Tn. Didi, laki-laki berusia 41 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan dadanya sering terasa
berat dan sesak nafas sejak satu tahun belakangan. Dia juga sering bersin-bersin terutama pada
pagi hari. Anamnesis menemukan bahwa sesak nafas sering muncul saat cuaca dingin dan batuk
pagi hari. Terdapat riwayat merokok dengan Indeks Brinkman sedang dan ia mengaku kadang-
kadang masih tetap merokok. Seingat Tn. Didi, orangtuanya juga sering menderita keluhan
sesak nafas dan sempat diopname.
Pemeriksaan fisik paru didapatkan adanya ekspirasi memanjang pada kedua lapangan paru.
Pada Pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 16,5 g/dl hematokrit 45,8% trombosit
44.5000/mm3, dan leukosit 9.830/ mm3 dengan hitung jenis basofil 0, eosinofil 1, neutrofil 75,
limfosit 16, monosit 8. Elektrolit kesan dalam batas normal dengan kadar natrium 135 meq/L
kalium, 4.5 meq/L, klorida 100 meq/L, begitupun juga dengan ureum 66,4 mg/dl kreatinin 0,76
mg/dl; SGOT 24 SGPT 18; GDS 77 mmHg; albumin 3,89 g/dl dan globulin 3,62 g/dl. Analisis Gas
Darah menunjukkan pH 7,26 pCO2 77,9 mmHg pO2 110,2 mmHg HCO3 35,4 mmol/L dan
saturasi O2 96.7. HbsAg, Anti HCV, maupun Anti HIV non reaktif. Pemeriksaan BTA sputum
sebanyak tiga kali menunjukkan hasil negatif. Kultur darah pada pasien ini steril. Dokter
memberikan obat bronkodilator kepada Tn. Didi. Dokter menjelaskan bahwa keluhan ini akibat
tersumbatnya saluran pernafasan yang bisa disebabkan oleh berbagai hal. Dokter
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan Spirometri untuk mengetahui tingkat keparahan
penyakit Tn. Didi. Dokter mengedukasi agar mulai menghentikan kebiasaan merokoknya dan
menghindari pemicu timbulnya sesak nafas tersebut. Apabila terjadi serangan sesak nafas yang
berat, maka ia harus dirujuk ke RS Daerah terdekat untuk tatalaksana lebih lanjut.
2. Mengapa Tn Didi mengalami keluhan dadanya terasa berat dan sesak nafas?
Jawab
Paparan yang sering oleh zat iritan (rokok, debu polusi, bahan kimia) yang
berkepanjangan iritasi saluran nafas inflamasi kronis menyebabkan
4. Apa saja kriteria yang membuat Tn Didi dikategorikan dengan indeks brikman sedang?
Jawab
Indeks brikman sedang 200 -599
Menurut Sitoku Sekitar 11 – 24 batang per hari
Menurut smith 5 – 11 per hari
Menurut Muktadin 11 – 21 batang per hari dalam selang waktu 30 – 60 menit setelah
bangun tidur
JUMP 4 : Skema
Etiologi, Pathogenesis,
Manifestasi Klinis, Diagnosis,
dan Prognosis
Jump 5 : Learning Objective
1. Obstruksi sistem respirasi bagian bawah
a. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK)
Emfisema
Bronchitis kronik
b. Asma bronchial
c. Obstruksi benda asing
d. Bronkhiektasis dan Atelektasis
a. Emfisema
Emfisema adalah suatu penyakit obstruktif paru yang bersifat kronis dan
progresif, ditandai dengan adanya kelainan anatomis berupa pelebaran rongga
udara distal pada bronkiolus terminal dan kerusakan parenkim paru.
Patofisiologi emfisema dapat diawali dengan paparan zat yang memicu respon
inflamasi, ataupun defisiensi antitripsin alfa 1.
Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema paru antara
lain riwayat merokok, paparan polutan, dan faktor genetik.
epidemiologi
emfisema secara nasional masih belum tersedia, tetapi dilaporkan bahwa 4 dari
100 orang di Indonesia menderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Global
Emfisema adalah penyakit yang mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia.
Menurut hasil laporan dari Global Burden of Disease Study, terdapat sebanyak
251 juta kasus PPOK secara global di seluruh dunia dan diprediksi akan terus
meningkat dikarenakan semakin tingginya angka perokok dan semakin
meningkatnya kadar polutan. Hasil statistik yang dibuat oleh CDC mengatakan
bahwa di Amerika Serikat terdapat 14 juta penderita emfisema dimana jumlah
wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki (21,4 : 19,0 per 1.000 penduduk)
Diagnosis
emfisema dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien umumnya datang dengan sesak nafas dan riwayat
merokok. Pada pemeriksaan penunjang berupa rontgen dada akan tampak
gambaran hiperinflasi paru.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat penyakit pasien. Keluhan yang
biasanya muncul adalah sesak napas, batuk, mengi saat beraktivitas, dan nyeri
dada akut.
prognosis
Terdapat beberapa faktor penentu prognosis dari penderita emfisema paru, salah
satunya volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1), kapasitas difusi dari
karbon monoksida, hasil perhitungan gas darah, indeks massa tubuh (IMT),
kapasitas olahraga, dan keadaan klinis.
Komplikasi
Salah satu komplikasi emfisema adalah pneumonia. Dilaporkan bahwa pasien
dengan emfisema lebih rentan terkena pneumonia, dimana semakin parah
emfisema semakin mudah seseorang menderita pneumonia.
b.Bronchitis kronik
Bronchitis merupakan suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri,maupun parasit. Bronchitis
dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase kronis. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat,
disebabkan oleh karena terkena dingin, penghirupan bahan-bahan iritan, atau
oleh infeksi akut, dan ditandai dengan demam, nyeri dada (terutama disaat
batuk), dyspnea, dan batuk.
Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan
akibat serangan berulang bronchitis akut atau penyakit penyakit umum kronis,
dan ditandai dengan batuk, ekspektorasi, dan perubahan sekunder jaringan
paru. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi
sebagai batuk kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam
setahun sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut.
Etiologi
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,
Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par influenza, dan
Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun
parasit. Sedangkan pada bronchitis kronik dan batuk berulang adalah sebagai
berikut :
1. spesifik
a. Asma
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
e. Sindrom aspirasi.
f. Penekanan pada saluran napas
g. Benda asing
h. Kelainan jantung bawaan
i. Kelainan sillia primer
j. Defisiensi imunologis
k. Kekurangan anfa-1-antitripsin
l. Fibrosis kistik
m. Psikis
2. Non spesifik
a. Asap rokok
b. Polusi udara
Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lender dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-
sel globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi
dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang
irreversible, kemungkinan mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis.
Manifestasi Klinis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah
tanda dini dari bronchitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh
cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai
riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernapasan.
Komplikasi
Komplikasi bronchitis dengan kondisi kesehatan yang jelek menurut Behrman
(1999), antara lain :
1. Otitis media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan
gejala infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab
bronkhtis menebar dan masuk ke dalam saluran telinga tengah dan
menimbulkan peradangan sehingga terjadi infeksi.
2. Sinusitis maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi.
Infeksi pada sinus dapat menyebabkan bronkhospasme, edema dan hipersekresi
sehingga mengakibatkan bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacam macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani
dengan baik secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses
peradangan akan terus berlanjut disebut bronchopneumoniae. Gejala yang
muncul umumnya berupa nafas yang memburu atau cepat dan sesak nafas
karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat ditandai adanya
batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada
sebelah bawah ke dalam.
b. Asma bronchial
penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama 10 tahun.Pasien asma yang memiliki
kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya emfisema. Mekanisme yang
mendasari daripada efek rokok pada pasien asma dijelaskan pada tabel
Patofisiologi Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang
sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan
pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan
tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama
dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan
jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur
yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.
Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang
menyebabkan proses perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling
ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini
kadang-kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik, dikatakan proses
remodeling ini dapat menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini
dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan
sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan
peningkatan jumlah sel atau hiperplasia.
b. Faktor lingkungan
Rangsangan alergen.
Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.
Infeksi.
Merokok
Obat.
Penyebab lain atau faktor lainnya.
Diagnosis Asma2,3
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak. - gejala
timbul/memburuk di malam hari.
- respons terhadap pemberian bronkodilator.
Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi),
riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan
pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan
terhadap asma adalah :
1 Di dengarkan suara mengi (wheezing)sering pada anak-anak
Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis
sama, apabila terdapat :
1. Memiliki riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
Epidemiologi
Aspirasi benda asing ke dalam saluran respiratorik dapat terjadi pada semua usia, tetapi
yang paling sering pada anak kelompok usia di bawah 3 tahun (80%). Kejadian ini lebih
sering dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan (3:1) dengan sebab yang
tidak jelas.
Etiologi
Benda asing yang dapat masuk ke dalam saluran respiratorik sangat beragam.
Penggolongan dapat dilakukan berdasarkan asal, jenis, dan sifatnya. Asal Menurut
asalnya, benda asing terdiri dari benda asing eksogen, yaitu benda asing yang berasal
dari luar tubuh, dan benda asing endogen, yaitu benda asing yang berasal dari dalam
tubuh sendiri.
Jenis Berdasarkan jenisnya, benda asing dapat dibagi menjadi benda asing organik dan
benda asing anorganik.
Sifat Benda asing yang dapat masuk ke dalam saluran respiratorik, baik organik maupun
anorganik, kadang-kadang memiliki sifat khusus tertentu. Benda asing organik, terutama
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan dan biji-bijian, dapat
mengembang dengan cepat di dalam saluran respiratorik karena bersifat higroskopis.
Beberapa jenis kacang mengandung asam lemak yang dapat memicu timbulnya reaksi
radang sehingga mudah terjadi edema. Oleh karena itu dalam 6−12 jam benda-benda ini
dapat menimbulkan sumbatan total. Benda asing anorganik, lebih sering terjadi pada
anak yang lebih besar dan orang dewasa, tidak bersifat higroskopis dan tidak
mengembang, sehingga aspirasi benda tersebut umumnya tidak menimbulkan gejala
atau hanya menimbulkan gejala yang ringan. Kadang-kadang benda-benda logam dapat
mempunyai sifat magnetik atau menimbulkan rasa metal yang khas.
Faktor risiko
Banyak faktor yang dapat memudahkan terjadinya aspirasi benda asing pada anak,
antara lain adalah faktor usia, anatomis, pertahanan saluran respiratorik, sosial
ekonomi, dan lain-lain.
Faktor usia
Anak-anak terutama usia 2−4 tahun, umumnya memiliki kegemaran memasukkan
benda-benda kecil yang ditemukannya, atau yang digunakannya saat bermain, ke dalam
hidung, telinga, atau mulut. Benda-benda ini sering secara tidak sengaja terhirup ke
dalam saluran respiratorik ketika sedang menangis, bermain, tertawa, berbicara, dan
berteriak. Hal yang serupa dapat juga terjadi pada makanan atau minuman yang
terdapat di dalam mulut.
Faktor anatomis
Faktor anatomis yang memudahkan masuknya benda asing ke dalam saluran
respiratorik adalah sebagai berikut: 1. Gigi geraham yang belum terbentuk. Keadaan
tersebut menyebabkan makanan harus dipotong dengan gigi seri, sehingga makanan
tetap berukuran besar dan mudah tergelincir ke dalam saluran respiratorik. 2. Gusi dan
penyangga gigi yang lemah. Gusi bayi yang lunak banyak mengandung pembuluh darah
serta masih rapuh dan licin, sehingga menyebabkan makanan mudah tergelincir. 3.
Faktor lain. Masih banyak faktor anatomis lain yang juga berpengaruh terhadap
frekuensi aspirasi benda asing pada anak. Beberapa faktor tersebut antara lain: Laring
pada bayi terletak lebih ke depan dan lebih ke atas dibandingkan orang dewasa, ukuran
laring dan trakea bayi lebih kecil (5 mm) dibandingkan orang dewasa (10 mm), epiglotis
bayi lebih pendek dan berbentuk huruf ‘U’, sedangkan pada orang dewasa datar, bentuk
laring pada anak seperti corong, sedangkan pada orang dewasa seperti silinder, dan
adanya penyempitan trakea pada bayi dan anak di daerah subglotis (cincin krikoid).
Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi bronkus secara
permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru
sekitarnya. Manifestasi klinis primer bronkiektasis adalah terjadinya infeksi yang
berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah batuk darah,
obstruksi saluran napas kronis, dan gangguan bernapas secara progresif.
