BLOK 5
Disusun Oleh
Kelompok 11
Ramadhani 04101001114
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Tim
Penyusun
SKENARIO
Ny. Dina 25 tahun dan Tn. Sahid 27 tahun berasal dari suku Melayu
memiliki seorang anak bernama Nina usia 5 tahun yang didiagnosis oleh dokter
spesialis anak menderita thalasemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah tepi dan analisis hemoglobin dan setiap 20 hari sekali harus
menjalani transfusi darah. Atas anjuran bagian Obgyn (obstetri dan ginekologi)
RSMH mereka datang ke Klinik Genetika FK Unsri untuk konsultasi karena ingin
mempunyai anak lagi yang diharapkan tidak menderita thalasemia.
Di klinik Genetika, dilakukan pengambilan darah vena Ny. Dina dan Tn.
Sahid serta darah vena Nina. Hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA
didapatkan:
1. Ny. Dina
– Morfologi RBC: hipokrom mikrositik, anisopoikilositosis, cukup
sering ditemukan Sel Target, tear drops dan sferosit.
– Analisis DNA: heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon
26 dari GAG (glutamat) menjadi AAG (lisin).
1. Tn. Sahid
– Morfologi RBC: sangat anisopoikilositosis, cukup sering ditemukan
Sel Target, tear drops dan ovalocytosis dan stomatocyte.
– Analisis DNA: heterozigot mutasi Gen Globin Beta Kodon 41-42
berupa delesi TTCT dan heterozigot mutasi Southeast Asian
Ovalocytosis berupa delesi 27 bp gen AE-1.
1. Nina
– Morfologi RBC: sebagian hipokrom mikrositik, anisopoikilositosis,
cukup sering ditemukan Sel Target dan stomatocytes.
– Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon
26 dari GAG (glutamat) menjadi AAG (lisin) dan Heterozigot mutasi
Gen Globin Beta Kodon 41-42 berupa delesi TTCT.
A. Klarifikasi Istilah
A. Identifikasi Masalah
1. Ny. Dina dan Tn. Sahid berasal dari suku Melayu memiliki seorang
anak bernama Nina yang didiagnosis menderita thalasemia
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi dan
analisis hemoglobin.
2. Nina, usia 5 tahun setiap 20 hari sekali harus menjalani transfusi darah.
3. Tn. Sahid dan Ny. Dina ingin mempunyai anak lagi yang diharapkan
tidak menderita thalasemia dan mereka datang ke klinik Genetika FK
Unsri.
4. Hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA dari Ny. Dina, Tn. Sahid
dan Nina.
Main Problem : Ny. Dina dan Tn. Sahid berasal dari suku Melayu
memiliki seorang anak bernama Nina yang didiagnosis menderita
thalasemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
tepi dan analisis hemoglobin.
A. Analisis Masalah
1. a. Apa yang dimaksud dengan thalasemia?
b. Apa ciri-ciri fisik dari thalasemia?
c. Apa saja jenis-jenis thalasemia?
d. Apa etiologi dari thalasemia?
e. Bagaimana proses pemeriksaan darah tepi dan analisis hemoglobin ?
f. Apa hubungan antara suku Melayu dan penyakit thalasemia?
g. Bagaimana menegakkan diagnosis untuk memastikan thalasemia?
h. Bagaimana prognosis pada thalasemia?
2. a. Bagaimana perbedaan siklus sel darah merah yang normal dan pada
penderita thalasemia?
c. Apa dampak yang terjadi jika transfusi darah tidak dilakukan setiap
20 hari sekali?
d. Apa upaya yang bisa dilakukan agar Tn. Sahid dan Ny. Dina bisa
memiliki anak yang normal?
Blood Samples
DNA extraction
Electrophoresis
Visualization
Analysis
Result
Riwayat
Selanjutnya kopi urutan DNA penyakit dengan elektroforesis
akan dikarakterisasi
untuk melihat pola pitanya.
(Ras, Darihidup,
riwayat sana, dilihat satu-persatu
usia awal padapertumbuhan)
penyakit, kromosom 11 dan
16, apakah ada gen penyebab thalasemia ataukah tidak.
Elektroforesis hemoglobin
g.
c. Jika tidak dilakukan transfusi setiap 20 hari sekali, maka kadar Hb akan
berkurang, diikuti dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi yang berakibat
pada menurunnya metabolisme pada sel. Kemudian terjadi perubahan
pembentukan ATP, sehingga energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah
kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan
intoleransi aktivitas. Selain itu, akan terjadi kompensasi tubuh untuk
membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
3. a. Pedigree
b. Seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan
dengan thalassemia. Seorang konselor juga dituntut untuk dapat bersikap
simpatik, tidak terkesan menggurui apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu
komunikasi dan hubungan batin yang baik antara konselor dengan yang
dikonseling. Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak
dan selengkap mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita
atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor.
Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya
terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi
yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang
klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan
3. Sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor
tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-kira tidak mungkin
terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.
4. a. Ny. Dina:
1. Adanya hipokrom mikrositik menandakan bahwa Ny. Dina mengalami
defisiensi pd Hb (anemia) dan kadar MCV dan MCH dibawah normal
(defisiensi zat besi)
2. Anisopoikilositosis menunjukkan adanya gejala anemia
3. Cukup sering ditemukan sel target menandakan adanya
kelainan/gangguan pada susunan rantai polipeptida
4. Cukup sering ditemukan tear drops menunjukkan adanya tanda-tanda
menderita Thalasemia
5. Cukup sering ditemukan spherosit menunjukkan adanya kelainan pada
bentuk membran sel darah merah (adanya indikasi anemia)
6. Analisis DNA : menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena
terjadinya mutasi pada gen globin beta kodon 26. Ini menunjukkan bahwa
Ny. Dina menderita penyakit heterozigot Hb E, jadi bila terdapat
symptom hanya akan menunjukkan symptom yang ringan saja
Hubungan: Hasil analisis pada DNA menjelaskan lebih terperinci kelainan yang
ada pada Ny. Dina, jadi intinya hasil analisis DNA ini adalah penguat dari
pemeriksaan Morfologi RBC yang menunjukkan bahwa Ny. Dina juga memiliki
anemia,
Tn. Sahid:
Dilihat dari morfoligi RBC Tn. Sahid, yaitu anisopoikilositosis, sel target, tear
drops, dan ovalocytocytosis. Dan analisis DNA : Heterozigot muatasi gen globin
globin betaq kodon 41-42 beupa delesi TTCT dan heterozigot SAO berupa delesi
27 bp gen AE-1. Tn. Sahid menderita thalassemia beta intermedia, karena
morfologi RBC T.B.I mirip dengan thallasemia mayor.
Pada penderita thalasemia ciri-ciri dari morfologi sel darah merahnya akan
berwarna pucat dan lebih kecil dari yang normal, kemudian akan ditemukan sel
target dan adanya ovalocytosis.
Sedangkan pada hasil lab Tn. Sahid ditemukan ketiga-tiganya, jadi Tn. Sahid juga
terkena thalasemia.
Nina:
1. Adanya hipokrom mikrositik menandakan bahwa Nina mengalami defisiensi pd
Hb (anemia) dan kadar MCV dan MCH dibawah normal (defisiensi zat besi)
2. Anisopoikilositosis menunjukkan adanya gejala anemia
3. Cukup sering ditemukan sel target menandakan adanya kelainan/gangguan
pada susunan rantai polipeptida
4. Stomatocytes : eritrosit abnormal dengan daerah bercelah atau seperti mulut,
menggantikan lingkaran pucat yang normal, biasanya akibat edema.
5 Analisis DNA : menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena
terjadinya mutasi pada gen globin beta kodon 26. Dan gen globin globin beta
kodon 41-42
Hubungan: Hasil analisis pada DNA menjelaskan lebih terperinci kelainan yang
ada pada Nina jadi intinya hasil analisis DNA ini adalah penguat dari pemeriksaan
Morfologi RBC yang menunjukkan Nina memiliki anemia.
b. Analisis DNA Ny. Dina: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta
Kodon 26 dari GAG (glutamate) menjadi AAG (lisin)
Analisis DNA Tn. Sahid: Heterozigot mutasi gen globin beta kodon
41-42 berupa delesi TTCT dan heterozigot mutasi Southeast Asian
Ovalocytosis berupa delesi 27 bp gen AE-1 (anion exchange pada
ben pertama.
