Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KELOMPOK 2

TEORI YANG MENDASARI PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN KRETIF

Anggota :

1. AGNES DWI PUTRI (19022062)


2. TIA MONICA YESTIANA (19022042)
3. WINDA KARTIKA YANTI (19022048)
4. WISMA INDAH (19022050)

Dosen Pengampu :

Nurhazizah, M.Pd, Ph. D

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

05 MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Padang, 5 Maret 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang........................................................................................

B. Rumusan masalah...................................................................................

C. Tujuan penulisan....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud....................................................

B. Teori Ernst............................................................................................

C. Teori Jung..............................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................

B. Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kreativitas merupakan suatu tuntutan pendidikan dan kehidupan yang


sangat penting pada saat ini. Kreativitas akan menghasilkan berbagai inovasi
dan perkembangan baru dalam suatu kehiduapan. Individu dan organisasi
yang kreatif akan selalu dibutuhkan oleh lingkungannya karena mereka dapat
mampu memenuhi kebutuhan lingkungan yang terus berubah dan mampu
untuk bertahan dalam kompetisi global yang dinamis dan ketat. Potensi kreatif
yang sangat penting tersebut pada dasarnya dimiliki oleh setiap anak, bahwa
anak-anak memiliki ciri-ciri oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri
individu kreatif, misalnya: rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya,
imajinasi yang tinggi, berani menghadapi resiko, senang akan hal-hal yang
baru, dan lain sebaginya.
Meskipun demikian faktor orang tua, guru di sekolah, dan lingkungan
merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi perkembangan
kreativitas tersebut. Dunia anak-anak merupakan pewarnaan emosional yang
paling nyata. Kompetensi-kompetensi dini yang dihasilkan anak-anak akan
mendorong kreativitas mereka selanjutnya. Anak-anak merupakan objek
paling murni untuk digali kemampuannya melalui kreativitas yang tercipta.
Mereka bukanlah miniatur orang dewasa. Perlakuan khusus sebagai anak-anak
sangat mereka butuhkan. Kreativitas merupakan suatu aktivitas dan
kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau kombinasi baru berdasarkan
unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang berarti dan
bermanfaat. Kreativitas dapat terwujud di mana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja tanpa memandang usia maupun tingkat pendidikan tertentu.
Menyibukkan diri dengan melakukan hal-hal yang kreatif sangat bermanfaat
dan memberikan kepuasan tersendiri. Tidak dipungkiri lagi bahwa kreativitas
dapat meningkatkan kualitas hidup. Ide-ide kreatif yang tercipta dapat
berguna bagi diri sendiri, orang lain bahkan Negara terbukti dengan pesatnya
kemajuan teknologi dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Semua
itu merupakan salah satu sumbangan kreativitas.
Jadi, kreativitas harus dipupuk sejak dini sehingga anak-anak kelak
tidak hanya menjadi konsumen saja namun bisa melahirkan dan menciptakan
sesuatu yang bermakna dan berguna.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Teori Psikoanalisis Sigmund Freud?
2. Bagaimana Teori Ernst?
3. Bagaimana Teori Jung?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
2. Mengetahui Teori Ernst
3. Mengetahui Teori Jung
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD

 Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada di
dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental Freud.
Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok
yaitu: struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.

 Struktur Kepribadian

Kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran: sadar, prasadar, dan tak sadar. Pada
tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni:  id, ego dan
super-ego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi
melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan
tujuannya.

 Tingkat Kehidupan Mental

- Sadar(Conscious)

Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu.
Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).

- Prasadar(Preconscious)
Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang
menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh
perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah
ke daerah prasadar.

- Taksadar(Unconscious)

Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan
bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan
empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir,
dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan
oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

 Wilayah Pikiran

1. Id(DasEs)

Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang
diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah
tak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id
berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang
digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha


memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses
dengan duacara:
a.    Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai
untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.

b.   Proses Primer (Primery Process)

Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau


menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi
yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu
dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai
atau membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian
membuat id memunculkan ego.

2.  Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego
beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan
yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda
kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.

Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas
utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana
yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan
dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego
yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.

3. Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai
prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan
prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak
punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu
hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan
superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.

Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego
ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum, suara hati
lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak
pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan
ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang
tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum
dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran.
Ada tiga fungsi superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik
dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan
agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar
kesempurnaan.

 Dinamika Kepribadian

Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga pendorong


(cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis). Kateksis adalah pemakaian energi
psikis yang dilakukan oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu
naluri, sedangkan anti-kataeksis adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari
id) untuk menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri–naluri yang
tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki kateksis, sedangkan ego dan
superego memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga bisa membentuk
kateksis-objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak
langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang
diinginkan oleh id.
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip
motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan
manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta
menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan
fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.

 .    Perkembangan Kepribadian

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap


infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap
infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga
fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan
terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual
infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan
perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat
kepuasan seksual (erogenus zone)

a.    Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)


Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama
dari kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka
adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau
air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan
tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.

b.    Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)


Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada
fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta
kesenangan atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan
atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada
aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan
mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya.

c.    Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)


Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni
suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat
kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan
mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi
menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah
seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis
obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya
Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis
envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek seksual kepada
orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak
laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan
menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan
menyingkirkan ibunya.

d.    Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)


Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode
peredaan impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari
tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis.
Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan
psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni
mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang
intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak
menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan
dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
e.   FaseGenital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja.
Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-
tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda
seksual primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu
mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang
lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan
jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti :
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis,
perkawinan dan keluarga.

B. TEORI ERNST

Berbicara mengenai teori Ernst Kris tidak lepas dari sosok filsuf Sigmund Frued yang
merupakan tokoh utama dalam aliran Psikoanalis. Frued menjelaskan dalam teorinya
bahwa proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar
untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang
tidak dapat diterima (Munandar, 2002:45-47). Sehingga untuk memahami teori Kris
terlebih dahulu kita mengetahui teori pertahanan yang dimaksud oleh Frued.
Berangkat dari teori mekanisme pertahanan Frued (teori regresi), selanjutnya Ernst
Kris menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi yaitu kecenderungan untuk
beralih ke perilaku pada tingkat perkembangan sebelumnya yang memberi kepuasan
jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan juga sering muncul
dalam tindakan kreatif (Munandar, 2002:45).

Ernst kris dalam teori kreativitasnya adalah mereka yang paling mampu “memanggil”
bahan dari alam pikiran tidak sadar (Munandar, 2002:47). Sebagai contoh, pada
umumnya sebagai orang dewasa kita tidak pernah bisa seperti anak lagi. Akan tetapi,
bagi orang kreatif tidak mengalami kesulitan atau hambatan untuk bisa “seperti anak”
dalam pemikirannya. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dalam
menghadapi masalahmasalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian mereka
mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka
melakukan regresi demi bertahannya ego. Kreativitas dan peranannya dalam dunia
pendidikan tidak lepas dari empat peran yaitu: peran pendidikan dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat serta individu itu sendiri sebagai bahan pengembang ide-ide
kreatif. Keempatnya harus besinergi dalam menumbuhkan dan pengembangan
kreativitas.

Berikut uraian empat peran pengembangan kreativitas dalam pendidikan yang


dimaksud:

1. Peran Pendidikan keluarga atau Orang Tua dalam Memupuk Kreativitas Anak

Orang tua dipandang oleh anak adalah sosok yang serba bisa, sosok yang hebat, sosok
yang luar biasa, istimewa dan dapat melakukan segala sesuatu yang Ia inginkan.
Sebagaimana A. Y. Asfandiyar menuliskan bahwa bagi anak, orang tua adalah orang
yang serba tau dan serba bisa, bisa menjawab semua pertanyaannya, bisa memenuhi
segala permintaannya, bisa diandalkan olehnya (Asfandiyar, 2012:37). Kita dapat
mengamati anak-anak di sekeliling kita pada usia 2-5 tahun atau anak-anak pada usia
memasuki Playgroup, mereka sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang
terkadang orang tua bingung untuk menjelaskan. Namun orang tua yang kreatif tidak
akan kesulitan dalam menjelaskan kepada buah hatinya dengan gaya bahasa
seusianya. Sebagai contoh seorang anak ingin mengajak kekebun binatang sementara
orang tuanya tidak memiliki uang.

Contoh jawaban orang tua tidak kreatif: Anak :ayah ayo kita kekebun binatang
sekarang, aku pengen lihat burung merak, kuda, sama kelinci yang lucu. Ayah : gak
punya uang. Kalau mau liat kelinci tuh di TV kan sama saja. Jawaban seperti itu
membuat anak beku dalam menuangkan ide-ide kreatifnya. Sering kali kita sebagai
orang tua atau pendidik menuntut anak untuk terus kreatif dan berprestasi. Namun,
disadari atau tidak kita adalah penyebab anak enggan untuk memunculkan
kreativitasnya dan alhasil prestasinya naik turun dan bahkan tidak pernah berprestasi.
Coba kita lihat bagaimana orang tua yang kreatif dalam menjawab pertanyaan tanpa
mengurangi ide kreatif anak bahkan menumbuhkan kreativitas anak dalam bidang
lainnya.

Contoh jawaban orang tua yang kreatif: Anak :ayah ayo kita kekebun binatang
sekarang, aku pengen lihat burung merak, kuda, sama kelinci yang lucu. Ayah : wah,
usulan bagus, coba ayah punya uang pasti ayah ajak kesana sekarang, gimana kalau
kita sambil menabung untuk pergi kesana, kita menggambar binatang-binatang yang
akan kita lihat di buku gambar?

Dalam hal ini orang tua dengan kreativitas yang Ia miliki menjawab pertanyaan
tersebut yang menyenangkan bagi anak. Orang tua mengajarkan anak untuk
menabung dan menggambar. Dimana dalam menggambar kreativitas anak sangat
diperlukan, semakin baik ide kreatifnya semakin bagus hasil lukisannya. Contoh lain,
ketika hendak mengecat pagar rumah, orang tua bertanya kepada anak; nak, bagusnya
rumah kelinci kita mau dicat warna apa ya? Bila dilihat sekilas, buat apa kita bertanya
kepada anak kecil? Pertanyaan-pertanyaan sederhana tersebut sesungguhnya
menggugah ide kreatif anak. Bisa saja anak akan menjawab biru, pink, atau merah
sesuai dengan warna kesukaannya. Meski warna yang dilontarkan tidak sesuai dengan
cat yang ada atau tidak sesuai dengan keinginan kita, sebagai orang tua kita bisa
menjelaskan dengan kreativitas yang kita miliki tanpa membuatnya kecewa. Hal ini
sejalan dengan teori Kris bahwa sebagai orang dewasa kita tidak pernah bisa seperti
anak lagi, namun orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa “seperti anak”
dalam pemikirannya.

2. Peran Pendidikan dalam Lingkungan sekolah:


Peran Guru dalam Memupuk Kreativitas Anak Pola asuh dari berbagai keluarga
menjadi satu dalam ruangan yang disebut kelas, yang notabene tidak semua anak
memiliki tingkat kreativitas yang sama. Disini guru sangat berperan penting untuk
menyuburkan kreativitas yang dimiliki anak. Barbed an Renzulli dalam bukunya
Munandar menyimpulkan implikasi bagi guru anak berbakat (Munandar, 2002:62-
67).

a. Pertama-tama guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak
hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru
melakukannya.

b. Guru perlu memiliki pengertian tentang kreativitas atau keberbakatan

c. Anak berbakat diidentifikasi, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkaran


belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak.

d. Guru anak berbakat lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan.

e. Guru anak berbakat dan kreatif tidak hanya memperhatikan produk atau hasil
belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.

f. Guru anak berbakat dan kreatif lebih baik memberikan umpan balik dari pada
penilaian.

g. Guru anak berbakat dan kreatif harus menyediakan beberapa alternatif strategi
belajar.

Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana kelas dimana setiap
anak merasa dirinya diterima dan dihargai. Guru juga sebaiknya menunjukkan bahwa
Ia percaya akan kemampuan siswa. Sehingga dapat memicu terpupuknya rasa harga
diri anak dan berani menunjukkan ide-ide kreatifnya di depan kelas. Sebagai contoh,
guru mengajak siswa untuk menghias cangkang telur. Guru memberi petunjuk bahan
yang akan digunakan, dan memberikan satu contoh dalam menghias cangkang telur
tersebut. Kemudian siswa menghias cangkang telur tersebut sesuai dengan ide
kreatifnya, seperti menghias cangkang dengan bunga, burung, ular, kucing dan
sebagainya yang dipadukan dengan warna-warna kesukaannya. Sehingga siswa akan
menuangkan ide-ide yang dimilikinya dalam bentuk kreativitas. Padahal ide kreatif
anak sebelumnya belum ada pada fikiran anak tersebut dan bahkan ketika mendapat
tugas dari guru untuk membawa cangkang telur dan pensil warna, sebagian peserta
didik bertanya “untuk apa cangkang telur?” namun, ketika guru sudah memberikan
contoh cara menghias cangkang telur yang dapat digunakan untuk hiasan rumah atau
kamar tidur, disitulah ide-ide kreatif siswa ditumbuhkan. Mereka akan berusaha
memanggil ide kreativitas yang mereka miliki dari alam bawah sadar yang mana
belum terlintas sebelumnya oleh mereka. Dimana teori Kris mengatakan bahwa orang
yang kreatif adalah orang yang mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak
sadar. Dalam hal ini siswa tanpa sadar akan menarik ide-ide yang sebelumnya belum
terfikir oleh mereka.

3. Lingkungan masyarakat dan peranannya dalam pengembangan kreativitas


anak.

Kreativitas bukan hanya ada dan dikembangkan dalam lingkungan sekolah dan
keluarga, justru masyarakat merupakan lahan dalam pemupukan keatifitas anak.

C. TEORI JUNG

PemikiranJung mengenai persona dapat dikaitkan dengan kondisi masyarakat


modern. Konsep Jung mengenai persona, berkaitan dengan rasionalitas dan sikap
ekstraversi, berkaitan dengan penjelasan tentang sukses, pribadi otonom, kesemua
kondisi ini adalah ciri masyarakat moderen. Konsep Jung mengenai persona ini
dikemukakan oleh Homans (1979: 140-141) berikut ini: Pribadi yang memiliki ego
disamakan dengan personanya beradaptasi dengan peran sosial kehidupan
kontemporer dan mencapai inklusif dalam proses ekonomi. Individu yang
berorientasi persona adalah otonomi, karena dia mencapai kapasitas memisahkan
fungsi emosional dan abstrak dalam kehidupan mentalnya. Penjajaran persona dan
anima adalah inti psikologiJung: kesadaran a[as realitas batin dan Iuar adaiah
berinterrelasi erat. Persona yang kaku menekan anima (kornponen instingtual dan
emosional alam tidak sadar dari kepribadian).

Jika otonomi dan inklusif adalah tujuan dan tirik akhir psikologi Freud,
bagiJung itu adalah permulaan. Kondisi manusia modern berupa persona yang kaku
atas rasional,dan terekstraversi adalah yang mutlak harus ada secara sine quanon
dalam proses individuasi yang adalah inti dari karya pemikiran C. G Jung.
Penanganan persona yang kaku dalam proses individuasiJung dijelaskan Homans
(1979: 141-142) berikut ini: Proses ini diinisiasi olehputusnya arau penghapusan
persona, diikuti oleh pemunculan arketip dari alam tidak sadar kolektif, diferensiasi
ego dari arketip, asimilasinya secara gradual atas energi yang dihubungkan dengan
arketip, yang mengarah pada penerapan diri sebagai "titik rengah" antara ego dan
kolektif. Arketip alam tidak sadar kolektil terdiri dari kandungan psikis manusia yang
paling fundamentai dan paiing tua. Mereka membentuk esensi tradisi. Manusia
tradisional, sering disebur Jung "manusia arkais" kesadarannya (alam sadarnya) tidak
rerdeferensiasi dari arketip alam tidak sadar kolektif, tidak menampilkan otonomi dan
inklusif, melainkan penaklukan dan eksklusif. Rumusan konsep individuasi ini, Jung
berusaha mensintesis atau mengintegrasikan modereniras dan rradisi dalam saru
kesatuan, proses yang konsisten.

Dari titik pandang sosiologi rekanan modernitas mendorongnya untuk


mengkonstruksi suatu sistem pemikiran yang akan mengasimilasikan tradisi ke
modernitas. _ Perkembangan kondisi masyarakat melalui proses individuasi Jung
disimpulkan Homans dalam tiga tipe gambaran manusia. Pertama, orang yang agamis
dan saleh, yang percaya sepenuhnya ajaran imannya tanpa sikap kritis. orang
demikian dikendalikan proses alam tidak sadarnya oleh doktrin radisional, yang juga
melindunginya dari neurosis. Kedua, adalah manusia modern, yang sadar diri,
rasional, dan ekstraversi, berorientasi pada sains, tidak terhubung dengan masa lalu
sehingga selalu ada gangguan dengan alam tidak sadarnya.

Tipe yang ketiga ialah manusia psikologi yang memiliki sisi manusia moderen
yaitu menolak literalisme dan otoritarianisme doktrin radisional, tetapi juga memiiiki
sisi tradisionai, dalam arti bersedia menafsir kembali simbolsimbol agama dalam
pandangan psikologi analitis (Homans, I9z9: lg6) Penjelasan Jung dalam esseinya
pada tahun r9l2 berjudul New paths in Psycholog, menjelaskan mengenai kondisi
persona yang kaku dan ekstraversi rasionalitas yang eksesif sebgai ciri masyarakat
modern. penyebab kekakuan itu adalah kondisi masyarakat yang terpisah dari atau
teralienasi d.ari akarnya di masa lalu.

Dengan kata lain kehiiangan sentuhan dengan arkerip alam tidak sadar
kolekril sebagai sumber semua tradisi.',Konsekwensi soiialnya dari persona yang
kaku adalah adaptasi dan penaklukan rotal dan ranpa kritik kepada peran dan harapan
yang didikte oleh negara. Konsep ind.ividuasi ditawarkan Jung sebagai diagnosa arau
terapi penyembuhan bagi penyakir persona yang kaku dan ekstraversi eksesil sebagai
persoalan modernitas.

Persoalan lain yang terjadi dalam masyarakat modern menurut Homans bahwa
manusia moderen mengalami hambatan dan kemerosotan. Hambatanhambatan yang
dialami manusia modern ialah sebagai berikuc: kemerosotan kekuatan agama
tradisional untuk mengorganisasikan kehidupan pribadi dan sosial; suaru pemahaman
yang berlebihan dan terlalu tinggi terhadap kesadaran diri pribadi, yairu dalam
kesadaran yang terstrukrur dan bermakna yang dikenal khususnya dalam konteks
pribadi, personal, dan pengalaman psikologi; dan timbulnya suatu perpecahan antara
kesadaran diri pribadi dengan aruran sosial, yang berakhir dalam suatu devaluasi
struktur sosiai sebagai suatu sumber dan objek komirmen pribadi (Homans, 1979,
193) Penjelasan Jung dalam karyanya civiliTation in Transition atau The
undiscovered sef membahas persoalan hambatanm dan kemerosotan yang diaiami
masyarakat tersebut sehubungan dengan kondisi yang terdapar dalam masyarakat
modern.

Karya Jung tersebut menjelaskan mengenai bangkitnya manusia massa yang


disebabkan oleh merosotnya agama tradisional, dan menawarkan penyembuhan
persoalan ini dengan reinterpretasi agama tradisional tersebut. Agama secara
tradisional adalah sumber pelindung individualiras manusia. Namun dalam kehidupan
kontempore{, agama teiah mengkristal dalam dogma, pengakuan iman, dan
keyakinan sehingga menjadi rasionalistis, seperri sains, dan organisasinya menjadi
otoriter, seperri totalirariansime polirik. oleh karena itu Jung melihat tidak ada
perbedaan anrara gereja Krisren dan komunisme dan materialisme ilmiah. Proses
individuasi ditawarkan Jung untuk mengatasi persoalan hambatan dan kemerosotan
yang terjadi dalam masyarakat menuju menjadi manusia psikologi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPLAN

Masa kanak-kanak merupakan masa paling penting karena merupakan pembentukan


pondasi kepribadian yang menentukan pengalaman anak selanjutnya. Karakteristik
anak usia dini menjadi mutlak dipahami untuk memiliki generasi yang mampu
mengembangkan diri secara optimal mengingat penting usia tersebut.
Mengembangkan kreativitas anak memerlukan peran penting pendidik hal ini secara
umum sudah banyak dipahami. Anak kreatif memuaskan rasa keingintahuannya
melalui berbagai cara seperti berekplorasi, bereksperimen dan banyak mengajukan
pertanyaan pada orang lain. Anak kreatif dan cerdas tidak terbentuk dengan
sendirinya melainkan perlu pengarahan salah satunya dengan memberi kegiatan yang
dapat mengembangkan kreativitas anak. Fenomena yang ada selama ini kreativitas
yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat diketahui
dengan masih banyaknya orang–orang yang belum mampu menghasilkan karyanya
sendiri, mereka masih meniru karya milik orang lain. Keadaan tersebut disebabkan
kurangnya pengembangan anak usia dini.

B. SARAN

Demikanlah makalah ini penulis susun, penulis berharap para pembaca mampu
memahami penjelasan tentang perencanaan pendidikan. Karena masih banyak
kekurangan maka penulis mengharap kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan makalah
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.


Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba
Humanika.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Asfandiyar, Andi Yudha, Creative Parenting Today Cara Praktis Memicu dan
Memacu Kreativitas Anak Melalui Pola Asuh Kreatif, Bandung: Mizan Pustaka,
2012.

Ghufron, M.Nur dan Rini Risnawita S., Teori-Teori Psikologi, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012.

Setyabudi, Imam, Hubungan Antar Adversi Dan Inteligensi Dengan Kreativitas,


dalam jurnal Psikologi volume 9 nomor 1, juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai