Dosen Pengampu :
Dr.dr. Dina Helianti
Anggota :
1. Ilham Ardi W. 172010101098
2. Annisa Shalsabila Azhari 182010101020
3. Rihhadatul Aisy 182010101021
4. Dilar Bambang Sudito 182010101030
5. Achmad Ilham Tohari 182010101032
6. Nadiyya Dzawil Ma'la 182010101033
7. Ribka Soca Hapsari B. 182010101034
8. Maghfira Arviola Nona H. 182010101058
9. Yumna Rifda Haniefah 182010101087
10. Linda Ayu Kusuma W. 182010101091
11. Defian Kurniawan Nur H. 182010101096
12. Rachmania Farah Alisha S.182010101137
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Learning Objective
1. Anatomi
A. Ekstremitas Atas
Berikut akan dijelaskan terkait skeleton, muskulo, vaskularisasi, dan inervasi dari 4
bagian ekstremitas atas tersebut.
GELANG BAHU
Gelang bahu terdiri atas os clavicula dan os scapula yang bersendi satu sama lain pada
articulatio acromioclavicularis.
CLAVICULA
- Extremitas sternalis
- Tuberculum conoideus
- Extremitas acromialis
SCAPULA
Pada gambar (B) diatas, os scapula dextra jika dilihat dari anterior dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Acromion
- Processus coracoideus
- Incisura scapula
- Margo superior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Angulus superior et inferior
- Fossa subscapularis
- Cavitas glenoidalis
- Tuberculum infraglenoidalis
Sedangkan pada gambar (A) di atas, os scapula dextra jika dilihat dari posterior
dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Fossa supraspinata
- Fossa infraspinata
- Angulus superior
- Angulus inferior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Margo superior
- Spina scapularis
- Processus coracoideus
- Acromion
- Angulus acromion
Tidak hanya skeleton penyusun gelang bahu (shoulder grindles), gelang bahu
juga disusun oleh otot-otot yang menyebabkan munculnya suatu gerakan pada
ekstremitas atas. Berikut merupakan muskulus-muskulus yang menyusun gelang bahu,
jika dilihat dari posisi dorsal:
- M. trapezius
- M. deltoideus
- M. levator scapula
- M. rhomboideus major
- M. rhomboideus mino
Vaskularisasi pada gelang bahu berasal dari arteri subclavia, dimana arteri
subclavia dextra dan sinistra memiliki sumber yang berbeda.Arteri subclavia dextra
berasal dari truncus brachiocephalicus, sedangkan pada arteri subclavia sinistra
berasal dari arcus aorta.Arteri subclavia ini pun memiliki percabangan-
percabangannya. Kemudian, arteri subclavia akan diteruskan menjadi arteri axillaris
dengan percabangannya. Urutan percabangan arteri axillaris, diantaranya:
- A.thoracica superior
- A.thoracoacromialis;
- R.acromialis
- R.clavicularis
- R.deltoideus
- R.pectoralis
- A.thoracica lateralis
- A.subscapularis;
- A.thoracodorsalis
- A.circumflexa scapulae
- A.circumflexa anterior humeri
- A.circumflexa posterior humeri
Muskulus yang terdapat pada lengan atas (brachium) seperti pada gambar di
atas, diantaranya:
- M.deltoideus; diinervasi oleh n. axillaris
- M.triceps brachii; diinervasi oleh n.radialis
- M.biceps brachii; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachioradialis; diinervasi oleh n.radialis
- M.coracobrachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
Vaskularisasi pada brachium (lengan atas) berasal dari arteri brachialis,
dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri axillaris. Perjalanan arteri axillaris
berawal pada tepi kaudal M.teres mayor dan berakhir di dalam fossa cubiti tepat di
depan leher ulna. Di bawah aponeurosis M.bicipitalis brachii, arteria brachialis
terpecah menjadi arteria radialis dan arteria ulnaris.Arteria brachialis yang terletak
superfisial dan teraba sepanjang seluruh lintasannya, terletak anterior terhadap
M.triceps dan M.brachialis. Sewaktu arteria brachialis melintas ke arah inferolateral,
ia mengikuti N.medianus yang menyilang arteria brachialis anterior.
Os radius:
- Caput radii
- Collum radii
- Tuberositas radii
- Margo interosseus
- Margo posterior
- Corpus radii facies posterior et lateralis
- Processus styloideus radii
- Tuberculum dorsale
Vaskularisasi pada antebrachium (lengan bawah) berasal dari arteri radialis dan
arteri ulnaris, dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri brachialis.Arteri
radialis berjalan di bagian radial antebrachium antara M.brachioradialis dan M.flexor
carpi radialis ke metakarpal.Sedangkan arteri ulnaris berjalan di bagian bawah
M.pronator teres dan berlanjut dengan ditutup oleh M.flexor carpi ulnaris pada sisi
ulnar antebrachium.Dalam perjalanannya, arteri radialis dan arteri ulnaris memiliki
percabangan. Urutan percabangan arteri radialis, diantaranya:
- A.recurrens radialis
- R.carpalis palmaris
- R.palmaris superficial
- R.carpalis dorsalis
Aa.metacarpal dorsalis
Aa.digitalis dorsalis
- A.princeps pollicis
- A.radialis indicis
- Arcus palmaris profundus
· Aa.metakarpal palmar
· Rr. perforantes
Proximal
- Os scaphoid
- Os lunatum
- Os triquetum
- Os pistfome
Distal
- Os trapezium
- Os trapezoid
- Os capitale
- Os herniate
Bagian Metacarpal [Telapak Tangan]:
- Jari ke-1
● Os metacarpi 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
● Basis metacarpi
● Corpus metacarpi
● Caput metacarpi
Bagian Digiti Manus [Phalang]:
- Jari ke-1
● Phalang proximalis 1
● Phalang distalis 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
● Phalang proximalis
● Phalang medialis
● Phalang distalis
● Basis phalang
● Corpus phalang
● Caput phalang
● Tuberositas phalang distalis
B. Ekstremitas Bawah
Ekstremitas bawah terbagi menjadi empat regio yaitu regio glutealis, femoralis,
cruralis, dan pedis berdasarkan sendi-sendi utama, komponen tulang, dan penanda-
penanda superficial.
1. Regio glutealis, tulang utama pada regio glutealis adalah tulang pelvicum.
2. Di anterior, regio femoralis/paha terletak di antara ligamentum inguinale dan
sendi genus sendi coxae terletak di inferior dari 1/3 tengah ligamentum
inguinale. Tulang pada regio femoralis adalah femur.
3. Regio cruralis/tungkai bawah terletak di antara sendi genus dan talocruralis.
Tulang-tulang pada regio cruralis adalah tibia dan fibula.
4. Pedis/kaki terletak di distal dari sendi talocruralis. Tulang-tulang pada pedis
adalah tarsi, metatarsi, dan digitorum/phalanges.
- Regio Glutealis
- Regio Femoris
Os. Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh. Ujung proxirnalnya ditandai oleh
suatu caput dan collum, dan dua penonjolan besar (trochanter major dan minor) pada
bagian atas corpus.
● Caput ossis femoris berbentuk bola dan bersendi dengan acetabulum tulang
pelvicum
● Collum ossis femoris merupakan penyangga tulang berbentuk silindris yang
menghubungkan caput dengan corpus ossis femoris.
● Corpus ossis femoris memiliki trochanter major dan minor, yang merupakan
tempat perlekatan bagi musculi yang menggerakkan sendi coxae
● Ujung distal femur ditandai oleh dua condylus besar, yang bersendi dengan
bagian proximal caput tibia. Condylus dipisahkan di posterior oleh fossa
intercondylaris dan di anterior kedua condylus bergabung untuk bersendi
dengan patella.
• Basisnya luas dan tebal untuk tempat lekat musculus quadriceps femoris
dari atas
Tulang-tulang regio cruralis adalah fibula di bagian lateral dan tibia di bagian
medial. Tibia merupakan tulang regio cruralis yang menopang berat tubuh dan dengan
demikian berukuran jauh lebih besar dibandingkan fibula.
• Fibula jauh lebih kecil dibandingkan tibia dan memiliki capitulum yang
kecil di bagian proximal, collum yang sempit, dan corpus yang tipis. Seperti
tibia, corpus fibula memiliki tiga margo (anterior,posterior, dan interosseus)
Regio pedis dibagi menjadi regiones talocruralis, metatarsus, dan digiti. Pedis
memiliki permukaan superior (regio dorsalis pedis/dorsum pedis) dan permukaan
inferior (regio plantaris pedis/ planta pedis.
