Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KELUARGA

DIARE

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KELUARGA


DIARE

I I

S T I K E S
A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

Banjarmasin, Juli 2020


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )
3

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KELUARGA


DIARE

I. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga


A. Definisi
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga, seperti yang
dijelaskan oleh (Padila, 2012).
Keluarga merupakan sasaran keperawatan komunitas selain individu,
kelompok dan masyarakat. Menurut (Friedman, Bowden, & Jones, 2010)
keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup dalam satu rumah tangga
karena pertalian darah, ikatan perkawinan atau adopsi.
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan
melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes, 2010).
Pengertian lain dari keperawatan keluarga adalah proses pemberian
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik
keperawatan (Depkes RI, 2010).
B. Tipe keluarga
Menurut (Padila, 2012) Keluarga memiliki berbagai macam tipe
yang dibedakan menjadi keluarga tradisional dan non tradisional, yaitu:
1. Tipe keluarga tradisional terdiri dari:
a. Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang
terdiri dari suami, istri dan anak kandung atau anak adopsi.
b. Extended family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah
dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya
kakek, nenek, bibi dan paman.
c. Dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang
tinggal dalam satu rumah tanpa anak.
4

d. Single parent family adalah suatu keluarga yang terdiri dari satu
orang tua dan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. Single adult adalah satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
dewasa.
f. Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri
yang sudah lanjut usia.
2. Tipe keluarga non tradisional terdiri dari :
a. Keluarga communy yang terdiri dari satu keluarga tanpa pertalian
darah, hidup dalam satu rumah.
b. Orang tua (ayah, ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
c. Homo seksual dan lesbian adalah dua individu sejenis yang hidup
bersama dalam satu rumah dan berperilaku layaknya suami istri.
C. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2010) terdapat empat fungsi
keluarga meliputi:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah fungsi upaya pemenuhan kebutuhan akan
kasih sayang, pengertian, dan menentukan kebahagiaan keluarga.
Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga, timbul
karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak terpenuhi. Fungsi afektif
berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan
basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif
tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga yang dapat mempertahankan makna yang positif, mempelajari
dan mengembangkan fungsi afektif melalui interaksi serta hubungan
dalam keluarga.
Setyowati (2008) ada beberapa komponen yang perlu dipenuhi
oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif yaitu: Pertama, saling
5

mengasuh seperti cinta kasih, kehangatan saling menerima, saling


mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan
dukungan dari anggota yang lain. Hubungan yang tercipta dalam
keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan
orang lain di luar keluarga/masyarakat. Kedua, saling menghargai
merupakan usaha mempertahankan sikap positif dengan anggota
keluarga yang mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga.
Ketiga, ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat melalui hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus
mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak
dapat berkembang dan meniru tingkah laku yang positif dari kedua
orang tua ataupun keluarga lainnya.
2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Keluarga memiliki
tanggung jawab utama dalam mengubah seorang bayi dalam hitungan
tahun menjadi makhluk sosial yang mampu berpartisipasi penuh dalam
masyarakat. Selain itu, sosialisasi seharusnya tidak sekedar dianggap
berhubungan dengan pola perawatan bayi dan anak, tetapi lebih kepada
proses seumur hidup yang meliputi internalisasi sekumpulan nilai dan
norma yang tepat agar dapat menjadi seorang remaja, suami/istri,
orangtua, seorang pegawai yang baru kerja, kakek/nenek, mahasiswa,
dan pensiunan (Friedman, 2010).
3. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga. Menjamin kontinuitas antar
generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru
untuk masyarakat Leslie & Korman (1989 dalam Friedman, 2010).
6

Pernikahan dan keluarga dirancang untuk mengatur dan mengendalikan


perilaku seksual serta reproduksi. Sekarang, fungsi reproduksi telah
dipisahkan dari keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi, mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang, dan material dalam alokasinya yang sesuai melalui
proses pengambilan keputusan (Setiadi, 2008).
5. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan
Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi fisik keluarga dipengaruhi oleh
orang tua yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan
praktik kesehatan (yang mempengaruhi status kesehatan anggota
keluarga secara individual) merupakan fungsi keluarga yang paling
relevan (Friedman, 2010).
D. Tahapan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (2010) adalah:
1. Tahap 1: Keluarga pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah
keluarga baru, keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan
dari keluarga asal atau status lajang kehubungan baru yang intim.
Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c. Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai
orangtua).
2. Tahap II: Keluarga yang sedang mengasuh anak
7

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi


berumur 30 bulan. Biasanya orang tua bergetar hatinya dengan
kelahiran anak pertama mereka, tapi agak takut juga. Kekhawatiran
terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan
bayi tersebut mulai mengenal. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan
semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercaya kepada mereka.
Peran tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan
menjadi orang tua baru. Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).
b. Rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua dan kakek-nenek.
3. Tahap III: Keluarga yang anak usia prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak
pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun.
Sekarang, keluarga mungkin terdiri tiga hingga lima orang, dengan
posisi suami – ayah, istri – ibu, anak laki-laki – saudara, anak
perempuan – saudari. Keluarga menjadi lebih majemuk dan berbeda.
Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
b. Mensosialisasikan anak.
c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan diluar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
4. Tahap IV: Keluarga dengan anak usia sekolah
8

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan
mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari
masa remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota maksimum,
dan hubungan keluarga di akhir tahap ini. Adapun tugas perkembangan
keluarga yaitu:
a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan
lingkungan.
b. Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia.
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat.
d. Meningkatkan komunikasi terbuka.
5. Tahap V: Keluarga dengan anak remaja
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari
siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6
hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih
tinggal dirumah hingga berumur 19 atau 20 tahun. Adapun tugas
perkembangan keluarga yaitu :
a. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri b.
b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
6. Tahap VI: Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak
pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan rumah
kosong, ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat
singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang
ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang belum menikah yang
masih tinggal di rumah. Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
9

c. Membantu orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan memasuki


masa tua.
d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
7. Tahap VII: Orang tua pertengahan
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia
pertengahan dari bagi orangtua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua
memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan
pensiun, biasanya 16-8 tahun kemudian. Adapun tugas perkembangan
keluarga yaitu:
a. Mempertahankan kesehatan.
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
dan anak-anak.
c. Meningkatkan keakraban pasangan
8. Tahap VIII: Keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah
satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung
hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan
lain meninggal. Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b. Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman, dll.
c. Mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan “ Life Review”
E. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Adapun tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut.
1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.
2. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.
3. Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
10

4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan


dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan. (friedman, 2010)

II. Konsep Dasar Diare


A. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
daripada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. (Amin dan
Hardi, 2015)
Diare adalah penyakit yang di tandai dengan terjadinya perubahan
bentuk dan konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan cair dengan
frekuensi lebih dari lima kali sehari. Diare dapat merupakan penyakit
yang sangat akut dan berbahya karena sering mengakibatkan kematian
bila terlambat penanganannya. (Pudiastuti, 2011)

B. Klasifikasi
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan
berlangsung kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair,
biasanya mendadak, disertai lemah dan kadang-kadang demam atau
muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai
beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi
bakteri, akibat makanan.
2. Diare kronis
11

Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari


sejak awal diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi
menjadi 2 yaitu diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik
adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit.
Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan
(Wijaya, 2010). Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan
bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang berlangsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus
atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu
penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat badan
menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap darah.
Demam disertai defense otot perut menunjukan adanya proses radang
pada perut. Diare kronik seperti yang dialami seseorang yang
menderita penyakit crohn yang mula-mula dapat berjalan seperti
serangan akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suatu serangan akut
seperti diare karena infeksi dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan
penderita sendiri dapat diarahkan untuk membedakan antara diare
akut dengan diare kronik.

Tabel.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan tabel


Derajat Diare tanpa Diare Diare
Dehidrasi dehidrasi dehidrasi dehidrasi
Gejala/ Ringan/ Berat
derajat Sedang
dehidrasi
Bila terdapat Bila terdapat Bila terdapat
dua tanda atau dua tanda atau dua tanda atau
lebih lebih lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lusu, Lunglai/
tidak sadar
12

Mata Tidak Cekung Cekung Cekung


Keinginan Normal, tidak Ingin minum Malas minum
untuk Minum ada rasa haus terus, ada rasa
haus
Turgor Segera kembali Kembali Kembali sangat
lambat lambat
Sumber: DEPKES RI, 2011.
C. Etiologi
Menurut Hasan dan Alatas (2010), diare disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas.
b. Virus: Enteroovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
c. Parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
2. Faktor Malabsopsi
a. Malabsorpsi karbohidrat, yaitu pada bayi kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut.
Jika sering terkena diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.
b. Malabsorpsi lemak, yaitu terdapat lemak dalam makanan yang
disebut triglyserida.Triglyseridadengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika
tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
terjadi karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah
tinja mengandung lemak.
c. Malabsorpsi protein, yaitu kesulitan penyerapan nutrisi dari
makanan yang mengandung protein.
13

3. Faktor makanan seperti makanan yang sudah basi, makanan yang


tercemar, terlalu banyak lemak, beracun, kurang matang, dan alergi
terhadap makanan.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Suraatmaja (2010), tanda dan gejala diare yaitu bab lebih
dari 3 kali, dengan konsistensi lembek, ada/tanpa darah. Gejala awal diare
adalah anak gelisah, menjadi cengeng, suhu tubuh meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan
sesudah diare. Hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, karena banyak
kehilangan air dan elektrolit. Gejala muntah dapat timbul sebelum dan
sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit akhirnya tampak dehidrasi yaitu
berat badan turun, turgor kulit menurun, mata dan ubun–ubun cekung,
selaput lendir dan mulut ikut kering. Bila dehirasi berat maka volume
darah akan berkurang dengan demikian nadi akan cepat dan kecil, denyur
jantung cepat, tekanan darah menurun, kasadaran menurun yang akhirnya
terjadi syok.

E. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2011), Peradangan pada gastroenteritis
disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme
ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan menurunkan absorbsi
cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Menurut Diskin (2008) di buku Muttaqin (2011) adapun mekanisme dasar
yang menyebabkan diare, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Gangguan osmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar
diserap oleh mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
14

elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2. Respons inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke
dalam rongga usus, selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Patway (Amin dan Hardi, 2016)

Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang Toksik tak diserap Ansietas


diusus

Hipersekresi air Malabsorbsi KH,


dan elektrolit hiperperistaltik lemak, protein

Isi usus Penyerapan makanan Mening tekanan


diusus menurun osmotik

Pergeseran air dan


elektrolit

Diare
15

F. Komplikasi
Menurut Vivian (2010), diare dapat menyebabkan beberapa
komplikasi berikut:
1. Dehidrasi : ringan, sedang, dan berat.
2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.
3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala
meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
4. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.
16

7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita


juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang,
pengeluaran bertambah).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya diare yang disertai kompikasi dan dehidrasi. Menurut
William (2005), pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk mengetahui
Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis metabolic.
Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui:
1. Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri
dan infeksi virus.
2. Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.
3. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat menegaskan
keberatan rotavirus dalam feses.
4. Nilai pH feses dibaah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat
diketahui adanya malaborbsi karbohidrat.
Menurut Cahyono (2014), terdapat beberapa pemeriksaan
laboratorium untuk penyakit diare, diantaranya :
1. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-
reactive protein). memberikan informasi mengenai tanda infeksi atau
inflamasi.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Pemeriksaan kolonoskopi untuk mengetahui penyebab diare.
4. Pemeriksaan CT scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut hebat,
untuk mengetahui adanya perforasi usus.
H. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare adalah:
1. Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberianya.
17

a. Cairan per oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang
cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCL dan
NaHCO3, KCL dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Formula
lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat
sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan
gula (NaCL dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan
gula untuk pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa
berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah
dehidrasi lebih jauh.
b. Cairan parental. Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi
atau pasien yang MEP. Tetapi kesemuanya itu bergantung
tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan ringer laktat
(RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
pemberian cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung
dari berat /ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badanya.
c. Pemberian cairan pasien malnutrisi energi protein (MEP) tipe
marasmik. Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya
dengan berat badan 3-10 kg, umur 1 bln – 2 tahun, jumlah cairan
200 ml/kg/24jam. Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada
pasien MEP. Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya: 150 ml/kg
BB/20 jam atau 7 ml/kg BB/jam atau 1 ¾ tetes/kg/BB/menit (1
ml= 15 menit) atau 2 ½ tetes /kg BB/menit (1 ml=20 tetes). Selain
pemberian cairan pada pasien-pasien yang telah disebutkan masih
ada ketentuan pemberian cairan pada pasien lainya misalnya
pasien bronkopneumonia dengan diare atau pasien dengan
kelainan jantung bawaan, yang memerlukan caiaran yang
berlebihan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien-pasien tersebut
18

sebelum memasang infuse hendaknya menanyakan dahulu pada


dokter.
2. Dietetik (cara pemberian makanan). Untuk anak di bawah 1 tahun
dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis
makanan:
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandug laktosa rendah
dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenis
lainya).
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim),
bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atu karbohidrat lain (gula,air
tajin, tepung beras dan sebagainya). (Ngastiyah, 2014)
4. Terapi farmakologik
a. Antibiotik Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat
terhadap penyebab diare diberikan setelah diketahui penyebab
diare dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan
penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotic boleh
diberikan bila:
1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik
dan atau biakan.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis
ditemukan darah pada tinja.
3) Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya
infeksi maternal.
4) Di daerah endemic kolera.
19

5) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial


b. Obat antipiretik. Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik
seperti preparat salisilat (asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25
mg/ tahun/ kali) selain berguna untuk menurunkan panas akibat
dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.
c. Pemberian Zinc. Pemberian zinc selama diare terbuki mampu
mengurangi lama dan tingkat keparah diare, mengurangi
frekuensi buang air besar (BAB), mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya
(Lintas diare, 2011).

III. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dengan cara anamnesa terlebih dahulu
yaitu nama klien, umur, alamat, tanggal masuk, nama penanggung jawab,
perkerjaan, agama. Riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga,
riwayat kesehatan psikososial. Keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah diare dengan peningkatan frekuensi dan feses menjadi cair.
Keluhan lain yang menyertai muntah, demam, nyeri abdomen, kondisi
feses yang encer, lender dan darah. Pengkajian riwayat dihubungkan
dengan epidemiologi merupakan pengkajian penting dalam menentukan
penyebab, rencana intervensi, dan factor resiko yang mungkin terjadi.
Riwayat keracunan makanan atau kontak dengan makanan yang mungkin
terkontaminasi dan kontak dengan hewan yang diketahui sebagai sumber
infeksi enterik akan memberikan manifestasi peradangan akut
gastrointestinal yang dapat berbahaya sehingga harus di lakukan dalam
kondisi rehidrasi cairan. Riwayat alergi pengunaan obat pencahar atau
20

antibiotic atau konsumsi makanan yang banyak mengandung sorbitol dan


fruktosa.
Pada pengkajian psikososial pasien biasanya mengalami kecemasan
dan pasien memerlukan pemenuhan informasi tentang pendidikan
kesehatan. Pemeriksaan lain yang penting adalah pemeriksaan kolaboratif
untuk menentukan status dehidrasi esensialnya merupakan pemeriksaan
medis untuk dehidrasi. Pemeriksaan status dehidrasi esensial merupakan
pemeriksaan medis untuk menentukan kebutuhan pengganti cairan dalam
pemenuhan hidrasi, tetapi pada kondisi klinik perawat yang dapat
melakukan perhitungan skor dapat melakukan peran kolaboratif dalam
menentukan jumlah cairan yang akan di berikan (Muttaqin & Sari, 2011).
Pemeriksaan fisik pada diare di mulai dengan inspeksi kaji
dehidrasi pada anak yang mengalami diare. Observasi penampilan umum
dan warna kulit anak. Pada dehidrasi ringan, anak dapat tampak normal.
Pada dehidrasi sedang mata mengalami penurunan produksi air mata atau
lingkar mata cekung. Membran mukosa juga dapat kering. Status mental
dapat diperburuk dengan dehidrasi sedang hingga berat, yang di buktikan
dengan lesu atau latergi. Kulit mungkin tidak elastic atau menunjukan
kekenduran, menandai kurangnya hidrasi. Distensi abdomen atau
kecekungan mungkin muncul. Haluaran urin juga dapat menurun jika
anak mengalami dehidrasi. Haluaran feses dapat digunakan untuk
mengkaji warna dan konsistensi.Inspeksi area perineal anal untuk adanya
kemerahan atau ruam yang berkaitan dengan peningkatan volume dan
frekuensi defeksi. Auskultasi bising usus untuk mengkaji adanya bising
usus hipoaktif atau hiperaktif. Bising usus hipoaktif dapat
mengindikasikan obstruksi atau peritonitis. Bising usus hiperaktif dapat
mengindikasikan diare/gastrointestinal. Perkusi abdomen perhatikan
adanya abnormalitas. Adanya abnormalitas pada pemeriksaan untuk
diagnosis diare akut atau kronik dapat mengindikasikan proses patologis.
Palpasi nyeri tekan pada kuadran bawah dapat berkaitan dengan
gastrointeritas. Nyeri pantul atau nyeri tidak ditemukan saat palpasi. Jika
21

di temukan hal ini dapat di mengindikasikan apendisitis atau peritonitis


(Carman, 2016).
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Pasien mengatakan merasa Perubahan Gangguan
sesak napas. membran kapiler- pertukaran gas
DO: alveolar
1. Gangguan penglihatan
2. Penurunan CO2
3. Takikardi
4. Hiperkapnia
5. Keletihan
6. Somnolen
7. Iritabilitas
8. Hypoxia
9. Kebingungan
10. Dyspnoe
11. Nasal faring
12. AGD Normal
13. Sianosis
14. Warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman)
15. Hipoksemia
16. Hiperkarbia
17. Sakit kepala ketika bangun
18. Frekuensi dan kedalaman
nafas abnormal
2. DS: Pasien mengatakan BAB Kehilangan cairan Kekurangan
lebih dari 4 kali dan tampak aktif volume cairan
encer
DO:
1. Perubahan status mental
2. Penurunan tekanan darah
3. Penurunan tekanan nadi
4. Penurunan volume nadi
5. Penurunan turgor kulit
6. Penurunan turgor lidah
7. Penurunan haluaran urin
8. Penurunan pengisisan vena
9. Membran mukosa kering
10. Kulit kering
11. Peningkatan hematokrit
12. Peningkatan suhu tubuh
22

13. Peningkatan frekwensi nadi


14. Peningkatan kosentrasi urin
15. Penurunan berat badan
16. Tiba-tiba (kecuali pada ruang
ketiga)
17. Haus
18. Kelemahan
3. DS: Pasien mengatakan nafsu Penurunan intake Ketidakseimbangan
makan menurun karena selalu makanan nutrisi kurang dari
mual muntah kebutuhan tubuh
DO:
1. Kram abdomen
2. Nyeri abdomen
3. Menghindari makanan
4. Berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal
5. Kerapuhan kapiler
6. Diare
7. Kehilangan rambut
berlebihan
8. Bising usus hiperaktif
9. Kurang makanan
10. Kurang informasi
11. Kurang minat pada makanan
12. Penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat
13. Kesalahan konsepsi
14. Kesalahan informasi
15. Mambran mukosa pucat
16. Ketidakmampuan memakan
makanan
17. Tonus otot menurun
18. Mengeluh gangguan sensasi
rasa
19. Mengeluh asupan makanan
kurang dan RDA
(recommended daily
allowance)
20. Cepat kenyang setelah
makan
21. Sariawan rongga mulut
22. Steatorea
23. Kelemahan otot pengunyah
24. Kelemahan otot untuk
23

menelan
4. DS: Pasien mengatakan selalu Eskresi/BAB Kerusakan
BAB sering integritas kulit
DO:
1. Kerusakan lapisan kulit
(dermis)
2. Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
3. Invasi struktur tubuh
5. DS: - - Resiko syok
DO: (hipovolemik)
Faktor Resiko :
1. Hipotensi
2. Hipovolemi
3. Hipoksemia
4. Hipoksia
5. Infeksi
6. Sepsis
7. Sindrom respons inflamasi
sistemik
6. DS: Pasien mengatakan merasa Perubahan dalam Ansietas
cemas dengan penyakitnya status kesehatan
DO:
Affektif :
1. Gelisah, Distres
2. Kesedihan yang mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak adekuat
5. Berfokus pada diri sendiri
6. Peningkatan kewaspadaan
7. Iritabihtas
8. Gugup senang beniebihan
9. Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidakberdayaan
10. Peningkatan rasa ketidak
berdayaan yang persisten
11. Bingung, Menyesal
12. Ragu/tidak percaya diri
13. Khawatir
Fisiologis :
1. Wajah tegang, Tremor
tangan
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan ketegangan
24

4. Gemetar, Tremor
5. Suara bergetar

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eskresi/BAB sering.
5. Resiko syok (hipovolemik).
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.

D. Nursing Care Planning (NCP)


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classification)
1. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring
pertukaran gas keperawatan selama ….x…. 1. Monitor rata – rata,
berhubungan dengan diharapkan masalah dapat teratasi. kedalaman, irama dan
perubahan membran Kriteria hasil: usaha respirasi
kapiler-alveolar 1. Respiratory Status : Gas 2. Catat pergerakan
exchange dada,amati
2. Respiratory Status : ventilation kesimetrisan,
3. Vital Sign Status penggunaan otot
Indikator IR ER tambahan, retraksi
1. Mendemonstrasikan otot supraclavicular
peningkatan dan intercostal
ventilasi dan 3. Monitor suara nafas,
oksigenasi yang seperti dengkur
adekuat 4. Monitor pola nafas :
2. Memelihara bradipena, takipenia,
kebersihan paru kussmaul,
paru dan bebas dari hiperventilasi, cheyne
tanda tanda distress stokes, biot
pernafasan 5. Catat lokasi trakea
3. Mendemonstrasikan 6. Monitor kelelahan
batuk efektif dan otot diagfragma
25

suara nafas yang (gerakan paradoksis)


bersih, tidak ada 7. Auskultasi suara
sianosis dan nafas, catat area
dyspneu (mampu penurunan / tidak
mengeluarkan adanya ventilasi dan
sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan 8. Tentukan kebutuhan
mudah, tidak ada suction dengan
pursed lips) mengauskultasi
4. Tanda tanda vital crakles dan ronkhi
dalam rentang pada jalan napas
normal utama
Keterangan: 9. Auskultasi suara paru
1. Keluhan ekstrem setelah tindakan
2. Keluhan berat untuk mengetahui
3. Keluhan sedang hasilnya
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

2. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan Hypovolemia


cairan berhubungan keperawatan selama ….x…. Management
dengan kehilangan diharapkan masalah dapat teratasi. 1. Monitor status cairan
cairan aktif Kriteria hasil: termasuk intake dan
1. Fluid balance output cairan
2. Hydration 2. Pelihara IV line
3. Nutritional Status: Food and 3. Monitor tingkat Hb
Fluid dan hematokrit
4. Intake 4. Monitor tanda vital
Indikator IR ER 5. Monitor respon
1. Mempertahankan pasien terhadap
urine output sesuai penambahan cairan
dengan usia dan 6. Monitor berat badan
BB, BJ urine 7. Dorong pasien untuk
normal, HT normal menambah intake
2. Tekanan darah, oral
nadi, suhu tubuh 8. Pemberian cairan IV
dalam batas normal monitor adanya tanda
3. Tidak ada tanda dan gejala kelebihan
tanda dehidrasi, volume cairan
Elastisitas turgor 9. Monitor adanya tanda
kulit baik, gagal ginjal
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
26

berlebihan
Keterangan:
1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Nutrition Management
nutrisi kurang dari keperawatan selama ….x…. 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh diharapkan masalah dapat teratasi. makanan
berhubungan dengan Kriteria hasil: 2. Kolaborasi dengan
enurunan intake 1. Nutritional Status : ahli gizi untuk
makanan. 2. Nutritional Status : food and menentukan jumlah
Fluid Intake kalori dan nutrisi
3. Nutritional Status: nutrient yang dibutuhkan
Intake pasien.
4. Weight control 3. Anjurkan pasien
Indikator IR ER untuk meningkatkan
1. Adanya intake Fe
peningkatan berat 4. Anjurkan pasien
badan sesuai untuk meningkatkan
dengan tujuan protein dan vitamin C
2. Berat badan ideal 5. Berikan substansi
sesuai dengan gula
tinggi badan 6. Yakinkan diet yang
3. Mampu dimakan
mengidentifikasi mengandung tinggi
kebutuhan nutrisi serat untuk mencegah
4. Tidak ada tanda- konstipasi
tanda malnutrisi 7. Berikan makanan
5. Menunjukkan yang terpilih (sudah
peningkatan fungsi dikonsultasikan
pengecapan dan dengan ahli gizi)
menelan 8. Ajarkan pasien
6. Tidak terjadi bagaimana membuat
penurunan berat catatan makanan
badan yang berarti harian.
9. Monitor jumlah
nutrisi dan
Keterangan: kandungan kalori
1. Keluhan ekstrem 10. Berikan informasi
2. Keluhan berat tentang kebutuhan
3. Keluhan sedang nutrisi
4. Keluhan ringan 11. Kaji kemampuan
5. Tidak ada keluhan pasien untuk
27

mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
11. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan
intake nutrisi
14. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
15. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Pressure Management
28

kulit berhubungan keperawatan selama ….x…. 1. Anjurkan pasien


dengan eskresi/BAB diharapkan masalah dapat teratasi. untuk menggunakan
sering. Kriteria hasil: pakaian yang longgar
Tissue Integrity : Skin and Mucous 2. Hindari kerutan pada
Membranes tempat tidur
Indikator IR ER 3. Jaga kebersihan kulit
1. Integritas kulit agar tetap bersih dan
yang baik bisa kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien
(sensasi, elastisitas, (ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, setiap dua jam sekali
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan
2. Tidak ada luka/lesi adanya kemerahan
pada kulit 6. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan minyak/baby oil pada
baik daerah yang tertekan
4. Menunjukkan 7. Monitor aktivitas dan
pemahaman dalam mobilisasi pasien
proses perbaikan 8. Monitor status nutrisi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya cedera 9. Memandikan pasien
berulang dengan sabun dan air
5. Mampu melindungi hangat
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
Keterangan:
1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
5. Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Syok prevention
(hipovolemik). keperawatan selama ….x…. 1. Monitor status
diharapkan masalah dapat teratasi. sirkulasi BP, warna
Kriteria hasil: kulit, suhu kulit,
1. Syok prevention denyut jantung, HR,
2. Syok management dan ritme, nadi
Indikator IR ER perifer, dan kapiler
1. Nadi dalam batas refill.
yang diharapkan 2. Monitor tanda
2. Irama jantung inadekuat oksigenasi
dalam batas yang jaringan
29

diharapkan 3. Monitor suhu dan


3. Frekuensi nafas pernafasan
dalam batas yang 4. Monitor input dan
diharapkan output
4. Irama pernapasan 5. Pantau nilai labor :
dalam batas yang HB, HT, AGD dan
diharapkan elektrolit
5. Natrium serum 6. Monitor
dalam batas normal hemodinamik invasi
6. Kalium serum yng sesuai
dalam batas normal 7. Monitor tanda dan
7. Klorida serum gejala asites
dalam batas normal 8. Monitor tanda awal
8. Kalsium serum syok
dalam batas normal 9. Tempatkan pasien
9. Magnesium serum pada posisi supine,
dalam batas normal kaki elevasi untuk
10. PH darah serum peningkatan preload
dalam batas normal dengan tepat
Keterangan: 10. Lihat dan pelihara
1. Keluhan ekstrem kepatenan jalan nafas
2. Keluhan berat 11. Berikan cairan IV
3. Keluhan sedang dan atau oral yang
4. Keluhan ringan tepat
5. Tidak ada keluhan 12. Berikan vasodilator
yang tepat
13. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok
14. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang
langkah untuk
mengatasi gejala syok
Syok management
1. Monitor fungsi
neurotogis
2. Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr :
Lavel)
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan,
input, output
5. Catat gas darah arteri
dan oksigen
30

6. dijaringan
7. Monitor EKG, sesuai
8. Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan
darah, sesuai
9. Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
10. Memantau tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP,
MAP, tekanan kapiler
pulmonal / arteri)
11. Memantau faktor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia
12. Memantau tingkat
karbon dioksida
sublingual dan / atau
tonometry lambung,
sesuai
13. Memonitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
14. Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan diferensial)
koagulasi
profil,ABC, tingkat
laktat,  budaya, dan
profil kimia)
31

15. Masukkan dan


memelihara besarnya
kobosanan akses IV
6. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction
berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. 1. Gunakan pendekatan
perubahan dalam diharapkan ansietas dapat teratasi. yang menenangkan
status kesehatan Kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan
1. Anxiety self-control jelas harapan
2. Anxiety level terhadap pelaku
3. Coping pasien
Indikator IR ER 3. Jelaskan semua
1. Klien mampu prosedur dan apa
mengidentifikasi yang dirasakan
dan selama prosedur
mengungkapkan 4. Pahami prespektif
gejala cemas. pasien terhadap
2. Mengidentifikasi, situasi stres
mengungkapkan 5. Temani pasien untuk
dan menunjukkan memberikan
tehnik untuk keamanan dan
mengontol cemas. mengurangi takut
3. Vital sign dalam 6. Dorong keluarga
batas normal. untuk menemani
4. Postur tubuh, anak
ekspresi wajah, 7. Lakukan back / neck
bahasa tubuh dan rub
tingkat aktivfitas 8. Dengarkan dengan
menunjukkan penuh perhatian
berkurangnya 9. Identifikasi tingkat
kecemasan. kecemasan
Keterangan: 10. Bantu pasien
1. Keluhan ekstrem mengenal situasi
2. Keluhan berat yang menimbulkan
3. Keluhan sedang kecemasan
4. Keluhan ringan 11. Dorong pasien untuk
5. Tidak ada keluhan mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
32
DAFTAR PUSTAKA

Amin, dan Hardhi.2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai Kasus, Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Friedman, Marilyn M. 2010. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik.


terjemahan. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudiastuti, R.D. 2011. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Yogyakarta:
NuhaMedika.
Hasan, Rusepno., Alatas, H. 2010. Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: Infomedika
Departemen Kesehatan RI. 2011). Buku Saku Lintas Diare. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Suraatmaja, S. (2010). Kapita selekta gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Aditama, Tjandra Yoga. 2011. Buku Saku Lintas Diare. Jakarta: Departement
Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai