Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PBL SKENARIO A

BLOK 5

Disusun Oleh

Kelompok 11

Gebina Wahyu Ardina 04101001069

Nazlia Larashita 04101001070

Pradina Enggalia Vandho 04101001072

Bella Agiussela Hazrul 04101001073

Ariyani Sukma Putri 04101001074

Septyan Putra Yusandy 04101001077

Alfathul Nur Karisma 04101001078

M. Nur Shaffrial 04101001081

Leonardus Kolong 04101001113

Ramadhani 04101001114

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho


dan karunia-Nya laporan tugas tutorial skenario A ini
dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas


tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan


terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial
ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena


itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat
bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Tim
Penyusun
SKENARIO

Ny. Dina 25 tahun dan Tn. Sahid 27 tahun berasal dari suku Melayu
memiliki seorang anak bernama Nina usia 5 tahun yang didiagnosis oleh dokter
spesialis anak menderita thalasemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah tepi dan analisis hemoglobin dan setiap 20 hari sekali harus
menjalani transfusi darah. Atas anjuran bagian Obgyn (obstetri dan ginekologi)
RSMH mereka datang ke Klinik Genetika FK Unsri untuk konsultasi karena ingin
mempunyai anak lagi yang diharapkan tidak menderita thalasemia.

Di klinik Genetika, dilakukan pengambilan darah vena Ny. Dina dan Tn.
Sahid serta darah vena Nina. Hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA
didapatkan:

1. Ny. Dina
– Morfologi RBC: hipokrom mikrositik, anisopoikilositosis, cukup
sering ditemukan Sel Target, tear drops dan sferosit.
– Analisis DNA: heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon
26 dari GAG (glutamat) menjadi AAG (lisin).
1. Tn. Sahid
– Morfologi RBC: sangat anisopoikilositosis, cukup sering ditemukan
Sel Target, tear drops dan ovalocytosis dan stomatocyte.
– Analisis DNA: heterozigot mutasi Gen Globin Beta Kodon 41-42
berupa delesi TTCT dan heterozigot mutasi Southeast Asian
Ovalocytosis berupa delesi 27 bp gen AE-1.
1. Nina
– Morfologi RBC: sebagian hipokrom mikrositik, anisopoikilositosis,
cukup sering ditemukan Sel Target dan stomatocytes.
– Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon
26 dari GAG (glutamat) menjadi AAG (lisin) dan Heterozigot mutasi
Gen Globin Beta Kodon 41-42 berupa delesi TTCT.
A. Klarifikasi Istilah

1. Thalasemia : kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang


ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida
hemoglobin atau lebih.
2. Hemoglobin : pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang, merupakan empat
rantai polipeptida globin yang berbeda, masing-masing terdiri dari
beberapa ratus asam amino.
3. Pemeriksaan darah tepi : pemeriksaan yang memberi petunjuk keadaan
sel darah merah
4. Hipokrom : kekurangan pigmentasi secara abnormal.
5. Anisopoikilositosis : eritrosit yang ukurannya berbeda-beda dan
bentuknya abnormal di dalam darah.
6. Sel Target : eritrosit yang tipis abnormal dimana, bila diwarnai,
menunjukkan pusat gelap dan cincin hemoglobin perifer, dipisahkan
oleh suatu cincin pucat tak terwarnai yang mengandung lebih sedikit
hemoglobin, seperti terlihat pada anemia, thalasemia, hemoglobinopati
tertentu, ikterik obstruktif, dan keadaan pascaplenektomi.
7. Sferosit : eritrosit kecil, bulat dan seluruhnya mengandung hemoglobin
tanpa kepucatan di tengah seperti biasanya, secara khas ditemukan pada
sferositosis herediter tetapi juga ditemukan pada anemia hemolitik
didapat.
8. Tear drops : Sel darah merah yang berbentuk seperti air mata
9. HbE : hemoglobin yang abnormal.
10.Stomatocyte : eritrosit abnormal dengan daerah bercelah atau seperti
mulut.
11.Ovalocytosis : sel darah merah yang berbentuk oval
12.Mikrositik : eritrosit yang kecil secara abnormal, berdiameter 5 mikron
atau kurang.

A. Identifikasi Masalah
1. Ny. Dina dan Tn. Sahid berasal dari suku Melayu memiliki seorang
anak bernama Nina yang didiagnosis menderita thalasemia
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi dan
analisis hemoglobin.
2. Nina, usia 5 tahun setiap 20 hari sekali harus menjalani transfusi darah.
3. Tn. Sahid dan Ny. Dina ingin mempunyai anak lagi yang diharapkan
tidak menderita thalasemia dan mereka datang ke klinik Genetika FK
Unsri.
4. Hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA dari Ny. Dina, Tn. Sahid
dan Nina.

Main Problem : Ny. Dina dan Tn. Sahid berasal dari suku Melayu
memiliki seorang anak bernama Nina yang didiagnosis menderita
thalasemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
tepi dan analisis hemoglobin.

Alasan : Karena Nina positif menderita thalasemia, maka akibat-akibat


yang lainnya muncul.

A. Analisis Masalah
1. a. Apa yang dimaksud dengan thalasemia?
b. Apa ciri-ciri fisik dari thalasemia?
c. Apa saja jenis-jenis thalasemia?
d. Apa etiologi dari thalasemia?
e. Bagaimana proses pemeriksaan darah tepi dan analisis hemoglobin ?
f. Apa hubungan antara suku Melayu dan penyakit thalasemia?
g. Bagaimana menegakkan diagnosis untuk memastikan thalasemia?
h. Bagaimana prognosis pada thalasemia?

2. a. Bagaimana perbedaan siklus sel darah merah yang normal dan pada
penderita thalasemia?

b. Mengapa harus dilakukan transfusi darah setiap 20 hari sekali?

c. Apa dampak yang terjadi jika transfusi darah tidak dilakukan setiap
20 hari sekali?

3. a. Bagaimana hubungan faktor keturunan dan thalasemia?

b. Apa peran konseling genetik dalam kasus ini?

c. Pada usia kehamilan berapa kita bisa melakukan diagnosis prenatal?

Kapan bisa mendeteksi bayi menderita thalasemia? rekombinasi gen


fertilisasi terjadi?

d. Apa upaya yang bisa dilakukan agar Tn. Sahid dan Ny. Dina bisa
memiliki anak yang normal?

4. a. Apa interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA dari Tn.


Sahid, Ny. Dina dan Nina?

b. Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan mikroskopik dan DNA


pada thalasemia dalam kasus ini?

c. Bagaimana cara mengisolasi DNA?

d. Mutasi gen apa yang bisa menyebabkan thalasemia?

e. Apa penyebab terjadinya mutasi gen?


Jawaban Analisis Masalah

1. a. Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis


hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis
rantai globin.
b. Anemia, tangan pucat, hepatosplenomegaly , dan wide epichantus
prominen upper jaw (facies cooly).
c. 1. Thalassemia alfa: paling sering disebabkan oleh delesi gen globin alfa
yaitu pada kromosom 16.
Ciri: - Thalassemia alfa trait/ silent carrier: tidak disertai anemia,
walaupun MCV dan MCH menurun, gambaran eritroforesis Hb
normal, asimtomatik tidak tampak kelainan RBC.
– Thalassemia alfa minor: anemia ringan, MCV dan MCH
menurun, HbA2 rendah atau normal, Hb F rendah atau o,
mikrositik hipokromik, terdapat sel target.
– Penyakit Hb H: Anemia berat, tetramer beta globin (Hb H)
terbentuk di RBC.
– Hidrops fetalis: letal di uterus.

1. Thalassemia beta: mutasi pada rantai globin beta pada kromosom


11.
a. Thalassemia minor: jika hanya salah satu gen yang termutasi
yang diturunkan, menyebabkan carrier tetapi tidak mempunyai
symptom, walaupun memiliki sedikit penurunan Hb dan MCV,
penderita memiliki RBC yang mikrositik dan hipokrom, kadang
ditemukan juga target sel serta peningkatan Hb A2 dan Hb F.
Asimtomatik dengan anemia ringan atau tanpa anemia dan
ditemukan kelainan RBC.
Ciri: - anemia mikrositik hipokromik
– MCV dan MCH menurun
– Anemia ringan
– Hb A2 meningkat
– Hb F meningkat
a. Thalassemia mayor: gen yang termutasi dikirimkan dari kedua
orang tua, penderita umumnya tidak punya gejala saat lahir, tetapi
memilki anemia di tahun pertama kehidupan, gejala semakin
bertambah berat seiring bertambahnya umur, memiliki
trombositosis, leukositosis, retikulosit yang rendah serta sedikit
atau tidak adanya Hb A2.
Ciri: - anemia berat
– Splenomegali dan hepatomegali
– Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum
tulang yang hebat sehingga mengakibatkan terjadinya fasies
thalassemia
– Anemia mikrositik hipokromik, retikulosit meningkat, sel
target, terdapat titik basofilik pada sediaan darah tepi
– Elektroforesis Hb: tak ada atau hampir tak ada Hb A,
peningkatan Hb F, Hb A2 normal atau menurun atau sedikit
meningkat.

d. Faktor-faktor penyebab thalasemia:


- mutasi gen β-globin pada kromosom 16
- adanya pasutri yang membawa gen/carrier thalasemia
- adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai α atau β dari HB
berkurang
- berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular.

e. Proses pemeriksaan darah tepi yaitu dengan menggunakan PCR.

– Pemeriksaan darah tepi


Darah tepi adalah darah yang diperoleh dari daerah akral atau
daerah sirkulasi yang jauh dari jantung seperti daerah lobus telinga,
ujung jari, vena antikubital, darah dalam sirkulasi sistemik.
Pemeriksaan darah tepi memberi petunjuk keadaan sel darah
merah.

– DNA tes  PCR

Blood Samples

DNA extraction

PCR amplification of the gene of interest

Electrophoresis

Visualization

Analysis

Result

Sistematika tes DNA dilakukan seperti metode di atas. Sistematika ini


dimulai dari proses pengambilan sample sampai ke analisis dengan PCR. Pada
pengambilan sample dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan yang
digunakan. Setelah didapat sample dari darah, maka dilakukan isolasi untuk
mendapatkan sample DNA. DNA sample yang diambil adalah kromosom 11 dan
16. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah seperti phenolchlorofom
dan chilex. Phenolchloroform bisa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk
cairan, sedangkan chilex digunakan untuk mengisolasikan barang bukti berupakan
rambut(besertakan akar)

Tahapan selanjutnya adalah sample DNA dimasukkan ke dalam mesin


PCR. Langkah dasar penyusunan DNA dengan PCR yaitu dengan
amplikasi(pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum
diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampurkan sebuah primer amplikasi
dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untk membuat
plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperolehi dari isolasi satu tetes darah
kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan
apa saja. Kemudian primer amplikasi tersebut digunakan untuk menggandakan
sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupakan
koi urutan DNA lengkap hasil amplikasi dari DNA sampel.

Riwayat
Selanjutnya kopi urutan DNA penyakit dengan elektroforesis
akan dikarakterisasi
untuk melihat pola pitanya.
(Ras, Darihidup,
riwayat sana, dilihat satu-persatu
usia awal padapertumbuhan)
penyakit, kromosom 11 dan
16, apakah ada gen penyebab thalasemia ataukah tidak.

Analisis hemoglobin dilakukan denganPemeriksaan


dua cara: fisik
1. Elektroforesis hemoglobin
(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)
-Hb varian kualitatif
- HbA2 kuantitatif (metoda mikrokolom)
- HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit)
- HbH inclusion bodies (pewarnaan retikulosit)
Laboratorium darah dan sedian apus
2. Metoda HPLC (beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif
(Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit,
f. Penyakit thalasemia banyak terdapat di wilayah Asia Tenggara dan Melanesia,
gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit
oleh karena itu, penyakit ini juga menyerang suku Melayu.
darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin

(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada PH 6-7

g. Untuk HBH dan H Barts)

g.

Penentuan HbA2 dan HbF

(Untuk memastikan thalassemia-betha)

Distribusi HbF intraseluler Sintesis rantai globin Analisis


structural Hb varian
h. Buruk, pada thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan
jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk
mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents untuk mengurangi
hemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh
penduduk negara berkembang).

2. a. Dalam keadaan normal, sel-sel darah termasuk sel eritrosit biasanya


dihancurkan oleh tubuh setelah beredar dalam aliran darah selama 120 hari.
Jadi pada sel-sel darah merah tersebut akan terjadi penggantian sel lama
dengan sel baru yang beredar didalam aliran darah kita setiap 120 hari sekali.

Pada penderita thalasemia, terjadi penghancuran sel eritrosit sangat cepat


sebelum waktunya sehingga penderita akan tampak pucat, gizi kurang,
pertumbuhan kurang dan perut makin lama makin membuncit karena terjadi
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).

b. Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga


suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya
metabolisme dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP,
sehingga energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik,
sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.

Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai


darah ke jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan
eritroporetin yang dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur
dan mudah lisis, maka terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.
Nina adalah penderita Hb E/ Thalasemia Beta, dimana keadaan bergabungnya
kedua mutasi ini mengakibatkan gejala-gejala seperti thalasemia mayor.
Dengan gejala anemia hemolitik, yang sangat membutuhkan transfusi darah.
Apabila tidak dilakukan transfusi darah secara teratur, maka besar
kemungkinan kesempatan hidup C menjadi semakin kecil.

c. Jika tidak dilakukan transfusi setiap 20 hari sekali, maka kadar Hb akan
berkurang, diikuti dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi yang berakibat
pada menurunnya metabolisme pada sel. Kemudian terjadi perubahan
pembentukan ATP, sehingga energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah
kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan
intoleransi aktivitas. Selain itu, akan terjadi kompensasi tubuh untuk
membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.

3. a. Pedigree

Pedigree kemungkinan keturunan Tn. Sahid dan Ny. Dina


Pedigree diatas menunjukkan bahwa setiap keturunan yang akan dilahirkan
dari hasil perkawinan Tn. Sahid dan Ny. Dina memiliki perbandingan
kemungkinan menderita Thalasemia : membawa sifat thalasemia: normal
sebesar 25% : 50% : 25%.

b. Seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan
dengan thalassemia. Seorang konselor juga dituntut untuk dapat bersikap
simpatik, tidak terkesan menggurui apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu
komunikasi dan hubungan batin yang baik antara konselor dengan yang
dikonseling. Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak
dan selengkap mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita
atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor.
Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya
terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi
yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang
klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan
3. Sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor
tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-kira tidak mungkin
terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.

c. Mutasi thalassemia-betha, biasanya dapat dideteksi dengan analisis DNA


langsung yang diperoleh dari fetus (usia 10-12 minggu) biopsy villus korionik
atau cairan amniosintesis, DNA dianalisis dengan metoda Polymerase Chain
Reaction (PCR) dan metoda hibridisasi molecular untuk menentukan adanya
mutasi thalassemia.
d. Sebelum memutuskan untuk memiliki anak, orang tua disarankan untuk
selalu berdoa dan berkonsultasi dengan orang yang ahli di bidangnya. Dalam
kasus ini ialah seorang dokter ahli genetik. Karena dengan
mengkonsultasikannya, kita dapat mengetahui kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi pada anak, apakah akan lahir dengan normal ataupun
abnormal. Selain itu, kita dapat memutuskan untuk memiliki anak kandung
atau mengadopsi.

Kehamilan dengan donor sperma atau ovum merupakan salah satu


solusi, di mana sel sperma dan sel telur dipertemukan di luar rahim. Dalam
hal ini akan diperiksa apakah sel sperma atau sel ovum yang mengandung
kelainan genetik. Sel yang mengandung kelainan genetik akan digantikan
dengan sel dari donor, sehingga tetap terjadi pembuahan dan diharapkan anak
yang dilahirkan dapat hidup sehat dengan risiko terpapar kelainan genetika
yang minim.

4. a. Ny. Dina:
1. Adanya hipokrom mikrositik menandakan bahwa Ny. Dina mengalami
defisiensi pd Hb (anemia) dan kadar MCV dan MCH dibawah normal
(defisiensi zat besi)
2. Anisopoikilositosis menunjukkan adanya gejala anemia
3. Cukup sering ditemukan sel target menandakan adanya
kelainan/gangguan pada susunan rantai polipeptida
4. Cukup sering ditemukan tear drops menunjukkan adanya tanda-tanda
menderita Thalasemia
5. Cukup sering ditemukan spherosit menunjukkan adanya kelainan pada
bentuk membran sel darah merah (adanya indikasi anemia)
6. Analisis DNA : menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena
terjadinya mutasi pada gen globin beta kodon 26. Ini menunjukkan bahwa
Ny. Dina menderita penyakit heterozigot Hb E, jadi bila terdapat
symptom hanya akan menunjukkan symptom yang ringan saja
Hubungan: Hasil analisis pada DNA menjelaskan lebih terperinci kelainan yang
ada pada Ny. Dina, jadi intinya hasil analisis DNA ini adalah penguat dari
pemeriksaan Morfologi RBC yang menunjukkan bahwa Ny. Dina juga memiliki
anemia,

Tn. Sahid:
Dilihat dari morfoligi RBC Tn. Sahid, yaitu anisopoikilositosis, sel target, tear
drops, dan ovalocytocytosis. Dan analisis DNA : Heterozigot muatasi gen globin
globin betaq kodon 41-42 beupa delesi TTCT dan heterozigot SAO berupa delesi
27 bp gen AE-1. Tn. Sahid menderita thalassemia beta intermedia, karena
morfologi RBC T.B.I mirip dengan thallasemia mayor.
Pada penderita thalasemia ciri-ciri dari morfologi sel darah merahnya akan
berwarna pucat dan lebih kecil dari yang normal, kemudian akan ditemukan sel
target dan adanya ovalocytosis.
Sedangkan pada hasil lab Tn. Sahid ditemukan ketiga-tiganya, jadi Tn. Sahid juga
terkena thalasemia.

Nina:
1. Adanya hipokrom mikrositik menandakan bahwa Nina mengalami defisiensi pd
Hb (anemia) dan kadar MCV dan MCH dibawah normal (defisiensi zat besi)
2. Anisopoikilositosis menunjukkan adanya gejala anemia
3. Cukup sering ditemukan sel target menandakan adanya kelainan/gangguan
pada susunan rantai polipeptida
4. Stomatocytes : eritrosit abnormal dengan daerah bercelah atau seperti mulut,
menggantikan lingkaran pucat yang normal, biasanya akibat edema.
5 Analisis DNA : menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena
terjadinya mutasi pada gen globin beta kodon 26. Dan gen globin globin beta
kodon 41-42
Hubungan: Hasil analisis pada DNA menjelaskan lebih terperinci kelainan yang
ada pada Nina jadi intinya hasil analisis DNA ini adalah penguat dari pemeriksaan
Morfologi RBC yang menunjukkan Nina memiliki anemia.

b. Analisis DNA Ny. Dina: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta
Kodon 26 dari GAG (glutamate) menjadi AAG (lisin)

– menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena terjadinya


mutasi pada gen globin beta kodon 26. Ini menunjukkan bahwa Ny.
Dina menderita penyakit heterozigot Hb E, jadi bila terdapat symptom
hanya akan menunjukkan symptom yang ringan saja

Hubungan: Hasil analisis pada DNA menjelaskan lebih


terperinci kelainan yang ada pada Ny. Dina, jadi intinya hasil analisis
DNA ini adalah penguat dari pemeriksaan Morfologi RBC yang
menunjukkan bahwa Ny. Dina juga memiliki anemia

Analisis DNA Tn. Sahid: Heterozigot mutasi gen globin beta kodon
41-42 berupa delesi TTCT dan heterozigot mutasi Southeast Asian
Ovalocytosis berupa delesi 27 bp gen AE-1 (anion exchange pada
ben pertama.

Analisis DNA Nina : Heterozigot HbE yaitu mutasi gen globin beta
kodong 26 dari GAG (glutamate) menjadi AAG (lisin) dan
heteroxigot mutasi gen globin beta kodong 41-42 berupa delesi
TTCT.

c. Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu:

○ 1. Isolasi jaringan
○ 2. Dinding dan membran sel dilisiskan
○ 3. Diekstraksi dalam larutan
○ 4. Dipurifikasi
○ 5. Dipresipitasi
Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi.

d. Pada rantai globin beta pada kromosom 11 dan mutasi gen globin alfa pada
kromosom 16.

e. Pada umumnya faktor- faktor lingkungan penyebab mutasi dibagi menjadi:

a). Faktor fisika (radiasi)

Agen mutagenik dari faktor fisika brupa radiasi. Radiasi yang bersifat mutagenik
antara lain berasal dari sinar kosmis, sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar –X,
partikel beta, pancaran netron ion- ion berat, dan sina- sinar lain yang mempunyai
daya ionisasi.

Radiasi dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif. Suatu zat radioaktif
dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang mengeluarkan radiasi. Ada
radiasi yang menimbulkan ionisasi ada yang tidak. Radiasi yang menimbulkan
ionisasi dapat menembus bahan, termasuk jaringan hidup, lewat sel-sel dan
membuat ionisasi molekul zat dalam sel, sehingga zat- zat itu tidak berfungsi
normal atau bahkan menjadi rusak. Sinar tampak gelombang radio dan panas dari
matahari atau api, juga mem,bentuk radiasi, tetapi tidak merusak.

b). Faktor kimia

Banyak zat kimia bersifat mutagenik. Zat- zat tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:

• Pestisida

ü DDT, insektisida dipertanian dan rumah tangga.

ü DDVP, insektisida, fumigam, helminteik ternak

ü Aziridine, dipakai pada industri tekstil, kayu dan kertas untuk membasmi lalat
rumah, mutagen pada tawon, mencit, neurospora, E, coli dan bakteriofage T4.

ü TEM, dipakai dalam teskstil dan medis (agen antineoplastik). Membasmi lalat
rumah.mutagen pada mencit dan serangga, jamur, aberasi pada memcit, allium e
coli dan lekosit.

• Industri
ü Formadehid. Zat ini digunakan dalam pabrik resin, tekstil, kertas dan pupuk,
disenfektan benih, dan fungisida, anti pai , anti kusut pada tekstil . banyak
dijumpai pada asap tembakau, asap mobil, mesin serta buangan pabrik tekstil.
Mutagen pada drosophila, neuspora dan E, coli.

ü Glycidol. Zat yang digunakan untuk membuat zat kimia yang lain seperti, eter,
ester, amin untuk farmasi, dan tekstil bersifat antibakteri dan antijamur pada
makanan, mutagen pada drosophila, neuspora, aberasi dan jaringan mencit.

ü DEB (butadiene deipoxide), mencegah mikroba, untuk tekstil dan farmasi,


mutagen pada drosophila, neuspora dan E, coli . salmonella, penicillium, lalat
rumah ragi, jagung, tomat dan mamalia. Aberasi pada allium, drosophila dan
mamalia.

• Makanan dan minuman

ü Caffein. Banyak didapatkan pada minuman, kopi, teh, cokelat, dan limun yang
mengandung cola. Pada bidang medis untuk antihistamin dan obat pusing,
pengembang pembuluh darah, koroner. Mutagen lemah pada drosophila, mutagen
letal adan aberasi pada bakteri, bakteriofage, dan kultur sel orang,

ü Siklamat dan sikloheksilamin. Banyak dipakai untuk penyedap makanan dan


minuman, aberasi secara invitro pada orang dan tikus.

ü Natriun nitrit dan asam nitrit zat ini digunakan mengawetkan daging, ikan
dan keju, mutagen pada bakteri dan jamurdan virus: menghalangi replikasi ADN.

• Obat

ü Siklofosfamid. Pelawan berbagai jenis tumor. Toragen pada tikus, mutagen


pada drosophila, mencit. Aberasi pada kultur jaringan orang.

ü Metil di-kloro etil amin. Banyak digunakan diklinik. Mutagen pada mencit,
drosophila, aberasi pada Allium.

ü Antibiotik . sebagian berasal dari streptomyces, seperti mitomysin C,


azaserine, streptonigrin, phleomycin. Anti neoplasma. Penghalang replikasi DNA.
Mutagen pada drosophila. Aberasi pada kultur lekosit orang.
ü Aminopterin 4- aminoflic dan methoteraxate. Kedua zat antagonis terhadap
asam folat. Banyak dipakai pengobatan kanker, seperti leukimia, dan
choriocarcinoma, aberasi pada kultur lekosit..

c). Faktor biologi

Lebih dari 20 macam virus penyebab kerusakan kromosom. Misalnya virus


hepatitis menimbulkan aberasi pada darah dan sumsum tulang. Virus campak,
demam kuning, dan cacar juga dapat menimbulkan aberasi.

A. Kerangka Konsep

Tn. Sahid Rekombinasi Ny. Dina


Gen
(Thalasemia Intermedia) (Thalasemia Minor)
(saat meiosis)
Morfologi RBC: Sangat Mutasi β globin kodon 26, Morfologi RBC: Hipokrom
anisopoikilositosis, cukup sering substitusi GAG menjadi AAG mikrositik, anisopoikilositosis,
ditemukan Sel Target, tear drops dan cukup sering ditemukan sel
ovalocytosis dan stomatocyte. Mutasi gen β globin 41-42, Target, tear drops dan sferosit.
delesi TTCT
Analisis DNA: Heterozigot mutasi Analisis DNA: Heterozigot
Gen Globin Beta Kodon 41-42 berupa HbE yaitu mutasi Gen Globin
delesi TTCT dan Heterozigot mutasi Beta Kodon 26 dari GAG
Southeast Asian Ovalocytosis berupa menjadi AAGRBC: Sebagian
Morfologi
delesi 27 bp gen AE-1. Thalasemia Mayor
hipokrom mikrositik,
pada Nina
anisopoikilositosis, cukup sering
ditemukan sel Target dan
Stomatocytes.
Prognosis Transfusi 20
Buruk hari sekali

Ingin memiliki
keturunan normal

25 % normal

Konseling 50% carrier


Genetik 25% thalasemia

B. Hipotesis
Tn. Sahid dan Ny. Dina memperoleh keturunan yang normal pada
kehamilan berikutnya kurang dari 25%.
Nina menderita thalasemia β mayor dengan prognosis buruk.

C. Learning Issue

Pokok Bahasan What I know What I don’t What I have to How I will learn
know prove
1. Thalase Definisi Mekanisme Apa benar Text book,
mia Nina journal, dan
menderita internet.
thalasemia β
mayor?

Apakah sel
darah Nina
Definisi Proses benar-benar
2. Pemeriks pemeriksaan mengalami
aan Sel sel darah tepi gangguan?
darah
tepi
Apakah Hb
Nina
abnormal?
Proses analisis
Definisi hemoglobin
3. Analisis Apakah ada
Hemoglo hubungan
bin DNA Nina
dengan
Proses Isolasi
penyakit
DNA
Definisi thalasemia
yang
4. Isolasi
dideritanya?
DNA

Apakah ada
hubungan
antara
morfologi
RBC orang tua
Nina dengan
Penjabarannya penyakit
thalasemia
yang
Definisi dideritanya?

5. Morfolog
i RBC
Bagaimana
hasil analisis
DNA pada
Nina?

Bagaimana
konseling
genetik
menyampaikan
informasi
Cara
kepada pasien
menganalisis
atau keluarga
DNA
mengenai
Definisi
thalasemia?
6. Analisis
DNA

Peran Bagaimana
konseling cara
genetik dalam mendiagnosis
kasus ini janin yang
Definisi mengidap
7. Konselin
thalasemia
g genetik
atau tidak?

Bagaimana
proses
rekombinasi
gen pada
fertilisasi?
Proses
diagnosis
prenatal

8. Diagnosi
s genetik
Definisi
prenatal

Mekanisme
rekombinasi
gen pada
fertilisasi

9. Rekombi
nasi gen
pada
Definisi
fertilisasi
A. Sintesis
1. Thalasemia

Thalassemia merupakan suatu sindrom anemia hemolitik herediter resesif


dimana produksi satu atau lebih dari rantai polipeptida terganggu yang
menyebabkan keabnormalan bentuk molekul hemoglobin sehingga mengurangi
sintesis hemoglobin normal (kuantitatif). Thalassemia dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Thalassemia-α (gangguan pembentukan rantai α)

Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom
16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti
gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

- Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)

Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalassemia.

- Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)


Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit
hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.

- Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk
tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb
8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.

- Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)

Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya
terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.

2. Thalassemia-β (gangguan pembentukan rantai β)

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.

- Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir
dengan thalasemia β mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera
ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi.
(Kapita selekta kedokteran)

- Thalassemia β+

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk
walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a) Thalasemia Mayor

Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala
penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya
bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita memerlukan transfusi darah
seumur hidupnya.

b) Thalasemia Minor/trait

Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya
hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang
normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya.

Patofisiologi dan Patogenesis Thalassemia

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang


menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective
eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas
O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan
mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai
tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam
eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan
menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system
fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas
dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif).
Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena
eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh
eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan
eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal
tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan
kerapuhan), hati, dan limfe.

a. Thalasemia-α

Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak
diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun
kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut
sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia
intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+
menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan
dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik
karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.

b. Thalasemia-β

Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β
menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk
tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF
tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya
memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α
tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai
darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan
pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari
denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia
pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan
umur eritrosit.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC
terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit
imatur.

Gejala Klinis Thalassemia

a. Thalassemia Mayor

- Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak
terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas
tinggi terhadap oksigen

- Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia


sumsum hebat

- Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah


berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.

- Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis,


dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak
besar kadang-kandang terlihat brush appereance.

- Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan


menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga
menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal jatung, dan perikarditis.

b. Thalassemia Minor

Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.

Mekanisme Penurunan Thalassemia

1. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/bawaan, maka


tidak mungkin mereka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau
Thalassemia mayor kepada anak-anak meraka. Semua anak-anak mereka
akan mempunyai darah yang normal.

2. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan,


sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita
Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak
mereka Thalassemia mayor.
3. Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, maka anak-
anak mereka mungkin akan menderita thalassemia trait/bawaan atau
mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin
menderita Thalassemia mayor.
Dari
skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan
pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat
thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).

1. Pemeriksaan Sel Darah Tepi

Pemeriksaan darah tepi adalah pemeriksaan darah dengan melihat keadaan sel-sel
yang terdapat dalam darah pada saat sampel darah tersebut diambil.
Tujuan dari pemeriksaan darah tepi adalah:
1. Untuk memeriksa jumlah dan bentuk dari eritrosit, leukosit, dan
trombosit
2. Untuk membedakan jenis-jenis sel darah putih dan persentasenya dalam
darah
3. Untuk menegakkan diagnosa terhadap defisiensi, penyakit, dan disorder,
termasuk produksi sel darah, fungsi, dan degenerasi.
4. Untuk memonitor produksi sel dan pematangan sel pada penyakit,
seperti pada leukemia, selama chemo/radiation therapy
5. Untuk melihat dan evaluasi jenis-jenis hemoglobin yang terdapat dalam
eritrosit
Pemeriksaann darah tepi yang dilakukan dalam kasus ini adalah Hapusan Darah
Tepi atau Peripheral Blood Smear. Tes ini digunakan untuk mengetahui morfologi
dari sel-sel darah.

HAPUSAN DARAH TEPI (PERIPHERAL BLOOD SMEAR )


Tujuan permeriksaan HDT : menilai pelbagai unsur sel darah tepi seperti
RBC, WBC
PLT dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanosoma, microfilaria
dll.HDT yang dibuat dan diwarnai dengan baik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkanhasil pemeriksaaan yang baik.
Ciri hapusan darah tepi yang baik :Cukup tipis, sel-sel darah terpisah satu
sama lain, tidak saling menumpuk, dapat diidentifikasi masing2 jenis sel, tdk ada
artefak, lekosit tidak boleh mengerombol di akhir hapusan darah.
Prinsip :
Setetes darah dipaparkan di atas gelas obyek lalu dicat dan diperiksa dibawah
mikroskop.
Pembuatan hapusan darah :
a. Alat-alat : Gelas obyek, Gelas penghapus
b. Tehnik : Membuat hapusan darah di atas gelas obyek
Mengeringkan
Mengecat
Menilai hapusan darah
Cat yang biasa dipakai :
a. Giemsa
b. Wright’s stain : mengandung Eosin dan Methylene blue,
Buffer phospat ph = 6,4 komposisi KH2PO4, Na2HPO4

Cara evaluasi hapusan darah :


1. Pembesaran kecil ( obyektif 10 x ) :
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari HDT.
○ Penilaian kualitas hapusan darah.
○ Perhatikan penyebaran sel apakah sudah cukup merata.
○ Penaksiran jumlah Lekosit dan Eritrosit, apakah ada sel-sel yg abnormal.
(microfilaria)
2. Pemeriksaan menggunakan minyak imersi
○ Eritrosit : 3 S ( Shape, Size, Staining )
Apakah ada kelainan/variasi marfologis
○ Trombosit : penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya
○ Lekosit : penghitungan differensial
Dicari kelainan-kelainan morfologis
○ Sel-sel abnormal : pemeriksaan morfologis

Dalam kasus ini HDT digunakan untuk mengetahui morfologis dari RBC atau sel
darah merah. Berikut ini beberapa jenis kelainan morfologis sel darah merah yang
mungkin ditemukan saat pemeriksaan:
Berdasarkan ukuran
• Anisocytosis: variasi ukuran antar sel-sel darah merah
• Macrocytosis: sel darah merah yang besar karena kekurangan vitamin B12
atau kekurangan folat. Biasa ditemukan pada kasus anemia berbahaya,
pecandu alcohol dan anemia megaloblastic.
• Microcytosis: sel darah merah yang kecil, bisa terjadi akibat anemia
zat besi atau kelainan genetik seperti thalassemia
Berdasarkan bentuk -- Poikilocytosis : variasi bentuk sel darah merah dan
termasuk beberapa kelainan pada saat yang sama
• Acanthrocytes (spur, tanduk, or spiculated cells): bentuk sel yang tidak
biasa dengan 5-10 spicules. Dapat ditemukan pada darah pasien post
splenectomy atau pada pecandu alkohol kronis.
• Echinocytes (burr, crenated or berry cells): bisa terdapat 10-30 spiny
projections. Sering ditemukan pada pasien gagal ginjal atau juga pada
pasien defisiensi zat besi.
• Elliptocytes (Ovalocyte): bentuk sel darah merah yag elips dan
ditemukan pada elliptocytosis yg menurun dan beberapa jenis
anemia.
• Keratocyte (horn cell): Bentuk setengah bulan atau spindle yang dapat
ditemukan pada pasien disseminated intravascular coagulation (DIC) atau
a vascular prosthesis.
• Rouleaux: Sel darah merah yang terlihat sebagai tumpukan koin.
Ditemukan pada pasien dengan multiple myeloma atau
macroglobulinemia.
• Sickle cells: Sel darah merah berbentuk bulan sabit yang merupakan ciri
khas sickle cell anemia atau anemia bulan sabit
• Target cells (leptocytes atau codocytes): Sel darah merah yang terlihat
seperti papan sasaran tembak. Biasanya ditemukan pada pasien
dengan hemoglobinopathies, thalassemia dan beberapa anemia.
• Teardrop cells (dacrocytes): Sel darah merah yang berbentuk air
mata atau tetesan air. Sering ditemukan pada pasien myelofibrosis
dan thalassemia.
• Schistocytes: pecahan pecahan dari sel darah merah. Biasanya
dikarenakan kelainan yang menyebabkan sel darah merah mudah pecah
atau karena mechanical hemolysis seperti pada pasien dengan jantung
artificial atau pasien luka bakar parah
• Spherocytosis: sel darah merah yang berbentuk bola, sering
ditemukan pada spherocytosis yang menurun atau dikarenakan
anemia hemolytic.
• Spicule (crenated): tepi sel darah merah yang bergerigi karena kekurangan
atau kehilangan cairan intraseluler atau karena penyakit liver.

Berdasarkan warna
• Hypochromasia: Sel darah merah berwarna pucat karena kekurangan
hemoglobin dan cekungan pucat di tengah sel. Ditemukan pada kasus
thalassemia dan defisiensi zat besi.
• Hyperchromasia: Sel darah merah menjadi lebih gelap dari warna
normalnya, dapat disebabkan oleh dehidrasi
• Polychromasia: terdapat noda biru pada sel darah merah, indikasi bahwa
sel tersebut belum matang karena dilepaskan terlalu cepat oleh sumsum
tulang

Struktur Intraselular
• Nucleated RBCs (normoblasts) atau Sel darah merah dengan nukleus: sel
darah merah yang belum matang, ditemukan saat adanya desakan hebat
bagi sumsum tulang untuk melepaskan sel darah merah sebelum saatnya.
Dapat ditemukan pada anemia berat, myelofibrosis, thalassemia, miliary
tuberculosis, kanker yang mengenai sumsum tulang, dan pada hypoxemia
kronis(kadar oksigen rendah). Secara normal sel darah merah dengan
nukleus juga ditemukan pada bayi untuk beberapa saat setelah kehamilan
• Reticulocytes: sel darah merah yang belum masak yang berwarna sedikit
kebiruan. Terdapat dalam jumlah yg sedikit pada keadaan normal. Jumlah
yang bertambah dapat ditemukan pada kekurangan darah yang akut,
hypoxia, degenerasi sel darah merah, penyakit sel sabit, defisiensi G6PD,
dan autoimun anemia hemolytic
• Siderocyte, sideroblast, ringed sideroblast: Sel darah merah yang tercemar
dengan noda biru Prussian, dan ditemukan butiran-butiran zat besi.
Sideroblas adalah siderocyte yg belum dewasa dan damat
mengindikasikan sideroblastic anemia.
• Basophilic stippling : terdapat titik biru gelap di dalam sel darah merah
dikarenakanp presipitasi dari ribosom dan dapat ditemukan pada
keracunan logam berat, defisiensi nutrisi, atau myelofibrosis.
• Heinz bodies: butiran/granul besar yang terdapat pada sel darah merah dan
tercemar dengan warna ungu. Dapat dikarenakan defisiensi G6PD,
thalassemia dan autoimmune hemolytic anemia.

1. Analisis Hemoglobin
Analisis hemoglobin dilakukan dengan dua cara:
1. Elektroforesis hemoglobin
-Hb varian kualitatif
- HbA2 kuantitatif (metoda mikrokolom)
- HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit)
- HbH inclusion bodies (pewarnaan retikulosit)
2. Metoda HPLC (beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif

2. Isolasi DNA

DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara
ketiganya adalah: DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat
dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk
sirkular dan tidak berasosiasi dengan protein histon. Selain itu, DNA mitokondria
dan kloroplas memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal
dari garis ibu. Hal ini sangat berbeda dengan DNA nukleus yang memiliki pola
pewarisan sifat dari kedua orangtua. Dilihat dari organismenya, struktur DNA
prokariot berbeda dengan struktur DNA eukariot. DNA prokariot tidak memiliki
protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linear
dan memiliki protein histon (Klug & Cummings 1994: 315–316; Raven &
Johnson 2002: 94).
DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang antiparalel dengan komponen-
komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa.
Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin.
‘Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur cincin-
ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T) yang
memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika Guanin berikatan dengan Sitosin, maka
akan terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika Adenin berikatan dengan
Timin maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen. Satu komponen
pembangun (building block) DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu gugus fosfat
dan satu pasang basa yang disebut nukleotida.
Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan bersifat herediter
pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap materi genetik (DNA)
yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi kromosom.
• DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun pada tumbuhan.
DNA manusia dapat diisolasi melalui darah. Darah manusia terdiri atas
plasma darah, globulus lemak, substansi kimia (karbohidrat, protein dan
hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbon dioksida). Plasma darah
terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
trombosit (platelet). Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih.
Sel darah putih dijadikan pilihan karena memiliki nukleus, di mana
terdapat DNA di dalamnya. DNA pada tumbuhan juga dapat diisolasi,
contohnya pada tumbuhan bawang merah (Allium cepa) dan pada pisang.
• Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu:
○ 1. Isolasi jaringan
○ 2. Dinding dan membran sel dilisiskan
○ 3. Diekstraksi dalam larutan
○ 4. Dipurifikasi
○ 5. Dipresipitasi
Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan
berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi
yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan
terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin
yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya
2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm.

1. Morfologi RBC
Anisopoikilositosis = variasi ukuran dan bentuk sel yang abnormal dan
menyatakan adanya gangguan eritropoiesis.

Ovalocyte = sel darah merah yang berbentuk oval


Spherocytes= Adalah sel darah merah yang mengalami kerusakan
membran akibat pengurangan diameter dan ukuran tetapi
tetap pada volume yg normal, tidak memiliki daerah
pucat di tengah dan cenderung mudah hemolisis.

Tear drops adalah sel darah merah yang berbentuk tetesan air. Cukup sering
ditemukan tear drops menunjukkan adanya tanda-tanda menderita Thalasemia
Sel target adalah eritrosit yang mikrositik (kecil), leptositik (lonjong),
dan polisitemik (banyak) yang bercampur membentuk sel target.
2. Analisis DNA
Ovalositosis Asia Tenggara (SAO) adalah penyakit herediter asimtomatik
yang ditandai oleh terdapatnya lebih dari dua puluh persen eritrosit berbentuk oval
di dalam tubuh penderita'. Pada pemeriksaan darah tepi penderita ovalosit
herediter, persentase ovalosit bisa mencapai 90%. SAO disebabkan oleh delesi
gena protein band 3 (EPB3). Gena ini terdapat pada lengan panjang kromosom 17
terdiri dari 20 ekson yang tersebar sepanjang sekitar 18-20 kb. Delesi sebesar 27
bp terletak pada ekson 11, sehingga 9 asam amino hilang pada posisi 400-408 dari
protein band 3 norma16. Posisi 400-408 adalah bagian transmembran pertama
protein band 3. Delesi 9 asam amino pada posisi 400-408 akan meningkatkan
rigiditas membran dan mengakibatkan deformitas membran7.

3. Konseling Genetik
Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama
kalidiperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd (1947) dari Dight Institute
for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling genetik
diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada
masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya”.
Penerapan konseling genetik pada masyarakat kita mungkin harus
sedikit berbeda dari apa yang direkomendasikan oleh para ahli di
luar negeri, karena struktur sosial ekonomi, budaya, dan tingkat
pendidikan yang berbeda. Istilah konseling genetik sendiri masih
asing dan mungkin masih sukar diterima oleh sebagian masyarakat
kita, yang sebagian besar berpendidikan di bawah SMU. Pada
prinsipnya sebelum konseling genetik diterapkan, kita harus
mempunyai para konselor genetik yang handal. Konselor tidak harus
seorang dokter, tetapi bisa seorang perawat, bidan, psikolog, bahkan
pekerja sosial (Simons and pardes, 1977). Yang terpenting adalah
konselor seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala
sesuatu yang berkaitan dengan thalassemia. Seorang konselor juga
dituntut untuk dapat bersikap simpatik, tidak terkesan menggurui
apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu komunikasi dan hubungan
batin yang baik antara konselor dengan yang dikonseling. Seorang
harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap
mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita
atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara
penurunannya, dan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang
penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus
mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga
sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang
disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang
dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka yang membuat
keputusan
3. sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan.
Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-
kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.
Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Secara umum sasaran
konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal
dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita
thalassemia, atau kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga
yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full
blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan
apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia. Apabila
hanya salah satu dari mereka yang mengemban (pembawa sifat)
thalassemia tidak jadi masalah, tetapi jika keduanya pengemban sifat
thalassemia maka perlu diinformasikan bahwa jika mereka tetap
memutuskan untuk menikah maka 25% dari keturunannya
berpeluang menderita thalassemia mayor. Keputusan tergantung pada
pasangan tersebut apakah mereka memutuskan tidak kawin, tetap
kawin tanpa mempunyai anak, atau kawin dan ingin mempunyai
anak. Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk
pasangan berisiko tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan
premarital maupun pasangan yang telah mempunyai anak
thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa
telah ada teknologi yang dapat membantu untuk mengetahui apakah
janin yang dikandung menderita thalassemia atau tidak pada awal
kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. Perlu
diinformasikan pula selengkap-lengkapnya tentang prosedur
diagnosis tersebut, di mana mereka dapat melakukannya, siapa yang
harus dihubungi, tingkat kesalahan diagnosis, biaya serta
kemungkinan keguguran akibat proses sampling. Dengan demikian
mereka dapat mempertimbangkan benar-benar untung ruginya sebelum
mengambil keputusan agar tidak timbul kekecewaan atau
penyesalan di kemudian hari (Blumberg et al., 1975). Kesuksesan
program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dan sosial budaya pasangan tersebut. Menurut pengalaman pada
negara yang berprevalensi tinggi thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus,
dan Italia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat
menurunkan insidensi thalassemia sampai 80% dalam 10 tahun
terakhir ini (Cao dan Rosatelli, 1988). Kebanyakan dari pasangan
berisiko tersebut memutuskan tetap menikah tetapi memutuskan
untuk tidak mempunyai anak. Kiranya hal ini agak sukar diterapkan
pada masyarakat kita jika sebagian besar masih beranggapan bahwa
keberadaan seorang anak merupakan target utama dari sebuah
perkawinan. Apabila pandangan seperti itu dapat sedikit dirubah
menjadi anak yang sehat merupakan target dari perkawinan’,
mungkin konseling genetik akan jauh lebih mudah dilakukan. Karena
berbagai alasan, baik menyangkut agama maupun aspek psikologis
lainnya yang tidak merestui pengakhiran kehamilan, maka
pendampingan perlu melibatkan tokoh-tokoh agama dan para
psikolog.Langkah ini perlu dilakukan agar semua tindakan yang
diambil dengan hati yang mantap sehingga tidak timbul penyesalan
atau rasa bersalah di kemudian hari.

4. Diagnosis Genetik Prenatal


Diagnosis prenatal (PND) pada thalassemia pertama kali berhasil
dilakukan oleh Nathan and Kan (1974) dengan menggunakan darah
fetal (Kan et.al., 1979). Tujuan dari diagnosis prenatal adalah untuk
mengetahui sedini mungkin, apakah janin yang dikandung
menderita thalassemia mayor. PND terutama ditujukan pada janin
pasangan baru yang sama-sama pengemban sifat thalassemia dan
janin pasangan yang telah mendapat bayi thalassemia
sebelumnya. Pada kasus thalassemia, sekarang PND dapat dilakukan
pada usia kehamilan 6-8 minggu dengan menggunakan sampel villi
chorialis (Old et.al., Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya
17 1990). Untuk mempercepat proses PND, dapat dimulai dengan
pemeriksaan DNA kedua orang tuanya terlebih dahulu. Tindakan
ini dapat dilakukan lebih awal bahkan sebelum kehamilan terjadi,
pada saat mereka telah memutuskan untuk mempunyai anak.
Kemudian setelah usia kehamilan mencapai 6-8 minggu, baru
dilakukan pengambilan sampel jaringan villi chorialis janin serta
dilakukan pemeriksaan molekular sesuai dengan mutan yang diemban
oleh kedua orang tuanya (Old et.al., 1990). Sedikitnya harus ada dua
teknik berbeda yang dilakukan pada PND, agar hasil idenfikasi lebih
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. PND juga harus dilakukan
secepat mungkin (dalam waktu kurang dari seminggu) agar tidak
menjadi beban psikologis kedua orang tua selama menunggu hasil
untuk mengambil keputusan. Selain itu usia kehamilan juga masih
memungkinkan untuk tindakan terminasi kehamilan kalau memang
hal tersebut diperlukan. Biasanya pasangan masih membutuhkan
waktu beberapa hari hingga minggu, untuk memutuskan nasib janin
mereka jika ternyata sang janin menderita thalassemia, dan selama
itu mereka mungkin perlu pendampingan. Beberapa tahun
belakangan ini telah dikembangkan teknik inseminasi selektif, pada
pasangan berisiko tinggi. Dengan teknik ini maka kemungkinan
lahirnya bayi thalassemia dapat diperkecil. Apabila pada kehamilan
normal probabilitas terjadinya bayi thalassemia mayor adalah 25%,
maka pada inseminasi selektif, jika ada enam embrio yang dibuahi
secara in-vitro, dan hanya dua embrio yang diambil secara acak yang
ditanamkan ke rahim maka berarti probabilitas terjadinya bayi
thalassemia dari pasangan tersebut menjadi 1/3 x 1/4 = 1/12 atau 3
kali lebih rendah dari risiko kehamilan normal. Teknik inseminasi
selektif dianggap lebih menyenangkan terutama bagi sebagian
pasangan yang karena alasan pribadi atau lainnya keberatan untuk
melakukan PND dan terminasi kehamilan.

5. Rekombinasi Gen pada Fertilisasi

Rekombinasi genetika merupakan proses pemutusan seunting bahan genetika


(biasanya DNA, namun juga bisa RNA) yang kemudian diikuti oleh
penggabungan dengan molekul DNA lainnya. Pada eukariota rekombinasi
biasanya terjadi selama meiosis sebagai pindah silang kromosom antara
kromosom yang berpasangan. Proses ini menyebabkan keturunan suatu makhluk
hidup memiliki kombinasi gen yang berbeda dari orang tuanya, dan dapat
menghasilkan alel kimerik yang baru. Pada biologi evolusioner, perombakan gen
ini diperkirakan memiliki banyak keuntungan, yakni mengijinkan organisme yang
bereproduksi secara seksual menghindari Ratchet Muller.
Secara alami, rekombinasi gen terjadi saat pembelahan meiosis terjadi, (jd bukan
saat fertilisasi), yaitu ketika fase yang disebut sebagai “pindah silang” atau
crossing over, pada profase I . Pada fase itu, gen-gen dari pasangan kromosom
homolog saling bertukaran. Seperti kita ketahui, manusia memiliki 2 set
kromosom yang saling berpasangan, satu set kromosom yang membawa sifat-sifat
ayah, dan satu set kromosom yang membawa sifat-sifat ibu. Pada pembelahan
mitosis (perbanyakan sel), kedua set kromosom tersebut akan diperbanyak apa
adanya, jadi tidak ada perubahan susunan gen. Namun, pada saat pembelahan
meiosis, yaitu pada pembentukan sel gamet (yang nota bene hanya punya satu set
kromosom), terjadi pindah silang, sehingga satu set kromosom hasil dari
pembelahan meiosis akan membawa kombinasi sifat ayah dan sifat ibu.
Berikut ini adalah informasi – informasi tentang rekombinasi gen seksual seperti
disebutkan dibawah ini:
Hukum mandel 1 dan hukum mandel 11, tentang hukum pemisahan dan
rekombinasi faktor- faktor keturunan yang terjadi selama meiosis. Pada mahkluk
hidup yang bereproduksi secara sseksual, peristiwa fertilisasi didahului oleh
proses pembentukan gamet (meiosis). Proses meiosis menghasilkan gamet-gamet
yang mempunyai jumlah kromosom sebanyak separuh dari jumlah kromosom sel
induknya. Pada proses meiosis inilah terjasi pemisahan faktor- faktor keturunan
dari masing- masing alelnya secara bebas. Peristiwa pemisahan yang berlangsung
secara bebas itulah yang lebih terkenal dengan hukum mandel 1: sebaliknya
peristiwa kombinasi secara bebas lebih dikenal dengan hukum mandel II. Dengan
peristiwa pemisahan dan rekombinasi secara bebas inilah menyebabkan
kandungan faktor keturunan pada tiap gamet, secara keseluruhan tidak sama satu
sama lain. Dengan kata lain secara keseluruhan tiap-tiap gamet berbeda satu
dengan yang lainnya.
Hereditas mendel
Perubahan dalam gen dapat disebabkan:
1. Mutasi : apabila gen A berubah menjadi a dan sebaliknya, maka frekuensi
yang dinyatakan oleh p dan q dalam (p + q)2 akan berubah.
2. Perbedaan pembagian ke gen pool.
Pembawa (carrier) dari sebuah genotipe dapat berbeda dalam membagi ke gen
pool dari generasi berikutnya, perbedaan dalam nilai adaptif dapat menyebabkan
perubahan dalam frekuensi gen.
3. Migrasi: perbedaan migrasi dari pembawa gen A dan gen a kedalam atau
keluar populasi akan mengakibatkan perubahan.
4. Penghanyutan genetik (genetic – drift)
Pada populasi kecil variasi yang terjadi secara kebetulan dapat menjadi penting.
Perkawinan sendiri atau antara saudara dapat mengubah frekuensi gen.
Mutasi merupakan sumber dari perubahan genetik, bila suatu mutasi
meningkatkan kemauan untuk hidupnya hanya 1% maka untuk terbentuknya ½
populasi perlu waktu 100 generasi. Jadi peranan reproduksi seksual sangat
penting. Melalui reproduksi seksual dan seleksi alam, evolusi dapat menjadi
terarah.

DAFTAR PUSTAKA
1. thalasemia « uva89.htm
2. PROGNOSIS ASKEP THALASEMIA « ..WELCOME TO HARNA’S
WORLD...html
3. (W. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
Edisi V, Halaman 1392. Jakarta: Interna Publishing.)
4. Di unduh di www.scribd.com/doc/37848843/Bagaimana-fisiologi-RBC -
pada 22 februari 2011 pukul 20.30 WIB)

5. Anonymous. 2009.Rekombinasi Gen. I:\rekombinasi-gen.html. Diakses


tanggal 8 November 2009

Anda mungkin juga menyukai