• Phalanges I-V
2. Histologi tulang, otot, dan osifikasi tulang,
Histologi Tulang
- Jenis Tulang
T. Rawan (Kartilago)
1. Hyalin
2. Elastis
3. Fibrosa
Struktur Khusus:
- Lakuna
- Cell nest: isi kondrosit > 1
- Perikondrosit
- Kondroblast
- Kondrosit
Tulang Sejati
1. Tulang muda (Immature bone)
2. Tulang Dewasa (Mature/Compact bone)
Tulang sejati diliputi:
- Periosteum (luar): Fibrous layer & Osteogenik
- Endosteum (dalam): Ostogenik & Hematopoieti
35%, kolagen,
Unsur
gllikosaminoglikans,
Organik
asidofilik
Anorganik karbonat
a. Immature Bone
c. Osifikasi Tulang
Osifikasi Endokondral
- Diafisis (Primary Ossification Center)
1. Bagian luar diafisis jadi osteoblast → Periosteal Bone Collar
2. Kondrosit hipertrofi → Alkalin fosfatase → Pengapuran matriks →
terjebak → mati → penghancuran hyalin → ruang sumsum primer
3. Periosteal bud (pemb. Darah & osteoblast) → masuk ruang sumsum primer
→ Osifikasi
Jaringan otot merupakan salah satu bagian dari sistem pergerakan tubuh
manusia yang termasuk dalam sistem muskuloskeletal. Oleh karena itu, jaringan otot
bertanggung jawab untuk pergerakan tubuh. Jaringan otot terdiri dari sel-sel otot yang
juga mengandung jaringan ikat. Sel-sel otot memiliki aktivitas metabolisme yang
sangat aktif sehingga membutuhkan banyak oksigen dan sumber nutrisi. Agar dapat
berfungsi dengan baik maka jaringan otot harus tertambat pada jaringan ikat fibrosa.
Struktur dari sebuah sel otot, adalah sebagai berikut:
Otot Skelet
Disebut juga dengan voluntary muscle atau striated muscle. Terdiri dari sel-sel atau
serat otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Seratnya panjang, berbentuk
silindris dengan inti yang banyak di perifer. Panjang seratnya antara 1 mm – 4 cm.
Sarkolema dibungkus oleh endomisium dan tampak berlurik.
Mikroskopik
Pada potongan memanjang tampak inti sel banyak di bawah sarkolema, inti
lebih dari 1, mitokondria sangat banyak untuk produksi ATP. Retikulum sarkoplasmik
halus banyak dan mengandung ion kalsium, ribosom terlihat di sekitar inti untuk sintesa
miofibril. Terlihat juga granula glikogen sebagai tempat penyimpanan energi serta
mioglobin sebagai tempat penyimpanan oksigen.
Setiap miofibril terbentuk dari filamen yang berjalan sejajar, yang terdiri dari
filamen tebal dan filamen tipis dan membentuk pita gelap (Pita A) dan pita terang (Pita
I) berselang seling. Pada bagian tengah pita gelap terdapat pita terang (Pita H) dan di
tengahnya terdapat garis M. Bagian tengah pita terang terdapat garis Z (Krause
membrane). Di antara 2 garis Z disebut dengan sarkomer, yaitu unit kontraksi terkecil
dari otot. Jumlahnya sekitar 10.000 sarkomer pada setiap miofibril dengan panjang ±2
μm.
Miofilamen
Terdiri dari:
1. Filamen tebal. Panjangnya 1,6 μm, lebar 15 nm. Ditemukan pada pita A
(bagian sentral dari sarkomer). Filamen tipis berjalan sejajar dan terletak di
antara filamen tebal. Protein utamanya adalah miosin
2. Filamen tipis. Panjang 1,0 μm, lebar 8 nm. Protein utamanya adalah aktin,
tropomiosin dan troponin
Otot Polos
Sel-sel otot polos berbentuk fusiform, lonjong, tidak berlurik. Dikelilingi oleh
membrana basalis dan jaringan ikat retikuler. Panjang bervariasi berkisar 20 μm pada
pembuluh darah kecil hingga 500 μm pada uterus dalam keadaan hamil. Inti 1 di
sentral. Serat otot lebih kecil dari otot skelet. Tidak memiliki sarkomer dan T- tubules.
Ditemukan pada : bola mata, dinding pembuluh darah, saluran nafas, saluran cerna,
organ urinarius dan organ reproduksi.
Miofilamen
Memiliki filamen tebal, tipis dan sedang. Filamen tebal dan tipis saling menyilang
membentuk kisi-kisi. Filamen tebal terdiri dari miosin yang serupa dengan miosin pada
otot skelet. Filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan kalmodulin. Kalmodulin
merupakan suatu Ca binding protein. Filamen sedang terdiri dari desmin yang
merupakan protein utama semua otot polos, dan vimentin sebagai komponen tambahan
pada otot polos vaskular
Mikroskopik
Sarkosom dan retikulum sarkoplasmik kasar berkembang dengan baik, aparatus golgi
berukuran besar. Banyak butir-butir glikogen. Vesikel tersusun berderet membuka ke
permukaan serat tepat di bawah membran sel disebut kaveola, sebagai pengganti
tubulus
Otot Jantung
Hanya ditemukan di jantung dan membentuk miokardium. Berbentuk sel tunggal dan
bukan serat. Sel otot jantung bercabang-cabang dan saling berhubungan pada diskus
interkalaris. Diskus interkalaris dibentuk oleh membran sel, tautan sel berupa
desmosom dan gap junction sehingga memungkinkan eksitasi satu sel menyebar secara
cepat ke sel di sebelahnya. Diskus berfungsi sebagai tempat perlekatan kuat antar sel,
meneruskan tarikan antar sel dan komunikasi listrik antar sel yang berdekatan. Nukleus
berjumlah 1-2 terletak di sentral. Barisan sel-el jantung yang saling berhubungan
membentuk seperti serat. Struktur dan fungsi protein kontraktil sama dengan otot
skelet. T-tubules pada jantung memiliki ukuran yang lebih besar dengan jumlah yang
lebih banyak. Jumlah mitokondria 40% dari volume sitoplasma (lebih banyak dari otot
skelet).
3. Fisiologi muskuloskeletal
a. Fisiologi kontraksi otot
1. Ketika impuls mencapai ujung terminal sinaps, asetilkolin (Ach) dilepaskan oleh
terminal sinapsis (akson terminal) berdifusi melintasi celah sinaps dan berikatan
dengan protein reseptor pada membran plasma serat otot. Hal ini akan memicu
potensial aksi yang akan merambat sepanjang membran plasma.
2. Potensial aksi yang merambat tadi, akan menuruni tubulus T (perhatikan tanda panah
merah)
3. Ketika potensial aksi yang terdapat pada tubulus T melewati Retikulum sarkoplasma,
hal ini akan menyebabkan permeabilitas membran sarkoplasmik berubah sehingga
melepaskan ion Ca2+ ke bagian sitosol melalui mekanisme transpor aktif dengan
bantuan protein transpor yang terdapat pada membran retikulum sarkoplasma.
4. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kompleks troponin (bulat berwarna ungu)
menyebabkan perubahan bentuk tropomiosin (benang berwarna abu-abu) sehingga sisi
pelekatan aktin akan mengarah ke miosin. Sehingga miosin dapat melekat pada sisi
pelekatan aktin.
5. Pelekatan miosin dengan sisi filamen aktin membentuk Cross-bridge (jembatan
silang/kaitan silang). Pergerakan kepala miosin saat menggeser filamen aktin
membutuhkan hidrolisis ATP sehingga otot dapat berkontraksi.
6. Ca2+ didalam sitosol akan dipindahkan kembali ke dalam retikulum sarkoplasma
dengan mekanisme transpot aktif. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya akumulasi
ion Ca2+ di sitosol dan memungkinkan otot dalam fase relaksasi karena ion Ca2+ tidak
berikatan dengan troponin.
b. Reflex fisiologis
A. Muscle Spindle.
Muscle spindle terletak di dalam otot.Muscle spindle merupakan suatu
receptor yang menerima rangsang dari regangan otot. Regangan yang cepat akan
menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle. Rangsangan yang kuat akan
menyebabkan refleks muscle spindle yaitu mengirim impuls ke spinal cord menuju
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan kuat.
Muscle spindle sangat berperan dalam proses pergerakan atau pengaturan motorik.
Peran muscle spindle dalam pengaturan motorik adalah :
1. Mendeteksi perubahan panjang serabut otot.
2. Mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot.
Sebetulnya muscle spindle bekerja sebagai suatu pembanding dari panjang
kedua jenis serabut otot intrafusal dan ekstrafusal.Bila panjang serabut ekstrafusal
jauh lebih besar daripada panjang serabut intrafusal, maka spindle menjadi
terangsang untuk berkontraksi.Sebaliknya, bila panjang serabut ekstrafusal lebih
pendek daripada serabut intrafusal, maka spindle menjadi terinhibisi (keadaan yang
menyebabkan refleks seketika untuk menghambat terjadinya kontraksi otot). Jadi
spindle tersebut dapat dirangsang atau dihambat.
Meregangkan suatu kelompok otot hendaknya jangan dilakukan secara tiba-
tiba. Sebab apabila peregangan otot dilakukan secara tiba-tiba akan merangsang
muscle spindle dan ini menyebabkan refleks regang. Refleks muscle spindle sering
disebut refleks regang atau refleks myotatik. Hal ini disebabkan karena peregangan
otot tersebut merangsang muscle spindle sehingga menyebabkan kontraksi otot
yang bersangkutan
B. Tendon Golgi
Organ Golgi (juga disebut organ tendon Golgi, organ tendon, organ
neurotendinous atau neurotendinous spindle), stretch receptor yang terletak di dalam
tendon otot tepat di luar perlekatannya pada serabut otot tersebut. Refleks tendon
golgi bisa terjadi akibat tegangan otot yang berlebihan.
Tubuh organ terdiri dari untaian kolagen yang terhubung di satu ujung serat-serat
otot dan di sisi lain bergabung ke dalam tendon. Setiap organ tendon adalah
dipersarafi oleh serat sensorik Ib tipe aferen tunggal yang bercabang dan berakhir
sebagai spiral ujung di sekitar untaian kolagen. Akson aferen Ib berdiameter besar,
mielin akson. Setiap gelendong neurotendinous ditutup dalam kapsul berserat yang
mengandung jumlah tendon fasciculi yang membesar (intrafusal fasciculi). Satu atau
lebih serabut saraf melubangi sisi kapsul dan kehilangan selubung medula mereka;
silinder-silinder membagi dan mengakhiri antara serat tendon atau varises.
4. Kelainan kongenital
a. DDH
Definisi
Pada subluksasi sendi panggul, kepala femur tergeser sebagian dari posisi
normalnya, namun masih terdapat kontak dengan acetabulum. Pada dislokasi sendi
panggul, kepala femur tidak memiliki kontak dengan acetabulum. Dislokasi sendi
dapat dibagi menjadi tipe yang dapat dikembalikan dan tipe yang tidak dapat
dikembalikan ke posisi semula. Pinggul disebut dapat didislokasikan jika terjadi
perpindahan kepala femur dari tepi acetabulum ke bagian tengah acetabulum saat
diberi gaya tekan ke arah posterior pada posisi aduksi.
Etiologi
- Bayi lahir prematur
- Bayi lahir dalam posisi sungsang (bokong di bawah)
- Adanya riwayat keluarga yang mengalami dysplasia pinggul
- Saat hamil, ibu mengalami oligohidramnion (air ketuban terlalu sedikit)
- Bayi yang dibedong dengan terlalu ketat
Gejala
Keluhan biasanya tak ada. Namun pada bayi yang mengalami dysplasia
pinggul, panjang tungkai kiri dan kanan terlihat berbeda, lipatan kulit di paha kiri dan
kanan berbeda, tungkai di sisi pinggul yang mengalami dysplasia terlihat lebih sulit
digerakkan. Dan bila anak sudah bisa berjalan, maka sisi tungkai yang mengalami
dysplasia pinggul akan terlihat lebih pincang atau lemah.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, ciri utama pada kasus unilateral adalah asimetris (yang
ditandai pada lipatan paha), tungkai yang menderita lebih pendek, dan keterbatasan
abduksi saat fleksi. Pada kasus bilateral ciri yang dapat diamati adalah pelebaran
perineum dan ditandai lordosis lumbar. Pergerakan sendi penuh kecuali untuk
abduksi saat fleksi.
Pemeriksaan Penunjang
Pusat osifikasi kepala femur muncul pada usia 4-6 bulan; pada tahap ini
radiografi menjadi lebih dapat digunakan. Ultrasonografi real- time telah ditetapkan
sebagai metode akurat untuk pencitraan pinggul selama beberapa bulan pertama
kehidupan.
Tatalaksana
Tatalaksana sesuai dengan derajat keparahan dan usia bayi saat temuan klinis
displasia panggul. Makin awal diketahui, makin sederhana tatalaksana dan juga makin
baik prognosis dari tatalaksana tersebut. Secara umum penatalaksanaan dibagi
menjadi 2, yaitu:
- Non-Bedah
- Pavlik Harness
Pada bayi baru lahir dengan displasia panggul dapat dipasang Pavlik
harness selama 1 hingga 2 bulan (bervariasi pada masing-masing bayi) untuk
menjaga kepala femur tetap di dalam acetabula. Pavlik harness dirancang
untuk menahan panggul pada posisi tepat, mengencangkan ligamen di sekitar
sendi panggul dan mempertahankan pembentukan mangkok acetabula yang
normal sambal memungkinkan gerakan tungkai yang bebas dan perawatan
popok yang mudah.
- Spica cast
Beberapa kasus memerlukan reduksi tertutup sendi panggul. Pada usia
1 sampai 6 bulan opsi tatalaksana displasia panggul adalah spica cast (gips)
di bawah anestesia. Penggunaan spica cast memerlukan perhatian khusus
dalam perawatan bayi sehari-hari.
- Traksi Kulit
Umur bayi yang lebih tua, sekitar 6 bulan hingga 2 tahun, ditatalaksana
dengan reduksi tertutup dan spica cast. Traksi kulit dilakukan sebelum
mereduksi sendi panggul, dilakukan untuk mempersiapkan jaringan lunak di
sekitar panggul untuk perubahan posisi tulang.
- Bedah
Patofisiologi
Dua rantai pro-alfa-1 dan satu rantai pro-alfa-2 membentuk kolagen tipe I, yang
membentuk protein utama membran ekstraseluler kulit, tulang, tendon, dll., Yang
menciptakan struktur heliks rangkap tiga yang kaku. Setiap rantai alfa terdiri dari pro-
peptida terminal-amino dan pro-peptida terminal-karboksil dan pro-peptida pusat yang
terdiri dari 338 pengulangan glisin. Glycine merupakan residu terkecil yang dapat
menempati posisi aksial triple helix. Struktur triple helix dari kolagen tipe I
dimungkinkan karena adanya glisin pada setiap sepertiga residu asam amino.
Mutasi frameshift (melibatkan kodon stop prematur pada alel yang terkena) dapat
mengakibatkan penurunan kuantitatif jumlah kolagen tipe 1 yang secara struktural
normal. Ketika seorang pasien heterozigot untuk kondisi ini, dia mungkin
mengeluarkan setengah dari jumlah normal kolagen tipe 1 [haplo-insufisiensi; seperti
yang terlihat pada tipe IA OI di Sillence Classification]. [9] Sebagai alternatif,
kesalahan dalam substitusi atau penghapusan yang melibatkan residu peptida glisin di
sepanjang rantai polipeptida dapat mengakibatkan produksi kolagen yang abnormal
secara struktural atau kualitatif atau kurang efektif. Ekspresi fenotipik dari defek-defek
ini bergantung pada posisi substitusi apakah glisin mensubstitusi di terminal karboksi
(bentuk parah) atau terminal amino (bentuk lebih ringan) dari rantai polipeptida.
Substitusi pada ujung karboksi peptida berpotensi lebih serius karena ikatan silang dari
heliks rangkap tiga yang dimulai dari ujung karboksi rantai polipeptida. Pasien dengan
mutasi residu glisin yang mempengaruhi kualitas rantai kolagen (defek yang biasa
diidentifikasi pada tipe Sillence II, III dan IV) mengembangkan manifestasi kerangka
yang lebih parah daripada pasien dengan defek haploinsufisiensi.
Histopatologi
Umumnya, defek yang melibatkan penurunan sekresi kolagen tipe 1 atau sekresi
kolagen abnormal mengakibatkan produksi osteoid yang tidak mencukupi. Baik
osifikasi enchondral maupun intramembran terpengaruh. Trabekula tulang dan matriks
kolagen yang tipis dan tidak terorganisir dengan baik, spongiosa sedikit, osteoblas dan
osteoklas relatif berlimpah, peningkatan perombakan tulang; dan luas, fisis tidak
teratur dengan zona proliferatif dan hipertrofik tidak teratur, serta zona kalsifikasi
menipis adalah gambaran histologis yang khas.
Gejala
Tipe I: Autosomal dominan (gen COL1A1 tidak menghasilkan mRNA yang layak
untuk prokolagen); jumlah kolagen berkurang 50%, namun struktur molekulnya
normal. Manifestasi umum menunjukkan osteoporosis umum, kerapuhan tulang
abnormal (patah tulang biasanya selama tahun-tahun rawat jalan perkembangan anak
dan penurunan kematangan tulang), sklera biru, tuli konduktif, dan stunting ringan. IA
(Gigi Normal), IB / IC (Dentinogenesis Imperfecta).
Tipe II: Awalnya diklasifikasikan sebagai resesif autosomal; namun penelitian terbaru
menunjukkan bahwa hal itu mengikuti pewarisan negatif yang dominan (7% risiko
penyakit pada kehamilan berikutnya), seringkali sebagai akibat dari mutasi spontan.
Bentuk ini mengakibatkan gangguan parah pada fungsi kualitatif molekul kolagen:
bentuk mematikan perinatal. Manifestasi umum menunjukkan kerapuhan tulang yang
ekstrem (femur akordeon), osifikasi tengkorak yang tertunda, sklera biru, dan kematian
perinatal. Tipe IIA memiliki tulang panjang pendek dan lebar dengan patah tulang,
tulang rusuk lebar dengan patah tulang jarang. II-B bermanifestasi dengan tulang
panjang pendek dan melebar dengan patah tulang, tulang rusuk dengan patah tulang
jarang. II-C hadir dengan tulang panjang tipis dengan fraktur, tulang rusuk tipis.
Tipe III: Warisan resesif autosomal atau negatif dominan; perubahan kolagen tipe I
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kebanyakan anak dengan manifestasi klinis yang
parah termasuk dalam kategori ini. Manifestasi umum muncul dengan sklera biru pada
masa bayi dan kembali ke rona normal pada masa remaja. Kerapuhan tulang sedang
sampai berat, coxa vara, patah tulang multipel dan kelainan bentuk tulang panjang
(lebih parah daripada tipe I dengan kesulitan ambulasi yang lebih besar). Pasien-pasien
ini membutuhkan pemaku intrameduler sebagai profilaksis. Ciri khusus lainnya:
Skoliosis onset dini, fasies segitiga, atasan frontal, invaginasi basilar, dan perawakan
sangat pendek.