Analisis DNA Nina : Heterozigot HbE yaitu mutasi gen globin beta
kodong 26 dari GAG (glutamate) menjadi AAG (lisin) dan
heteroxigot mutasi gen globin beta kodong 41-42 berupa delesi
TTCT.
○ 1. Isolasi jaringan
○ 2. Dinding dan membran sel dilisiskan
○ 3. Diekstraksi dalam larutan
○ 4. Dipurifikasi
○ 5. Dipresipitasi
Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi.
d. Pada rantai globin beta pada kromosom 11 dan mutasi gen globin alfa pada
kromosom 16.
Agen mutagenik dari faktor fisika brupa radiasi. Radiasi yang bersifat mutagenik
antara lain berasal dari sinar kosmis, sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar –X,
partikel beta, pancaran netron ion- ion berat, dan sina- sinar lain yang mempunyai
daya ionisasi.
Radiasi dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif. Suatu zat radioaktif
dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang mengeluarkan radiasi. Ada
radiasi yang menimbulkan ionisasi ada yang tidak. Radiasi yang menimbulkan
ionisasi dapat menembus bahan, termasuk jaringan hidup, lewat sel-sel dan
membuat ionisasi molekul zat dalam sel, sehingga zat- zat itu tidak berfungsi
normal atau bahkan menjadi rusak. Sinar tampak gelombang radio dan panas dari
matahari atau api, juga mem,bentuk radiasi, tetapi tidak merusak.
Banyak zat kimia bersifat mutagenik. Zat- zat tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
• Pestisida
ü Aziridine, dipakai pada industri tekstil, kayu dan kertas untuk membasmi lalat
rumah, mutagen pada tawon, mencit, neurospora, E, coli dan bakteriofage T4.
ü TEM, dipakai dalam teskstil dan medis (agen antineoplastik). Membasmi lalat
rumah.mutagen pada mencit dan serangga, jamur, aberasi pada memcit, allium e
coli dan lekosit.
• Industri
ü Formadehid. Zat ini digunakan dalam pabrik resin, tekstil, kertas dan pupuk,
disenfektan benih, dan fungisida, anti pai , anti kusut pada tekstil . banyak
dijumpai pada asap tembakau, asap mobil, mesin serta buangan pabrik tekstil.
Mutagen pada drosophila, neuspora dan E, coli.
ü Glycidol. Zat yang digunakan untuk membuat zat kimia yang lain seperti, eter,
ester, amin untuk farmasi, dan tekstil bersifat antibakteri dan antijamur pada
makanan, mutagen pada drosophila, neuspora, aberasi dan jaringan mencit.
ü Caffein. Banyak didapatkan pada minuman, kopi, teh, cokelat, dan limun yang
mengandung cola. Pada bidang medis untuk antihistamin dan obat pusing,
pengembang pembuluh darah, koroner. Mutagen lemah pada drosophila, mutagen
letal adan aberasi pada bakteri, bakteriofage, dan kultur sel orang,
ü Natriun nitrit dan asam nitrit zat ini digunakan mengawetkan daging, ikan
dan keju, mutagen pada bakteri dan jamurdan virus: menghalangi replikasi ADN.
• Obat
ü Metil di-kloro etil amin. Banyak digunakan diklinik. Mutagen pada mencit,
drosophila, aberasi pada Allium.
A. Kerangka Konsep
Ingin memiliki
keturunan normal
25 % normal
B. Hipotesis
Tn. Sahid dan Ny. Dina memperoleh keturunan yang normal pada
kehamilan berikutnya kurang dari 25%.
Nina menderita thalasemia β mayor dengan prognosis buruk.
C. Learning Issue
Pokok Bahasan What I know What I don’t What I have to How I will learn
know prove
1. Thalase Definisi Mekanisme Apa benar Text book,
mia Nina journal, dan
menderita internet.
thalasemia β
mayor?
Apakah sel
darah Nina
Definisi Proses benar-benar
2. Pemeriks pemeriksaan mengalami
aan Sel sel darah tepi gangguan?
darah
tepi
Apakah Hb
Nina
abnormal?
Proses analisis
Definisi hemoglobin
3. Analisis Apakah ada
Hemoglo hubungan
bin DNA Nina
dengan
Proses Isolasi
penyakit
DNA
Definisi thalasemia
yang
4. Isolasi
dideritanya?
DNA
Apakah ada
hubungan
antara
morfologi
RBC orang tua
Nina dengan
Penjabarannya penyakit
thalasemia
yang
Definisi dideritanya?
5. Morfolog
i RBC
Bagaimana
hasil analisis
DNA pada
Nina?
Bagaimana
konseling
genetik
menyampaikan
informasi
Cara
kepada pasien
menganalisis
atau keluarga
DNA
mengenai
Definisi
thalasemia?
6. Analisis
DNA
Peran Bagaimana
konseling cara
genetik dalam mendiagnosis
kasus ini janin yang
Definisi mengidap
7. Konselin
thalasemia
g genetik
atau tidak?
Bagaimana
proses
rekombinasi
gen pada
fertilisasi?
Proses
diagnosis
prenatal
8. Diagnosi
s genetik
Definisi
prenatal
Mekanisme
rekombinasi
gen pada
fertilisasi
9. Rekombi
nasi gen
pada
Definisi
fertilisasi
A. Sintesis
1. Thalasemia
Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom
16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti
gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalassemia.
Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk
tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb
8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya
terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
- Thalassemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir
dengan thalasemia β mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera
ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi.
(Kapita selekta kedokteran)
- Thalassemia β+
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk
walaupun hanya sedikit.
a) Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala
penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya
bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita memerlukan transfusi darah
seumur hidupnya.
b) Thalasemia Minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya
hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang
normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya.
a. Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak
diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun
kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut
sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia
intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+
menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan
dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik
karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
b. Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β
menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk
tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF
tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya
memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α
tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai
darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan
pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari
denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia
pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan
umur eritrosit.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC
terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit
imatur.
a. Thalassemia Mayor
- Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak
terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas
tinggi terhadap oksigen
b. Thalassemia Minor
Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.
Pemeriksaan darah tepi adalah pemeriksaan darah dengan melihat keadaan sel-sel
yang terdapat dalam darah pada saat sampel darah tersebut diambil.
Tujuan dari pemeriksaan darah tepi adalah:
1. Untuk memeriksa jumlah dan bentuk dari eritrosit, leukosit, dan
trombosit
2. Untuk membedakan jenis-jenis sel darah putih dan persentasenya dalam
darah
3. Untuk menegakkan diagnosa terhadap defisiensi, penyakit, dan disorder,
termasuk produksi sel darah, fungsi, dan degenerasi.
4. Untuk memonitor produksi sel dan pematangan sel pada penyakit,
seperti pada leukemia, selama chemo/radiation therapy
5. Untuk melihat dan evaluasi jenis-jenis hemoglobin yang terdapat dalam
eritrosit
Pemeriksaann darah tepi yang dilakukan dalam kasus ini adalah Hapusan Darah
Tepi atau Peripheral Blood Smear. Tes ini digunakan untuk mengetahui morfologi
dari sel-sel darah.
Dalam kasus ini HDT digunakan untuk mengetahui morfologis dari RBC atau sel
darah merah. Berikut ini beberapa jenis kelainan morfologis sel darah merah yang
mungkin ditemukan saat pemeriksaan:
Berdasarkan ukuran
• Anisocytosis: variasi ukuran antar sel-sel darah merah
• Macrocytosis: sel darah merah yang besar karena kekurangan vitamin B12
atau kekurangan folat. Biasa ditemukan pada kasus anemia berbahaya,
pecandu alcohol dan anemia megaloblastic.
• Microcytosis: sel darah merah yang kecil, bisa terjadi akibat anemia
zat besi atau kelainan genetik seperti thalassemia
Berdasarkan bentuk -- Poikilocytosis : variasi bentuk sel darah merah dan
termasuk beberapa kelainan pada saat yang sama
• Acanthrocytes (spur, tanduk, or spiculated cells): bentuk sel yang tidak
biasa dengan 5-10 spicules. Dapat ditemukan pada darah pasien post
splenectomy atau pada pecandu alkohol kronis.
• Echinocytes (burr, crenated or berry cells): bisa terdapat 10-30 spiny
projections. Sering ditemukan pada pasien gagal ginjal atau juga pada
pasien defisiensi zat besi.
• Elliptocytes (Ovalocyte): bentuk sel darah merah yag elips dan
ditemukan pada elliptocytosis yg menurun dan beberapa jenis
anemia.
• Keratocyte (horn cell): Bentuk setengah bulan atau spindle yang dapat
ditemukan pada pasien disseminated intravascular coagulation (DIC) atau
a vascular prosthesis.
• Rouleaux: Sel darah merah yang terlihat sebagai tumpukan koin.
Ditemukan pada pasien dengan multiple myeloma atau
macroglobulinemia.
• Sickle cells: Sel darah merah berbentuk bulan sabit yang merupakan ciri
khas sickle cell anemia atau anemia bulan sabit
• Target cells (leptocytes atau codocytes): Sel darah merah yang terlihat
seperti papan sasaran tembak. Biasanya ditemukan pada pasien
dengan hemoglobinopathies, thalassemia dan beberapa anemia.
• Teardrop cells (dacrocytes): Sel darah merah yang berbentuk air
mata atau tetesan air. Sering ditemukan pada pasien myelofibrosis
dan thalassemia.
• Schistocytes: pecahan pecahan dari sel darah merah. Biasanya
dikarenakan kelainan yang menyebabkan sel darah merah mudah pecah
atau karena mechanical hemolysis seperti pada pasien dengan jantung
artificial atau pasien luka bakar parah
• Spherocytosis: sel darah merah yang berbentuk bola, sering
ditemukan pada spherocytosis yang menurun atau dikarenakan
anemia hemolytic.
• Spicule (crenated): tepi sel darah merah yang bergerigi karena kekurangan
atau kehilangan cairan intraseluler atau karena penyakit liver.
Berdasarkan warna
• Hypochromasia: Sel darah merah berwarna pucat karena kekurangan
hemoglobin dan cekungan pucat di tengah sel. Ditemukan pada kasus
thalassemia dan defisiensi zat besi.
• Hyperchromasia: Sel darah merah menjadi lebih gelap dari warna
normalnya, dapat disebabkan oleh dehidrasi
• Polychromasia: terdapat noda biru pada sel darah merah, indikasi bahwa
sel tersebut belum matang karena dilepaskan terlalu cepat oleh sumsum
tulang
Struktur Intraselular
• Nucleated RBCs (normoblasts) atau Sel darah merah dengan nukleus: sel
darah merah yang belum matang, ditemukan saat adanya desakan hebat
bagi sumsum tulang untuk melepaskan sel darah merah sebelum saatnya.
Dapat ditemukan pada anemia berat, myelofibrosis, thalassemia, miliary
tuberculosis, kanker yang mengenai sumsum tulang, dan pada hypoxemia
kronis(kadar oksigen rendah). Secara normal sel darah merah dengan
nukleus juga ditemukan pada bayi untuk beberapa saat setelah kehamilan
• Reticulocytes: sel darah merah yang belum masak yang berwarna sedikit
kebiruan. Terdapat dalam jumlah yg sedikit pada keadaan normal. Jumlah
yang bertambah dapat ditemukan pada kekurangan darah yang akut,
hypoxia, degenerasi sel darah merah, penyakit sel sabit, defisiensi G6PD,
dan autoimun anemia hemolytic
• Siderocyte, sideroblast, ringed sideroblast: Sel darah merah yang tercemar
dengan noda biru Prussian, dan ditemukan butiran-butiran zat besi.
Sideroblas adalah siderocyte yg belum dewasa dan damat
mengindikasikan sideroblastic anemia.
• Basophilic stippling : terdapat titik biru gelap di dalam sel darah merah
dikarenakanp presipitasi dari ribosom dan dapat ditemukan pada
keracunan logam berat, defisiensi nutrisi, atau myelofibrosis.
• Heinz bodies: butiran/granul besar yang terdapat pada sel darah merah dan
tercemar dengan warna ungu. Dapat dikarenakan defisiensi G6PD,
thalassemia dan autoimmune hemolytic anemia.
1. Analisis Hemoglobin
Analisis hemoglobin dilakukan dengan dua cara:
1. Elektroforesis hemoglobin
-Hb varian kualitatif
- HbA2 kuantitatif (metoda mikrokolom)
- HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit)
- HbH inclusion bodies (pewarnaan retikulosit)
2. Metoda HPLC (beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif
2. Isolasi DNA
DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara
ketiganya adalah: DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat
dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk
sirkular dan tidak berasosiasi dengan protein histon. Selain itu, DNA mitokondria
dan kloroplas memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal
dari garis ibu. Hal ini sangat berbeda dengan DNA nukleus yang memiliki pola
pewarisan sifat dari kedua orangtua. Dilihat dari organismenya, struktur DNA
prokariot berbeda dengan struktur DNA eukariot. DNA prokariot tidak memiliki
protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linear
dan memiliki protein histon (Klug & Cummings 1994: 315–316; Raven &
Johnson 2002: 94).
DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang antiparalel dengan komponen-
komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa.
Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin.
‘Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur cincin-
ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T) yang
memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika Guanin berikatan dengan Sitosin, maka
akan terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika Adenin berikatan dengan
Timin maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen. Satu komponen
pembangun (building block) DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu gugus fosfat
dan satu pasang basa yang disebut nukleotida.
Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan bersifat herediter
pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap materi genetik (DNA)
yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi kromosom.
• DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun pada tumbuhan.
DNA manusia dapat diisolasi melalui darah. Darah manusia terdiri atas
plasma darah, globulus lemak, substansi kimia (karbohidrat, protein dan
hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbon dioksida). Plasma darah
terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
trombosit (platelet). Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih.
Sel darah putih dijadikan pilihan karena memiliki nukleus, di mana
terdapat DNA di dalamnya. DNA pada tumbuhan juga dapat diisolasi,
contohnya pada tumbuhan bawang merah (Allium cepa) dan pada pisang.
• Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu:
○ 1. Isolasi jaringan
○ 2. Dinding dan membran sel dilisiskan
○ 3. Diekstraksi dalam larutan
○ 4. Dipurifikasi
○ 5. Dipresipitasi
Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan
berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi
yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan
terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin
yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya
2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm.
1. Morfologi RBC
Anisopoikilositosis = variasi ukuran dan bentuk sel yang abnormal dan
menyatakan adanya gangguan eritropoiesis.
Tear drops adalah sel darah merah yang berbentuk tetesan air. Cukup sering
ditemukan tear drops menunjukkan adanya tanda-tanda menderita Thalasemia
Sel target adalah eritrosit yang mikrositik (kecil), leptositik (lonjong),
dan polisitemik (banyak) yang bercampur membentuk sel target.
2. Analisis DNA
Ovalositosis Asia Tenggara (SAO) adalah penyakit herediter asimtomatik
yang ditandai oleh terdapatnya lebih dari dua puluh persen eritrosit berbentuk oval
di dalam tubuh penderita'. Pada pemeriksaan darah tepi penderita ovalosit
herediter, persentase ovalosit bisa mencapai 90%. SAO disebabkan oleh delesi
gena protein band 3 (EPB3). Gena ini terdapat pada lengan panjang kromosom 17
terdiri dari 20 ekson yang tersebar sepanjang sekitar 18-20 kb. Delesi sebesar 27
bp terletak pada ekson 11, sehingga 9 asam amino hilang pada posisi 400-408 dari
protein band 3 norma16. Posisi 400-408 adalah bagian transmembran pertama
protein band 3. Delesi 9 asam amino pada posisi 400-408 akan meningkatkan
rigiditas membran dan mengakibatkan deformitas membran7.
3. Konseling Genetik
Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama
kalidiperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd (1947) dari Dight Institute
for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling genetik
diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada
masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya”.
Penerapan konseling genetik pada masyarakat kita mungkin harus
sedikit berbeda dari apa yang direkomendasikan oleh para ahli di
luar negeri, karena struktur sosial ekonomi, budaya, dan tingkat
pendidikan yang berbeda. Istilah konseling genetik sendiri masih
asing dan mungkin masih sukar diterima oleh sebagian masyarakat
kita, yang sebagian besar berpendidikan di bawah SMU. Pada
prinsipnya sebelum konseling genetik diterapkan, kita harus
mempunyai para konselor genetik yang handal. Konselor tidak harus
seorang dokter, tetapi bisa seorang perawat, bidan, psikolog, bahkan
pekerja sosial (Simons and pardes, 1977). Yang terpenting adalah
konselor seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala
sesuatu yang berkaitan dengan thalassemia. Seorang konselor juga
dituntut untuk dapat bersikap simpatik, tidak terkesan menggurui
apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu komunikasi dan hubungan
batin yang baik antara konselor dengan yang dikonseling. Seorang
harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap
mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita
atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara
penurunannya, dan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang
penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus
mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga
sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang
disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang
dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka yang membuat
keputusan
3. sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan.
Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-
kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.
Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Secara umum sasaran
konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal
dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita
thalassemia, atau kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga
yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full
blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan
apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia. Apabila
hanya salah satu dari mereka yang mengemban (pembawa sifat)
thalassemia tidak jadi masalah, tetapi jika keduanya pengemban sifat
thalassemia maka perlu diinformasikan bahwa jika mereka tetap
memutuskan untuk menikah maka 25% dari keturunannya
berpeluang menderita thalassemia mayor. Keputusan tergantung pada
pasangan tersebut apakah mereka memutuskan tidak kawin, tetap
kawin tanpa mempunyai anak, atau kawin dan ingin mempunyai
anak. Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk
pasangan berisiko tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan
premarital maupun pasangan yang telah mempunyai anak
thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa
telah ada teknologi yang dapat membantu untuk mengetahui apakah
janin yang dikandung menderita thalassemia atau tidak pada awal
kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. Perlu
diinformasikan pula selengkap-lengkapnya tentang prosedur
diagnosis tersebut, di mana mereka dapat melakukannya, siapa yang
harus dihubungi, tingkat kesalahan diagnosis, biaya serta
kemungkinan keguguran akibat proses sampling. Dengan demikian
mereka dapat mempertimbangkan benar-benar untung ruginya sebelum
mengambil keputusan agar tidak timbul kekecewaan atau
penyesalan di kemudian hari (Blumberg et al., 1975). Kesuksesan
program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dan sosial budaya pasangan tersebut. Menurut pengalaman pada
negara yang berprevalensi tinggi thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus,
dan Italia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat
menurunkan insidensi thalassemia sampai 80% dalam 10 tahun
terakhir ini (Cao dan Rosatelli, 1988). Kebanyakan dari pasangan
berisiko tersebut memutuskan tetap menikah tetapi memutuskan
untuk tidak mempunyai anak. Kiranya hal ini agak sukar diterapkan
pada masyarakat kita jika sebagian besar masih beranggapan bahwa
keberadaan seorang anak merupakan target utama dari sebuah
perkawinan. Apabila pandangan seperti itu dapat sedikit dirubah
menjadi anak yang sehat merupakan target dari perkawinan’,
mungkin konseling genetik akan jauh lebih mudah dilakukan. Karena
berbagai alasan, baik menyangkut agama maupun aspek psikologis
lainnya yang tidak merestui pengakhiran kehamilan, maka
pendampingan perlu melibatkan tokoh-tokoh agama dan para
psikolog.Langkah ini perlu dilakukan agar semua tindakan yang
diambil dengan hati yang mantap sehingga tidak timbul penyesalan
atau rasa bersalah di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. thalasemia « uva89.htm
2. PROGNOSIS ASKEP THALASEMIA « ..WELCOME TO HARNA’S
WORLD...html
3. (W. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
Edisi V, Halaman 1392. Jakarta: Interna Publishing.)
4. Di unduh di www.scribd.com/doc/37848843/Bagaimana-fisiologi-RBC -
pada 22 februari 2011 pukul 20.30 WIB)