Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR


ASPEK SOSIAL BUDAYA BERKAITAN DENGAN MASA NIFAS , BAYI
BARU LAHIR , BALITA DAN ANAK PRA-SEKOLAH, DAN KELUARGA

DISUSUN OLEH :
ANISAH RISKIA
00220003
Dosen Pengampuh : Sherly Mutiara, SST.,M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROSS BATAM
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar dengan judul “ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG
BERKAITAN DENGAN MASA NIFAS,BAYI BARU LAHIR,BALITA DAN ANAK PRA-
SEKOLAH, DAN KELUARGA”

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen mata kuliah Ilmu
Sosial Budaya Dasar yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

BATAM, 16 Desember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………..….2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………….……………………………………….4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..….4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………....4

1.3 Tujuan Penulis…………………………………………………………………………...…...…4

BAB II KAJIAN TEORI……………………………………………….……………………………..…5

2.1 Aspek sosial budaya pada masa nifas……………………..………………………………..….5

2.2 Aspek sosial budaya pada bayi baru lahir……….………………………………………….….6

2.3 Aspek sosial budaya pada balita dan pra sekolah…………………………………………...…7

2.4 Aspek sosial budaya terkait keluarga………………………………………………………...…8

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………...……9

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….……9

3.2 Saran……………………………………………………………………………………………9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….….10

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Citra budaya yang bersifat memaksa
tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan
menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.  Bidan dalam upaya untuk menanggulangi masalah-masalah
tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita harus merubah paradigma masyarakat
awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan bidan di mata orang awam,karena bidan lebih
berkompeten dalam melakukan tindakan karena sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan
mengetahui tentang masalah dan penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur
kesehatan yang ada.dan pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk
mencapai mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri
nama sasaran milineum development goals (MDGs).Sehingga menciptakan sebuah masyarakat
yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah kesehata,terutama untuk diri meraka sendiri,dan
menjadikan suami siaga pada saat akan persalinan,dan tercapai lah tujuan pemerintah tecapai
tindakan untuk membuat ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga.

1.2  Rumusan Masalah

a. Bagaimana aspek sosial budaya dalam masa nifas ?


b. Bagaimana aspek sosial budaya berkaitan dengan bayi baru lahir ?
c. Bagaimana aspek sosial budaya berkaitan dengan balita dan anak pra-sekolah ?
d. Bagaimana aspek sosial berkaitan dengan keluarga ?

1.3 Tujuan penulis

a. Untuk mengetahui tentang aspek budaya masa nifas


b. Untuk mengetahui aspek budaya berkaitan dengan bayi baru lahir
c. Untuk mengetahui tentang aspek sosial budaya berkaitan dengan balita dan anak pra sekolah
d. Untuk mengetahui tentang aspek sosial berkaitan dengan keluarga

4
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1.  Aspek sosial budaya dalam masa nifas

Masalah kesehatan reproduksi tidak lepas dari proses persalinan. Seorang ibu yang baru saja
menjalani proses persalinan akan memasuki masa yang disebut masa nifas (puerperium). Masa
nifas adalah fase khusus dalam kehidupan ibu dan bayi. Bagi ibu yang bersalin untuk pertama
kalinya, ia akan menyadari perubahan dalam hidupnya yang mencakup perubahan emosi dan
fisik. Terjadi penyesuaian yang bersifat sosial karena perempuan yang bersalin untuk pertama
kali akan memikul tanggung jawab sebagai seorang ibu. Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Masa nifas merupakan masa
penting karena risiko morbiditas dan mortalitas ibu serta bayi akan meningkat pada masa
pascapersalinan. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu di dunia dan sebagian
besar terjadi dalam waktu 4 jam setelah persalinan. Oleh karena itu penolong persalinan harus
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan dalam jumlah
besar dalam waktu satu jam setelah persalinan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah status
ekonomi rendah, tidak tersedia atau rendahnya layanan kesehatan yang berkualitas. Hal tersebut
berdampak terhadap keberhasilan promosi kesehatan, deteksi dini, dan penatalaksanaan yang
kuat terhadap masalah pada masa pascapersalinan.( Hadijono RS,2011)

Bagi ibu nifas, terdapat pantangan atau mitos yang sulit diubah walaupun tidak rasional.7 Ibu
nifas dilarang makan ikan, telur, dan daging supaya jahitan lukanya cepat sembuh. Hal tersebut
tidak benar, justru sebaliknya, ibu nifas sangat memerlukan asupan protein yang lebih tinggi
untuk membantu penyembuhan luka. Bila asupan protein tidak cukup, penyembuhan luka akan
lambat dan berpotensi terinfeksi.(Handayani,2010)
Contoh lainnya adalah kepercayaan ibu yang menolak minum banyak setelah melahirkan karena
kuatir luka jalan lahir basah sehingga proses penyembuhan semakin lama. Padahal, seorang ibu
sangat membutuhkan cairan yang cukup selama nifas.Untuk menghadapi kebiasaan yang kurang
mendukung tercapainya kondisi yang sehat bagi ibu maupun bayinya, dibutuhkan strategi yang
tepat dan tidak menyinggung nilai-nilai budaya. Budaya nifas tidak hanya mencakup mitos,
namun juga tradisi tertentu. Pada masyarakat Aceh, ibu nifas menjalani sale, yaitu ibu nifas tidur
di atas dipan yang terbuat dari kayu atau batang bambu yang bercelah-celah dan di bawah dipan
diletakkan tungku berisi arang panas. Tradisi tersebut dianggap mempercepat proses
pengempisan perut dan rahim, merapatkan kemaluan, dan menghangatkan badan. Pendapat
tersebut salah karena panas dapat menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,
merangsang pendarahan, dan dehidrasi pada ibu nifas.(Rahayu IS,2017)

5
Dukun beranak di Kelurahan Majene, Sulawesi Barat menangani ibu nifas berdasarkan ilmu
yang didapatnya dari mimpi. Ibu nifas harus mengangkat air dari sumur ke rumah untuk
mengembalikan kekuatan fisik, sedangkan seharusnya ibu nifas beristirahat setelah
melahirkan.Untuk mengatasi hal tersebut, bidan perlu memberi pengetahuan kepada dukun
beranak apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan olen ibu nifas.

Dokter atau bidan dapat masuk dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat tempat ia
bertugas. Untuk menyikapi fenomena budaya nifas di Indonesia, perlu ditanamkan bahwa
kehadiran dokter atau bidan di masyarakat bukan untuk menggantikan posisi dukun beranak.
Keduanya hadir untuk membantu seorang ibu dari awal kehamilan hingga menjalani proses
persalinan yang aman. Berangkat dari tujuan yang sama itulah, seorang dokter atau bidan
diharapkan dapat bermitra dengan dukun beranak dan memberikan edukasi mengenai hal-hal
yang aman dan yang tidak aman dilakukan pada ibu hamil.

2.2 Aspek sosial budaya berkaitan dengan bayi baru lahir

Perawatan pada bayi baru lahir merupakan faktor yang menentukan tingkat kesehatan bayi
tersebut, terutama perkembangan dan pertumbuhan bayi. Perawatan yang benar serta sesuai
dengan standar kesehatan pada dasarnya sangat diperlukan. Namun, pada kenyataannya
masyarakat masih mempercayai mitos-mitos yang kebenarannya kadang tidak masuk akal
bahkan ada yang berbahaya bagi kesehatan ibu dan anak. Hal ini  disebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang perawatan bayi baru lahir.

Beberapa mitos di masyarakat yang kurang tepat:


a. Bayi harus selalu dibedong
b. Bayi harus menggunakan gurita selama 1 bulan agar tidak kembung/agar perut tidak besar
c. Ubun-ubun bayi diberi parutan atau tumbukan bawang merah, minyak kayu putih, agar
tahan angin
d. Bayi baru lahir harus dimandikan di segara (laut/pantai)
e. Bayi baru lahir harus diberikan madu untuk meningkatkan imunitas
f. Beri bayi setetes kopi agar bayi tidak kejang
g. Bayi baru lahir pusarnya harus diberikan kopi untuk mencegah infeks
h. Bayi harus diberikan kalung berisi benda tajam (silet) untuk mencegah gangguan roh halus
i. Menggunakan peniti dengan ada bawang merah (tergantung kemauan keluarga).
j. Ketika ada pengantin, maka pada bayi diberi bedak pengantin agar terhindar dari sawan
(masih berlangsung hingga sekarang)
k. Bayi baru lahir tidak boleh diadzankan dan iqomah
l. Bayi harus diberikan pisang lotek agar kuat dan cepat besar
m. Hidung ditarik-tarik agar mancung

Ternyata dibedong bisa membuat peredaran darah bayi menjadi terganggu, kerja jantung akan
lebih berat memompa darah, akibatnya bayi akan sering sakit di daerah paru-paru dan jalan
nafasnya. Selain itu dibedong akan menghambat perkembangan motorik si bayi karena tidak ada
kesempatan untuk bergerak. Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari
dingin atau saat cuaca dingin itu pun dibedong longgar. Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya
dengan pembentukan kaki karena semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di

6
dalam perut tidak ada ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu lahirpun
masih bengkok, tapi akan lurus dengan sendirinya.

2.3 Aspek sosial budaya berkaitan dengan balita dan anak pra sekolah

Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa peka yaitu masa terjadinya fungsi-fungsi
pematangan fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa
ini adalah masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik,
kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai
agama (Yamin dan Sabri Sanan, 2013)

Usia dini merupakan masa yang sangat menentukan bagi perkembangan dan pertumbuhan anak
selanjutnya, mengingat masa ini merupakan masa peka, dan masa keemasan dalam kehidupan
anak. Untuk itu pemberian rangsangan pendidikan, bimbingan dan perawata yang tepat akan
membantu anak untuk mengoptimalkan segenap lingkup aspek perkembangan anak. Early
childhood education yang dikenal di Indonesia dengan istilah pendidikan anak usia dini adalah
pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia prasekolah dengan tujuan agar anak dapat
mengembangkan potensipotensinya sejak dini sehingga mereka dapat berkembang secara wajar
sebagai anak. PAUD menjadi spesifik karena pada tahap ini diyakini bahwa anak sedang
mengalami tahap perkembangan fisik dan mental yang paling cepat termasuk di dalamnya aspek
sosial anak.Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi
dan bekerja sama. Kematangan sosial anak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk
lebih mandiri dan terampil dalam mengem bangkan hubungan sosialnya. Perkembangan sosial
anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua di keluarga dan guru,
kepala sekolah serta tenaga kependidikan lain di sekolah dalam mengenalkan berbagai aspek
kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan ber masyarakat atau mendorong dan memberikan
contoh kepada anak bagaimana menerapakan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.

7
Anak usia dini atau prasekolah adalah anak yang biasanya mengikuti program prasekolah,
program tempat penitipan anak (3 bulan-5 tahun), kelompok bermain (usia 3 tahun) dan Taman
Kanak-Kanak (4-6 tahun). Anak usia dini yaitu anak yang dalam tahapan perkembangan sering
disebut dengan usia problematis, menyulitkan dan usia bertanya. Ciri sosial anak prasekolah
secara umum antara lain: memiliki satu atau dua sahabat tetapi cepat berganti, bisa
menyesuaikan diri secara sosial, sudah mau bermain dengan temannya dalam kelompok kecil
dan kurang terorganisir dengan baik, perselisihan kerap terjadi akan tetapi hanya berlangsung
beberapa saat kemudian mereka baikan kembali, anak yang lebih kecil sering bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih besar, dan anak-anak telah menyadari peran jenis kelamin
dan sex typing. Aspek perkembangan sosial pada anak usia dini diharapkan memiliki
kemampuan dan hasil belajar yang dicapai meliputi: kemampuan mengenal lingkungan sekitar,
mengenal alam, mengenal lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman
sosial budaya yang ada di sekitar anak dan mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif
terhadap belajar, memiliki kontrol diri yang baik, serta memiliki rasa empati pada orang lain.

2.4 Aspek sosial berkaitan dengan keluarga


Aspek sosial dalam kehidupan keluarga merupakan bagian dari kebutuhan tiap anggota keluarga,
yang dapat membantu perkembangan sosial psikologis anak. Tidak ada artinya jika pekerjaan
fisik diutamakan tetapi menjadi penjara bagi anak, oleh karena itu aspek sosial harus sama
pentingnya dengan pekerjaan fisik. Tujuan dari pengelolaan aspek sosial dalam kehidupan
sehari-hari ialah bahwa manusia memiliki kebutuhan non material (kebutuhan sosial psikologis)
yang harus dipenuhi dalam kehidupan keluarga sehari-hari, agar kebutuhan ini dapat terpenuhi
maka aspek sosial tersebut harus dikendalikan dalam kehidupan keluarga. Kebutuhan sosial
psikologis harus terpenuhi agar individu merasa aman hidupnya. Kebutuhan hidup sosial
psikologis ini merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Aspek sosial dalam kehidupan
keluarga ini meliputi:
a. Masalah hubungan insani Aspek-aspek dalam hubungan insani meliputi hubungan orang tua
dan anak yaitu masalah tanggung jawab orang tua pada pendidikan dan perkembangan anak.
hubungan anak dan anak (antara anak) ,hubugan dengan orang lain yang ada dalam keluarga
itu. Dasar dari hubungan insani adanya kasih sayang antar anggota keluarga ,adanya kerja
sama antar anggota keluarga, pembagian tugas dan tanggung jawab ,sikap orang tua terhadap
anak-anaknya yang merupakan mata rantai dari hubungan antara suami dan istri (ayah dan
ibu). Peranan seorang ibu rumah tangga dalam mengelola hubungan insani yaitu dapat
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan
anggota keluarganya,dapat mengarahkan pekerjaan rumah tangga sebagai suatu yang benar-
benar disadari dan merupakan tanggung jawab terhadap keluarganya
b. Masalah perkembangan anak anak .Aspek sosial yang harus dikendalikan dalam kehidupan
keluarga adalah masalah perkembangan dan pertumbuhan anak.Masalah pertumbuhan anak
adalah pertumbuhan secara fisik-biologi. Pada masa bayi masalah pertumbuhan ini yang
banyak diperhatikan, oleh karena pada masa bayi perhatian terhadap makanan lebih menonjol.
Pada masa remaja perkembangan fisik lebih cepat dan sangat berpengaruh pada kematangan
mental dan sosial.Orang tua harus mengenal dan memperhatikan ciri-ciri perkembangan anak

8
pada setiap fase perkembangan. Anak membutuhkan pendekatan tertentu agar ia berhasil
dalam perkembanan berikutnya.
c. Masalah pelayanan sosial .Pelayanan sosial ini menyangkut hubungan masyarakat dan
keluarga dan sebaliknya pelayanan dari lembaga sosial lainnya dari keluarga pun harus
memberikan pelayanan kepada pihak lain. Lembaga sosial tersebut yaitu lembaga kesehatan
seperti rumah sakit dan PUSKESMAS ,lembaga pendidikan seperti sekolah, lembaga
pemerintahan seperti RW, RT, kepala desa, polisi ,lembaga perhuubungan seperti kantor pos,
kantor telepon. Seorang ibu rumah tangga harus dapat dan cukup mengenal cara berhubungan
dan meminta bantuan dengan lembaga tersebut

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat masih mempercayai mitos-mitos yang kebenarannya kadang tidak masuk akal
bahkan ada yang berbahaya bagi kesehatan ibu dan anak. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang perawatan ibu di masa nifas dan bayi baru lahir.Dan kita harus
membimbing balita dan anak pra sekolah agar tidak salah dalam mempelajari sesuatu.Kita
sebagai tenaga kesehatan harus meyakinkan masyarakat agar tidak salah dalam bertindak.

3.2 Saran

Pentingnya bagi tenaga kesehatan untuk mengkaji pendekatan budaya dalam penanganan
kesehatan masyarakat karena pengaruh yang besar dari kebudayaan dan adat-istiadat dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Seorang tenaga medis harus dapat menyikapi perbedaan dan
isu budaya yang berpengaruh terhadap kesehatan. Seorang tenaga medis dituntut tidak hanya
mampu memberikan pelayanan kesehatan dari aspek promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif, namun juga mampu meluruskan keyakinan yang dianut yang berhubungan dengan
kesehatan.

9
10
DAFTAR PUSTAKA

Harini, Sri dan Aba Firdaus al-Halwani. 2003. Mendidik anak sejak dini. Yogyakarta: Kreasi
Wacana
Yamin, Martinis dan Sabri Sanan, Jamilah. 2013. Panduan PAUD. Ciputat: Gaung Persada Press
Group
Hadijono RS. Asuhan nifas normal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu
kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2011
Handayani S. aspek sosial budaya pada kehamilan, persalinan, dan nifas di Indonesia. Surakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika
Kesehatan. 2010;1(2):21-7
Rahayu IS, Mudatsir, Hasballah K. Faktor budaya dalam perawatan ibu nifas. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 2017;5(1):38-51. Diunduh dari: http://jurnal.unsyiah.ac.id/

11

Anda mungkin juga menyukai