Tipe IV: Kelompok heterogen; autosomal dominan yang juga mengalami perubahan
kualitatif dan kuantitatif pada kolagen tipe I. Manifestasi klinis yang lebih parah
dibandingkan tipe I OI. Manifestasi umum menunjukkan sklera normal, kerapuhan
tulang sedang sampai berat dan kelainan bentuk tulang panjang dan tulang belakang,
stunting pertumbuhan sedang sampai berat. Tipe IV A muncul dengan gigi normal
sedangkan Tipe IV B menunjukkan dentinogenesis imperfecta.
Tipe V: Dominan autosomal; mutasi pada gen yang mengkode protein-5 transmembran
yang diinduksi interferon (IFITM5); secara histologis menunjukkan tampilan tulang
pipih seperti jaring. Ini muncul dengan derajat keparahan ringan sampai sedang.
Gambaran khusus termasuk sklera normal, tidak adanya keterlibatan gigi, kalsifikasi
membran interoseus terutama lengan bawah yang dapat menyebabkan dislokasi jari-
jari sekunder, kalus hipertrofik dan pita radiodense dekat fisis tulang panjang adalah
karakteristik spesifik dari jenis ini.
Tipe VI: Mutasi yang melibatkan gen SERPINF1; Presentasi histologis yang khas
meliputi tulang pipih dengan pola sisik ikan di bawah mikroskop cahaya terpolarisasi
dan cacat mineralisasi yang parah. Jenis ini muncul dengan manifestasi skeletal sedang
sampai berat, sklera normal, dan tidak adanya keterlibatan gigi.
Cacat khusus termasuk cacat protein terkait tulang rawan (CRTAP) - tipe VII, prolyl
3-hidroksilase (LEPRE1) - tipe VIII dan peptidyl-prolyl cis-trans isomerase B (PPIB)
- tipe IX.
Manifestasi Umum:
Tipe VII: Sedang sampai parah. Terkait dengan rhizomelia dan coxa vara.
Tipe IX: Mirip dengan tipe VII dan VII; namun tidak ada rhizomelia.
Manifestasi Umum:
Tipe X: displasia tulang yang parah, dentinogenesis imperfecta, bula kulit sementara,
sklera biru, stenosis pilorus, dan batu ginjal.
Tipe XI: displasia tulang, kelemahan ligamen, skoliosis, dan platyspondyly. Sklera
normal dan tidak adanya keterlibatan gigi.
Perawatan / Manajemen
Penatalaksanaan bervariasi menurut usia, tingkat keparahan dan status fungsional
pasien.
Penyakit ringan: restriksi halus, hindari olah raga kontak, obati jika ada patah tulang
Penyakit Sedang hingga Berat: rehabilitasi dan intervensi ortopedi, manajemen patah
tulang akut dan skoliosis
Bentuk parah: batang intramedulla dengan osteotomi digunakan untuk memperbaiki
tulang panjang yang bengkok parah
Manajemen medis
Hormon seks, natrium fluorida, kalsium, kalsitonin, magnesium oksida, vitamin C dan
D - dicoba di masa lalu tanpa hasil atau campuran
Bifosfonat (pamidronat intravena, alendronat oral) - telah dibuktikan bermanfaat
(menurunkan risiko patah tulang, meningkatkan kepadatan mineral tulang,
memperbaiki status rawat jalan) melalui kemampuannya untuk mengurangi resorpsi
osteoklastik tulang pada anak-anak dengan OI
c. Polidaktili
Polidaktil
Polidactili merupakan kelainan kongenital dimana terdapat kelainan pada jari
sehingga jumlah jari lebih dari lima. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesalahan pada
duplikasi pada saat organogenesis.Pasien dengan polidactili memiliki jari tambahan
yang kadang tidak berfungsi karena tidak memiliki tendon.
Etiologi
Polidactili ini dpaat bermanifestasi ebagai kelainan tunggal ataupun sebagai suatu
sindrom anomaly kongenital (menyertai penyakit lain).
Beberapa factor yang dapat memengaruhi terjadinya polidaktili adalah
a. Kelainan genetic dan kromosom -> polidactili biasnaya diturunkan secara genetic
(autosomal dominan tapi terkadang juga pada autosomal resesif) sehingga adanya
kelainan genetic pada orang tua dapat memengaruhi ada tidaknya polidactili pada
anaknya
b. Faktor teratogenik -> teratogenik berarti terdapat perkembangan tidak normal dari
sel selama kehamilan yang dapat menyebabkan kerusaka pada embrio sehingga
pembentukan organ organ tidak berlangsung secara sempurna.
KLASIFIKASI
a) Berdasarkan Letak Duplikasi Jari
• Polidaktili postaxia : Jari tambahan didapatkan pada sisi ulnar (paling sering)
• Polidaktili preaxial : Jari tambahan pada sisi radial (lebih jarang dari ulnar)
• Polidaktili sentral : Jari tambahan pada jari telunjuk, tengah, dan jari manis
(sangat jarang)
• Polidaktili campuran : polidaktili ulnar dan radial yang terjadi bersamaan
• Polidaktili silang (crossed polydactyly) : melibatkan tangan dan juga kaki
b) Berdasarkan Kedalaman Perlekatan Jari
• Tipe 1 : jari tambahan melekat pada kulit dan nervus.
• Tipe 2 : jari tambahan dengan bagian normalnya melekat pada tulang atau
sendi.
• Tipe 3 : jari tambahan dengan bagian normalnya berhubungan dengan os
metakarpal tambahan pada tangan.
Gejala
a) Ditemukan sejak lahir.
b) Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki atau keduanya.
c) Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, dapat juga melekat sampai ke
tulang.
d) Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
e) Jari tambahan dapat berupa sepotong jaringan lunak yang dilekatkan oleh sebuah
tangkai kecil (biasanya di sebelah jari kelingking), dapat juga berisi tulang tanpa sendi
maupun dengan sendi, tapi jarang didapatkan yang utuh dan yang bersifat fungsional
Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan dengan cara eksisi dan diindikasikan untuk
memperbaiki kosmetik dan bila ada keluhan kecocokan untuk memakai sepatu (bila
polidaktili terdapat pada kaki). Biasanya operasi dilakukan saa usia pasien lebih dari 1
tahun agar pengaruh pada perkembangan dan gaya jalan minimal. Operasi sebaiknya
ditunda hingga perkembangan tulang (ossifikasi) selesai sehingga memungkinkan
penilaian anatomi yang akurat.
• Pada polidaktili tipe II dan III dengan kaliber yang simetris dan memiliki komponen
tulang, dipillih prosedur Bilhaut Cloquet yang memungkinkan stabilitas sendi karena
mempertahankan ligamentum kolateral ulnar dan radial sendi interphalanx. Komplikasi
prosedur antara lain kekakuan sendi, hipertrofi jaringan parut, deformitas punggung
kuku. Perbaikan nail bed yang cermat dan rekonstruksi ukuran kuku yang serupa untuk
mencegah masalah kecacatan ini. Penting pula untuk memperingatkan pasien akan jari
yang tersisa pasti akan mengalami hipoplasia, yaitu dalam hal lebar dan lingkarannya.
• Untuk polidaktili tipe II, instabilitas sendi sering terjadi karena kelainan berkembang
pada level sendi. Ligamentum kolateral, perlekatan kapsul, dan tendon ekstrinsik dari
jari hipoplastik merupakan struktur esensial untuk menjaga stabilitas sendi. Instabilitas
yang mucul belakangan akibat gangguan pada jaringan lunak yang mengakibatkan
peregangan kronik dan rekonstruksi jaringan lunak yang tidak seimbang. Oleh karena
itu, lebih bai dilakukan over-tensioning pada rekonstruksi jaringan lunak. Namun
penilaian instabilitas sendi (>5% angulasi pada IPJ) sering pula tidak tepat.
• Pada polidaktili tipe III, anomali tidak mencapai IPJ sehingga diharapkan hasil yang
memuaskan setelah dilakukan eksisi sederhana. Meskipun demikian, dilaporkan pula
adanya komplikasi setelah ligasi sederhana pada bifid thumb yaitu deformitas Z ibu
jari (Z thumb deformity), instabilitas sendi,dan deformitas sendi. Namun instabilitas
sendi ini dapat pula berasal dari instabilitas preoperatif. Tarikan eksentrik pada oto-
otot ekstenso pada IPJ mungkin berperan dalam perubahan sekunder dalam kapsul
sendi da ligamentum kolateral. Over-tightening ligament kolateral dan re-alignment
tendon ekstrinsik yang tepat dapat memperbaiki instabilitas sendi. Prosedur Bilhaut-
Cloquet tidak dapat memperbaiki instabilitas sendi pada polidaktiili tipe III akibat
eksisi sederhana, namun bisa pada tipe II.
• Jari tipe II dan IV biasanya berhubungan dengan phalanx proksimal dan kepala
metakarpal yang sangat besar.
• Osteotomi korektif lebih dipilih untuk deformitas angular residual tulang.
• Realignment dengan atau tanpa augmentasi tendon penting untuk mengembalikan
kelurusan aksial dan mencegah deformitas Z karena tarikan tendon yang eksentris.
Pada tipe IV, prosedur yang biasa dilakukan adalah suturing duplicated extensor jari
radial ke ekstensor longus jari ulnar dan melekatkan kembali m. abductor pollicis
brevis dan m. extensor pollicis brevis ke basis phalanx proksimal. Delapan dari sebelas
penderita polidaktili tipe IV mengalami instabilitas sendi, dan tiga
mengalami deformitas sendi.
• Tujuan terapi polidaktili adalah untuk mempertahankan jari yang paling fungsional,
tanpa mengingat apakah berupa bi- atau tri-phalangeal.
d. Sindaktili
Definisi, Malformasi jumlah jari tangan dan/atau jari kaki yang berdekatan karena
gagalnya terpisah selama perkembangan anggota tubuh. Kegagalan pemisahan jari ini
terjadi di bagian sendi metacarpophalangeal. Hubungan antarjari dapat hanya berupa
kulit dan jaringan lunak saja atau bisa juga hubungan tulang-tulang.
Prevalensi
Patofisiologi
Sindaktili muncul pada minggu ke-5 hingga minggu ke-6 gestasi yang disebabkan oleh
gagalnya apoptosis yang memungkinkan terbentuknya komisura dan gagalnya proses
pemisahan jari pada saat proses pembentukan tangan.
1) Genetik
Paparan asap rokok saat hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya sindaktili
Klasifikasi
Tatalaksana
● Kolaboratif
Physical therapy yang dilakukan oleh orangtua yaitu masase pada kulit yang
mengalami sindaktili. Tujuan dari terapi ini adalah untuk meregangkan kulit
agar mudah dalam proses pembedahan.
● Non-bedah
● Bedah
Perencanaan insisi untuk memisahkan simple complete sydactyly (A) Dorsal (B)
Volar. (C) Jari-jari dipisahkan. (D) komusira intedigital. (E) Pemisahan sudah selesai.
Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes
(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti
inversidan adduksi (inverted and adducted). Deformitas CTEV meliputi tiga
persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan
equinus pada ankle joint. Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus,
midfoot cavus, forefoot adduction, dan hindfoot varus.
Etiologi
· Berkurangnya caira amnion sehingga janin rentan terhadap ttrauma dari luar.
· Defek neuromuskular
Patofisiologi
Diagnosis
Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus. Pada kelainan
ini tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam atrofi dan
rigiditas ekstremitas.
Dalam pemeriksaan kita harus menyingkirkan juga apakah kasus yang dihadapi
idiopatik atau nonidiopatik. Pada kasus nonidiopatik akan memiliki prognosis yang
lebih buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. CTEV dengan arthrogryposis,
diastrophic dysplasia, Mobius atau Freeman-Sheldon syndrome, spina bifida dan spinal
dysraphism, serta fetal alcohol syndrome penanganannya hampir pasti meliputi
tindakan operatif. Terkecuali CTEV dengan Down syndrome dan Larsen syndrome,
penanganan seringkali hanya secara nonoperatif
· Fibula memendek
· Talus mengalami rotasi eksternal dan leher talus tertekuk secara medial
plantar
Hampir seluruh ahli bedah Orthopaedi sepakat bahwa terapi non operatif
merupakan pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV yaitu dengan metode
ponseti. Mereka pun setuju semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik hasilnya,
sehingga mencegah terapi operatif lanjutan.
Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan sang
bayi. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri dan
plantigrade. Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle, mempertahankan koreksi
untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak hingga usai masa pertumbuhan.
g.Genu varum
Definisi
Genu varum atau Bow leg kaki O adalah angulasi tulang dimana segmen distal
dari sendi lutut menjauhi garis tengah tubuh. Kondisi orang yang mengalami genu
varum makan lutut akan tampak bengkok membentuk huruf O.
Genu varum dapat dikatakan fisiologis dan patologis. Genu varum fisiologis
adalah kelainan pada sudut lutut kaki yang terjadi pada anak-anak berusia <2 tahun.Hal
ini dapat terjadi oleh karena proses pertumbuhan tulang dan sendi yang belum
sempurna.Genu varus fisiologis normalnya akan membaik dengan sendirinya.
Sedangkan genu varus patologis terjadi bila kondisi kelainan ini menetap seiring
dengan bertambahnya usia anak.
Etiologi
Kondisi genu varus dapat terjadi menyertai beberapa penyakit. Pada anak,
penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum patologis.Namun begitu, pada
anak tersebut harus dievaluasi kemungkinan penyebab lainnya seperti, riketsia,
displasia metafisis, osteokondromatosis, hemihipertofi, hemimelia fibula atau tibia,
displasia epifisis multipel, osteokondrodistrofi, akondroplasia, displasia
fibrosa.Trauma atau infeksi pada fisis atau epifisis dan fraktur metafisis juga dapat
berakibat pada deformitas.
Gejala
- Aak dengan genu varum memiliki postur tubuhyang lebih pendek dibandingkan
dengan tinggi anak seusianya.
- Saat berdiri ataupun berjalan kaki tampak seperti huruf “O”.
- Gangguan titik tumpu berat tubuh terhadap sendi lutut menyebabkan nyeri pada
sendi lutut karena penekanan berlebih, juga dapat terjadi dislokasi patella yang
berulang.
Pemeriksaan Fisik
- Radiologi
Tata Laksana
Tata laksana pada pasien genu varum secara konservatif dilakukan dengan
instabilitas lateral menggunakan brace atau penjepit. Bila terapi konservasional tidak
menimbulkan perbaikan maka dilakukan tindakan pembedahan seperti osteotomi.
h.Genu valgum
Definisi
Genu valgum atau knock knees adalah keadaan dimana lutut saling mendekat
satu sama lain tapi kaki terpisah satu sama lain. Secara klinis dapat ditentukan dengan
metode yang sama dengan metode genu varum, tetapi dengan mengukur jarak diantara
maleolus, yang normalnya kurang dari 7,5 cm. Genu valgum biasanya terjadi pada anka
usia 2 sampai 7 tahun.
Genu valgum adalah istilah latin yang digunakan untuk menggambarkan knock-
knee deformitas. Sementara banyak anak-anak yang sehat memiliki kelainan knock-
knee sebagai sifat yang lewat, beberapa orang mempertahankan atau mengembangkan
kelainan ini sebagai akibat dari gangguan herediter atau keturunan atau penyakit tulang
metabolik (Steven 2013).
Etiologi
Balita berusia 2-6 tahun mungkin memiliki fisiologis yang genu valgum. Untuk
kelompok usia ini, fitur khas termasuk kelemahan ligamen, simetri, dan kurangnya rasa
sakit atau keterbatasan fungsional. Meskipun cacat kadang-mengesankan, tidak ada
perawatan yang diperlukan untuk kondisi pembatasan diri ini. Riwayat alami dari
kondisi ini adalah tumor jinak. Oleh karena itu, orang tua hanya perlu dididik mengenai
apa yang akan terjadi dan kapan.
Patofisiologi
Pada genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi
beban pada femur dan tibia lateral serta menghambat pertumbuhan. Tidak hanya
pertumbuhan fisis terhambat, tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann, tekanan
berkelanjutan atau berlebih pada epifisis memberi efek inhibisi terhadap pertumbuhan.
Akibatnya, pertumbuhan kondilus lateral femur secara keseluruhan ditekan, sehingga
sulkus femoral menjadi dangkal dan patela cenderung untuk miring.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Anak harus diperhatikan cara berjalannya, dengan perhatian tertuju pada lutut ketika
fase melangkah untuk menentukan adanya pembentukan sudut ke lateral (lateral
thrust) atau medial (medial thrust). Anak dengan varum atau valgum fisiologis pada
lutut umumnya tidak terjadi pembentukan sudut. Namun pada kondisi patologis,
pembentukan sudut biasanya menunjukkan kelemahan ligamen lutut yang bisa
meningkatkan potensi untuk bertambahnya keparahan deformitas. Pada posisi
prone/supinasi dapat dinilai rotasi pinggul interna dan eksterna (torsi femoral) dan
aksis paha-kaki (torsi tibia). Pada pemeriksaan fisik, diperiksa juga adanya diskrepansi
panjang ekstremitas dengan pengukuran true length dan apparent length.
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Radiografi
Plain radiography merupakan satu prosedur diagnostik utama yang diperlukan dalam
berbagai kasus terutama pada kasus deformitas bentuk tulang. Gold standart
pemeriksaan ini adalah full-length anteroposterior (AP) ekstremitas bawah. Indikasi
pemeriksaan ini dilakukan jika anak memiliki tinggi badan di bawah persentil 25
(berdasarkan kurva tinggi badan terhadap umur). Pemeriksaan radiologis dilakukan
dengan mengambil foto antero-posterior (AP) paha hingga pergelangan kaki untuk
kedua ekstremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis anatomik dari ekstremitas bawah
diukur untuk penentuan diagnosis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pengukuran
aksis mekanikal (aksis yang digambar dari tengah kepala femur hingga pada
pertengahan dari sendi pergelangan kaki). Pada kondisi normal garis ini akan tepat
membagi dua dari sendi pergelangan kaki atau masih berada pada 50% bagian tengah
dari sendi pergelangan kaki.
Genu valgum didefinisikan sebagai deviasi lateral dari aksis atau deviasi diluar dari
margin sendi kruris. Deformitas mungkin terjadi pada femur, tibia, atau keduanya.
Sudut normal dari femoralis distal (LDFA) adalah 84° (6° dari valgus), dan sudut
proksimal tibial medial (PMTA) adalah 87° (3° dari varus).
4. Temuan histologis
Tergantung pada etiologi yang mendasari genu varum, epifisis, physeal, atau kelainan
histologis metafisis mungkin ada, serta kepadatan tulang dapat berkurang. Namun,
biopsi tulang jarang diperlukan atau membantu. Prosedur invasif tersebut dapat
memiliki efek buruk pada pertumbuhan physeal dan hasil pengobatan.
Tata Laksana
Genu valgum fisiologi (biasanya terjadi pada usia < 2 tahun) biasanya akan membaik
secara spontan dan penatalaksanaan hanya berupa observasi. Perlu diinformasikan
kepada orang tua pasien perkembangan yang diharapkan dan komunikasikan
penemuan dan rekomendasi kepada dokter keluarga. Observasi berkelanjutan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan anak secara berkala. Jika alignment tulang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, anak dapat kembali dievaluasi.
Anak dengan kondisi yang patologis harus dievaluasi lebih lanjut. Setelah diagnosis
diputuskan, penatalaksanaan terdiri dari observasi dengan pemeriksaan klinis dan
radiografi berulang, orthosis, serta berbagai tindakan bedah seperti realignment
osteotomy, hemiepiphyseodesis, dan lainnya.
i.Pes planus
Definisi
Flat feet, disebut juga pes planus atau fallen arches, mengacu pada suatu kondisi medis
di mana lengkungan kaki rata atau datar. Seluruh bagian telapak kaki menempel atau
hampir menempel pada tanah.Flat feet atau flat foot adalah suatu keadaan dimana
sudah tidak ada sehingga menjadi datar.Pada kaki yang normal, terdapat ligamen yang
berfungsi menarik sehingga telapak kaki cekung.Bagian itu bekerja meredam gerakan
ketika berjalan. Akibatfungsi ligament yg memburuk, orang yang flat feet ini tidak
bisa berjalan lama, cepat merasa letih, dan sakit pada kakinya.
Etiologi
Umumnya flat feet adalah kelainan yang diturunkan dari generasi ke generasi,
misalnya dari ayah ke anaknya.Pada banyak kasus, flat feet juga disebabkan oleh
masalah biomekanis pada kaki. Ini berakibat pada cara berjalan yang abnormal karena
berubahnya otot-otot dan sendi-sendi kaki sehingga merusak ke bagian dalam kaki.
Tendon yang cedera juga dapatmenyebabkan flat feet. Selain itu, cerebral palsy
(penyakit saraf) dan kelainan otot juga dapat menyebabkan kondisi flat-feet.
Ada beberapa tipe kaki datar, antara lain:
Kondisi ini dapat berkembang pada orang dewasa sebagai perkembangan dari
kaki datar fleksibel.Karena sendi mengalami rematik maka sendi pun berkembang
menjadi kaki datar yang kaku.Rigid flat feet adalah tipe kaki datar yang paling langka
dan merupakan sebuah temuan yang signifikan. Dalam kondisi ini, seseorang tidak
memiliki lengkungan sama sekali, baik ketika dalam posisi menahan beban ataupun
tidak. Kondisi ini mungkin menandakan adanya kelainan tulang, kelainan genetik
sejak lahir, kondisi neurologis, ketidakseimbangan otot, penggabungan sendi (di mana
dua tulang menyatu) atau cedera otot (terkait trauma atau penggunaan otot
berlebihan).Rigid flat feet menimbulkan kaku yang sangat tidak fleksibel.
Manifestasi Klinis
• Kaki datar atau seperti kaki kursi goyang (cembung) Hal ini dapat diketahui
dengan:
Penderita disuruh menginjak keset basah, lalu berjalan kaki di lantai kering.Jika
tapaknya ada lengkungan di tengah (kosong), artinyanormal. Namun bila gambar
kakinya basah semua, artinya flat feet.
digunakan untuk mengevaluasi uncoverage kepala talar sekunder untuk deviasi lateral
navicular.Sebagai peritalar meningkat subluksasi lateral, sudut talonavicular dan
tulang navicular, masing sudut meningkat.AP standing foot projection pergelangan
kaki dievaluasi untuk bukti kemiringan talar valgus dengan subluksasi resultan,
arthrosis, atau keduanya.Pandangan pergelangan kaki sangat penting pada pasien
yang telah diperbaiki valgus hindfoot.
Terapi
A. Konservatif
Perangkat medis yang terbuat dari cetakan kaki tanpa diberi beban (plester
gips). Alat ini dirancang untuk mengontrol penyelarasan dan fungsi kaki dan anggota
tubuh bagian bawah dan digunakan untuk membatasi gerakan seperti pronasi
berlebihan.Orthotic tidak hanya bekerja dengan prinsip untuk menopang
lengkungan.Orthotic juga meluruskan kembali struktur kaki dan kaki untuk
mencegah kelainan struktur tulang serta otot, tendon, dan kelelahan ligamen.Penting
untuk memastikan alat ini berfungsi dengan baik untuk memfasilitasi fungsi
kaki.Alat ini bekerja untuk meningkatkan efisiensi biomekanisme dalam interaksi
antara kaki dengan tanah.Orthotic dirancang dengan standar yang tepat,
menggunakan teknologi terbaru dalam biomekanik dan dibuat khusus untuk kaki
Anda, berdasarkan biomekanik dan morfologi kaki Anda.Perangkat ini bertujuan
untuk mengontrol gerakan sendi dengan tepat, memfasilitasi dan meningkatkan
gerakan pada sendi tertentu sementara membatasi gerakan sendi yang lain, dengan
tujuan keseluruhan untuk mempersiapkan kaki untuk keselarasan kaki yang optimal
dan memfungsikan setiap tahap dari siklus berjalan. Keselarasan kaki yang optimal
juga akan membantu terciptanya keselarasan tubuh bagian bawah dan panggul yang
tepat. Dengan berpijaknya kaki Anda pada orthotic yang didesain dengan tepat, maka
akan dengan mudah dan konsisten membantu posisi yang benar (atau setidaknya
posisi yang lebih baik) untuk berjalan, berlari, dan berdiri. Karena kaki Anda
sekarang berfungsi lebih efisien, rasa sakit akibat ketegangan otot dan titik tekanan
pun akan teratasi, dan perkembangan deformitas dapat ditunda atau dihentikan
2.Latihan-latihan untuk memperkuat otot kaki.
3.Modifikasi aktivitas
B. Operatif
Pes cavus -> adalah kelainan dmn kaki tidak mempunyai lengkungan yg tinggi, dan
tetap seperti itu walaupun diberi beban. posisi spt ini bisa menyebabkan peningkatan
beban pada metatarsal dan menyebabkan metatarsalgia.
Pes cavus bisa menjadi tanda2 adanya defisit neurologis = spino-cerebellar ataxia and
hereditary peripheral neuropathies.
Penyebab = 50% pes cavus disebabkan oleh charcot marie tooth disease (CMT).
CMT = penyakit peripheral neuropati -> kelemahan otot. mayoritas bermula dari
kaki, bbro dari tangan.50% sisanya = pemendekan tendon achilles, residu dari
penyakit clubfoot, malformasi tulang.
Tipe pes cavus
1. pes cavovarus
2. pes calcaneovarus
3. pes cavus
Tata Laksana dapat dilakukan dengan olahraga ringan utk m. gastrocnemius/ soft
tissue surgery
k.Gigantisme lokal
Macrodactyly adalah kelainan kongenital yang sangat langka yang
menyebabkan pertumbuhan berlebih statis atau progresif. Pertumbuhan berlebih ini
dapat melibatkan satu digit atau seluruh ekstremitas. Macrodactyly bisa menjadi
fenomena yang terisolasi atau bagian dari sindrom Kadang-kadang dalam literatur,
istilah megalodactyly, gigantism, macrodystrophia lipomatosa, dactylomegaly,
gargantuan, dan macrodactylia fibrolipomatosis.
Jenis macrodactyly yang paling umum adalah Flatt tipe I, macrodactyly
berorientasi wilayah saraf (NTOM), atau hamartoma lipofibromatous. mendominasi
pria 3: 2. Sembilan puluh persen dari waktunya adalah sepihak dan tidak ada bukti
warisan keluarga. Jenis macrodactyly ini disebabkan oleh mutasi genetik spontan yang
menyebabkan aktivasi somatik jalur pensinyalan sel P13K / AKT.
Karakteristik :
Pemeriksaan :
•Bedakan bahwa pembesaran digital ini bukan merupakan kelompok syndrome tertentu
•The enlargement of the nerve and surrounding fat places the child at high risk for
compressive neuropathies at the carpal, cubital, and/or radial tunnel
Management :
l. Achondroplasia
Definisi
Achondroplasia adalah displasia rhzomelic yang ditandai dengan pemendekan
tulang ekstremitas bagian proksimal. Achondroplasia adalah penyebab utama dari
tubuh kerdil atau dwarfisme. Pada kejadian achondroplasia bagian kepala dan sebagian
batang tubuh tumbuh secara normal tetapi pertumbuhan terhambat pada ekstremitas.
Insidensi
Achondroplasia adalah penyakit displasia tulang yang sering dijumpai
Etiologi
Mutasi genetik pada kromosom 4 khususnya gen FGFR3 yang menyebabkan
lambatnya pertumbuhan tulang. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan.
Manifestasi Klinis
- Macrocephaly
- Frontal bossing
- Very short
- Lambatnya tumbuh kembang saat masa kanak-kanak
- Kecerdasan normal
Diagnosis
- Pemeriksaan fisik
- X-Ray
Patofisiologi
Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi molekular Duchenne tidak selalu berhubungan dengan
ukuran delesi pada gen dystropin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis dystropin.
Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi
penghentian prematur codon dan sintesis dystropin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal.
Gambaran Klinis
1. Gejala secara klinis baru dapat dilihat setelah pasien berumur 3 tahun atau lebih.
Anak mulai berjalan lebih lambat dan sering terjatuh daripada anak normal.
2. Waddling gait
3. Gower sign
Yaitu suatu tanda pada pasien yang mengindikasikan adanya kelemahan otot
tungkai bawah. Ditandai dengan cara berjalan pasien meliputi prone position, bear
position dan upright position. Prone position yaitu pasien mulai berdiri dengan
cara kedua lengan dan lutut menyangga badan. Bear position yaitu kedua lutut
diluruskan. Dan upright position yaitu tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua
lengan yang berpegangan pada kedua lutut dan paha untuk berdiri tegak
4. Pasien biasanya kesulitan naik tangga dan menggunakan kedua tangan untuk naik
tangga
Pemeriksaan Penunjang
● Analisis DNA darah dengan PCR untuk mengetaui delesi pada gen distrofin
● Biopsi
Tata Laksana
Belum ada terapi efektif untuk DMD. Terapi hanya untuk menghambat progresifitas.
Meliputi :
● Medikamentosa
● Fisioterapi
● Ventilasi
n.Spina Bifida
Pada spina bifida dijumpai kegagalan pada penutupan arkus vertebra dan
lamina posterior pada satu atau beberapa level. Adanya bagian yang terbuka pada
vertebra, yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis, terjadi akibat jaringan yang
membentuk pipa neural tidak menutup atau tidak tertutup secara sempurna. Tidak ada
kelainan medulla spinalis maupun meninges. Keadaan ini ditandai oleh tonjolan
meningen saja (meningokel) atau tonjolan meningen bersama jaringan saraf
(myelomeningokel).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung
vertebra posterior. Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan
tidak mengancam penderita. Myelomeningokel merupakan bentuk disrafisme spinal
terberat. 75% kasus myelomeningokel terjadi pada daerah lumbosakral. Luas dan
tingkat defisit neurologis tergantung pada lokasi myelomeningokel.
Gejala spina bifida bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis.
Spina bifida ("tulang belakang terbelah") adalah cacat lahir jika ada penutupan
tulang punggung dan selaput di sekitar tulang belakang yang tidak sempurna tali. Ada
tiga jenis utama: spina bifida occulta, meningocele, dan myelomeningocele. Lokasi
paling umum adalah punggung bawah, tetapi dalam kasus yang jarang terjadi mungkin
di punggung atau leher tengah. Spina bifida adalah penyakit dikategorikan sebagai
disrafisme, atau rachischisis, yang merupakan kelainan dari fusi struktur midlin
punggung dari tabung saraf primitif, suatu proses yang terjadi selama 3 minggu
pertama kehidupan pascakonsepsi. Lain penyakit dalam kategori yang sama adalah
meningocele dan encephaloceles. Faktor eksogen dianggap bekerja dalam banyak
kasus tetapi ada adalah bentuk genetik. Bentuk paling ekstrim adalah anencephaly; ini
ditandai dengan tidak adanya seluruh tengkorak saat lahir, dan Otak yang belum
berkembang terletak di dasar tengkorak, sebuah massa pembuluh darah kecil tanpa
struktur saraf yang dapat dikenali.
Kelainan penutupan lengkung vertebra sering ditemukan. Ini berbentuk spina
bifida occulta, meningocele, dan meningomielokel pada lumbosakral atau daerah lain.
Di spina bifida okulta, tali pusat tetap berada di dalam kanal dan tidak ada kantung
eksternal, meskipun lipoma subkutan atau lesung pipit atau gumpalan rambut di kulit
di atasnya bisa menandai lokasi lesi. Pada meningokel, terdapat a penonjolan hanya
dura dan arachnoid melalui cacat di lamina vertebral, membentuk pembengkakan kistik
biasanya di lumbosakral wilayah; kabelnya tetap berada di kanal. Pada
meningomyelocele, yang 10 kali lebih sering dari meningocele, tali pusat (lebih sering
cauda equina) juga diekstrusi dan diterapkan erat pada fundus pembengkakan kistik.
Peristiwa jaringan otak dan penutupnya melalui Cacat garis tengah yang tidak terpakai
di tengkorak disebut encephalocele.
Perawatan untuk spina bifida ditentukan oleh tingkat keparahan kondisi.
Beberapa kondisi tidak memerlukan perawatan sama sekali. Setelah kelahiran
pembedahan adalah pengobatan untuk meningokel dan mielomeningokel, biasanya
dilakukan 24 sampai 48 jam setelah bayi lahir. Operasi sedini mungkin membantu
mengurangi risiko infeksi yang bisa terjadi saat saraf tulang belakang terekspos. Selain
itu, ini membantu meminimalkan kerusakan tambahan pada tulang belakang.
Selama prosedur pascakelahiran ini, ahli bedah saraf menempatkan tulang
belakang tali pusat kembali ke tubuh bayi dan menutupinya dengan otot dan kulit.
Selama operasi prenatal, yang dilakukan sebelum minggu ke-26 kehamilan, ahli bedah
membuka rahim ibu, membuka rahim, dan memperbaiki cacat saraf. Operasi prenatal
dapat memperbaiki cacat spina bifida saat masih hamil, mengurangi komplikasi lebih
lanjut setelah melahirkan.
o.Skoliosis
• tanpa kompensasi - jika hemivertebra diletakkan pada jarak lebih dari 6 vertebra
yang menyebabkan skoliosis kongenital ganda.
Etiologi
Sampai saat ini belum ada penyebab pasti dari skoliosis kongenital. Kerentanan
beberapa cacat genetik, poligenik, terlihat jelas karena adanya sejumlah cacat yang
terkait dengan sebagian besar skoliosis bawaan dan kelangkaan adanya cacat yang
unik.
Ada serangkaian faktor yang mungkin mendukung produksi anomali kongenital ini.
Paparan karbon monoksida dalam periode pembentukan somit dapat menyebabkan
cacat ini. Faktor predisposisi lain mungkin hipoksia janin baik dari kondisi ibu, janin
atau plasenta. Ada juga beberapa faktor pendorong lain yang dijelaskan seperti diabetes
gestasional, asupan antiepilepsi, keadaan demam yang berkepanjangan pada wanita
hamil atau paparan janin pada suhu yang lebih tinggi dari biasanya.
Anomali terkait
kongenital berhubungan dengan 35% pasien dengan malformasi neurologis lain yang
berkaitan dengan sistem saraf dan lapisannya. Yang paling sering dijumpai adalah
diastematomyelia, malformasi Chiari, lipoma intradural dan tali pusat.
kongenital ditemukan pada 25% pasien skoliosis kongenital. Anomali parah seperti
tetralogi Fallot atau transposisi pembuluh darah besar memerlukan pembedahan
sebelum pendekatan bedah tulang belakang [7].
urologi ditemukan pada 20% kasus. Anomali yang terkait dengan skoliosis kongenital
ini adalah ginjal tapal kuda, refluks vesikoureteral, atau hipospadia. Kami mungkin
mengalami hernia inguinalis, yang biasanya berukuran besar, membutuhkan
pembedahan juga (Gbr. 3).
• Anomali muskuloskeletal
Malformasi ini, terdeteksi secara klinis dan imajiner, biasanya diobati setelah operasi
skoliosis. Mereka termasuk penyakit Sprengel, sindrom Klippel-Feil [8], hipoplasia
femoralis kongenital atau displasia asetabular.
Pemeriksaan Penunjang
• Foto polos, frontal dan lateral, mewakili pemeriksaan penunjang yang biasa
digunakan untuk mendiagnosis skoliosis kongenital dan untuk mengevaluasi evolusi
spontan, selama penyangga pra operasi dan setelah operasi. Evaluasi bertujuan untuk
mengukur sudut kurva dengan metode Cobb atau Fergusson dan untuk mengapresiasi
deformitas secara spasial. Ujian berulang memungkinkan penghitungan kurva untuk
membandingkan hasil dari metode perawatan yang berbeda.
Tata Laksana
Adanya kelainan bentuk skoliotik saat lahir adalah tanda prognosis yang lebih
buruk dan membutuhkan pengobatan yang dimulai pada hari-hari pertama kehidupan.
Tidak semua skoliosis membutuhkan penyangga atau pembedahan. 25% dari mereka
menunjukkan tingkat perkembangan yang rendah atau cacat kompensasi pembentukan.
Deformitas ini harus dievaluasi secara berkala dan biasanya tidak memerlukan
pembedahan. Sekitar 75% skoliosis bawaan memerlukan pembedahan. Pembedahan
diindikasikan pada usia 1-4 tahun.
- Fusi in situ
Prosedur ini, meskipun merupakan teknik yang aman, memberikan indikasi tertentu
karena kemungkinan koreksi terbatas. Hal ini diindikasikan pada skoliosis progresif
dengan kelainan bentuk minimal pada waktu operasi, tidak lebih dari 25 °, dengan area
terbatas tidak lebih dari 5 ruas tulang belakang. Ini dapat dianggap sebagai tindakan
profilaksis dalam kasus skoliosis progresi tingkat tinggi dengan hemivertebra
tersegmentasi penuh. Jenis arthrodesis ini secara tidak signifikan membatasi
pertumbuhan panjang tulang belakang dan dapat digunakan sebagai prosedur elektif
pada anak-anak dengan rentang usia 1 sampai 4 tahun.
Deformitas yang ada dikoreksi secara perlahan dan hasilnya efisien jika potensi
pertumbuhan dinilai dengan benar dengan CT-scan atau MRI. in situ Fusidapat
dilakukan dengan pendekatan anterior terbuka, dengan torakoskopi atau dengan
pendekatan posterior terbuka melalui pedikel. Biasanya, ahli bedah memilih salah satu
opsi ini tergantung pada pengalamannya dan lokasi kelainan bentuk.
- Hemiepiphysiodesis cembung
Hasil terbaik dicapai jika prosedur dilakukan pada anak dengan rentang usia 1
hingga 4 tahun. Secara keseluruhan, dalam jangka panjang, sama seperti untuk in situ
fusi, batas koreksi hingga 20-25 °. Argumen tentang indikasinya ada dalam literatur
karena fakta bahwa hasil yang diharapkan tidak diperoleh. Pendapat kami adalah
bahwa kami dapat memperoleh hasil yang baik jika kurva kurang dari 30 °, jika
dikaitkan dengan fusi posterior, tingkat progresif sebelum operasi konstan 8-10 ° per
tahun dan malformasi menjadi vertebra yang tersegmentasi penuh. Pendekatannya
adalah melalui torakotomi atau abdomino-torakotomi pada sisi cembung tergantung
pada tingkat malformasi.
- Eksisi hemivertebra
Ini adalah metode pengobatan terbaik dibandingkan dengan fusi in situ dan
hemiepiphysiodesis. Efisiensi maksimal didapat jika dilakukan pada usia 1-4 tahun,
saat hemivertebra memiliki posisi toraks, lumbal atau lumbo-sakral dan terdapat
ketidakseimbangan batang tubuh. Eksisi dapat dilakukan dengan pendekatan anterior
atau posterior . Pendekatan posterior diindikasikan dalam kasus reseksi terisolasi.
Pendekatan simultan posterior dan anterior memungkinkan eksisi lengkap dari disk
yang berdekatan dari hemivertebra dengan eksposur melingkar. Hal ini memungkinkan
visibilitas total saat memotong hemibodi dan pedikel. Pendekatan semacam ini
membutuhkan reposisi pasien selama operasi. Kami lebih memilih pendekatan yang
berurutan selama prosedur pembedahan yang sama dengan memutar pasien di bidang
steril yang sama, selanjutnya menggunakan instrumen tulang belakang setelah eksisi
hemivertebral. Selama 1998 dan 2006 kami mempraktikkan 23 prosedur dengan
koreksi sedang 64% (rata-rata 41 ° sebelum operasi hingga rata-rata 16 ° pasca operasi)
. Evolusi dalam waktu deformitas telah terjadi sekitar 3-4 ° per tahun, membutuhkan
konversi instrumentasi anterior ke posterior saat pubertas untuk menstabilkan tulang
belakang.
Eksisi posterior hemivertebra memastikan hasil yang sangat baik. Metode ini
paling baik untuk hemivertebra yang terletak di persimpangan torakolumbal dan
disertai dengan kifosis .
p. Kifosis
Definisi
Kifosis adalah kelainan di lengkungan tulang belakang yang membuat
punggung bagian atas terlihat membulat atau bengkok tidak normal. Setiap orang
memiliki tulang belakang yang melengkung, pada kisaran 25 sampai 45 derajat. Akan
tetapi pada penderita kifosis, kelengkungan tulang belakang bisa mencapai 50 derajat
atau lebih. Kondisi tersebut membuat orang menjadi bungkuk.
Gejala
• Sakit pada leher dan punggung.
• Pada kifosis berat akan terjadi sesak nafas karena paru-paru tidak dapat
mengembang sempurna.
• Postur tubuh yang membungkuk ke depan.
• Nyeri tulang belakang
• Kelelahan
Etiologi
❖ Berdasarkan penyebabnya, kifosis dibedakan menjadi tiga, yaitu :
• Postural Kyphosis
Postural kyphosis biasanya disebabkan oleh postur tubuh yang salah, misalnya
karena bersandar di kursi dengan posisi yang terlalu membungkuk, atau akibat
membawa tas sekolah yang terlalu berat.
• Scheuermann’s Kyphosis
Scheurmann’s kyphosis terjadi ketika tulang belakang mengalami kelainan
pada perkembangannya. Kifosis ini terjadi sebelum masa puber, dan lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Umumnya, lengkungan pada kifosis
ini kaku dan memburuk seiring pertumbuhan, sehingga membuat penderitanya tidak
bisa berdiri lurus.
• Congenital Kyphosis
Kifosis jenis ini terjadi akibat kelainan perkembangan tulang belakang saat
masih di dalam kandungan. Kelainan bisa terjadi pada satu atau lebih tulang belakang,
dan dapat memburuk seiring pertumbuhan anak. Belum diketahui apa yang
menyebabkan congenital kyphosis, namun kondisi ini diduga terkait dengan kelainan
gen. Dugaan tersebut muncul karena pada beberapa kasus, kondisi ini dialami anak dari
keluarga dengan riwayat congenital kyphosis.
Pemeriksaan Penunjang
- Neurological functions test. Meskipun perubahan neurologis yang menyertai
kifosis jarang, dapat diperiksa untuk mereka dengan mencari kelemahan,
perubahan sensasi kelumpuhan di bawah kifosis tersebut.
- Spinal imaging tests. mengambil X-ray untuk mengkonfirmasi kifosis,
menentukan tingkat kelengkungan dan mendeteksi setiap kelainan bentuk
tulang, yang membantu mengidentifikasi jenis kifosis.
- MRI tulang belakang mencurigai adanya tumor atau infeksi.
- Tes fungsi paru, menggunakan tes menilai setiap kesulitan bernapas yang
disebabkan oleh Kifosis tersebut.
Tatalaksana
Penatalaksanaan bergantung pada tingkat keparahan kifosis. Pada kifosis ringan
mungkin hanya diperlukan terapi Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi, sedangkan pada
kiposis berat akan membutuhkan ortese khusus (Brace) yang membantu meluruskan
kembali posisi tulang belakang atau penderita tidur dengan alas tidur yang kaku / keras.
Pada kifosis ekstrem seringkali dibutuhkan tindakan bedah. Kasus yang ringan
dan non-progresif bisa diatasi dengan menurunkan berat badan (sehingga ketegangan
pada punggung berkurang) dan menghindari aktivitas berat. Jika keadaan semakin
memburuk, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki kelainan pada
tulang belakang.
Komplikasi
- Gangguan pernapasan : Pada kasus yang parah, kifosis dapat menekan paru-
paru dan menyebabkan penderitanya menjadi sesak napas.
- Gangguan pencernaan : Kifosis parah dapat menekan saluran pencernaan dan
memicu masalah, seperti sulit menelan.
- Gerak tubuh yang terbatas : Kifosis dapat menyebabkan penderitanya sulit
berjalan, bangkit dari kursi, atau menengadahkan kepala. Tulang punggung
yang melengkung juga dapat menimbulkan nyeri bila penderita berbaring.
- Penampilan tubuh yang tidak menarik : Kifosis membuat penderitanya terlihat
tidak menarik, karena bungkuk atau karena memakai penyangga punggung
untuk memperbaiki kondisinya. Pada keadaan ekstrim bisa menimbulkan
pengucilan dari lingkungan sosial.
Pencegahan
• Duduk dengan posisi yang benar
• Hilangkan kebiasaan bertopang dagu
• Berolahraga teratur
• Diet cukup vitamin D dan kalsium
q.Lordosis
Patofisiologi
Beberapa peneliti telah memeriksa sudut lordosis pada anak usia dini, dengan
Reichmann dan Lewin sebagai pengecualian. Mereka menemukan bahwa sudut
lordosis meningkat selama 3 tahun pertama kehidupan, mengklaim bahwa pada usia 3
tahun, tulang belakang anak mencapai sudut lordosis seperti orang dewasa. Peneliti
lain, bagaimanapun, menemukan bahwa sudut lordosis terus meningkat selama masa
kanak-kanak dan pubertas bahkan sampai usia 20. Misalnya, Cil et al. menunjukkan
peningkatan sudut lordosis dari 44,3 pada 3 menjadi 6 tahun menjadi 54,6 pada 13
hingga 15 tahun. Dapat disimpulkan bahwa lordosis lumbal mulai berkembang pada
janin. Peningkatan besar sudut lordosis terjadi selama 3 tahun pertama kehidupan dan
terus meningkat setidaknya sampai pubertas.
Daftar Pustaka
HALL, J. E., & GUYTON, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical
physiology. Philadelphia, PA, Saunders Elsevier.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson.1998. Patofisiologi Konsep Klinis
ProsesPenyakit.Edisi4.Jakarta : EGC.Helmi, Noor Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Sarwark, JS., & LaBella, CR. (2014). Pediatric Orthopaedics and Sports Injuries: A
Quick Reference Guide, 2nd Edition. American Academy of Pediatrics.
Schunke, Michael. 2013. Prometheus Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Sistem Gerak. Edisi Ketiga. Chicago: Elsevier Saunders. Jakarta: EGC.