Klasifikasi
Secara morfologis bronkiektasis dibagi 3 tipe (dapat dilihat pada gambar 1): 2,3 (1)
Bronkiektasis silindris atau tubular, ditandai dengan dilatasi saluran napas. (2)
Bronkiektasis varikosa (dinamai demikian karena gambarannya mirip dengan vena
varikosa), ditandai dengan area konstriktif fokal disertai dengan dilatasi saluran napas
sebagai akibat dari defek pada dinding bronkial. (3) Bronkiektasis kistik atau sakular,
ditandai dengan dilatasi progresif saluran napas yang berakhir pada kista ukuran besar,
sakula, atau gambaran grape-like clusters (gambaran ini adalah gambaran bronkiektasis
yang paling berat)
Etiologi
Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab yang paling umum dari bronkiektasis
adalah infeksi2,3, namun penelitian yang dilakukan oleh Pasteur dkk di Inggris pada
tahun 2000 mendapatkan data dari 150 kasus bronkiektasis, 53% kasus tidak dapat
diidentifikasi kausa spesifiknya.4 Pada Tabel 1 menunjukkan beberapa kondisi yang
berhubungan dengan bronkiektasis.
Infeksi
Mekanisme yang mungkin mendasari bronkiektasis pascainfeksi adalah adanya infeksi
pada saat awal kehidupan yang menyebabkan kerusakan struktural pada saluran napas
yang masih dalam tahan pengembangan, sehingga mengakibatkan saluran napas rentan
terhadap infeksi berulang, dan dengan berjalannya waktu, infeksi persisten tersebut
mengakibatkan bronkiektasis.3,6 Beberapa infeksi saluran napas yang dapat
menyebabkan bronkiektasis termasuk: pertusis, bakteri gram negatif (Pseudomonas
aeruginosa,Haemophilus influenzae), virus (HIV, Paramyxovirus, adenovirus, dan
influenza), Mycobacterium tuberculosis, dan atypical mycobacteria.
Patogenesis
Ada beberapa jalur yang menerangkan terjadinya bronkiektasis. Secara luas,
bronkiektasis dapat terjadi sehubungan dengan kejadian atau episode insidental yang
tidak berhubungan dengan kondisi dasar intrinsik pertahanan tubuh penderita, dapat
pula berkaitan dengan kondisi dasar konstitusional genetik penderita. Perbedaan dua
mekanisme diatas merupakan elemen penting yang menentukan prognosis dan
penatalaksanaan penderita. Hal dasar yang perlu dipahami dalam patogenesis
bronkiektasis adalah apakah infeksi yang bersangkutan adalah suatu penyebab
bronkiektasis atau infeksi pada penderita tersebut berhubungan dengan kondisi
predisposisi yang mendasar.
Gambaran Klinis Bronkiektasis
Gambaran klinis bronkiektasis sangat bervariasi, beberapa pasien tidak menunjukkan
gejala sama sekali atau gejala hanya dirasakan saat eksaserbasi, dan beberapa pasien
mengalami gejala setiap hari.2 Bronkiektasis harus dicurigai pada setiap pasien dengan
batuk kronis dengan produksi sputum atau infeksi saluran napas berulang. Hemoptisis,
nyeri dada, penurunan berat badan, bronkospasme, sesak napas dan penurunan
kemampuan fisik juga didapatkan pada pasien bronkiektasis. Sputum dapat bervariasi
mulai dari mukoid, mukopurulen, kental, dan liat. Gambaran sputum 3 lapis yang
meliputi lapisan atas yang berbusa, lapusan tengah mukus, dan lapisan bawah purulen
merupakan gambaran patognomonik, namun tidak selalu dapat dijumpai.2,3 Batuk
dengan bercak darah dapat disebabkan erosi saluran napas terkait infeksi akut. Nyeri
dada pleuritik ditemukan pada beberapa pasien
dan menunjukkan proses peregangan saluran napas perifer atau pneumonitis distal
yang berdekatan dengan pleura viseral.2,4,6 Dimasa lampau, jari tabuh merupakan
tanda klinis yang sering dihubungkan dengan bronkiektasis, namun penelitian
menunjukkan prevalensnya hanya 3%. Sesak napas dan wheezing temukan pada 75%
pasien sehingga sering rancu dengan gejala klinis PPOK.
Atelektasis
Alveolus merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Agar
pertukaran tersebut dapat berjalan dengan baik, alveolus harus berisi udara. Pada
atelektasis, alveolus tidak terisi oleh udara. Akibatnya, tidak terjadi pertukaran oksigen
dan karbon dioksida.
Penyebab Atelektasis
Atelektasis sering kali disebabkan oleh adanya sumbatan berupa tumor, benda
asing, lendir pada saluran pernapasan. Sumbatan atau obstruksi tersebut dapat
terjadi di trakea, bronkus, atau bronkiolus. Selain akibat tersumbatnya saluran
pernapasan, atelektasis juga dapat disebabkan oleh berbagai kondisi berikut:
Atelektasis juga dapat terjadi akibat kurangnya surfaktan pada dinding alveolus. Surfaktan
merupakan zat yang berfungsi untuk menjaga alveolus tetap mengembang. Kurangnya zat
surfaktan akan menyebabkan alveolus mengempis dan tidak mengembang kembali. Kurangnya
surfaktan sering terjadi pada bayi yang lahir prematur.
Selain beberapa penyebab di atas, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami atelektasis, antara lain:
Berusia lanjut
Baru menjalani operasi di bagian dada atau perut
Baru menjalani operasi dengan menggunakan bius total
Mengonsumsi obat tertentu yang mempengaruhi sistem pernapasan
Memiliki kebiasaan merokok
Menderita penyakit saluran pernapasan, seperti penyakit paru obstruktif kronis,
asma, bronkiektasis, atau cystic fibrosis
Mengalami cedera yang menyebabkan rasa nyeri dan kesulitan menarik napas dalam,
termasuk patah tulang rusuk
Gejala Atelektasis
Pada awalnya, atelektasis tidak menimbulkan gejala apa pun. Atelektasis baru akan
menimbulkan gejala jika bagian paru-paru yang rusak sudah cukup luas dan tubuh mulai
mengalami kekurangan oksigen. Gejala atelektasis yang akan timbul adalah:
Kesulitan bernapas
Nyeri dada, terutama ketika menarik napas dan batuk
Napas cepat
Denyut jantung meningkat (takikardia)
Kebiruan pada kulit, bibir, ujung jari (sianosis)
Tekanan darah rendah (hipotensi)
Jika bagian paru yang rusak semakin luas, atelektasis juga bisa memicu terjadinya syok.
Diagnosis Atelektasis
Dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dirasakan pasien. Setelah itu, dokter akan
melakukan pemeriksaan thorax atau dada. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan
melakukan pemeriksaan penunjang berikut:
Vaksin Influenza bisa mengurangi penyakit serius dan kematian pada PPOK, virus inaktif
pada vaksin di rekomendasikan dan sebaiknya di berikan sekali setahun. Vaksin
pneumococcal polusaccharide direkomendasikan untuk pasien diatas 65 tahun. Penggunaan
antibiotik tidak direkomendasikan kecuali untuk pengobatan eksaserbasi infeksius dan
infeksi bakteri lainnya. 6,9 Pengobatan lain Pasien dari segala tingkat keparahan akan
mendapatkan keuntungan dari kegiatan rehabilitasi. Peningkatan kondisi pasien bisa dilihat
setelah melakukan program rehabilitasi pulmonari. Lama waktu minimum yang efektif
untuk rehabilitasi adalah 6 minggu, semakin lama program semakin bagus buat pasien.
Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang
oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada
PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus
selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter. Terapi
pembedahan pada PPOK memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari LVRS (Lung
Ventilation Reduction Surgery) dari pada terapi medis lainnya adalah lebih signifikan
hasilnya pada pasien dengan empidema pada lobus bawah dan pada pasien dengan
kapasitas aktifitas fisik rendah karena pengobatan. Pada beberapa pasien dengan PPOK
sangat parah, transplatasi paru menunjukkan peningkatan kualitas hidup yang baik.
Manajemen Eksaserbasi
Eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai kejadian akut dengan karakteristik perburukan
gejala respirasi yang biasanya lebih parah dari gejala normal dan biasanya akan merubah
pengobatan. Menilai keparahan eksaserbasi secara garis besar ada 3 yang perlu dinilai yaitu
pengukuran gas darah arterial, foto torak berguna untuk mengeleminasi diagnosis lain, dan
pada elektrokardiograpi bisa membantu diagnosis masalah jantung pada eksaserbasi. Tes
spirometrik tidak direkomendasikan selama eksaserbasi karena sulit dilakukan dan
pengukurannya bisa tidak akurat. Manajemen eksaserbasi pada PPOK diberikan oksigen
dengan target saturasi 88- 92%. Beta2-agonist kerja cepat dengan atau tanpa antikolinergik
kerja cepat lebih dipilih untuk pengobatan eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dapat
meningkatkan fungsi paru FEV1 dan menurunkan resiko kekambuhan awal, kegagalan terapi
dan lama dirumah sakit. Dosis sebesar 30-40 mg prednisolone setiap hari selama 10-14 hari
direkomendasikan. Pemberian antibiotik harus diberikan kepada pasien dengan tiga gejala
jantung: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, peningkatan purulence dari
sputum, peningkatan purulence dari sputum dan gejala kardinal lain, dan membutuhkan
ventilasi mekanikal.1,6 Terapi tambahan bergantung pada kondisi klinis dari pasien dan
keseimbangan cairan dengan perhatian spesial pada pelaksanaan diuretik, antikoagulan,
pengobatan komorbiditas, dan aspek nutrisional harus diperhatikan.
- Emfisema
Terapi Farmakologi
antibiotik.
Bronkodilator
Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi untuk menekan proses inflamasi yang terjadi di dalam paru-paru
dan digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut. Kortikosteroid dapat diberikan dalam
bentuk oral, injeksi intravena, ataupun inhalasi. Contoh kortikosteroid yang dapat
digunakan peroral adalah golongan metilprednisolon atau prednison, sedangkan untuk
Antibiotika
Antibiotik pada pasien dengan emfisema hanya diberikan apabila terdapat infeksi. Antibiotik
lini pertama adalah amoxicillin atau makrolida. Sedangkan antibiotik lini kedua adalah
Suportif
Pemberian terapi farmakologis lainya yang dapat dipertimbangkan untuk pasien emfisema
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat diberikan adalah oksigenasi dan terapi
nutrisi. Pada pasien yang merokok, harus dilakukan terapi untuk berhenti merokok.
Terapi Oksigen
Fungsi dari pemberian oksigen adalah untuk mengurangi sesak, mengurangi hipertensi
emfisema dengan saturasi oksigen <90%. Selain digunakan dalam kondisi akut, oksigen juga
dapat dijadikan terapi jangka panjang dengan protokol pemberian selama 15 jam per hari
pada pasien dengan kadar PaO2 <55 mmHg atau saturasi oksigen <88%. Target pemberian
oksigen adalah hingga saturasi >90%. Namun, harus berhati-hati agar tidak menekan respon
Nutrisi
Pasien dengan emfisema dapat juga mengalami malnutrisi karena peningkatan kebutuhan
energi (hipermetabolisme). Hal ini disebabkan oleh peningkatan kerja otot pernapasan
karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia. Asupan yang disarankan untuk pasien emfisema
adalah yang mengandung komposisi nutrisi seimbang, dapat berupa asupan tinggi lemak
Rehabilitasi
efisiensi dan kapasitas sistem transpor oksigen. Rehabilitasi yang dilakukan dapat berupa
latihan fisik dan latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Selain itu, pada
pasien yang merokok, diperlukan edukasi dan program khusus agar pasien dapat berhenti
merokok.
Pembedahan
Terapi melalui pembedahan pada penderita emfisema jarang menjadi pilihan utama. Tujuan
dari tindakan pembedahan adalah untuk mengurangi gejala dan mengembalikan fungsi
paru. Contoh terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah bulektomi, bedah reduksi
- Bronchitis kronik
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan
berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan
untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan)
dan dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan
diobati dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Untuk membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk
menghilangkan bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih
banyak oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki.
Postural drainage dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu,
terutama bila terdapat bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per oral atau parenteral jika
bronchospasme berat) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik
membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan
membatukannya. Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak
menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus
menghentikan merokok karena menyebabkan bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia,
yang penting dalam membuang partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants,
yang memainkan peran penting dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok
juga lebih rentan terhadap infeksi bronchial.
b. Asma bronchial
Tatalaksana Serangan Asma Akut (Eksaserbasi Akut)
Pasien asma bronkial sering datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di malam hari karena
mengalami serangan asma eksaserbasi akut. Beberapa pemicu yang sering didapatkan
adalah stres, riwayat terpapar alergen dan paparan udara dingin.
Tatalaksana Farmakologis
Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol:
gejala klinis, meningkatkan kualitas hidup, dan menghambat progresi penyakit. Pendekatan
terapi yang dilakukan adalah memperkuat sistem klirens mukosilier, mengurangi inflamasi
saluran pernapasan yang berfungsi menurunkan inflamasi dan gejala. Klirens saluran
pernapasan dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik fisioterapi dan agen inhalasi.
Metode ini disarankan dilakukan selama 15 – 40 menit sebanyak 2-3 kali sehari.
Teknik Fisioterapi
Terapi fisioterapi dada disarankan pada pasien dengan batuk produktif kronik. Teknik
ekspansi thoraks dengan inspirasi dalam untuk mengekspansi alveoli, diikuti ekspirasi untuk
mendorong sputum ke saluran pernapasan yang lebih besar. Teknik ini dapat dilakukan di
rumah. Teknik fisioterapi lainnya dapat berupa teknik pernapasan siklus aktif, postural
Teknik Inhalasi
Inhalasi agen hiperosmolar dan mukolitik dipercaya dapat membantu klirens mukus dan
hipertonik dapat menurunkan mediator inflamasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien
bronkiektasis.
dilakukan pada praktik klinis, namun sampai sekarang belum ditemukan bukti ilmiah terkait
efikasinya.
Terapi Antibiotik
Penggunaan terapi antibiotik pada bronkiektasis sangat bergantung pada tipe kasusnya.
Pada saat terjadi eksaserbasi akut, agen antibakterial spektrum luas dapat digunakan.
Eksaserbasi akut ringan-sedang pada pasien bronkiektasis ditandai dengan batuk yang
diberikan.
gagal napas akut, eksaserbasi gagal napas kronik, penurunan signifikan SaO2, demam,
hemoptisis, instabilitas hemodinamik, dan gangguan status mentalis. Pada pasien ini,
dibutuhkan terapi antibiotik intravena spektrum luas. Beberapa pilihan antibiotik antara lain
Cefepim 2 gr IV / 12 jam
Vancomycin 1 gr IV / 12 jam
clavulanate.
penggunaannya pada pasien bronkiektasis. Hal ini karena golongan makrolida memiliki
azithromycin 1 x 250 mg per oral atau 3 x 500 mg per oral selama 7-14 hari setiap bulan
Jika bronkiektasis disebabkan oleh fibrosis kistik, maka tata laksana spesifik dibutuhkan,
antibiotik tuberkulosis.
Inhalasi Bronkodilator
Terapi inhalasi bronkodilator memiliki efikasi dalam terapi asthma dan PPOK. Oleh
karena itu, terapi ini dapat diberikan pada pasien bronkiektasis yang berhubungan
Pembedahan
Tindakan bedah pada pasien bronkiektasis sangat jarang dilakukan. Terdapat dua jenis
tindakan bedah yang dapat dilakukan pada pasien bronkiektasis, yaitu reseksi dan
transplantasi paru.
Penatalaksanaan Atelektasis
Atelektasis ringan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa diberikan pengobatan. Jika
atelektasis disebabkan oleh penyakit atau kondisi tertentu, maka pengobatan dilakukan
untuk mengatasi penyebabnya.
Fisioterapi Dada
Mengajarkan pasien teknik batuk yang benar, untuk membantu pengeluaran lendir dari
dalam saluran pernapasan
Mengajarkan pasien teknik menarik napas dalam, dengan bantuan alat spirometri
insentif
Melakukan terapi ketukan atau perkusi pada dinding dada, baik dengan tangan atau
dengan air-pulse vibrator
Memosisikan kepala lebih rendah dari tubuh untuk membantu mengeluarkan lender
Operasi
Jika atelektasis disebabkan oleh sumbatan lendir pada saluran napas, penanganan dapat
dilakukan dengan menyedot cairan mukosa dengan selang suction. Hal ini dapat dilakukan
dengan bantuan bronkoskopi. Jika atelektasis disebabkan oleh tumor atau kanker, dokter
akan melakukan operasi pengangkatan jaringan. Operasi ini bisa dikombinasikan dengan
kemoterapi dan radioterapi.
Obat-obatan
Bronkodilator
Obat ini berfungsi untuk melebarkan bronkus dan mendorong pengeluaran lendir yang
terjebak di saluran pernapasan. Contoh obat bronkodilator yang bisa digunakan
adalah salmeterol atau teofilin.
Antibiotik
Antibiotik bisa diberikan untuk mengatasi atelektasis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Antibiotik yang dapat diberikan umumnya memiliki spektrum luas,
seperti cefuroxime dan cefaclor.
Mukolitik
Obat golongan mukolitik berfungsi untuk mengencerkan lendir di saluran pernapasan
sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Contoh obat mukolitik yang dapat diberikan
adalah N-acetylcysteine dan dornase alfa.
Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan merelaksasi otot pernafasan dan
melebarkan jalan nafas (bronkus). Umum digunakan pada penyakit-penyakit paru seperti asma dan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).