Kel 4
Kel 4
A. Pangantar
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakai suatu nilai
sehingga mempakan sumber dari segala penjabaran norma dan norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam Filsafat Pancasila terkandung di
dalamnya suatu pemikiran-pemikiran mg bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis
dan komperhensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh
karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang
merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai
yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu fllsafat teoritis dan filsafat praktis. Kelompok pertama
mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Jadi filsafat teoritis
mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya tentang segala sesuatu, misalnya
hakikat manusia. alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan.
tentang apa yang diketahui, tentang yang transenden dan lain sebagainya. Dalam hal ini
filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dam berkaitan erat dengan hal-hal
yang bersifat praktis, karena pemahaman yang dicari menggerakkan kehidupannya.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suaru pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,
atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan
pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang
membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas
tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat yang
merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak
susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang
menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan
kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan
bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lebih
banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusi (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan
dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
1) Nilai-nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar: dan meliputi semua benda yang
dapat dibeli).
2) Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan daxi
kehidupan badan).
3) Nilai-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan).
4) Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang
diinginkan).
5) Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang
diinginkan).
6) Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7) Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8) Nilai-nilai keagamaan.
a) Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui
indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku
atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata praksis) namun
demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut
dasar onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang
terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat
Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Jikalau nilai dasar itu berkaitan
dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut bersifat mutlak karena hakikat
Tuhan adalah kausa prima (sebab pertama), sehingga segala sesuatu
diciptakan (berasal) dari Tuhan. Demikian juga jikalau nilai dasar itu
berkaitan dengan hakikat manusia. Maka nilai-nilai tersebut bersumber pada
hakikat kodrat manusia, sehingga jikalau nilai-nilai dasar kemanusiaan itu
dijabarkan dalam norma hukum maka diistilahkan sebagai hak dasar (hak
asasi). Demikian juga hakikat nilaj dasar itu dapat juga berlandaskan pada
hakikat sesuatu bendaa kuantitas, kualitas, aksi, relasi, mang maupun waktu.
Demikianlah sehingga nilai dasar dapat juga disebut sebagai sumber norma
yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan
yang bersifat praksis. Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat
berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bartentangan dengan nilai
dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis
tersebut.
b) Nilai Instrumental
c) Nilai Praksis
Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu
veriflkasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat
dipahami, dipikirkan dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan
juga dengan harapan, cita-cita keinginan dan segala sesuatu pertimbangan
internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkrit
yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat
subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut
diberikan oleh subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai)
dan bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas
dari penilaian manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan
tingkah laku manusia. maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta
diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih
kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma. Terdapat berbagai
macam norma dan dari berbagai macam norma tersebut norma hukumlah
yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh Suatu
kekuasaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum.
C. Etika Politik
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa filsafat dibagi menjadi beberapa
cabang, terutama dalam hubungannya dengan bidang yang dibahas. Jikalau
dikelompokkan cirinya, maka filsafat dibedakan atas filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Filsafat teoritis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu, antara
lain manusia, alam, benda fisik, pengetahuan bahkan juga tentang hakikat yang
transenden. Dalam hubungan ini filsafat teoretispun pada kahirnya sebagai
sumber pengembangan hal-hal yang bersifat parktis termasuk ilmu alam
pengetahuan dan teknologi. Filsafat praktis sebagai bidang kedua, membahas dan
mempertanyakan aspek praksis dalam kehidupan manusia, yaitu etika yang
mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara,
lingkungan alam serta terhadap Tuhannya (Suseno, 1987:12).