleto GR, Sudarmaji, Suryapermana S. 1997. An experimental field study to


evaluate a trap barrier system and fumigation for controlling the rice-field rat,
Rattus argentiventer, in rice crops in West Java. Crop Protection. 17 (1): 55-
64.

Anda mungkin juga menyukai