Kelompok 14
Asisten Praktikum:
M. Arif Jazaul Iksan A34150021
Hugo A. J. Tarigan A34150054
Latar Belakang
Tujuan
Praktikum ini bertujuan menetukan jenis bahan penyedap yang paling disukai
oleh tikus, serta menentukan tingkat konsentrasi bahan penyedap di dalam umpan
yang paling efektif.
BAHAN DAN METODE
Metode
Jenis pengujian yang dilakukan yaitu pengujian dengan pilihan (“Choice Test”).
Langkah pertama yang dilakukan yaitu campuran pakan dengan berbagai jenis
penyedap pakan disiapkan. Tikus yang akan digunakan ditimbang (dengan bantuan
kantung plastik) untuk mendapatkan bobot awalnya. Tikus tersebut ditentukan jenis
kelaminnya. Masing-masing umpan plus penyedap pakan tikus (dalam keadaan
kering) ditimbang kurang lebih 10% dari bobot tubuh tikus. Tikus dimasukkan ke
dalam kurungan, biarkan tikus tersebut beradaptasi di dalam kurungan tersebut
sampai tikus itu masuk ke dalam bumbung bambu. Semua jenis umpan plus penyedap
pakan yang di uji dimasukkan ke dalam wadah umpan dengan letak umpan yang
diacak. Air minum dimasukkan ke dalam gelas minum. Dua puluh empat jam
kemudian dilakukan penimbangan terhadap sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh
tikus, termasuk pakan yang berceceran di bagian dasar kurungan. Pakan tersebut
ditambahkan kembali dengan jumlah yang sama dengan awalnya. Jika umpan basah
terkena urin atau air minum, sisa umpan dikeringkan dahulu sebelum ditimbang.
Umpan pakan diganti dengan umpan yang baru. Pekerjaan ini dilakukan selama tujuh
hari, sehingga di dapatkan jumlah konsumsi berbagai jenis umpan plus penyedap
pakan selama seminggu. Air minum yang kotor terkena urin atau feses, segera diganti
dengan yang baru. Di akhir perlakuan, tikus uji ditimbang kembali untuk
mendapatkan bobot akhirnya. Rata-ratakan bobot awal dan bobot akhir tikus untuk
mendapatkan bobot tikus rata-rata. Perhitungan tingkat konsumsi tikus dilakukan
dengan mengkonversi jumlah tiap-tiap pakan yang dikonsumsinya terhadap 100 g
bobot tubuh tikus, dengan rumus:
100
Konsumsi perhitungan= x Konsumsi sebenarnya
Bobot rerata tikus
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Rata-
Perlakua Kelompok
No rata
n
9 10 11 12 13 14 15 16
Gula 1,02 0,09 0,067 0,21 0,23 0,26 0,7 0,37 0,37 bB
1
3
Minyak 0,13 0,08 0,020 0,14 0,10 0,26 3,9 0,43 0,64 bB
2
5
Vanili 2,23 0,08 6,75 0,35 0,10 0,31 0,0 0,43 1,28 bB
3
6
Telur 5,94 9,79 0,20 11,97 5,73 3,49 0,4 5,83 5,42 aA
4
1
Kontrol 0,17 0,04 0,044 0,14 0,11 2,56 0,1 1,1 0,54 bB
5
9
Rata-rata 1,653
Tabel 1 Hasil pengujian preferensi tikus terhadap bahan penyedap
Keterangan:
Banyak umpan beserta bahan penyedap masuk kedalam satuan gram
162+164,4
¿
2
= 163,25 gram
Contoh perhitungan:
100
Konsumsi perhitungan= x Konsumsi sebenarnya
Bobot rerata tikus
100 100
Gula = x 0,37 = 0,22 gram Minyak = x 0,64 = 0,39 gram
163,25 163,25
100 100
Vanili = x 1,28 = 0,78 gram Kontrol = x 0,54 = 0,33 gram
163,25 163,25
100
Telur = x 5,42 = 3,31 gram
163,25
Pembahasan
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama utama tanaman padi dari
golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat
berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Oleh karena itu dalam
pengendalian hama tikus ini, diperlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan
dengan cara penanganan hama padi dari kelompok serangga. Tikus sawah menjadi
hama penting padi terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam
intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari
semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode
pascapanen). Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium
generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Tikus sawah
digolongkan dalam kelas vertebrata (bertulang belakang), ordo rodentia (hewan
pengerat), famili muridae, dan genus Rattus. Tubuh bagian dorsal/ punggung
berwarna coklat hitam kelabuan dengan bagian ventral berwarna kelabu pucat atau
putih kotor. Warna ekor bagian dorsal maupun ventral sama yaitu coklat gelap. Tikus
sawah memiliki bentuk tubuh silindris dengan tekstur rambut agak kasar dan
hidungnya berbentuk kerucut (Singleto et al. 1997).
Tikus sawah termasuk kedalam kelompok terrestrial yang artinya hewan yang
pandai menggali dengan panjang ekornya lebih pendek daripada panjang head and
body dan memiliki tonjolan kecil dengan permukaan halus pada telapak kakinya.
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Periode
perkembangbiakan hanya terjadi pada saat tanaman padi periode generatif. Dalam
satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata
10 ekor anak per kelahiran. Terdapatnya padi yang belum dipanen reproduksi tikus
sawah. Dalam kondisi tersebut,anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu
bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor
tikus baru dalam satu musim tanam padi. Dengan kemampuan reproduksi tersebut,
tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung
lingkungan memadai (Rochman dan Sudarmaji 2001).
Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk
reproduksi dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat
pelarian).Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang,
dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada saat lahan bera, tikus sawah
menginfestasi pemukiman penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan
kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Sebagai hewan
omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang dapat dimakan oleh
manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus sawah cenderung memilih pakan yang
paling disukainya yaitu padi (Leung and Sudarmaji 1999).
Penyedap merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk menarik
perhatian. Penyedap ini sering diberikan pada umpan yang diberi rodentisida agar
tikus dapat tertarik dan memakan umpan beracun tersebut dalam jumlah banyak
(Priyambodo 2003). Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 penyedap
rasa dan aroma didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat
memberikan, menambah, atau mepertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap memiliki
beberapa fungsi sehingga dapat memperbaiki, membuah lebih bernilai atau diterima
dan lebih menarik. Penambahan bahan penyedap pada umpan tikus di maksudkan
untuk merangsang tikus agar lebih tertarik terhadap umpan yang diberikan (Harahap
& Tjahjono 2000). Contohnya bahan tambahan kelapa mengandung kadar lemak,
protein, dan karbohirat yang tinggi. Ikan asin dan terasi mengandung kadar lemak,
protein, kalori dan abu sampai 70%. Cabai mengandung kadar lemak dan protein
tinggi tetapi mengandung kadar air yang tinggi (Setiadi 2001). Menurut Cremlyn
(1991) untuk mendapatkan umpan yang aman dan efektif harus memenuhi kriterian
berikut, umpan yang diberikan harus sesuai dengan hama sasaran, tidak membat jera
umpan pada satu kali dosis pemberian umpan, racun yang digunakan dapat membuat
tikus diluar senang, harus mempunyai toksisitas rendah untuk hewan bukan sasaran.
Menurut Jubaidah (2004) penyedap yang paling disukai oleh tikus adalah telur, telur
mengandung lemak, protein dan kalori. Selain itu aromanya yang khas mampu
memikat tikus untuk mengkonsumsinya.
Percobaan preferensi tikus terhadap bahan penyedap, tikus sawah (Rattus
argentiventer) lebih menyukai penggunaan telur pada umpan sebagai peneyedap.
Rata-rata 5,42 gram beras dengan penambahan telur sebagai penyedap yang dimakan
oleh tikus sawah (Rattus argentiventer). Hal tersebut, sangat berbeda dengan
perlakuan terhadap penyedapa makanan yang lainnya. Penambahan penyedap
terhadap umpan yang diberikan didapat rata-rata bobot beras yang ditambahkan
vanili, minyak, kontrol atau beras tanpa penyedap, dan gula dengan masing-masing
bobotnya, yaitu 1,289 gram, 0,639 gram, 0,544 gram, dan 0,373 gram. Tikus sawah
(Rattus argentiventer) lebih menyukai umpan dengan penambahan telur sebagai
penyedap, hal ini sesuai dengan literature bahwa penyedap yang paling disukai oleh
tikus adalah telur (Jubaidah 2004).
Aprianto, Lahay RR, Irsal. 2017. Pengaruh curah hujan terhadap produksi tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Kebun Klumpang PT Perkebunan
Nusantara II. J. Agroekoteknologi 5(2): 415-421.
Buckle AP. 1999. Rodenticides – their role in rodent pest management in tropical
agriculture. Ecologically-Based Management of Rodent Pests: ACIAR
Monogr. 59:163-177.
Cremlyn 1991
Jubaidah 2004
Leung KP, Sudarmaji. 1999. Techniques for trapping the rice-field rat, Rattus
argentiventer. Malayan Nature Journal. 53(4): 323-333.
Rochman, Sudarmaji. 2001. Ragam dan sebaran spesies tikus di lahan pasang surut
Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian. 20 (1): 61-66.
Setiadi 2001