Anda di halaman 1dari 58

SESI 1&2 : PENGANGGARAN MODAL

DEFINISI
1. Keseluruhan proses dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengeluaran dana,
jangka waktu pengembalian dana tersebut melebihi satu tahun (Suratiyah, 2006).
2. Menurut Tandelilin (2001), tujuan investasi adalah untuk :
 Menghasilkan sejumlah uang
 Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang
3. Melukiskan tindakan perencanaan dan pembelanjaan pengeluaran modal, seperti untuk pembelian
equipmen baru untuk memperkenalkan produk baru, dan untuk memodernisasi fasilitas pabrik.
4. Modal (Capital) menunjukkan aktiva tetap yang digunakan untuk produksi.
5. Anggaran (budget) adalah sebuah rencana rinci yg memproyeksikan aliran kas masuk dan aliran
kas keluar selama beberapa periode pada saat yg akan datang.
6. