Anda di halaman 1dari 88

RESUME TUTORIAL D SKENARIO I

Dosen Pengampu :
Dr.dr. Dina Helianti

Anggota :
1. Ilham Ardi W. 172010101098
2. Annisa Shalsabila Azhari 182010101020
3. Rihhadatul Aisy 182010101021
4. Dilar Bambang Sudito 182010101030
5. Achmad Ilham Tohari 182010101032
6. Nadiyya Dzawil Ma'la 182010101033
7. Ribka Soca Hapsari B. 182010101034
8. Maghfira Arviola Nona H. 182010101058
9. Yumna Rifda Haniefah 182010101087
10. Linda Ayu Kusuma W. 182010101091
11. Defian Kurniawan Nur H. 182010101096
12. Rachmania Farah Alisha S.182010101137

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Learning Objective

1. Anatomi

A. Ekstremitas Atas

- Anatomi ekstremitas atas dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :


1. Gelang Bahu
2. Brachium (Lengan Atas)
3. Antebrachium (Lengan Bawah)
4. Digiti Manus (Tangan)

Berikut akan dijelaskan terkait skeleton, muskulo, vaskularisasi, dan inervasi dari 4
bagian ekstremitas atas tersebut.
GELANG BAHU

Gelang bahu terdiri atas os clavicula dan os scapula yang bersendi satu sama lain pada
articulatio acromioclavicularis.
CLAVICULA

Clavicula merupakan tulang panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal


leher. Tulang ini berbentuk seperti huruf S dengan lengkung besar menghadap ke depan
dan lengkung kecil menghadap ke belakang. Tulang ini bersendi dengan sternum dan
kartilago costalis 1 di sebelah medial, dan dengan acromion dari skapula di sebelah
lateral.
Pada gambar (a) berikut ini, os clavicula dextra jika dilihat dari kranial dapat ditemukan
bagian-bagian sebagai berikut:
- Facies articularis sternalis
- Extremitas sternalis
- Corpus clavicula
- Extremitas acromialis
Sedangkan pada gambar (b) berikut ini, os clavicula dextra jika dilihat dari kaudal dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:

- Extremitas sternalis
- Tuberculum conoideus
- Extremitas acromialis
SCAPULA

Pada gambar (B) diatas, os scapula dextra jika dilihat dari anterior dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Acromion
- Processus coracoideus
- Incisura scapula
- Margo superior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Angulus superior et inferior
- Fossa subscapularis
- Cavitas glenoidalis
- Tuberculum infraglenoidalis

Sedangkan pada gambar (A) di atas, os scapula dextra jika dilihat dari posterior
dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Fossa supraspinata
- Fossa infraspinata
- Angulus superior
- Angulus inferior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Margo superior
- Spina scapularis
- Processus coracoideus
- Acromion
- Angulus acromion
Tidak hanya skeleton penyusun gelang bahu (shoulder grindles), gelang bahu
juga disusun oleh otot-otot yang menyebabkan munculnya suatu gerakan pada
ekstremitas atas. Berikut merupakan muskulus-muskulus yang menyusun gelang bahu,
jika dilihat dari posisi dorsal:
- M. trapezius
- M. deltoideus
- M. levator scapula
- M. rhomboideus major
- M. rhomboideus mino

Vaskularisasi pada gelang bahu berasal dari arteri subclavia, dimana arteri
subclavia dextra dan sinistra memiliki sumber yang berbeda.Arteri subclavia dextra
berasal dari truncus brachiocephalicus, sedangkan pada arteri subclavia sinistra
berasal dari arcus aorta.Arteri subclavia ini pun memiliki percabangan-
percabangannya. Kemudian, arteri subclavia akan diteruskan menjadi arteri axillaris
dengan percabangannya. Urutan percabangan arteri axillaris, diantaranya:
- A.thoracica superior
- A.thoracoacromialis;
- R.acromialis
- R.clavicularis
- R.deltoideus
- R.pectoralis
- A.thoracica lateralis
- A.subscapularis;
- A.thoracodorsalis
- A.circumflexa scapulae
- A.circumflexa anterior humeri
- A.circumflexa posterior humeri

LENGAN ATAS (BRACHIUM)


Humerus merupakan lengan panjang, dimana ujung proximalnya
berbentuk hemisfer dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula. Pada
ujung distal humerus, terdapat bentuk taju yang disebut epicondylus lateral et
medial. Humerus berhubungan dengan gelang bahu (shoulder grindles) dan
dengan antebrachium melalui penghubung tertentu.
Humerus dengan gelang bahu (shoulder grindles) dihubungkan oleh
articulatio humeri, atau dapat disebut sebagai sebagai
humeroskapular.Sedangkan penghubung humerus dengan antebrachium
disebut articulatio cubiti. Articulatio cubiti terdiri dari 3 articulatio, yaitu:
- Articulatio humeroulnaris, yang menghubungkan capitulum humeri (pada
humerus) dengan os ulnaris (pada antebrachium).
- Articulatio humeroradialis, yang menghubungkan trochlea humeri (pada humerus)
dengan os radialis (pada antebrachium).
- Articulatio radioulnaris proximalis, yang menghubungkan os radialis dan ulnaris
pada antebrachium dibagian proximal
Os. Humerus dextra jika dilihat dari ventral dapat ditemukan bagian-bagian
sebagai berikut:
- Caput humeri
- Collum anatomicum
- Collum chirurgicum
- Tuberculum minus
- Tuberculum majus
- Sulcus intertubercularis
- Fossa radialis
- Fossa coronoidea
- Epicondylus medialis et lateralis
- Condylus humeri;
- Capitulum humeri
- Trochlea humeri
- Corpus humeri;Facies anteromedialis, Facies anterolateralis
Pada gambar (B) diatas, os humerus dextra jika dilihat dari dorsal dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Corpus humeri; facies posterior
- Sulcus nervus radialis
- Fossa olecrani
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Crista supracondylaris medialis et lateralis
- Sulcus nervus ulnaris
- Capitulum humeri

Muskulus yang terdapat pada lengan atas (brachium) seperti pada gambar di
atas, diantaranya:
- M.deltoideus; diinervasi oleh n. axillaris
- M.triceps brachii; diinervasi oleh n.radialis
- M.biceps brachii; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachioradialis; diinervasi oleh n.radialis
- M.coracobrachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
Vaskularisasi pada brachium (lengan atas) berasal dari arteri brachialis,
dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri axillaris. Perjalanan arteri axillaris
berawal pada tepi kaudal M.teres mayor dan berakhir di dalam fossa cubiti tepat di
depan leher ulna. Di bawah aponeurosis M.bicipitalis brachii, arteria brachialis
terpecah menjadi arteria radialis dan arteria ulnaris.Arteria brachialis yang terletak
superfisial dan teraba sepanjang seluruh lintasannya, terletak anterior terhadap
M.triceps dan M.brachialis. Sewaktu arteria brachialis melintas ke arah inferolateral,
ia mengikuti N.medianus yang menyilang arteria brachialis anterior.

Urutan percabangan arteri brachialis, diantaranya:


- A.profunda brachii
- A.collateralis media
- A.collateralis radialis
- A.collateralis ulnaris superior

LENGAN BAWAH (ANTEBRACHIUM)


Lengan bawah (antebrachium) terdiri atas os radialis dan os ulnaris yang
bersendi satu sama lain pada articulatio radioulnaris proximal. Os radialis terletak
lateralis dan os ulnaris medialis. Berikut adalah hubungan antara brachium dengan
antebrachium (os radialis dan ulnaris):
- Bagian anterior
Capitulum humeri (pada humerus) dengan caput radii (pada antebrachium)
Trochlea humeri (pada humerus) dengan incisura trochlearis ulna (pada
antebrachium). Fossa coronoidea (pada humerus) dengan processus coronoideus ulna
(pada antebrachium)

- Bagian posterior, Fossa olecranon dengan olecranon


Os radius:
- Caput radii
- Collum radii
- Tuberositas radii
- Margo anterior
- Margo interosseus
- Corpus radii facies anterior
- Processus styloideus radii
Os ulna:
- Incisura trochlearis
- Processus coronoideus
- Tuberositas ulna
- Corpus ulna facies anterior
- Margo interosseus
- Caput ulna
- Processus styloideus ulna
- Articulatio radioulnar distalis
 os radius dan os ulna dextra jika dilihat dari posterior dapat ditemukan bagian-
bagian sebagai berikut:
Os ulna:
- Olecranon
- Incisura radialis
- Processus coronoideus
- Margo posterior
- Margo interosseus
- Caput ulna
- Corpus ulna facies posterior
- Processus styloideus ulna

Os radius:
- Caput radii
- Collum radii
- Tuberositas radii
- Margo interosseus
- Margo posterior
- Corpus radii facies posterior et lateralis
- Processus styloideus radii
- Tuberculum dorsale

Muskulus-muskulus yang terdapat pada lengan bawah (antebrachium)


diantaranya adalah sebagai berikut:
- M.pronator teres; diinervasi oleh N.medianus, C6.
- M.flexor carpi radialis; diinervasi oleh N.medianus, C6-8.
- M.flexor carpi ulnaris; diinervasi oleh N.ulna C8-Th1.
- M.palmar longus; diinervasi oleh N.medianus, C8-Th1.

Vaskularisasi pada antebrachium (lengan bawah) berasal dari arteri radialis dan
arteri ulnaris, dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri brachialis.Arteri
radialis berjalan di bagian radial antebrachium antara M.brachioradialis dan M.flexor
carpi radialis ke metakarpal.Sedangkan arteri ulnaris berjalan di bagian bawah
M.pronator teres dan berlanjut dengan ditutup oleh M.flexor carpi ulnaris pada sisi
ulnar antebrachium.Dalam perjalanannya, arteri radialis dan arteri ulnaris memiliki
percabangan. Urutan percabangan arteri radialis, diantaranya:
- A.recurrens radialis
- R.carpalis palmaris
- R.palmaris superficial
- R.carpalis dorsalis
Aa.metacarpal dorsalis
Aa.digitalis dorsalis
- A.princeps pollicis
- A.radialis indicis
- Arcus palmaris profundus
· Aa.metakarpal palmar
· Rr. perforantes

Sedangkan untuk urutan percabangan arteri ulnaris adalah sebagai berikut:


- A.recurrens ulnaris
- A.interossea communis
- A.interossea posterior
- A.interossea recurrens
- A.interossea anterior
- R.carpalis palmaris
- R.carpalis dorsalis
- R.palmaris profundus
- Arcus palmaris superficialis
§ Aa.digitalis palmaris commune
§ Aa.digitalis palmaris propiae

5. TANGAN (DIGITI MANUS)

Tangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya carpal (pangkal tangan),


metacarpal (telapak tangan), dan digiti manus (jari tangan).Berikut adalah
pembahasan terkait tulang-tulang (osseus) yang terdapat pada masing-masing bagian
digiti manus:

Bagian Carpal [Pangkal Tangan]:

Proximal
- Os scaphoid
- Os lunatum
- Os triquetum
- Os pistfome
Distal
- Os trapezium
- Os trapezoid
- Os capitale
- Os herniate
Bagian Metacarpal [Telapak Tangan]:
- Jari ke-1
● Os metacarpi 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
● Basis metacarpi
● Corpus metacarpi
● Caput metacarpi
Bagian Digiti Manus [Phalang]:
- Jari ke-1
● Phalang proximalis 1
● Phalang distalis 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
● Phalang proximalis
● Phalang medialis
● Phalang distalis
● Basis phalang
● Corpus phalang
● Caput phalang
● Tuberositas phalang distalis

B. Ekstremitas Bawah
Ekstremitas bawah terbagi menjadi empat regio yaitu regio glutealis, femoralis,
cruralis, dan pedis berdasarkan sendi-sendi utama, komponen tulang, dan penanda-
penanda superficial.

1. Regio glutealis, tulang utama pada regio glutealis adalah tulang pelvicum.
2. Di anterior, regio femoralis/paha terletak di antara ligamentum inguinale dan
sendi genus sendi coxae terletak di inferior dari 1/3 tengah ligamentum
inguinale. Tulang pada regio femoralis adalah femur.
3. Regio cruralis/tungkai bawah terletak di antara sendi genus dan talocruralis.
Tulang-tulang pada regio cruralis adalah tibia dan fibula.
4. Pedis/kaki terletak di distal dari sendi talocruralis. Tulang-tulang pada pedis
adalah tarsi, metatarsi, dan digitorum/phalanges.

- Regio Glutealis

• Pelvis/panggul terdiri dari tulang pelvicum (coxae) kanan dan kiri,


sacrum, dan coccyx. Ke arah superior sacrum bersendi dengan vertebra LV
pada sendi lumbosacralis. Ke arah posterior tulang-tulang pelvicum
bersendi dengan sacrum pada sendi sacroiliaca dan ke arah anterior dengan
tulang pelvicum yang lainnya pada symphysis pubica. Setiap tulang
pelvicum dibentuk oleh tiga tulang: ilium, pubis, dan ischium

Pada sisi lateral tulang pelvicum mempunyai soket articularis yang


besar, acetabulum, yang bersama-sama dengan caput ossis femoris,
membentuk sendi coxae. Pada bagian anterior yang tidak beraturan dari
tulang pelvicum ditandai oleh spina iliaca anterior superior (SIAS), spina iliaca
anterior inferior (SIAI).Tepi posterior tulang ditandai oleh dua incisurae yang
dipisahkan oleh spina ischiadica yaitu incisura ischiadica major, dan incisura
ischiadica minor.Tepi posterior berakhir ke inferior sebagai tuber ischladicum
yang besar.

- Regio Femoris

Os. Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh. Ujung proxirnalnya ditandai oleh
suatu caput dan collum, dan dua penonjolan besar (trochanter major dan minor) pada
bagian atas corpus.

● Caput ossis femoris berbentuk bola dan bersendi dengan acetabulum tulang
pelvicum
● Collum ossis femoris merupakan penyangga tulang berbentuk silindris yang
menghubungkan caput dengan corpus ossis femoris.
● Corpus ossis femoris memiliki trochanter major dan minor, yang merupakan
tempat perlekatan bagi musculi yang menggerakkan sendi coxae
● Ujung distal femur ditandai oleh dua condylus besar, yang bersendi dengan
bagian proximal caput tibia. Condylus dipisahkan di posterior oleh fossa
intercondylaris dan di anterior kedua condylus bergabung untuk bersendi
dengan patella.

Patella, Patella berbentuk segitiga

• Apexnya mengarah ke inferior untuk tempat lekat ligamentum patellae,


yang menghubungkan patella pada tibia

• Basisnya luas dan tebal untuk tempat lekat musculus quadriceps femoris
dari atas

• Permukaan posteriornya bersendi dengan femur dan memiliki facies


medialis dan lateralis.
- Regio Cruralis

Tulang-tulang regio cruralis adalah fibula di bagian lateral dan tibia di bagian
medial. Tibia merupakan tulang regio cruralis yang menopang berat tubuh dan dengan
demikian berukuran jauh lebih besar dibandingkan fibula.

• Tibia, Corpus tibia berbentuk segitiga pada penampang lintang dan


memiliki margo anterior, margo interosseus, dan margo medialis.

• Fibula jauh lebih kecil dibandingkan tibia dan memiliki capitulum yang
kecil di bagian proximal, collum yang sempit, dan corpus yang tipis. Seperti
tibia, corpus fibula memiliki tiga margo (anterior,posterior, dan interosseus)

• Ujung distal fibula meluas untuk membentuk malleolus lateralis Ujung


distal tibia berbentuk seperti kotak persegi panjang dengan penonjolan
tulang pada sisi medial (malleolus medialis).

 Membrana interossea cruris

Membrana interossea cruris merupakan lembaran fibrosum jaringan ikat yang


kuat dan membentang di sepanjang jarak antara kedua margo interosseus dari corpus
tibiae dan corpus fibulae (Gambar 6.66A). Membrana interossea cruris tidak hanya
menghubungkan tibia dan fibula, namun juga menyediakan suatu perluasan area
permukaan bagi perlekatan musculus.
- Regio Pedis

Regio pedis dibagi menjadi regiones talocruralis, metatarsus, dan digiti. Pedis
memiliki permukaan superior (regio dorsalis pedis/dorsum pedis) dan permukaan
inferior (regio plantaris pedis/ planta pedis.

• Terdapat tiga kelompok tulang pada pedis

• 7 tulang tarsi yang membentuk kerangka tulang pada regio talocruralis

• Tulang Metatarsila I-V

• Phalanges I-V
2. Histologi tulang, otot, dan osifikasi tulang,
 Histologi Tulang
- Jenis Tulang
T. Rawan (Kartilago)
1. Hyalin
2. Elastis
3. Fibrosa
Struktur Khusus:

- Lakuna
- Cell nest: isi kondrosit > 1
- Perikondrosit
- Kondroblast
- Kondrosit

 Tulang Sejati
1. Tulang muda (Immature bone)
2. Tulang Dewasa (Mature/Compact bone)
 Tulang sejati diliputi:
- Periosteum (luar): Fibrous layer & Osteogenik
- Endosteum (dalam): Ostogenik & Hematopoieti

 Komponen tulang sejati:

Osteosit Inti gelap, sitoplasma


basofil, terbenam dalam
matriks di lakuna

Dari mesenkim, berderet


Osteoblast
epitelial pd trabekula,
kuboid-piramid, Inti
besar, nukleolus +,
sitoplasma
basofil, produksi alkalin
fosfatase

Osteoclast Inti banyak, fusi sel


monosit, sitoplasma
asidofilik berbuih, pada
lakuna howship

35%, kolagen,
Unsur
gllikosaminoglikans,
Organik
asidofilik

karena kondroitin sulfat


<<<

65%, kalsium fosfat dan


Unsur
sedikit kalsium

Anorganik karbonat

a. Immature Bone

Pada callus, sutura, cement akar gigi, tulang labirin telinga.

Osteoblas, Osteosit, Osteoclast


- Trabekula
- lakuna
- Lakuna Howship: berisi osteoclast
b. Mature Bone
Struktur Khusus:
- Osteosit, osteoblas, osteoclas
- Lakuna
- Lamella (Havers, Interstisial, Outer
Circumferential, Inner Circumferential)
- Kanalikuli
- Kanal Havers
- Kanal Volkman

c. Osifikasi Tulang

Osifikasi Intramembranosa. Tulang pipih: tengkorak, mandibula, maksila,


clavicula, scapula

1. Sel mesenkim→ Fibroblast→ Kolagen→ jar. Ikat kendor → berupa


membran
2. Sel mesenkim → Osteoblast → Alkalin Fosfatase → pengapuran matriks
→ terjebak dalam lakuna → osteosit

3. Sebagian osteoblast berproliferasi menjauhi pusat osifikasi → trabekula


lebih luas lagi

Osifikasi Endokondral
- Diafisis (Primary Ossification Center)
1. Bagian luar diafisis jadi osteoblast → Periosteal Bone Collar
2. Kondrosit hipertrofi → Alkalin fosfatase → Pengapuran matriks →
terjebak → mati → penghancuran hyalin → ruang sumsum primer
3. Periosteal bud (pemb. Darah & osteoblast) → masuk ruang sumsum primer
→ Osifikasi

- Epifisis (Secondary Ossification Center)

1. Bagian epifisis juga mengalami perubahan, Kondrosit hyalin → sekresi


matriks → terjebak → mati → ruang sumsum sekunder
2. Di epifisis tidak terjadi Periosteal Bone Collar
3. Pembuluh darah masuk + osteoblast → Secondary Ossification Center
Histologi Otot

Jaringan otot merupakan salah satu bagian dari sistem pergerakan tubuh
manusia yang termasuk dalam sistem muskuloskeletal. Oleh karena itu, jaringan otot
bertanggung jawab untuk pergerakan tubuh. Jaringan otot terdiri dari sel-sel otot yang
juga mengandung jaringan ikat. Sel-sel otot memiliki aktivitas metabolisme yang
sangat aktif sehingga membutuhkan banyak oksigen dan sumber nutrisi. Agar dapat
berfungsi dengan baik maka jaringan otot harus tertambat pada jaringan ikat fibrosa.
Struktur dari sebuah sel otot, adalah sebagai berikut:

1. Membran sel, disebut dengan sarkolema atau plasmalemma


2. Sitoplasma, disebut dengan sarkoplasma
3. Retikulum endoplasma, disebut dengan retikulum sarkoplasma
4. Mitokondria, disebut dengan sarkosom
5. Mikrofilamen, disebut dengan miofibril

Jenis-jenis Jaringan Otot:

Otot Skelet
Disebut juga dengan voluntary muscle atau striated muscle. Terdiri dari sel-sel atau
serat otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Seratnya panjang, berbentuk
silindris dengan inti yang banyak di perifer. Panjang seratnya antara 1 mm – 4 cm.
Sarkolema dibungkus oleh endomisium dan tampak berlurik.

Mikroskopik

Pada potongan memanjang tampak inti sel banyak di bawah sarkolema, inti
lebih dari 1, mitokondria sangat banyak untuk produksi ATP. Retikulum sarkoplasmik
halus banyak dan mengandung ion kalsium, ribosom terlihat di sekitar inti untuk sintesa
miofibril. Terlihat juga granula glikogen sebagai tempat penyimpanan energi serta
mioglobin sebagai tempat penyimpanan oksigen.

Setiap miofibril terbentuk dari filamen yang berjalan sejajar, yang terdiri dari
filamen tebal dan filamen tipis dan membentuk pita gelap (Pita A) dan pita terang (Pita
I) berselang seling. Pada bagian tengah pita gelap terdapat pita terang (Pita H) dan di
tengahnya terdapat garis M. Bagian tengah pita terang terdapat garis Z (Krause
membrane). Di antara 2 garis Z disebut dengan sarkomer, yaitu unit kontraksi terkecil
dari otot. Jumlahnya sekitar 10.000 sarkomer pada setiap miofibril dengan panjang ±2
μm.

Miofilamen

Terdiri dari:

1. Filamen tebal. Panjangnya 1,6 μm, lebar 15 nm. Ditemukan pada pita A
(bagian sentral dari sarkomer). Filamen tipis berjalan sejajar dan terletak di
antara filamen tebal. Protein utamanya adalah miosin

2. Filamen tipis. Panjang 1,0 μm, lebar 8 nm. Protein utamanya adalah aktin,
tropomiosin dan troponin

Otot Polos

Sel-sel otot polos berbentuk fusiform, lonjong, tidak berlurik. Dikelilingi oleh
membrana basalis dan jaringan ikat retikuler. Panjang bervariasi berkisar 20 μm pada
pembuluh darah kecil hingga 500 μm pada uterus dalam keadaan hamil. Inti 1 di
sentral. Serat otot lebih kecil dari otot skelet. Tidak memiliki sarkomer dan T- tubules.
Ditemukan pada : bola mata, dinding pembuluh darah, saluran nafas, saluran cerna,
organ urinarius dan organ reproduksi.
Miofilamen
Memiliki filamen tebal, tipis dan sedang. Filamen tebal dan tipis saling menyilang
membentuk kisi-kisi. Filamen tebal terdiri dari miosin yang serupa dengan miosin pada
otot skelet. Filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan kalmodulin. Kalmodulin
merupakan suatu Ca binding protein. Filamen sedang terdiri dari desmin yang
merupakan protein utama semua otot polos, dan vimentin sebagai komponen tambahan
pada otot polos vaskular

Mikroskopik

Sarkosom dan retikulum sarkoplasmik kasar berkembang dengan baik, aparatus golgi
berukuran besar. Banyak butir-butir glikogen. Vesikel tersusun berderet membuka ke
permukaan serat tepat di bawah membran sel disebut kaveola, sebagai pengganti
tubulus

Otot Jantung

Hanya ditemukan di jantung dan membentuk miokardium. Berbentuk sel tunggal dan
bukan serat. Sel otot jantung bercabang-cabang dan saling berhubungan pada diskus
interkalaris. Diskus interkalaris dibentuk oleh membran sel, tautan sel berupa
desmosom dan gap junction sehingga memungkinkan eksitasi satu sel menyebar secara
cepat ke sel di sebelahnya. Diskus berfungsi sebagai tempat perlekatan kuat antar sel,
meneruskan tarikan antar sel dan komunikasi listrik antar sel yang berdekatan. Nukleus
berjumlah 1-2 terletak di sentral. Barisan sel-el jantung yang saling berhubungan
membentuk seperti serat. Struktur dan fungsi protein kontraktil sama dengan otot
skelet. T-tubules pada jantung memiliki ukuran yang lebih besar dengan jumlah yang
lebih banyak. Jumlah mitokondria 40% dari volume sitoplasma (lebih banyak dari otot
skelet).

3. Fisiologi muskuloskeletal
a. Fisiologi kontraksi otot
1. Ketika impuls mencapai ujung terminal sinaps, asetilkolin (Ach) dilepaskan oleh
terminal sinapsis (akson terminal) berdifusi melintasi celah sinaps dan berikatan
dengan protein reseptor pada membran plasma serat otot. Hal ini akan memicu
potensial aksi yang akan merambat sepanjang membran plasma.
2. Potensial aksi yang merambat tadi, akan menuruni tubulus T (perhatikan tanda panah
merah)
3. Ketika potensial aksi yang terdapat pada tubulus T melewati Retikulum sarkoplasma,
hal ini akan menyebabkan permeabilitas membran sarkoplasmik berubah sehingga
melepaskan ion Ca2+ ke bagian sitosol melalui mekanisme transpor aktif dengan
bantuan protein transpor yang terdapat pada membran retikulum sarkoplasma.
4. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kompleks troponin (bulat berwarna ungu)
menyebabkan perubahan bentuk tropomiosin (benang berwarna abu-abu) sehingga sisi
pelekatan aktin akan mengarah ke miosin. Sehingga miosin dapat melekat pada sisi
pelekatan aktin.
5. Pelekatan miosin dengan sisi filamen aktin membentuk Cross-bridge (jembatan
silang/kaitan silang). Pergerakan kepala miosin saat menggeser filamen aktin
membutuhkan hidrolisis ATP sehingga otot dapat berkontraksi.
6. Ca2+ didalam sitosol akan dipindahkan kembali ke dalam retikulum sarkoplasma
dengan mekanisme transpot aktif. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya akumulasi
ion Ca2+ di sitosol dan memungkinkan otot dalam fase relaksasi karena ion Ca2+ tidak
berikatan dengan troponin.

b. Reflex fisiologis

A. Muscle Spindle.
Muscle spindle terletak di dalam otot.Muscle spindle merupakan suatu
receptor yang menerima rangsang dari regangan otot. Regangan yang cepat akan
menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle. Rangsangan yang kuat akan
menyebabkan refleks muscle spindle yaitu mengirim impuls ke spinal cord menuju
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan kuat.
Muscle spindle sangat berperan dalam proses pergerakan atau pengaturan motorik.
Peran muscle spindle dalam pengaturan motorik adalah :
1. Mendeteksi perubahan panjang serabut otot.
2. Mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot.
Sebetulnya muscle spindle bekerja sebagai suatu pembanding dari panjang
kedua jenis serabut otot intrafusal dan ekstrafusal.Bila panjang serabut ekstrafusal
jauh lebih besar daripada panjang serabut intrafusal, maka spindle menjadi
terangsang untuk berkontraksi.Sebaliknya, bila panjang serabut ekstrafusal lebih
pendek daripada serabut intrafusal, maka spindle menjadi terinhibisi (keadaan yang
menyebabkan refleks seketika untuk menghambat terjadinya kontraksi otot). Jadi
spindle tersebut dapat dirangsang atau dihambat.
Meregangkan suatu kelompok otot hendaknya jangan dilakukan secara tiba-
tiba. Sebab apabila peregangan otot dilakukan secara tiba-tiba akan merangsang
muscle spindle dan ini menyebabkan refleks regang. Refleks muscle spindle sering
disebut refleks regang atau refleks myotatik. Hal ini disebabkan karena peregangan
otot tersebut merangsang muscle spindle sehingga menyebabkan kontraksi otot
yang bersangkutan

B. Tendon Golgi
Organ Golgi (juga disebut organ tendon Golgi, organ tendon, organ
neurotendinous atau neurotendinous spindle), stretch receptor yang terletak di dalam
tendon otot tepat di luar perlekatannya pada serabut otot tersebut. Refleks tendon
golgi bisa terjadi akibat tegangan otot yang berlebihan.
Tubuh organ terdiri dari untaian kolagen yang terhubung di satu ujung serat-serat
otot dan di sisi lain bergabung ke dalam tendon. Setiap organ tendon adalah
dipersarafi oleh serat sensorik Ib tipe aferen tunggal yang bercabang dan berakhir
sebagai spiral ujung di sekitar untaian kolagen. Akson aferen Ib berdiameter besar,
mielin akson. Setiap gelendong neurotendinous ditutup dalam kapsul berserat yang
mengandung jumlah tendon fasciculi yang membesar (intrafusal fasciculi). Satu atau
lebih serabut saraf melubangi sisi kapsul dan kehilangan selubung medula mereka;
silinder-silinder membagi dan mengakhiri antara serat tendon atau varises.

Organ tendon manusia menunjukkan posisi khas pada otot, neuronal


koneksi di sumsum tulang belakang dan skematis yang diperluas.Organ tendon adalah
reseptor peregangan yang memberi sinyal kekuatan yang dikembangkan oleh
otot.Ujung sensorik dari aferen terjalin di antara untaian musculotendinous dari 10
hingga 20 motor unit.Ketika otot menghasilkan kekuatan, terminal sensorik
dikompresi. Peregangan ini merusak terminal akson aferen Ib, membuka saluran
kation peregangan-sensitif. Akibatnya, akson Ib didepolarisasi dan melepaskan
impuls saraf yang disebarkan ke saraf tulang belakang. Frekuensi potensial aksi
memberi sinyal gaya yang dikembangkan oleh 10 hingga 20 unit motor dalam otot.
Ini mewakili seluruh kekuatan otot. Umpan balik indera Ib menghasilkan refleks
spinal dan respons supraspinal yang kontrol kontraksi otot. Aferen Ib sinapsis dengan
interneuron dalam tulang belakang tali pusat yang juga memproyeksikan ke otak
serebelum dan korteks serebral. Salah satu tulang belakang utama refleks yang terkait
dengan aktivitas aferen Ib adalah refleks inhibisi autogenik, yang membantu
mengatur kekuatan kontraksi otot. Organ tendon memberi sinyal kekuatan otot
melalui seluruh rentang fisiologis, tidak hanya pada ketegangan tinggi. Selama
penggerak, input Ib menggairahkan daripada menghambat motoneuron dari reseptor
otot-otot dan juga mempengaruhi waktu transisi antara kuda-kuda mengayunkan fase
gerak. Beralih ke eksitasi autogenetik adalah bentuk positif umpan balik.Jalur naik
atau aferen ke otak kecil adalah dorsal dan ventral traktus spinocerebellar.Mereka
terlibat dalam regulasi gerakan yang dikendalikan otak besar.

C. Jenis serat otot rangka


Secara umum otot rangka dalam tubuh manusia tersusun atas dua jenis serat
otot yaitu serat otot lambat (slow muscle fibers) dan serat otot cepat (fast motor fiber).
Setiap bagian otot tersusun atas dua jenis serat otot dengan komposisi yang berbeda-
beda bergantung pada kinerja otot tersebut. Jika otot tersebut bekerja dengan
berkontraksi secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama maka susunan
yang lebih dominan adalah slow muscle fiber (contoh : M. soleus yang berperan dalam
lari marathon). Jika otot bekerja dengan kontraksi cepat dan durasi yang cepat maka
penyusun yang lebih dominan adalah fast motor fiber (contohnya adalah M. tibialis
anterior yang berperan dalam lari sprint).

Perbedaan Slow Muscle Fiber Fast Muscle Fiber

Ukuran serat Lebih kecil Lebih besar


Inervasi Saraf yang kecil Saraf yang besar

Vaskularisasi Lebih banyak Lebih sedikit

Jumlah mitokondria Lebih banyak Lebih sedikit

Jumlah myoglobin Lebih banyak (warna menjadi Lebih sedikit (warna


merah) lebih putih)

Jumlah retikulum Lebih sedikit Lebih banyak


sarkoplasma

4. Kelainan kongenital

a. DDH

Definisi

Displasia panggul atau DDH (Developmental Dysplasia of Hip) merupakan


perkembangan abnormal panggul berupa displasia, subluksasi, dan dislokasi sendi
panggul pada anak-anak. Displasia acetabular menyebabkan kelainan pengembangan
acetabulum, termasuk ukuran, bentuk, dan susunan.

Pada subluksasi sendi panggul, kepala femur tergeser sebagian dari posisi
normalnya, namun masih terdapat kontak dengan acetabulum. Pada dislokasi sendi
panggul, kepala femur tidak memiliki kontak dengan acetabulum. Dislokasi sendi
dapat dibagi menjadi tipe yang dapat dikembalikan dan tipe yang tidak dapat
dikembalikan ke posisi semula. Pinggul disebut dapat didislokasikan jika terjadi
perpindahan kepala femur dari tepi acetabulum ke bagian tengah acetabulum saat
diberi gaya tekan ke arah posterior pada posisi aduksi.

Etiologi
- Bayi lahir prematur
- Bayi lahir dalam posisi sungsang (bokong di bawah)
- Adanya riwayat keluarga yang mengalami dysplasia pinggul
- Saat hamil, ibu mengalami oligohidramnion (air ketuban terlalu sedikit)
- Bayi yang dibedong dengan terlalu ketat

Gejala

Keluhan biasanya tak ada. Namun pada bayi yang mengalami dysplasia
pinggul, panjang tungkai kiri dan kanan terlihat berbeda, lipatan kulit di paha kiri dan
kanan berbeda, tungkai di sisi pinggul yang mengalami dysplasia terlihat lebih sulit
digerakkan. Dan bila anak sudah bisa berjalan, maka sisi tungkai yang mengalami
dysplasia pinggul akan terlihat lebih pincang atau lemah.

Pemeriksaan Fisik

- Gluteal fold asymmetry : sensitivitas rendah namun terkadang tertandai oleh


pekerja kesehatan atau orang tua ketika mengganti popok.
- Abduction range : test yang sederhana untuk mengecek jarak abduksi kedua
pinggul. Asimetris meningkatkan kecurigaan.
- Barlow’s test : mendeteksi pinggul yang mungkin mengalami dislokasi
posterior. Fleksikan pinggul dan lutut 900 dan secara perlahan tekan ke
belakang, rasakan adanya bunyi (‘clunk’)
- Ortolani’s test : test ini mendeteksi pinggul yang sudah dislokasi dan dapat
direduki. Abduksi panggul dan apply tekanan ke medial dengan telunjuk
untuk mereduksi pinggul kembali ke persendian dengan ‘palpable click’
- Galeazi test : fleksi pinggul dan lutut 90o dan lihat perbedaan tinggi patella
yang mengindikasikan leg length discrepancy.

Pada pemeriksaan, ciri utama pada kasus unilateral adalah asimetris (yang
ditandai pada lipatan paha), tungkai yang menderita lebih pendek, dan keterbatasan
abduksi saat fleksi. Pada kasus bilateral ciri yang dapat diamati adalah pelebaran
perineum dan ditandai lordosis lumbar. Pergerakan sendi penuh kecuali untuk
abduksi saat fleksi.

Pemeriksaan Penunjang

Pusat osifikasi kepala femur muncul pada usia 4-6 bulan; pada tahap ini
radiografi menjadi lebih dapat digunakan. Ultrasonografi real- time telah ditetapkan
sebagai metode akurat untuk pencitraan pinggul selama beberapa bulan pertama
kehidupan.

- Computed tomography (CT) berguna untuk penilaian kualitas reduksi setelah


reduksi dan fiksasi tertutup atau terbuka dengan cast spica; juga berguna dalam
tatalaksana remaja dan dewasa muda, menentukan displasia dan
memungkinkan pemilihan prosedur yang tepat, termasuk osteotomi panggul
dan/ atau osteotomi femur.
- Ultrasonografi. Teknik ultrasonografi yang dipelopori oleh Graf meliputi
evaluasi statis dan dinamis sendi pinggul, memungkinkan penilaian anatomi
statis pinggul dan stabilitas kepala femoralis di soket acetabular. Namun,
skrining ultrasonografi tidak dilakukan sebelum usia 3-4 minggu pada bayi
dengan tanda- tanda klinis atau faktor risiko DDH karena kelemahan fisiologis
normal dapat sembuh spontan pada usia 6 minggu. Ultrasonografi lebih disukai
untuk mengklarifikasi temuan fisik, mengevaluasi bayi berisiko tinggi, dan
memantau DDH. Skrining ultrasonografi universal pada bayi baru lahir tidak
direkomendasikan.
- Radiografi. Radiografi polos menjadi berguna untuk DDH saat pusat osifikasi
kepala femur muncul pada usia 4-6 bulan. Posisi AP panggul biasanya cukup.
Jika didapatkan subluksasi atau dislokasi, posisi frog view harus dilakukan
untuk menilai apakah dislokasi kepala femur dapat dikembalikan ke posisi
semula. Beberapa garis imajiner dan sudut sangat berguna dalam menilai
radiografi panggul AP bayi. Kepala femoral seharusnya berada di kuadran
medial bawah jika dibuat garis Hilgenreiner dan Perkins. Garis Shenton harus
tersambung terus-menerus tanpa terputus. Indeks acetabular menjadi lebih
rendah dengan usia dan jika terlalu tinggi, mungkin merupakan tanda displasi.

Tatalaksana

Tatalaksana sesuai dengan derajat keparahan dan usia bayi saat temuan klinis
displasia panggul. Makin awal diketahui, makin sederhana tatalaksana dan juga makin
baik prognosis dari tatalaksana tersebut. Secara umum penatalaksanaan dibagi
menjadi 2, yaitu:

- Non-Bedah
- Pavlik Harness
Pada bayi baru lahir dengan displasia panggul dapat dipasang Pavlik
harness selama 1 hingga 2 bulan (bervariasi pada masing-masing bayi) untuk
menjaga kepala femur tetap di dalam acetabula. Pavlik harness dirancang
untuk menahan panggul pada posisi tepat, mengencangkan ligamen di sekitar
sendi panggul dan mempertahankan pembentukan mangkok acetabula yang
normal sambal memungkinkan gerakan tungkai yang bebas dan perawatan
popok yang mudah.
- Spica cast
Beberapa kasus memerlukan reduksi tertutup sendi panggul. Pada usia
1 sampai 6 bulan opsi tatalaksana displasia panggul adalah spica cast (gips)
di bawah anestesia. Penggunaan spica cast memerlukan perhatian khusus
dalam perawatan bayi sehari-hari.

- Traksi Kulit

Umur bayi yang lebih tua, sekitar 6 bulan hingga 2 tahun, ditatalaksana
dengan reduksi tertutup dan spica cast. Traksi kulit dilakukan sebelum
mereduksi sendi panggul, dilakukan untuk mempersiapkan jaringan lunak di
sekitar panggul untuk perubahan posisi tulang.

- Bedah

Penatalaksanaan secara bedah dilakukan saat umur bayi sekitar 6 bulan


hingga 2 tahun, jika prosedur reduksi tertutup tidak berhasil. Dalam prosedur
ini, sayatan dibuat di pinggul bayi yang memungkinkan ahli bedah untuk
melihat dengan jelas tulang dan jaringan lunak. Pemeriksaan Sinar-X intra-
operatif dilakukan untuk memastikan bahwa kepala femur sudah dalam posisi
yang benar di acetabula. Setelah itu, bayi ditempatkan dalam gips spica untuk
mempertahankan posisi panggul yang tepat. Pada anak lebih dari 2 tahun,
operasi terbuka seperti osteotomi biasanya diperlukan untuk meluruskan
kembali sudut panggul.
b. Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta (OI) adalah kelainan genetik jaringan ikat yang
disebabkan oleh kelainan dalam sintesis atau pemrosesan kolagen tipe I. Ini juga
disebut penyakit tulang rapuh. Ini ditandai dengan peningkatan kerentanan terhadap
patah tulang dan penurunan kepadatan tulang.
Etiologi
Osteogenesis imperfecta adalah penyakit genetik yang langka. Dalam sebagian besar
kasus, ini terjadi akibat mutasi pada gen COL1A1 dan COL1A2. Baru-baru ini, telah
ditemukan berbagai mutasi yang terkait dengan OI.

Klasifikasi OI menurut International Society of Skeletal Dysplasias berdasarkan cara


pewarisan dan gen yang terlibat.
 Osteogenesis Imperfecta / Jenis / Warisan / Gen
- Nondeforming OI (Tipe I) / AD / COL1A1, COL1A2 / X-linked / PLS3
- Perinatal (tipe II) / AD, AR / COL1A1, COL1A2, CRTAP, LEPRE1, PPIB, BMP1
- Deformasi progresif (tipe III) / AD, AR / COL1A1, COL1A2, CRTAP, LEPRE1,
PPIB, FKBP10, SERPINH1, SERINF1, WNT1
- Sedang (tipe IV) / AD, AR / COL1A1, COL1A2, CRTAP, FKBP10, SP7, SERPINF1,
WNT1, TMEM38B
- Kalsifikasi membran interoseus atau kalus hipertrofik (tipe V) / AD / IFITM5

Patofisiologi
Dua rantai pro-alfa-1 dan satu rantai pro-alfa-2 membentuk kolagen tipe I, yang
membentuk protein utama membran ekstraseluler kulit, tulang, tendon, dll., Yang
menciptakan struktur heliks rangkap tiga yang kaku. Setiap rantai alfa terdiri dari pro-
peptida terminal-amino dan pro-peptida terminal-karboksil dan pro-peptida pusat yang
terdiri dari 338 pengulangan glisin. Glycine merupakan residu terkecil yang dapat
menempati posisi aksial triple helix. Struktur triple helix dari kolagen tipe I
dimungkinkan karena adanya glisin pada setiap sepertiga residu asam amino.

Setidaknya 90% pasien OI memiliki cacat genetik yang mengakibatkan kelainan


kuantitatif dan kualitatif (atau keduanya) pada molekul kolagen tipe I. Gangguan ini
diturunkan dalam pola autosom dominan, resesif autosomal, atau mutasi spontan.
Bentuk autosom dominan disebabkan oleh kerusakan langsung pada kolagen tipe 1,
sedangkan bentuk resesif autosom disebabkan oleh protein non-kolagen, yang berperan
dalam modifikasi pasca-translasi atau pembentukan triple helix.

Cacat yang melibatkan molekul kolagen tipe 1:

Mutasi frameshift (melibatkan kodon stop prematur pada alel yang terkena) dapat
mengakibatkan penurunan kuantitatif jumlah kolagen tipe 1 yang secara struktural
normal. Ketika seorang pasien heterozigot untuk kondisi ini, dia mungkin
mengeluarkan setengah dari jumlah normal kolagen tipe 1 [haplo-insufisiensi; seperti
yang terlihat pada tipe IA OI di Sillence Classification]. [9] Sebagai alternatif,
kesalahan dalam substitusi atau penghapusan yang melibatkan residu peptida glisin di
sepanjang rantai polipeptida dapat mengakibatkan produksi kolagen yang abnormal
secara struktural atau kualitatif atau kurang efektif. Ekspresi fenotipik dari defek-defek
ini bergantung pada posisi substitusi apakah glisin mensubstitusi di terminal karboksi
(bentuk parah) atau terminal amino (bentuk lebih ringan) dari rantai polipeptida.
Substitusi pada ujung karboksi peptida berpotensi lebih serius karena ikatan silang dari
heliks rangkap tiga yang dimulai dari ujung karboksi rantai polipeptida. Pasien dengan
mutasi residu glisin yang mempengaruhi kualitas rantai kolagen (defek yang biasa
diidentifikasi pada tipe Sillence II, III dan IV) mengembangkan manifestasi kerangka
yang lebih parah daripada pasien dengan defek haploinsufisiensi.

Histopatologi
Umumnya, defek yang melibatkan penurunan sekresi kolagen tipe 1 atau sekresi
kolagen abnormal mengakibatkan produksi osteoid yang tidak mencukupi. Baik
osifikasi enchondral maupun intramembran terpengaruh. Trabekula tulang dan matriks
kolagen yang tipis dan tidak terorganisir dengan baik, spongiosa sedikit, osteoblas dan
osteoklas relatif berlimpah, peningkatan perombakan tulang; dan luas, fisis tidak
teratur dengan zona proliferatif dan hipertrofik tidak teratur, serta zona kalsifikasi
menipis adalah gambaran histologis yang khas.

Gejala

Klasifikasi osteogenesis imperfecta berdasarkan karakteristik fenotipik dan cara


pewarisan yang dimodifikasi dari Sillence et al .:

Tipe I: Autosomal dominan (gen COL1A1 tidak menghasilkan mRNA yang layak
untuk prokolagen); jumlah kolagen berkurang 50%, namun struktur molekulnya
normal. Manifestasi umum menunjukkan osteoporosis umum, kerapuhan tulang
abnormal (patah tulang biasanya selama tahun-tahun rawat jalan perkembangan anak
dan penurunan kematangan tulang), sklera biru, tuli konduktif, dan stunting ringan. IA
(Gigi Normal), IB / IC (Dentinogenesis Imperfecta).
Tipe II: Awalnya diklasifikasikan sebagai resesif autosomal; namun penelitian terbaru
menunjukkan bahwa hal itu mengikuti pewarisan negatif yang dominan (7% risiko
penyakit pada kehamilan berikutnya), seringkali sebagai akibat dari mutasi spontan.
Bentuk ini mengakibatkan gangguan parah pada fungsi kualitatif molekul kolagen:
bentuk mematikan perinatal. Manifestasi umum menunjukkan kerapuhan tulang yang
ekstrem (femur akordeon), osifikasi tengkorak yang tertunda, sklera biru, dan kematian
perinatal. Tipe IIA memiliki tulang panjang pendek dan lebar dengan patah tulang,
tulang rusuk lebar dengan patah tulang jarang. II-B bermanifestasi dengan tulang
panjang pendek dan melebar dengan patah tulang, tulang rusuk dengan patah tulang
jarang. II-C hadir dengan tulang panjang tipis dengan fraktur, tulang rusuk tipis.

Tipe III: Warisan resesif autosomal atau negatif dominan; perubahan kolagen tipe I
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kebanyakan anak dengan manifestasi klinis yang
parah termasuk dalam kategori ini. Manifestasi umum muncul dengan sklera biru pada
masa bayi dan kembali ke rona normal pada masa remaja. Kerapuhan tulang sedang
sampai berat, coxa vara, patah tulang multipel dan kelainan bentuk tulang panjang
(lebih parah daripada tipe I dengan kesulitan ambulasi yang lebih besar). Pasien-pasien
ini membutuhkan pemaku intrameduler sebagai profilaksis. Ciri khusus lainnya:
Skoliosis onset dini, fasies segitiga, atasan frontal, invaginasi basilar, dan perawakan
sangat pendek.

Tipe IV: Kelompok heterogen; autosomal dominan yang juga mengalami perubahan
kualitatif dan kuantitatif pada kolagen tipe I. Manifestasi klinis yang lebih parah
dibandingkan tipe I OI. Manifestasi umum menunjukkan sklera normal, kerapuhan
tulang sedang sampai berat dan kelainan bentuk tulang panjang dan tulang belakang,
stunting pertumbuhan sedang sampai berat. Tipe IV A muncul dengan gigi normal
sedangkan Tipe IV B menunjukkan dentinogenesis imperfecta.

Tipe V: Dominan autosomal; mutasi pada gen yang mengkode protein-5 transmembran
yang diinduksi interferon (IFITM5); secara histologis menunjukkan tampilan tulang
pipih seperti jaring. Ini muncul dengan derajat keparahan ringan sampai sedang.
Gambaran khusus termasuk sklera normal, tidak adanya keterlibatan gigi, kalsifikasi
membran interoseus terutama lengan bawah yang dapat menyebabkan dislokasi jari-
jari sekunder, kalus hipertrofik dan pita radiodense dekat fisis tulang panjang adalah
karakteristik spesifik dari jenis ini.

Tipe VI: Mutasi yang melibatkan gen SERPINF1; Presentasi histologis yang khas
meliputi tulang pipih dengan pola sisik ikan di bawah mikroskop cahaya terpolarisasi
dan cacat mineralisasi yang parah. Jenis ini muncul dengan manifestasi skeletal sedang
sampai berat, sklera normal, dan tidak adanya keterlibatan gigi.

Jenis VII, VIII dan IX:

Ciri-ciri umum: 1. Cacat pada kompleks prolyl 3-hidroksilasi pada retikulum


endoplasma (ER) (yang membantu dalam perakitan heliks rangkap tiga). 2. Resesif
Autosomal.

Cacat khusus termasuk cacat protein terkait tulang rawan (CRTAP) - tipe VII, prolyl
3-hidroksilase (LEPRE1) - tipe VIII dan peptidyl-prolyl cis-trans isomerase B (PPIB)
- tipe IX.

Manifestasi Umum:

Tipe VII: Sedang sampai parah. Terkait dengan rhizomelia dan coxa vara.

Tipe VIII: Parah hingga mematikan. Berhubungan dengan rhizomelia.

Tipe IX: Mirip dengan tipe VII dan VII; namun tidak ada rhizomelia.

Jenis X dan XI:


Ciri-ciri umum: 1. Cacat pada kolagen pendamping yang menyertai molekul
prokolagen dari UGD ke badan Golgi. 2. Resesif Autosomal.

Cacat khusus: SERPINH1 - tipe X, FKBP10 - tipe XI.

Manifestasi Umum:

Tipe X: displasia tulang yang parah, dentinogenesis imperfecta, bula kulit sementara,
sklera biru, stenosis pilorus, dan batu ginjal.

Tipe XI: displasia tulang, kelemahan ligamen, skoliosis, dan platyspondyly. Sklera
normal dan tidak adanya keterlibatan gigi.

Perawatan / Manajemen
Penatalaksanaan bervariasi menurut usia, tingkat keparahan dan status fungsional
pasien.

Penyakit ringan: restriksi halus, hindari olah raga kontak, obati jika ada patah tulang
Penyakit Sedang hingga Berat: rehabilitasi dan intervensi ortopedi, manajemen patah
tulang akut dan skoliosis
Bentuk parah: batang intramedulla dengan osteotomi digunakan untuk memperbaiki
tulang panjang yang bengkok parah
Manajemen medis

Hormon seks, natrium fluorida, kalsium, kalsitonin, magnesium oksida, vitamin C dan
D - dicoba di masa lalu tanpa hasil atau campuran
Bifosfonat (pamidronat intravena, alendronat oral) - telah dibuktikan bermanfaat
(menurunkan risiko patah tulang, meningkatkan kepadatan mineral tulang,
memperbaiki status rawat jalan) melalui kemampuannya untuk mengurangi resorpsi
osteoklastik tulang pada anak-anak dengan OI

c. Polidaktili

Polidaktil
Polidactili merupakan kelainan kongenital dimana terdapat kelainan pada jari
sehingga jumlah jari lebih dari lima. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesalahan pada
duplikasi pada saat organogenesis.Pasien dengan polidactili memiliki jari tambahan
yang kadang tidak berfungsi karena tidak memiliki tendon.

Etiologi

Polidactili ini dpaat bermanifestasi ebagai kelainan tunggal ataupun sebagai suatu
sindrom anomaly kongenital (menyertai penyakit lain).
Beberapa factor yang dapat memengaruhi terjadinya polidaktili adalah
a. Kelainan genetic dan kromosom -> polidactili biasnaya diturunkan secara genetic
(autosomal dominan tapi terkadang juga pada autosomal resesif) sehingga adanya
kelainan genetic pada orang tua dapat memengaruhi ada tidaknya polidactili pada
anaknya
b. Faktor teratogenik -> teratogenik berarti terdapat perkembangan tidak normal dari
sel selama kehamilan yang dapat menyebabkan kerusaka pada embrio sehingga
pembentukan organ organ tidak berlangsung secara sempurna.

- Faktor teratogenik fisik


Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur
fisik misalnya radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena
radiasi nuklir atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan
berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil
dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu
berbagai macam organ. Untuk menghindari efek agen teratogen fisik, maka ibu
sebaiknya menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen
yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat
memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
- Faktor teratogenik kimia
Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia
yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat pembentukan organ tubuh janindapat
menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah
bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit
tertentu juga memiliki efek teratogenik. Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik
yang umum terjadi terutama di negara-negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi
alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat
menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan
fetal alkoholic syndrome. Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk kedalam plasenta
dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan terjadi penurunan
kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi mengalami
berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.
Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa
polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer
dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek teratogenik.
- Faktor teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu
hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes
merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam
masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan
abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti
penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek teratogenik.

KLASIFIKASI
a) Berdasarkan Letak Duplikasi Jari
• Polidaktili postaxia : Jari tambahan didapatkan pada sisi ulnar (paling sering)
• Polidaktili preaxial : Jari tambahan pada sisi radial (lebih jarang dari ulnar)
• Polidaktili sentral : Jari tambahan pada jari telunjuk, tengah, dan jari manis
(sangat jarang)
• Polidaktili campuran : polidaktili ulnar dan radial yang terjadi bersamaan
• Polidaktili silang (crossed polydactyly) : melibatkan tangan dan juga kaki
b) Berdasarkan Kedalaman Perlekatan Jari
• Tipe 1 : jari tambahan melekat pada kulit dan nervus.
• Tipe 2 : jari tambahan dengan bagian normalnya melekat pada tulang atau
sendi.
• Tipe 3 : jari tambahan dengan bagian normalnya berhubungan dengan os
metakarpal tambahan pada tangan.

Gejala
a) Ditemukan sejak lahir.
b) Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki atau keduanya.
c) Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, dapat juga melekat sampai ke
tulang.
d) Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
e) Jari tambahan dapat berupa sepotong jaringan lunak yang dilekatkan oleh sebuah
tangkai kecil (biasanya di sebelah jari kelingking), dapat juga berisi tulang tanpa sendi
maupun dengan sendi, tapi jarang didapatkan yang utuh dan yang bersifat fungsional

Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan dengan cara eksisi dan diindikasikan untuk
memperbaiki kosmetik dan bila ada keluhan kecocokan untuk memakai sepatu (bila
polidaktili terdapat pada kaki). Biasanya operasi dilakukan saa usia pasien lebih dari 1
tahun agar pengaruh pada perkembangan dan gaya jalan minimal. Operasi sebaiknya
ditunda hingga perkembangan tulang (ossifikasi) selesai sehingga memungkinkan
penilaian anatomi yang akurat.

a) Polidaktili pada tangan


Klasifikasi Waffel digunakan untuk menyederhanakan pengkategorian secara
klinisdan perencanaan prosedur pembedahan. Pedoman dalam mengoperasi polidaktili
pada jari tangan:
• Jari radial hipoplastik yang direseksi.

• Pada polidaktili tipe II dan III dengan kaliber yang simetris dan memiliki komponen
tulang, dipillih prosedur Bilhaut Cloquet yang memungkinkan stabilitas sendi karena
mempertahankan ligamentum kolateral ulnar dan radial sendi interphalanx. Komplikasi
prosedur antara lain kekakuan sendi, hipertrofi jaringan parut, deformitas punggung
kuku. Perbaikan nail bed yang cermat dan rekonstruksi ukuran kuku yang serupa untuk
mencegah masalah kecacatan ini. Penting pula untuk memperingatkan pasien akan jari
yang tersisa pasti akan mengalami hipoplasia, yaitu dalam hal lebar dan lingkarannya.

• Untuk polidaktili tipe II, instabilitas sendi sering terjadi karena kelainan berkembang
pada level sendi. Ligamentum kolateral, perlekatan kapsul, dan tendon ekstrinsik dari
jari hipoplastik merupakan struktur esensial untuk menjaga stabilitas sendi. Instabilitas
yang mucul belakangan akibat gangguan pada jaringan lunak yang mengakibatkan
peregangan kronik dan rekonstruksi jaringan lunak yang tidak seimbang. Oleh karena
itu, lebih bai dilakukan over-tensioning pada rekonstruksi jaringan lunak. Namun
penilaian instabilitas sendi (>5% angulasi pada IPJ) sering pula tidak tepat.
• Pada polidaktili tipe III, anomali tidak mencapai IPJ sehingga diharapkan hasil yang
memuaskan setelah dilakukan eksisi sederhana. Meskipun demikian, dilaporkan pula
adanya komplikasi setelah ligasi sederhana pada bifid thumb yaitu deformitas Z ibu
jari (Z thumb deformity), instabilitas sendi,dan deformitas sendi. Namun instabilitas
sendi ini dapat pula berasal dari instabilitas preoperatif. Tarikan eksentrik pada oto-
otot ekstenso pada IPJ mungkin berperan dalam perubahan sekunder dalam kapsul
sendi da ligamentum kolateral. Over-tightening ligament kolateral dan re-alignment
tendon ekstrinsik yang tepat dapat memperbaiki instabilitas sendi. Prosedur Bilhaut-
Cloquet tidak dapat memperbaiki instabilitas sendi pada polidaktiili tipe III akibat
eksisi sederhana, namun bisa pada tipe II.

• Ligamentum kolateral radial dengan perlekatannya pada flap periosteal


dipertahankan dan over-tightened untuk menjaga stabilitas sendi dan mencegah
deformitas.

• Jari tipe II dan IV biasanya berhubungan dengan phalanx proksimal dan kepala
metakarpal yang sangat besar.
• Osteotomi korektif lebih dipilih untuk deformitas angular residual tulang.
• Realignment dengan atau tanpa augmentasi tendon penting untuk mengembalikan
kelurusan aksial dan mencegah deformitas Z karena tarikan tendon yang eksentris.
Pada tipe IV, prosedur yang biasa dilakukan adalah suturing duplicated extensor jari
radial ke ekstensor longus jari ulnar dan melekatkan kembali m. abductor pollicis
brevis dan m. extensor pollicis brevis ke basis phalanx proksimal. Delapan dari sebelas
penderita polidaktili tipe IV mengalami instabilitas sendi, dan tiga
mengalami deformitas sendi.

• Tujuan terapi polidaktili adalah untuk mempertahankan jari yang paling fungsional,
tanpa mengingat apakah berupa bi- atau tri-phalangeal.

d. Sindaktili
Definisi, Malformasi jumlah jari tangan dan/atau jari kaki yang berdekatan karena
gagalnya terpisah selama perkembangan anggota tubuh. Kegagalan pemisahan jari ini
terjadi di bagian sendi metacarpophalangeal. Hubungan antarjari dapat hanya berupa
kulit dan jaringan lunak saja atau bisa juga hubungan tulang-tulang.

Prevalensi

3-10 dalam 10.000 kelahiran

Patofisiologi

Sindaktili muncul pada minggu ke-5 hingga minggu ke-6 gestasi yang disebabkan oleh
gagalnya apoptosis yang memungkinkan terbentuknya komisura dan gagalnya proses
pemisahan jari pada saat proses pembentukan tangan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya sindaktili adalah :

1) Genetik

Kelainan genetik pada orangtua mempengaruhi sindaktili pada anak. Sindaktili


diturunkan secara autosomal dominan dan incomplete penetrance

2) Perokok aktif dan pasif selama kehamilan

Paparan asap rokok saat hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya sindaktili

3) Mengkonsumsi alkohol selama kehamilan

Mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan gangguan perkembangan embrio


dengan mengurangii ekspresi gen yang diperlukan untuk perkembangan embrio

4) Terpapar radiasi elektromagnetik selama kehamilan


Paparan radiasi elektromagnetik pada hari ke-7 sampai hari ke-10 dapat
meningkatkan resiko terjadinya sindaktili. Paparan radiasi elektromagnetik sebesar 400
kV/m dapat menimbulkan efek dalam perkembangan janin, berdasarkan suatu
penelitian yang dilakukan terhadap tikus

Klasifikasi
Tatalaksana

● Kolaboratif

Physical therapy yang dilakukan oleh orangtua yaitu masase pada kulit yang
mengalami sindaktili. Tujuan dari terapi ini adalah untuk meregangkan kulit
agar mudah dalam proses pembedahan.

● Non-bedah

Penatalaksanaan non-bedah dipertimbangkan untuk sindaktili ringan, inkomplit


yang sederhana. Pemilihan non-bedah juga dipilih pada kasus sidaktili yang
rumit (Compicated Syndactyly) yang biasanya disebut “superdigit” atau pada
kasus polisindaktili kompleks karena kesulitan dalam mencapai perbaikan
fungsi yang optimal setelah dilakukan pembedahan. Pada sindaktili simple
complete tidak dianjurkan penatalaksanaan non-bedah

● Bedah

Tindakan pembedahan dilakukan untuk mencegah deformitas dan gangguan


pertumbuhan pada jari-jari.

Perencanaan insisi untuk memisahkan simple complete sydactyly (A) Dorsal (B)
Volar. (C) Jari-jari dipisahkan. (D) komusira intedigital. (E) Pemisahan sudah selesai.

e. Congenital radio ulnar synotosis


Sinostosis radioulnar kongenital adalah kelainan fungsional siku yang paling
umum. Seringkali sporadis dan terisolasi tanpa lesi terkait. Namun, ia juga memiliki
pola warisan dominan autosomal familial tanpa predileksi jenis kelamin. Namun tidak
ada riwayat keluarga pada pasien ini. Kelainan ini bilateral dalam 60% -80% kasus.
Sinostosis radioulnar kongenital jarang terjadi dan menyebabkan keterlambatan
diagnosis klinis. Sekitar 400 kasus sinostosis radioulnar kongenital telah
didokumentasikan dalam literatur. Empat jenis sinostosis radioulnar kongenital telah
dijelaskan oleh Cleary dan Omar [5], klasifikasi didasarkan pada tampilan morfologi
dari sinostosis dan reduksi kepala radial tanpa nilai prognostik yang signifikan berbeda
dengan klasifikasi radioulnar yang didapat (pasca trauma) sinostosis. Ini adalah tipe I
— sinostosis fibrosa, tidak melibatkan tulang dan berhubungan dengan kepala radial
artikulasi normal, tipe II — sinostosis tulang, berhubungan dengan kepala radial
artikulasi normal, Tipe II — sinostosis tulang, dengan hipoplastik dan dislokasi
posterior kepala radial, Tipe IV — sinostosis tulang pendek dengan dislokasi anterior,
kepala radial berbentuk jamur. Dengan klasifikasi ini kasus indeks diklasifikasikan
sebagai sinostosis radioulnar proksimal tipe II.
Penatalaksanaan sinostosis radioulnar kongenital bisa konservatif (non-
operatif) atau operatif. Menurut Cleary dan Omar non operatif adalah pengobatan yang
lebih disukai ketika intervensi asimtomatik dan unilateral dan operatif jarang
diindikasikan dan berdasarkan defisit fungsional. Namun, Simmons et al menyatakan
bahwa pronasi lebih dari 60 ° merupakan indikasi mutlak untuk pembedahan. Kasus
indeks bergejala dengan keterlibatan bilateral.
Manajemen operatif meliputi teknik pemisahan dan rekonstruksi bedah yang
dianggap sebagai pengobatan yang ideal tetapi hasil akhirnya tidak memuaskan.
Osteotomi derotasional saat ini tetap menjadi prosedur yang paling umum dilakukan
pada pasien dengan sinostosis radioulnar kongenital. Ini termasuk osteotomi
derotasional di sinostosis diikuti oleh fiksasi dengan kawat k dan imobilisasi cast;
osteotomi derotasional di situs sinostosis diikuti oleh fiksasi dengan kabel k yang
bersilangan dan osteotomi derotasional pada diafisis radial dan fiksasi dengan gips saja

f. Congenital talipes equinovarus


Definisi

CTEV atau dikenal dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi deformitas


yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada
sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut.
Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian internal tibial
torsion.

Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes
(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti
inversidan adduksi (inverted and adducted). Deformitas CTEV meliputi tiga
persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan
equinus pada ankle joint. Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus,
midfoot cavus, forefoot adduction, dan hindfoot varus.

Etiologi

Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya


merupakan isolated birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang muncul
bersamaan dengan myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple.
Ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan CTEV yaitu:

· Berkurangnya caira amnion sehingga janin rentan terhadap ttrauma dari luar.

· Defek neuromuskular

· Arrested fetal development

Patofisiologi

Adanya faktor ekstriksik dan genetika memberikan manifestasi terhadap


kelainan pada jaringan kartilago pada kaki dengan manifestasi pada anomali insersi
tendin. Kondisi ini memberikan dampak terhadap distorsi anatomis pada pergelangan
kaki.

Diagnosis

Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat


pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai
dengan adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia. True clubfoot harus
dibedakan dengan postural clubfoot, dimana kaki tidak dapat sepenuhnya dikoreksi
secara pasif.

Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus. Pada kelainan
ini tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam atrofi dan
rigiditas ekstremitas.

Dalam pemeriksaan kita harus menyingkirkan juga apakah kasus yang dihadapi
idiopatik atau nonidiopatik. Pada kasus nonidiopatik akan memiliki prognosis yang
lebih buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. CTEV dengan arthrogryposis,
diastrophic dysplasia, Mobius atau Freeman-Sheldon syndrome, spina bifida dan spinal
dysraphism, serta fetal alcohol syndrome penanganannya hampir pasti meliputi
tindakan operatif. Terkecuali CTEV dengan Down syndrome dan Larsen syndrome,
penanganan seringkali hanya secara nonoperatif

Gambaran struktur anatomis yang didapatkan pada uskuloskeletal adalah


sebagai berikut:

· Tibia mengalami sedikit penekukan

· Fibula memendek

· Talus mengalami rotasi eksternal dan leher talus tertekuk secara medial
plantar

· Kalkaneus rotasi medial dan deformitas aduksi

· Kaku depan mengalami aduksi dan supinasi

· Otot kaki mengalami atrofi otot

· Tendon mengalami penebalan terutama pada posterior tibialis dan selubung


peroneal

· Ligamen mengalami kontraktur ke dalam

· Fasia mengalami plantar kontraktur


Penatalaksanaan

Hampir seluruh ahli bedah Orthopaedi sepakat bahwa terapi non operatif
merupakan pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV yaitu dengan metode
ponseti. Mereka pun setuju semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik hasilnya,
sehingga mencegah terapi operatif lanjutan.

Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan sang
bayi. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri dan
plantigrade. Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle, mempertahankan koreksi
untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak hingga usai masa pertumbuhan.

Pengawasan diperlukan karena walaupun telah terkoreksi, 50% kasus akan


terjadi rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan sendi. Tata laksana non-operatif lebih disukai di berbagai belahan dunia
karena extensive surgery memiliki hasil yang buruk dalam jangka panjang

g.Genu varum

Definisi
Genu varum atau Bow leg kaki O adalah angulasi tulang dimana segmen distal
dari sendi lutut menjauhi garis tengah tubuh. Kondisi orang yang mengalami genu
varum makan lutut akan tampak bengkok membentuk huruf O.
Genu varum dapat dikatakan fisiologis dan patologis. Genu varum fisiologis
adalah kelainan pada sudut lutut kaki yang terjadi pada anak-anak berusia <2 tahun.Hal
ini dapat terjadi oleh karena proses pertumbuhan tulang dan sendi yang belum
sempurna.Genu varus fisiologis normalnya akan membaik dengan sendirinya.
Sedangkan genu varus patologis terjadi bila kondisi kelainan ini menetap seiring
dengan bertambahnya usia anak.

Etiologi
Kondisi genu varus dapat terjadi menyertai beberapa penyakit. Pada anak,
penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum patologis.Namun begitu, pada
anak tersebut harus dievaluasi kemungkinan penyebab lainnya seperti, riketsia,
displasia metafisis, osteokondromatosis, hemihipertofi, hemimelia fibula atau tibia,
displasia epifisis multipel, osteokondrodistrofi, akondroplasia, displasia
fibrosa.Trauma atau infeksi pada fisis atau epifisis dan fraktur metafisis juga dapat
berakibat pada deformitas.

Gejala
- Aak dengan genu varum memiliki postur tubuhyang lebih pendek dibandingkan
dengan tinggi anak seusianya.
- Saat berdiri ataupun berjalan kaki tampak seperti huruf “O”.
- Gangguan titik tumpu berat tubuh terhadap sendi lutut menyebabkan nyeri pada
sendi lutut karena penekanan berlebih, juga dapat terjadi dislokasi patella yang
berulang.

Pemeriksaan Fisik

Pada permeriksaan awal dilakukan penilaian tinggi badan anak, kemudian


dilakukan pengecekan sesuai dengan kurva tinggi badan sesuai umur. Akan didapatkan
tinggi badan anak yang mengalami genu varum yaitu dibawah persentil normal dari
tinggi badan anak terhadap umur yang seharusnya (di bawah persentil 25).Selanjutnya
dilakukan evaluasi ekstremitas bawah pada anak. Pada awal pemeriksaan untuk dapat
mengevaluasi secara keseluruhan ekstremitas bawah anak, maka pakaian yang
menghalangi pemeriksaan ekstremitas harus dilepas.Dinilai pola berdiri anak, apakah
ada posisi abnormal atau tidak.menghitung jarak antar tulang, yaitu jarak interkondilar
(pada genu varum), jarak antara kondilus medial os.femur dari kedua lutut. Posisi
abnormal didapatkan apabila ketika berdiri dan kaki dirapatkan, maka kedua lutut akan
berjauhan dan membentuk kaki O. . Pada anak usia 10-16 tahun, jarak interkondilar
normal < 4 cm pada anak perempuan dan <5 cm pada anak laki-laki.
Pemeriksaan Penunjang

- Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan mengambil foto antero-posterior paha


hingga pergelangan kaki untuk kedua esktremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis
anatomik dari ekstremitas bawah diukur untuk penentuan diagnosis. Pada anak-anak
dengan genu varum, dilakukan pengukuran sudut metafisis-diapfisis (metaphyseal-
diaphyseal angle). Pada anak dengan kecurigaan memiliki kelainan genu varum, dapat
dilakukan penilaian sudut metafisis-diafisis (metaphysical-Diaphysial Angle, MDA),
pada genu varum sudut yang dibentuk biasanya kurang dari 11 derajat.

Tata Laksana

Tata laksana pada pasien genu varum secara konservatif dilakukan dengan
instabilitas lateral menggunakan brace atau penjepit. Bila terapi konservasional tidak
menimbulkan perbaikan maka dilakukan tindakan pembedahan seperti osteotomi.

h.Genu valgum

Definisi

Genu valgum atau knock knees adalah keadaan dimana lutut saling mendekat
satu sama lain tapi kaki terpisah satu sama lain. Secara klinis dapat ditentukan dengan
metode yang sama dengan metode genu varum, tetapi dengan mengukur jarak diantara
maleolus, yang normalnya kurang dari 7,5 cm. Genu valgum biasanya terjadi pada anka
usia 2 sampai 7 tahun.

Genu valgum adalah istilah latin yang digunakan untuk menggambarkan knock-
knee deformitas. Sementara banyak anak-anak yang sehat memiliki kelainan knock-
knee sebagai sifat yang lewat, beberapa orang mempertahankan atau mengembangkan
kelainan ini sebagai akibat dari gangguan herediter atau keturunan atau penyakit tulang
metabolik (Steven 2013).
Etiologi

Balita berusia 2-6 tahun mungkin memiliki fisiologis yang genu valgum. Untuk
kelompok usia ini, fitur khas termasuk kelemahan ligamen, simetri, dan kurangnya rasa
sakit atau keterbatasan fungsional. Meskipun cacat kadang-mengesankan, tidak ada
perawatan yang diperlukan untuk kondisi pembatasan diri ini. Riwayat alami dari
kondisi ini adalah tumor jinak. Oleh karena itu, orang tua hanya perlu dididik mengenai
apa yang akan terjadi dan kapan.

Beberapa etiologi pada genu valgum adalah :

● Terdapat gangguan pertumbuhan tulang kaki yang menyebabkan pergeseran


sumbu mekanik ( garis lurus yang ditarik dari dari pusat kepala femoralis ke
pusat mata kaki; ini harus mebagi dua lutut) sehingga tekanan patologis
ditempatkan pada lateral femur dan tibia sehingga saat anak berdiri, titik
beratnya tidak berada diantara jari kaki pertama dan kedua seperti yang terjadi
pada anak normal.
● Posisi tidur yang salah misalnya tengkurap seperti katak. Jika berlangsung lama
kebiasaan ini dapat menyebabkan gangguan rotasi dan bentuk tungkai.
● Kebiasaan menggendong yang salah, misalanya menggendong menyamping,
kaki
anak dibiarkan melingkar tubuh ibu atau yang menggendong dan membentuk
sudut 90 derajat
● Memakai popok sekali pakai dengan cara dan saat yang tiak tepat, misalnya
terus-
menerus pada saat anak sedang belajar berjalan. Hal ini dapat menyebabkan
anak
sulit menemukan posisi kaki yang stabil
● Faktor jenis kelamin, pada perempuan yang mempunyai pelvis yang lebih luas
darpada pria relatif mempunyai paha yang lebih pendek sehingga wanita lebih
sering mengalami genu valgum daripada pria.
● Post traumatic. Trauma adalah penyebab paling umum adanya genovalgum.
Fraktur pada femur distal maupun fraktur tibia proksimal. Genovalgum juga
bisa disebabkan oleh fraktus metafisik dari tibial medial proksimal

Patofisiologi

Pada genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi
beban pada femur dan tibia lateral serta menghambat pertumbuhan. Tidak hanya
pertumbuhan fisis terhambat, tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann, tekanan
berkelanjutan atau berlebih pada epifisis memberi efek inhibisi terhadap pertumbuhan.
Akibatnya, pertumbuhan kondilus lateral femur secara keseluruhan ditekan, sehingga
sulkus femoral menjadi dangkal dan patela cenderung untuk miring.

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, pakaian harus dilepaskan, sehingga kedua


ekstremitas bawah dapat dievaluasi dengan baik. Penilaian dilakukan baik dalam posisi
berdiri, berjalan ataupun terlentang (supinasi) pada meja pemeriksaan. Pada posisi
berdiri, besarnya angulasi dari lutut dapat dinilai dengan dua cara, yaitu: 1) Sudut
femoral-tibia : sudut diantara paha dengan tungkai bawah 2) Pengukuran jarak antara
penanda tulang intermolar

Anak harus diperhatikan cara berjalannya, dengan perhatian tertuju pada lutut ketika
fase melangkah untuk menentukan adanya pembentukan sudut ke lateral (lateral
thrust) atau medial (medial thrust). Anak dengan varum atau valgum fisiologis pada
lutut umumnya tidak terjadi pembentukan sudut. Namun pada kondisi patologis,
pembentukan sudut biasanya menunjukkan kelemahan ligamen lutut yang bisa
meningkatkan potensi untuk bertambahnya keparahan deformitas. Pada posisi
prone/supinasi dapat dinilai rotasi pinggul interna dan eksterna (torsi femoral) dan
aksis paha-kaki (torsi tibia). Pada pemeriksaan fisik, diperiksa juga adanya diskrepansi
panjang ekstremitas dengan pengukuran true length dan apparent length.

2. Pemeriksaan laboratorium

Anak dengan deformitas secara umum, maka diperlukan pemeriksaan untuk


mengetahui adanya kelainan pada sistem metabolik yang meliputi:

1. Kalsium, fosfat, alkaline fosfat, kreatinin, dan hematokrit. 2) PTH


2. 25-hidroksi vitamin D
3. I‐25-dehidroksi vitamin D

3. Radiografi

Plain radiography merupakan satu prosedur diagnostik utama yang diperlukan dalam
berbagai kasus terutama pada kasus deformitas bentuk tulang. Gold standart
pemeriksaan ini adalah full-length anteroposterior (AP) ekstremitas bawah. Indikasi
pemeriksaan ini dilakukan jika anak memiliki tinggi badan di bawah persentil 25
(berdasarkan kurva tinggi badan terhadap umur). Pemeriksaan radiologis dilakukan
dengan mengambil foto antero-posterior (AP) paha hingga pergelangan kaki untuk
kedua ekstremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis anatomik dari ekstremitas bawah
diukur untuk penentuan diagnosis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pengukuran
aksis mekanikal (aksis yang digambar dari tengah kepala femur hingga pada
pertengahan dari sendi pergelangan kaki). Pada kondisi normal garis ini akan tepat
membagi dua dari sendi pergelangan kaki atau masih berada pada 50% bagian tengah
dari sendi pergelangan kaki.

Genu valgum didefinisikan sebagai deviasi lateral dari aksis atau deviasi diluar dari
margin sendi kruris. Deformitas mungkin terjadi pada femur, tibia, atau keduanya.
Sudut normal dari femoralis distal (LDFA) adalah 84° (6° dari valgus), dan sudut
proksimal tibial medial (PMTA) adalah 87° (3° dari varus).

4. Temuan histologis
Tergantung pada etiologi yang mendasari genu varum, epifisis, physeal, atau kelainan
histologis metafisis mungkin ada, serta kepadatan tulang dapat berkurang. Namun,
biopsi tulang jarang diperlukan atau membantu. Prosedur invasif tersebut dapat
memiliki efek buruk pada pertumbuhan physeal dan hasil pengobatan.

Tata Laksana

Genu valgum fisiologi (biasanya terjadi pada usia < 2 tahun) biasanya akan membaik
secara spontan dan penatalaksanaan hanya berupa observasi. Perlu diinformasikan
kepada orang tua pasien perkembangan yang diharapkan dan komunikasikan
penemuan dan rekomendasi kepada dokter keluarga. Observasi berkelanjutan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan anak secara berkala. Jika alignment tulang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, anak dapat kembali dievaluasi.

Anak dengan kondisi yang patologis harus dievaluasi lebih lanjut. Setelah diagnosis
diputuskan, penatalaksanaan terdiri dari observasi dengan pemeriksaan klinis dan
radiografi berulang, orthosis, serta berbagai tindakan bedah seperti realignment
osteotomy, hemiepiphyseodesis, dan lainnya.

i.Pes planus
Definisi
Flat feet, disebut juga pes planus atau fallen arches, mengacu pada suatu kondisi medis
di mana lengkungan kaki rata atau datar. Seluruh bagian telapak kaki menempel atau
hampir menempel pada tanah.Flat feet atau flat foot adalah suatu keadaan dimana
sudah tidak ada sehingga menjadi datar.Pada kaki yang normal, terdapat ligamen yang
berfungsi menarik sehingga telapak kaki cekung.Bagian itu bekerja meredam gerakan
ketika berjalan. Akibatfungsi ligament yg memburuk, orang yang flat feet ini tidak
bisa berjalan lama, cepat merasa letih, dan sakit pada kakinya.

Etiologi

Umumnya flat feet adalah kelainan yang diturunkan dari generasi ke generasi,
misalnya dari ayah ke anaknya.Pada banyak kasus, flat feet juga disebabkan oleh
masalah biomekanis pada kaki. Ini berakibat pada cara berjalan yang abnormal karena
berubahnya otot-otot dan sendi-sendi kaki sehingga merusak ke bagian dalam kaki.
Tendon yang cedera juga dapatmenyebabkan flat feet. Selain itu, cerebral palsy
(penyakit saraf) dan kelainan otot juga dapat menyebabkan kondisi flat-feet.
 Ada beberapa tipe kaki datar, antara lain:

1.Kaki Datar Fleksibel (Flexible Flat Feet)


Ini adalah tipe kaki datar yang paling umum. Kaki mungkin tampak datar
ketika dalam posisi menahan berat seperti berdiri, namun, ketika seseorang berdiri
pada ujung kakinya maka lengkungan kaki akan terbentuk kembali atau jika seseorang
tersebut menarik kembali ibu jari kakinya dan mengangkatnya dari atas tanah, maka
lengkungan juga akan terbentuk kembali. Kondisi ini muncul akibat kelemahan yang
berlebihan dari kapsul sendi dan ligamen yang menopang sendi kaki, yang
memungkinkan lengkungan kaki untuk turun ketika diberi beban.Meskipun kondisi
ini bisa terjadi tanpa menimbulkan rasa sakit, lama kelamaan karena meningkatnya
tekanan yang diberikan pada sendi-sendi dan jaringan lunak, rasa sakit dapat
berkembang karena cedera berlebihan, degenerasi sendi, dan peningkatan
tekanan.Rasa sakit tidak hanya terjadi di kaki Anda, tapi juga pergelangan kaki, lutut,
pinggul, dan punggung.Ketika kita masih muda, tubuh kita lebih kuat dan lebih
mampu memperbaiki kerusakan dan degenerasi yang terjadi. Namun, seiring dengan
bertambahnya usia kemampuan tubuh untuk memperbaiki akan melambat secara
drastis. Selain itu, ketika usia kita bertambah maka kita dapat mengalami kenaikan
berat badan, yang meningkatkan tekanan pada jaringan lebih besar lagi. Karena tubuh
tidak mampu memperbaiki dirinya sendiri dengan cukup cepat, hasilnya adalah rasa
sakit yang kronis.Ketidakseimbangan otot juga berkembang karena aktivitas ekstra
dari beberapa otot yang dipaksa untuk bekerja dan kurangnya otot-otot lain untuk
bekerja.

2.Kaki Datar Kaku (Rigid Flat Feet)

Kondisi ini dapat berkembang pada orang dewasa sebagai perkembangan dari
kaki datar fleksibel.Karena sendi mengalami rematik maka sendi pun berkembang
menjadi kaki datar yang kaku.Rigid flat feet adalah tipe kaki datar yang paling langka
dan merupakan sebuah temuan yang signifikan. Dalam kondisi ini, seseorang tidak
memiliki lengkungan sama sekali, baik ketika dalam posisi menahan beban ataupun
tidak. Kondisi ini mungkin menandakan adanya kelainan tulang, kelainan genetik
sejak lahir, kondisi neurologis, ketidakseimbangan otot, penggabungan sendi (di mana
dua tulang menyatu) atau cedera otot (terkait trauma atau penggunaan otot
berlebihan).Rigid flat feet menimbulkan kaku yang sangat tidak fleksibel.
Manifestasi Klinis

• Kaki datar atau seperti kaki kursi goyang (cembung) Hal ini dapat diketahui
dengan:

Penderita disuruh menginjak keset basah, lalu berjalan kaki di lantai kering.Jika
tapaknya ada lengkungan di tengah (kosong), artinyanormal. Namun bila gambar
kakinya basah semua, artinya flat feet.

• Tumit menjadi bengkok keluar (valgus)


• Kaki berpronasi pada kompleks subtalus tarsal pertengahan
• Biasanya asimptomatik, tapi menyebabkan nyeri kronis atau ketegangan kaki
disertai dengan pergeseran sendi talonavikularis
• Kadang disertai juga dengan ketidakseimbangan otot dan kaki terasa kaku.

1.Pemeriksaan Radiorafi Weight-Bearing

2.AP Standing Foot Projection

digunakan untuk mengevaluasi uncoverage kepala talar sekunder untuk deviasi lateral
navicular.Sebagai peritalar meningkat subluksasi lateral, sudut talonavicular dan
tulang navicular, masing sudut meningkat.AP standing foot projection pergelangan
kaki dievaluasi untuk bukti kemiringan talar valgus dengan subluksasi resultan,
arthrosis, atau keduanya.Pandangan pergelangan kaki sangat penting pada pasien
yang telah diperbaiki valgus hindfoot.

3.Magnetic Resonance Imaging (MRI)


bisa sangat sensitif dan spesifik dalam evaluasi dewasa yang didapat deformitas kelasi
(AAFD); MRI memberikan evaluasi yang sangat rinci baik anatomi tulang dan
jaringan lunak
4.Ct Scan

Menentukan jumlah degenerasi sendi dengan computed tomography (CT) scanning


pada pasien yang memiliki penyakit kronis mungkin bermanfaat, namun, modalitas
ini tidak memberikan informasi lengkap tentang patologi tendon.

Terapi

A. Konservatif

1.Terapi Orthotic Foot orthotic fungsional

Perangkat medis yang terbuat dari cetakan kaki tanpa diberi beban (plester
gips). Alat ini dirancang untuk mengontrol penyelarasan dan fungsi kaki dan anggota
tubuh bagian bawah dan digunakan untuk membatasi gerakan seperti pronasi
berlebihan.Orthotic tidak hanya bekerja dengan prinsip untuk menopang
lengkungan.Orthotic juga meluruskan kembali struktur kaki dan kaki untuk
mencegah kelainan struktur tulang serta otot, tendon, dan kelelahan ligamen.Penting
untuk memastikan alat ini berfungsi dengan baik untuk memfasilitasi fungsi
kaki.Alat ini bekerja untuk meningkatkan efisiensi biomekanisme dalam interaksi
antara kaki dengan tanah.Orthotic dirancang dengan standar yang tepat,
menggunakan teknologi terbaru dalam biomekanik dan dibuat khusus untuk kaki
Anda, berdasarkan biomekanik dan morfologi kaki Anda.Perangkat ini bertujuan
untuk mengontrol gerakan sendi dengan tepat, memfasilitasi dan meningkatkan
gerakan pada sendi tertentu sementara membatasi gerakan sendi yang lain, dengan
tujuan keseluruhan untuk mempersiapkan kaki untuk keselarasan kaki yang optimal
dan memfungsikan setiap tahap dari siklus berjalan. Keselarasan kaki yang optimal
juga akan membantu terciptanya keselarasan tubuh bagian bawah dan panggul yang
tepat. Dengan berpijaknya kaki Anda pada orthotic yang didesain dengan tepat, maka
akan dengan mudah dan konsisten membantu posisi yang benar (atau setidaknya
posisi yang lebih baik) untuk berjalan, berlari, dan berdiri. Karena kaki Anda
sekarang berfungsi lebih efisien, rasa sakit akibat ketegangan otot dan titik tekanan
pun akan teratasi, dan perkembangan deformitas dapat ditunda atau dihentikan
2.Latihan-latihan untuk memperkuat otot kaki.

3.Modifikasi aktivitas

B. Operatif

Pengobatan operatif dapat melibatkan jaringan lunak dengan


penambahan osteotomy, atau arthrodesis.Manajemen operasi hanya dapat
dipertimbangkan setelah manajemen konservatif tidak berhasil.Prosedur
bedah yang dipilih harus mengatasi semua cacat tetap dan dinamis untuk
setiap pasien.
j. Pes cavus

Pes cavus -> adalah kelainan dmn kaki tidak mempunyai lengkungan yg tinggi, dan
tetap seperti itu walaupun diberi beban. posisi spt ini bisa menyebabkan peningkatan
beban pada metatarsal dan menyebabkan metatarsalgia.

Pes cavus bisa menjadi tanda2 adanya defisit neurologis = spino-cerebellar ataxia and
hereditary peripheral neuropathies.

Penyebab = 50% pes cavus disebabkan oleh charcot marie tooth disease (CMT).
CMT = penyakit peripheral neuropati -> kelemahan otot. mayoritas bermula dari
kaki, bbro dari tangan.50% sisanya = pemendekan tendon achilles, residu dari
penyakit clubfoot, malformasi tulang.
 Tipe pes cavus

1. pes cavovarus
2. pes calcaneovarus
3. pes cavus

Tata Laksana dapat dilakukan dengan olahraga ringan utk m. gastrocnemius/ soft
tissue surgery

k.Gigantisme lokal
Macrodactyly adalah kelainan kongenital yang sangat langka yang
menyebabkan pertumbuhan berlebih statis atau progresif. Pertumbuhan berlebih ini
dapat melibatkan satu digit atau seluruh ekstremitas. Macrodactyly bisa menjadi
fenomena yang terisolasi atau bagian dari sindrom Kadang-kadang dalam literatur,
istilah megalodactyly, gigantism, macrodystrophia lipomatosa, dactylomegaly,
gargantuan, dan macrodactylia fibrolipomatosis.
Jenis macrodactyly yang paling umum adalah Flatt tipe I, macrodactyly
berorientasi wilayah saraf (NTOM), atau hamartoma lipofibromatous. mendominasi
pria 3: 2. Sembilan puluh persen dari waktunya adalah sepihak dan tidak ada bukti
warisan keluarga. Jenis macrodactyly ini disebabkan oleh mutasi genetik spontan yang
menyebabkan aktivasi somatik jalur pensinyalan sel P13K / AKT.

Karakteristik :

•Paling sering radial daripada ulnar

•Paling sering mengenai sisi distal

•Telunjuk dan jari tengah


•Nervus medianus 85%

•Saraf ulnaris 15%

•Falang yang terkena menunjukkan penebalan korteks danpelebaran kanal meduler


mereka saat terisi dengan sumsum lemak

Pemeriksaan :

•USG pada perinatal

•Secara visual pas lahir

•Pertumbuhan statis dan progresif gterjadi pada usia 2-3 thn

•Bedakan bahwa pembesaran digital ini bukan merupakan kelompok syndrome tertentu

•Lemak distribusinya di jari, telapak tangan, lengan bawah, dan lenganjarang


melingkar tetapi agak terkonsentrasidekat saraf yang terkena dan biasanya lebih parah
distal.

•Periksa pergerakan apakah masih berfungsi dg baik

•The enlargement of the nerve and surrounding fat places the child at high risk for
compressive neuropathies at the carpal, cubital, and/or radial tunnel

Management :
l. Achondroplasia
Definisi
Achondroplasia adalah displasia rhzomelic yang ditandai dengan pemendekan
tulang ekstremitas bagian proksimal. Achondroplasia adalah penyebab utama dari
tubuh kerdil atau dwarfisme. Pada kejadian achondroplasia bagian kepala dan sebagian
batang tubuh tumbuh secara normal tetapi pertumbuhan terhambat pada ekstremitas.

Gambar penderita achondroplasia

Insidensi
Achondroplasia adalah penyakit displasia tulang yang sering dijumpai
Etiologi
Mutasi genetik pada kromosom 4 khususnya gen FGFR3 yang menyebabkan
lambatnya pertumbuhan tulang. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan.

Manifestasi Klinis
- Macrocephaly
- Frontal bossing
- Very short
- Lambatnya tumbuh kembang saat masa kanak-kanak
- Kecerdasan normal

Diagnosis
- Pemeriksaan fisik
- X-Ray

Gambaran radiologis penderita achondroplasia


Treatment
- Pasien jarang meminta terapi
- Growth hormone therapy
- Surgical lengthtening

m.DMD (Duchenne Muscular Dystrophy)


Definisi, Suatu penyakit otot herediter yang disebabkan oleh mutasi genetik
pada gen dystropin yang diturunkan secara X-linked resesif yang mengakibatkan
hilangnya kekuatan otot secara progresif. Distrofin merupakan protein sitoskeletal
yang ada dalam sarkolema yang berfungsi memberikan kekuatan oto dan kestabilan
membran otot.

Patofisiologi

Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi molekular Duchenne tidak selalu berhubungan dengan
ukuran delesi pada gen dystropin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis dystropin.
Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi
penghentian prematur codon dan sintesis dystropin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal.

Dystropin merupakan bagian dari kompleks protein sarkolema dan gliko-


protein. Kompleks dystropinglikoprotein dapat menghasilkan stabilitas sarkolema,
dimana kompleks ini dikenal sebagai dystropin-associated protein (DAP) dan protein-
associated glycoprotein (DAG). Bagian yang terpenting lainnya pada kompleks ini
adalah dystroglycan, suatu glikoprotein yang berikatan dengan matriks ekstraseluler
merosin. Jika terjadi defisiensi salah satu bagian kompleks tersebut akan menyebabkan
terjadinya abnormalitas pada komponen lainnya. Kehilangan dystropin bersifat paralel
dengan kehilangan DAP dan penghancuran kompleks dystroglycan. Perubahan ini
menyebabkan sarkolema menjadi lemah dan dan mudah hancur saat otot berkontraksi.
Kehilangan dystropin juga menyebabkan kehilangan dystroglycan dan sarcoglycan,
sehingga membuat sarkolema semakin rapuh. Proses ini berlangsung secara terus
menerus sepanjang hidup penderita. Sarkolam yang rapuh ini mengakibatkan
permeabilitas membran otot menjadi kurang baik, sehinggat terjadi kebocoran
komponen sitoplasmik yaitu kreatinin kinase selain itu terjadi peningkatan influks Ca.
Hal ini mengakibatkan nekrosis dan fibrosis otot.

Gambaran Klinis

1. Gejala secara klinis baru dapat dilihat setelah pasien berumur 3 tahun atau lebih.
Anak mulai berjalan lebih lambat dan sering terjatuh daripada anak normal.

2. Waddling gait

Yaitu ketika berjalan cenderung gemetar dan saat berjalan tertatih-tatih.

3. Gower sign

Yaitu suatu tanda pada pasien yang mengindikasikan adanya kelemahan otot
tungkai bawah. Ditandai dengan cara berjalan pasien meliputi prone position, bear
position dan upright position. Prone position yaitu pasien mulai berdiri dengan
cara kedua lengan dan lutut menyangga badan. Bear position yaitu kedua lutut
diluruskan. Dan upright position yaitu tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua
lengan yang berpegangan pada kedua lutut dan paha untuk berdiri tegak

4. Pasien biasanya kesulitan naik tangga dan menggunakan kedua tangan untuk naik
tangga

5. Refleks tendon menurun dan lama-lama menghilang. Refleks pstella cenderung


menurun di awal penyakit, namun reflek achiles masih muncul beberapa tahun
setelahnya

6. Skoliosis timbul saat pasien tidak bisa jalan

7. Kelemahan intelektual terutama kemampuan verbal namun tidak progresif.


Sebagian besar memiliki IQ 83. Namun 20-30% pasien memiliki IQ kurang dari
70
8. Pernafasan terganggu karena kelemahan otot intercostalis, otot diafragma dan
skoliosis berat

9. Terjadi kardiomiopati pada 50-80%penderita.

Pemeriksaan Penunjang

● Pemeriksaan EMG ( elektromiografi)

Untuk membedakan miopati dan neuropati

● Analisis DNA darah dengan PCR untuk mengetaui delesi pada gen distrofin
● Biopsi

Kemudian dilakukan pemeriksaan distrofin secara imunohistokimia.


Digunakan untuk membedakan DMD dengan Becker Muscular Distrophy
(BMD)

● Pemeriksaan Lab darah


● Didapatkan Kreatinin Kinase pada darah meningkat 10-20 kali lipat.

Tata Laksana

Belum ada terapi efektif untuk DMD. Terapi hanya untuk menghambat progresifitas.
Meliputi :

● Medikamentosa

Ø Prednison/ prednisolon. 0,75 mg/kgBB/hari. Diberikan harian atau


intermitten untuk menghindari komplikasi

Ø Deflacort 0,9 mg/KgBB/hari. Efek samping lebih minimal dari pada


prednisolon tapi menimbulakan katarakasimptomatis
Ø Kalsium 1000 mg/hari dan 400 unit vitamin D untuk meminimalkan
efek samping osteoporosis pada penggunaan steroid

Ø ACE inhibitor dan B bloker apabila terdapat kardiomiopati. Dan


diberikan diuretik pada kasus gagal jantung.

● Fisioterapi

Untuk memelihara fungsi otot dan menghambat progresifitas penyakt

● Ventilasi

Apabila terdapat gangguan respirasi

n.Spina Bifida
Pada spina bifida dijumpai kegagalan pada penutupan arkus vertebra dan
lamina posterior pada satu atau beberapa level. Adanya bagian yang terbuka pada
vertebra, yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis, terjadi akibat jaringan yang
membentuk pipa neural tidak menutup atau tidak tertutup secara sempurna. Tidak ada
kelainan medulla spinalis maupun meninges. Keadaan ini ditandai oleh tonjolan
meningen saja (meningokel) atau tonjolan meningen bersama jaringan saraf
(myelomeningokel).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung
vertebra posterior. Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan
tidak mengancam penderita. Myelomeningokel merupakan bentuk disrafisme spinal
terberat. 75% kasus myelomeningokel terjadi pada daerah lumbosakral. Luas dan
tingkat defisit neurologis tergantung pada lokasi myelomeningokel.
Gejala spina bifida bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis.
Spina bifida ("tulang belakang terbelah") adalah cacat lahir jika ada penutupan
tulang punggung dan selaput di sekitar tulang belakang yang tidak sempurna tali. Ada
tiga jenis utama: spina bifida occulta, meningocele, dan myelomeningocele. Lokasi
paling umum adalah punggung bawah, tetapi dalam kasus yang jarang terjadi mungkin
di punggung atau leher tengah. Spina bifida adalah penyakit dikategorikan sebagai
disrafisme, atau rachischisis, yang merupakan kelainan dari fusi struktur midlin
punggung dari tabung saraf primitif, suatu proses yang terjadi selama 3 minggu
pertama kehidupan pascakonsepsi. Lain penyakit dalam kategori yang sama adalah
meningocele dan encephaloceles. Faktor eksogen dianggap bekerja dalam banyak
kasus tetapi ada adalah bentuk genetik. Bentuk paling ekstrim adalah anencephaly; ini
ditandai dengan tidak adanya seluruh tengkorak saat lahir, dan Otak yang belum
berkembang terletak di dasar tengkorak, sebuah massa pembuluh darah kecil tanpa
struktur saraf yang dapat dikenali.
Kelainan penutupan lengkung vertebra sering ditemukan. Ini berbentuk spina
bifida occulta, meningocele, dan meningomielokel pada lumbosakral atau daerah lain.
Di spina bifida okulta, tali pusat tetap berada di dalam kanal dan tidak ada kantung
eksternal, meskipun lipoma subkutan atau lesung pipit atau gumpalan rambut di kulit
di atasnya bisa menandai lokasi lesi. Pada meningokel, terdapat a penonjolan hanya
dura dan arachnoid melalui cacat di lamina vertebral, membentuk pembengkakan kistik
biasanya di lumbosakral wilayah; kabelnya tetap berada di kanal. Pada
meningomyelocele, yang 10 kali lebih sering dari meningocele, tali pusat (lebih sering
cauda equina) juga diekstrusi dan diterapkan erat pada fundus pembengkakan kistik.
Peristiwa jaringan otak dan penutupnya melalui Cacat garis tengah yang tidak terpakai
di tengkorak disebut encephalocele.
Perawatan untuk spina bifida ditentukan oleh tingkat keparahan kondisi.
Beberapa kondisi tidak memerlukan perawatan sama sekali. Setelah kelahiran
pembedahan adalah pengobatan untuk meningokel dan mielomeningokel, biasanya
dilakukan 24 sampai 48 jam setelah bayi lahir. Operasi sedini mungkin membantu
mengurangi risiko infeksi yang bisa terjadi saat saraf tulang belakang terekspos. Selain
itu, ini membantu meminimalkan kerusakan tambahan pada tulang belakang.
Selama prosedur pascakelahiran ini, ahli bedah saraf menempatkan tulang
belakang tali pusat kembali ke tubuh bayi dan menutupinya dengan otot dan kulit.
Selama operasi prenatal, yang dilakukan sebelum minggu ke-26 kehamilan, ahli bedah
membuka rahim ibu, membuka rahim, dan memperbaiki cacat saraf. Operasi prenatal
dapat memperbaiki cacat spina bifida saat masih hamil, mengurangi komplikasi lebih
lanjut setelah melahirkan.

o.Skoliosis

Skoliosis kongenital adalah malformasi yang ditandai dengan ketidakseimbangan


longitudinal dan rotasi.

Skoliosis dengan ketidakseimbangan dalam pertumbuhan longitudinal dihasilkan


oleh cacat pembentukan, segmentasi atau campuran.

Skoliosis dengan ketidakseimbangan rotasi terutama dicirikan oleh rotasi vertebral


yang berhubungan dengan kurva di coronal plan. Jenis skoliosis ini sekunder akibat
malformasi kongenital, baik vertebral atau panggul, yang menginduksi sebagai
manifestasi utama rotasi vertebral melalui tarikan, dorongan atau aksi campuran.
Biasanya, skoliosis dan rotasi tulang belakang tidak ada saat lahir. Selama
pertumbuhan dan perkembangan, kehadiran pertama adalah rotasi vertebral yang
disertai gangguan berjalan dan selanjutnya oleh kurva skoliotik.

 Klasifikasi 2 kategori besar terkait dengan dominasi penyimpangan tulang belakang


dalam rencana koronal dan transversal: skoliosis dengan ketidakseimbangan
longitudinal dan dengan ketidakseimbangan rotasi.
- Skoliosis kongenital dengan ketidakseimbangan longitudinal, terutama
dengan deviasi pada coronal plan dibandingkan dengan rotasi vertebral,
mungkin disebabkan oleh defek formasi dengan adanya: vertebra trapezoidal,
hemivertebra atau hemibody vertebral. Hemivertebra tergantung pada
segmentasi dapat tersegmentasi penuh, hemisegmentasi (tersegmentasi
sebagian) atau tidak tersegmentasi. Mungkin ada malformasi kongenital yang
ditandai dengan adanya lebih dari satu hemivertebra yang dibuang dengan cara
berikut: berdekatan (berturut-turut) - 2-3 hemivertebra dibuang secara sepihak
menyebabkan skoliosis lengkung pendek, terlihat saat lahir dan memiliki
tingkat evolusi yang tinggi, secara sepihak alternant (intermiten) - 2-3
hemivertebra ditempatkan secara sepihak yang mengarah ke skoliosis lengkung
yang panjang dan kurva unik dan alternant bilateral yang dengan sendirinya
dapat:

• terkompensasi - 2 hemivertebra simetris dalam 4-5 segmen vertebral


menyebabkan deformitas tulang belakang yang seimbang tidak memerlukan
pembedaha

• tanpa kompensasi - jika hemivertebra diletakkan pada jarak lebih dari 6 vertebra
yang menyebabkan skoliosis kongenital ganda.

Karena defek segmentasi, skoliosis kongenital ditandai dengan defek unilateral:


bar longitudinal atau defek bilateral: blok vertebral.

Kemungkinan ketiga diwakili oleh anomali campuran di mana kita dapat


menemukan malformasi berikutnya:

• hemivertebra dan bilah di sisi tulang belakang yang berlawanan;

• hemivertebra, blok vertebralis, dan batang longitudinal.

- Skoliosis kongenital dengan ketidakseimbangan rotasi terutama ditandai


oleh rotasi vertebral dibandingkan dengan deviasi pada koronal plan dan
mungkin disebabkan oleh efek dari:

• traksi tulang belakang - jembatan tulang dengan sinostosis transverso-sakrat


kongenital;

• dorongan tulang belakang - mega-apofisis dari proses transversal L5;

• campuran (traksi dan dorongan) - agenesis sakral dengan malposisi panggul.

Etiologi
Sampai saat ini belum ada penyebab pasti dari skoliosis kongenital. Kerentanan
beberapa cacat genetik, poligenik, terlihat jelas karena adanya sejumlah cacat yang
terkait dengan sebagian besar skoliosis bawaan dan kelangkaan adanya cacat yang
unik.

Ada serangkaian faktor yang mungkin mendukung produksi anomali kongenital ini.
Paparan karbon monoksida dalam periode pembentukan somit dapat menyebabkan
cacat ini. Faktor predisposisi lain mungkin hipoksia janin baik dari kondisi ibu, janin
atau plasenta. Ada juga beberapa faktor pendorong lain yang dijelaskan seperti diabetes
gestasional, asupan antiepilepsi, keadaan demam yang berkepanjangan pada wanita
hamil atau paparan janin pada suhu yang lebih tinggi dari biasanya.

Anomali terkait

• Malformasi neurologis Skoliosis

kongenital berhubungan dengan 35% pasien dengan malformasi neurologis lain yang
berkaitan dengan sistem saraf dan lapisannya. Yang paling sering dijumpai adalah
diastematomyelia, malformasi Chiari, lipoma intradural dan tali pusat.

• Malformasi jantung kongenital Malformasi jantung

kongenital ditemukan pada 25% pasien skoliosis kongenital. Anomali parah seperti
tetralogi Fallot atau transposisi pembuluh darah besar memerlukan pembedahan
sebelum pendekatan bedah tulang belakang [7].

• Anomali urologi Anomali

urologi ditemukan pada 20% kasus. Anomali yang terkait dengan skoliosis kongenital
ini adalah ginjal tapal kuda, refluks vesikoureteral, atau hipospadia. Kami mungkin
mengalami hernia inguinalis, yang biasanya berukuran besar, membutuhkan
pembedahan juga (Gbr. 3).

• Anomali muskuloskeletal
Malformasi ini, terdeteksi secara klinis dan imajiner, biasanya diobati setelah operasi
skoliosis. Mereka termasuk penyakit Sprengel, sindrom Klippel-Feil [8], hipoplasia
femoralis kongenital atau displasia asetabular.

Pemeriksaan Penunjang

• Foto polos, frontal dan lateral, mewakili pemeriksaan penunjang yang biasa
digunakan untuk mendiagnosis skoliosis kongenital dan untuk mengevaluasi evolusi
spontan, selama penyangga pra operasi dan setelah operasi. Evaluasi bertujuan untuk
mengukur sudut kurva dengan metode Cobb atau Fergusson dan untuk mengapresiasi
deformitas secara spasial. Ujian berulang memungkinkan penghitungan kurva untuk
membandingkan hasil dari metode perawatan yang berbeda.

• Computed Tomography (CT-scan) dan 3D-CT diindikasikan dalam evaluasi anomali


kompleks sebelum operasi untuk mengidentifikasi kekhususan anatomis dan untuk
melokalisasi malformasi tulang di area operasi. Kehadiran malformasi ini mungkin
merupakan kejutan yang tidak menyenangkan bagi ahli bedah yang menyebabkan
komplikasi parah. CT dan 3D-CT untuk menganalisis toraks dan paru-paru menyoroti
deformitas dinding toraks: sinostosis tulang rusuk, hipoplasia atau agenesis tulang
rusuk, tonjolan intrakanalar melalui foramina radikuler, dll. 3D-CT mengevaluasi
sindrom insufisiensi toraks akibat skoliosis kongenital dan dinding toraks malformasi.

• Pencitraan resonansi magnetik (MRI) digunakan sebagai pengganti mielografi yang


ditinggalkan dan menawarkan informasi yang jauh lebih baik tentang malformasi
tulang belakang yang tersembunyi. Ini terjadi pada 30% pasien dengan malformasi
kongenital.

Tata Laksana

Adanya kelainan bentuk skoliotik saat lahir adalah tanda prognosis yang lebih
buruk dan membutuhkan pengobatan yang dimulai pada hari-hari pertama kehidupan.
Tidak semua skoliosis membutuhkan penyangga atau pembedahan. 25% dari mereka
menunjukkan tingkat perkembangan yang rendah atau cacat kompensasi pembentukan.
Deformitas ini harus dievaluasi secara berkala dan biasanya tidak memerlukan
pembedahan. Sekitar 75% skoliosis bawaan memerlukan pembedahan. Pembedahan
diindikasikan pada usia 1-4 tahun.

Kriteria penting untuk memilih momen pembedahan yang tepat adalah


besarnya kurva skoliotik. Evaluasi dilakukan dengan mengukur sudut Cobb. Hingga
40 °, pasien dimonitor secara berkala, setiap 4-6 bulan. Di atas 40 °, diperlukan
pembedahan. Adanya gangguan pernafasan yang berhubungan dengan beberapa
kelainan bawaan membahayakan pasien dan memaksakan pengawasan dan
pembedahan yang lebih hati-hati secepatnya. Skoliosis kongenital dengan lebih dari
satu hemivertebra yang tersegmentasi penuh dan berurutan serta kelainan bentuk tulang
rusuk yang parah dengan sindrom insufisiensi toraks dapat dioperasi pada usia 8-12
bulan, bahkan jika sudut Cobb kurang dari 40 °.

- Fusi in situ

Prosedur ini, meskipun merupakan teknik yang aman, memberikan indikasi tertentu
karena kemungkinan koreksi terbatas. Hal ini diindikasikan pada skoliosis progresif
dengan kelainan bentuk minimal pada waktu operasi, tidak lebih dari 25 °, dengan area
terbatas tidak lebih dari 5 ruas tulang belakang. Ini dapat dianggap sebagai tindakan
profilaksis dalam kasus skoliosis progresi tingkat tinggi dengan hemivertebra
tersegmentasi penuh. Jenis arthrodesis ini secara tidak signifikan membatasi
pertumbuhan panjang tulang belakang dan dapat digunakan sebagai prosedur elektif
pada anak-anak dengan rentang usia 1 sampai 4 tahun.

Deformitas yang ada dikoreksi secara perlahan dan hasilnya efisien jika potensi
pertumbuhan dinilai dengan benar dengan CT-scan atau MRI. in situ Fusidapat
dilakukan dengan pendekatan anterior terbuka, dengan torakoskopi atau dengan
pendekatan posterior terbuka melalui pedikel. Biasanya, ahli bedah memilih salah satu
opsi ini tergantung pada pengalamannya dan lokasi kelainan bentuk.

- Hemiepiphysiodesis cembung

Indikasi elektif adalah skoliosis kongenital karena defek pembentukan dengan


adanya hemivertebra.Selama pembedahan, koreksi kurva diperoleh sebagian, koreksi
yang tersisa dicapai perlahan-lahan karena ablasi diskus intervertebralis pada sisi
cembung.

Hasil terbaik dicapai jika prosedur dilakukan pada anak dengan rentang usia 1
hingga 4 tahun. Secara keseluruhan, dalam jangka panjang, sama seperti untuk in situ
fusi, batas koreksi hingga 20-25 °. Argumen tentang indikasinya ada dalam literatur
karena fakta bahwa hasil yang diharapkan tidak diperoleh. Pendapat kami adalah
bahwa kami dapat memperoleh hasil yang baik jika kurva kurang dari 30 °, jika
dikaitkan dengan fusi posterior, tingkat progresif sebelum operasi konstan 8-10 ° per
tahun dan malformasi menjadi vertebra yang tersegmentasi penuh. Pendekatannya
adalah melalui torakotomi atau abdomino-torakotomi pada sisi cembung tergantung
pada tingkat malformasi.

- Eksisi hemivertebra

Ini adalah metode pengobatan terbaik dibandingkan dengan fusi in situ dan
hemiepiphysiodesis. Efisiensi maksimal didapat jika dilakukan pada usia 1-4 tahun,
saat hemivertebra memiliki posisi toraks, lumbal atau lumbo-sakral dan terdapat
ketidakseimbangan batang tubuh. Eksisi dapat dilakukan dengan pendekatan anterior
atau posterior . Pendekatan posterior diindikasikan dalam kasus reseksi terisolasi.
Pendekatan simultan posterior dan anterior memungkinkan eksisi lengkap dari disk
yang berdekatan dari hemivertebra dengan eksposur melingkar. Hal ini memungkinkan
visibilitas total saat memotong hemibodi dan pedikel. Pendekatan semacam ini
membutuhkan reposisi pasien selama operasi. Kami lebih memilih pendekatan yang
berurutan selama prosedur pembedahan yang sama dengan memutar pasien di bidang
steril yang sama, selanjutnya menggunakan instrumen tulang belakang setelah eksisi
hemivertebral. Selama 1998 dan 2006 kami mempraktikkan 23 prosedur dengan
koreksi sedang 64% (rata-rata 41 ° sebelum operasi hingga rata-rata 16 ° pasca operasi)
. Evolusi dalam waktu deformitas telah terjadi sekitar 3-4 ° per tahun, membutuhkan
konversi instrumentasi anterior ke posterior saat pubertas untuk menstabilkan tulang
belakang.
Eksisi posterior hemivertebra memastikan hasil yang sangat baik. Metode ini
paling baik untuk hemivertebra yang terletak di persimpangan torakolumbal dan
disertai dengan kifosis .

p. Kifosis

Definisi
Kifosis adalah kelainan di lengkungan tulang belakang yang membuat
punggung bagian atas terlihat membulat atau bengkok tidak normal. Setiap orang
memiliki tulang belakang yang melengkung, pada kisaran 25 sampai 45 derajat. Akan
tetapi pada penderita kifosis, kelengkungan tulang belakang bisa mencapai 50 derajat
atau lebih. Kondisi tersebut membuat orang menjadi bungkuk.

Gejala
• Sakit pada leher dan punggung.
• Pada kifosis berat akan terjadi sesak nafas karena paru-paru tidak dapat
mengembang sempurna.
• Postur tubuh yang membungkuk ke depan.
• Nyeri tulang belakang
• Kelelahan

Etiologi
❖ Berdasarkan penyebabnya, kifosis dibedakan menjadi tiga, yaitu :
• Postural Kyphosis
Postural kyphosis biasanya disebabkan oleh postur tubuh yang salah, misalnya
karena bersandar di kursi dengan posisi yang terlalu membungkuk, atau akibat
membawa tas sekolah yang terlalu berat.
• Scheuermann’s Kyphosis
Scheurmann’s kyphosis terjadi ketika tulang belakang mengalami kelainan
pada perkembangannya. Kifosis ini terjadi sebelum masa puber, dan lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Umumnya, lengkungan pada kifosis
ini kaku dan memburuk seiring pertumbuhan, sehingga membuat penderitanya tidak
bisa berdiri lurus.
• Congenital Kyphosis
Kifosis jenis ini terjadi akibat kelainan perkembangan tulang belakang saat
masih di dalam kandungan. Kelainan bisa terjadi pada satu atau lebih tulang belakang,
dan dapat memburuk seiring pertumbuhan anak. Belum diketahui apa yang
menyebabkan congenital kyphosis, namun kondisi ini diduga terkait dengan kelainan
gen. Dugaan tersebut muncul karena pada beberapa kasus, kondisi ini dialami anak dari
keluarga dengan riwayat congenital kyphosis.

Pemeriksaan Penunjang
- Neurological functions test. Meskipun perubahan neurologis yang menyertai
kifosis jarang, dapat diperiksa untuk mereka dengan mencari kelemahan,
perubahan sensasi kelumpuhan di bawah kifosis tersebut.
- Spinal imaging tests. mengambil X-ray untuk mengkonfirmasi kifosis,
menentukan tingkat kelengkungan dan mendeteksi setiap kelainan bentuk
tulang, yang membantu mengidentifikasi jenis kifosis.
- MRI tulang belakang mencurigai adanya tumor atau infeksi.
- Tes fungsi paru, menggunakan tes menilai setiap kesulitan bernapas yang
disebabkan oleh Kifosis tersebut.

Tatalaksana
Penatalaksanaan bergantung pada tingkat keparahan kifosis. Pada kifosis ringan
mungkin hanya diperlukan terapi Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi, sedangkan pada
kiposis berat akan membutuhkan ortese khusus (Brace) yang membantu meluruskan
kembali posisi tulang belakang atau penderita tidur dengan alas tidur yang kaku / keras.
Pada kifosis ekstrem seringkali dibutuhkan tindakan bedah. Kasus yang ringan
dan non-progresif bisa diatasi dengan menurunkan berat badan (sehingga ketegangan
pada punggung berkurang) dan menghindari aktivitas berat. Jika keadaan semakin
memburuk, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki kelainan pada
tulang belakang.

Komplikasi
- Gangguan pernapasan : Pada kasus yang parah, kifosis dapat menekan paru-
paru dan menyebabkan penderitanya menjadi sesak napas.
- Gangguan pencernaan : Kifosis parah dapat menekan saluran pencernaan dan
memicu masalah, seperti sulit menelan.
- Gerak tubuh yang terbatas : Kifosis dapat menyebabkan penderitanya sulit
berjalan, bangkit dari kursi, atau menengadahkan kepala. Tulang punggung
yang melengkung juga dapat menimbulkan nyeri bila penderita berbaring.
- Penampilan tubuh yang tidak menarik : Kifosis membuat penderitanya terlihat
tidak menarik, karena bungkuk atau karena memakai penyangga punggung
untuk memperbaiki kondisinya. Pada keadaan ekstrim bisa menimbulkan
pengucilan dari lingkungan sosial.
Pencegahan
• Duduk dengan posisi yang benar
• Hilangkan kebiasaan bertopang dagu
• Berolahraga teratur
• Diet cukup vitamin D dan kalsium

q.Lordosis

Patofisiologi
Beberapa peneliti telah memeriksa sudut lordosis pada anak usia dini, dengan
Reichmann dan Lewin sebagai pengecualian. Mereka menemukan bahwa sudut
lordosis meningkat selama 3 tahun pertama kehidupan, mengklaim bahwa pada usia 3
tahun, tulang belakang anak mencapai sudut lordosis seperti orang dewasa. Peneliti
lain, bagaimanapun, menemukan bahwa sudut lordosis terus meningkat selama masa
kanak-kanak dan pubertas bahkan sampai usia 20. Misalnya, Cil et al. menunjukkan
peningkatan sudut lordosis dari 44,3 pada 3 menjadi 6 tahun menjadi 54,6 pada 13
hingga 15 tahun. Dapat disimpulkan bahwa lordosis lumbal mulai berkembang pada
janin. Peningkatan besar sudut lordosis terjadi selama 3 tahun pertama kehidupan dan
terus meningkat setidaknya sampai pubertas.

Diagnosis dan Tatalaksana

Daftar Pustaka

Campbell.2012 hal. 1123

HALL, J. E., & GUYTON, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical
physiology. Philadelphia, PA, Saunders Elsevier.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson.1998. Patofisiologi Konsep Klinis
ProsesPenyakit.Edisi4.Jakarta : EGC.Helmi, Noor Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Sarwark, JS., & LaBella, CR. (2014). Pediatric Orthopaedics and Sports Injuries: A
Quick Reference Guide, 2nd Edition. American Academy of Pediatrics.

Schunke, Michael. 2013. Prometheus Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Sistem Gerak. Edisi Ketiga. Chicago: Elsevier Saunders. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai