Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

ASKEB KOMUNITAS

Oleh

NAMA : WINDI R.M.W SELAN

NIM : PO530324019495

KELAS : 2B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEBIDANAN

TAHUN 2021
ANALISA DATA PENCAPAIAN TARGET SDG’S DI KABUPATEN BELU
MENGENAI PROFIL KESEHATAN, DATA BPS, DAN DATA RISKESDAS

SEKILAS SDGs

Sebelum pelaksanaan Millennium Development Goals (MDGs) berakhir, pada UN


Summit On MDGs 2010 telah dirumuskan agenda pembangunan dunia pasca 2015. Hal ini di
perkuat dengan di sepakatinya dokumen “The Future We Want” dalam UN Conference On
Sustainable Development 2012. Kedua hal ini menjadi pendorong utama penyusunan agenda
pembangunan pasca 2015 yang disepakati dalam sidang umum PBB pada september 2015,
yaitu agenda 2030 tujuan pembangunan bekelanjutan (TPB) atau Sustainable Development
Goals (SDGs). TPB/SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi
masyarakat secara berkesinabungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan telaksananya tata
kelolah yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.

Latar Belakang SDGs

Tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/Sustainable Development Goals (SDGs)


adalah pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin
keadilan dan terlaksananya tata kelolah yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup
dari satu generasi berikutnya. TPB/SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam
upaya untuk menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan yaitu

1. Tanpa kemiskinan
2. Tanpa kelaparan
3. Kehidupan sehat dan sejahtera
4. Pendidikan berkualitas
5. Kesetaraan gender
6. Air bersih dan sanitasi layak
7. Energi bersih dan terjangkau
8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
9. Industri, inovasi dan infrastruktur
10. Berkurangnya kesenjangan
11. Kota dan pemukiman yang berkelanjutan
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
13. Penangganan perubahan iklim
14. Ekosistem lautan
15. Ekosistem daratan
16. Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan

Upaya pencapaian target TPB/SDGs menjadi prioritas pembangunan nasional, yang


memerlukan sinergi kebijakan perencanaan ditingkat nasional dan tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Target-target TPB/SDGs ditingkat nasional telah sejalan dengan rencana
pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam bentuk program,
kegiatan dan in dikator yang terukur serta indikasi dukungan pembiayaan.

Indonesia telah berhasil mencapai sebagian besar target MDGs Indonesia yaitu 49 dari 67
indikator MDGs, namun demikian masih terdapat beberapa indikator yang dilanjutkan dalam
pelaksanaan TPB/SDGs. Beberapa indikator yang harus di lanjutkan tersebut antara lain
penurunan angka kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional, peningkatan konsumsi
minimum di bawah 1.400 kkal/kapita/hari, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI),
penanggulangan HIV/AIDS, penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah perdesaan serta
disparitas capaian target antar provinsi yang masih lebar.

Profil Kesehatan Kabupaten Belu

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatnya


kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat yang berperilaku sehat
serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan diperlukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang harus bertolak dari masalah.
Kabupaten Belu di tahun 2013 mengalami pemekaran menjadi 2 kabupaten yaitu
Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka. Setelah pemekaran Kabupaten Belu terdiri dari 12
Kecamatan, luas wilayah 1.284,94 Km2 dengan jumlah penduduk 227.097 jiwa.

Profil kesehatan Kabupaten Belu merupakan gambaran situasi kesehatan di


Kabupaten Belu dan di terbitkan setiap tahun.

Isi profil kesehatan mengarah pada tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan, sehingga sesuai dengan format indikator kesehatan dan indikator standar
pelayanan. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan di Kabupaten Belu, antara
lain ditujukan untuk pemerataan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan pelayanan yang
berkualitas di masyarakat pedesaan. Untuk percepatan pembangunan kesehatan di Kabupaten
Belu, maka kegiatan tahun 2013 yang di buat berdasarkan analisis masalah dan penyebab
dengan pertimbangan kekuatan dan kelemahan yang ada serta peluang yang tersedia dan
ancaman yang mungkin tejadi, maka telah disusun suatu rencana strategi pembangunan
kesehatan tahun 2009, 2013, dengan program indikasi meliputi :

1. Program pengadaan , peningkatan dan perbaikan sarana prasarana puskesmas dan


jaringannya

2. Program pengembangan SDM kesehatan

3. Program pengembangan standar pelayanan kesehatan

4. Program pengembangan pembiayaan kesehatan

5. Program upaya kesehatan masyarakat

6. Program perbaikan gizi masyarakat

7. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit

8. Program obat dan pembekalan kesehatan

9. Program kesehatan ibu, anak dan lanjud usia

10. Program penyehatan lingkungan

11. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

12. Program pengembangan lingkungan sehat

13. Program upaya kesehatan perorangan

14. Program kebijakan dan manajemen kesehatan


15. Program penelitian dan pengembangan kesehatan

DATA BPS KABUPATEN BELU

Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kependudukan dan catatan sipil


Kabupaten Belu, jumlah penduduk sebanyak 229.561 jiwa dengan jumlah laki-laki
115.839 jiwa dan perempuan 113.772 jiwa . tampak bahwa secara keseluruhan jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin di kabupaten Belu hampir berimbang antara laki-
laki sebesar 50.46 % dan perempuan sebesar 49.54 %. Luas wilayah kabupaten Belu
sebesar 1.285 km2, dengan jumlah penduduk sebesar 229.561 jiwa. Maka tingkat
kepadatan penduduk Kabupaten Belu adalah sebesar 178,66 jiwa/km.

DATA RISKESDAS KABUPATEN BELU

Riskesdas adalah riset berbasis komunitas dengan tingkat keterwakilan


kabupaten/kota, yang menyediakan informasi kesehatan dasar termasuk biomedis,
dengan menggunakan sampel susenas kor.

Riskesmas mencakup sampel yang lebih besar dari survei-survei kesehatan


sebelumnya dan mencakup aspek kesehatan yang lebih luas.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meninggikan derajat kesehatan


temasuk keadaan Gizi masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup
serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Pembangunan kesehatan
dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan
masyarakat dan keluarga serta pencegahan penyakit, disamping upaya penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
Akses pelayanan kesehatan dalam Riskesdas mengetahui keberadaan fasilitas
kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas
atau puskesmas pembantu, praktek dokter atau klinik, posyandu. Modal transportasi
yang dapat digunakan oleh rumah tangga menuju fasilitas kesehatan yang terdiri dari
mobil pribadi, kendaraan umum. Waktu tempuh dengan modal transportasi tersebut
yang paling sering digunakan oleh rumah tangga dalam bentuk menit. Kemudian yang
terakhir memperoleh gambaran tentang biaya atau ongkos transportasi oleh rumah
tangga menuju fasilitas kesehatan dalam satu kali pergi.

 Salah satu target indikator yang belum tercapai sampai saat ini di Kabupaten
Belu yaitu Stunting pada anak

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat


kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) serta
terjadinya infeksi berulang karena pola asuh yang tidak memadai, hal ini perlu di
perhatikan dan atasi sejak dini

Sebanyak 38,6 % bayi dibawah lima tahun (balita) di kabupaten Belu


menderita stunting yakni gangguan pertumbuhan akibat kurangnya asupan gizi.

Untuk prevalensi stunting dari 12 kecamatan di Belu yakni, kecamatan Nanaet


Duabesi 58,22 %, kecamatan Raimanuk 45,04 %, kecamatan Lamaknen 43,83 %,
kecamatan Lamaknen selatan 50 %, kecamatan tasifeto barat 41,21 %, kecamatan
tasifeto timur 28,04 %, kecamatan lasiolat 19,21 %, kecamatan atambua barat
16,33 %, kecamatan atambua selatan 14,11 %, kecamatan kakuluk mesak 13,03
%, kecamatan raihat 12,08% dan kecamatan atambua kota 7,67 % .

Masih tingginya angka stunting disebabkan jauhnya jarak dari desa ke kota
sehingga mengakibatkan kebutuhan akan protein sangat sulit. Akses ke kota
begitu sulit, serta kemiskinan dan asupan gizi yang kurang menjadi pemicu masih
tingginya angka stunting di kabupaten yang berbatasan langsung dengan RDTL
ini

 Faktor yang menjadi penyebab angka stunting masih tinggi di Kabupaten Belu
adalah polah asuh anak yang salah

Karena banyak anak yang di tinggal ibunya merantau dan pengasuhan anak di
serahkan kepada nenek atau keluarga terdekat dari anak tersebut.
 Strategi yang dapat di lakukan untuk menekan angka stunting yang semakin
tinggi

Strategi nasional percepatan pencegahan stunting diharapkan dapat


menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung komitmen
para pemimpin nasional baik di pusat maupun daerah. Pencegahan stunting
memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor diseluruh tingkat
pemerintahan, swasta, dan dunia usaha serta masyarakat.

Pencegahan stunting juga dapat dilakukan dengan sosialisasi dan Edukasi


yang akan selalu di sampaikan kepada masyarakat, ibu hamil di beri sosialisasi
tentang pentingnya memeriksa kandungannya dan dapat mempersiapkan diri
secara baik untuk merawat dam memberikan asupan gizi pada anaknya

Pencegahan stunting dilakukan melalui 2 intervensi yaitu intervensi Gizi


spesifik dan intervensi gizi sensitive. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi
yang ditujukan kepada anak dalam Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan
berkontribusi pada 30 % penurunan stunting. Kerangka intervensi gizi spesifik
umumnya dilakukan pada sector kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka
pendek dimana hasil yang dapat dicatat dalam waktu relative pendek. Kegiatan
yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan intervensi gizi spesifik dapat dibagi
menjadi beberapa intevensi utama yang di mulai dari masa kehamilan ibu, hingga
melahirkan balita sedangkan intervensi gizi spesifik adalah kegiatan pembangunan
diluar sector kesehatan dan berkontribusi 70 % intervensi stafnya. Sasaran dari
intevensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus bagi ibu
hamil dan balita pada seribu hari pertama kehidupan. Upaya percepatan
pencegahan stunting akan lebih spesifik dilakukan secara konvergen.
Daftar Pustaka

http://Ptokol.belukab.go.id diakses tanggal 3 Maret 2021

www.dinkes.nttprov.go.id

http://belukab.bps.go.id

Anda mungkin juga menyukai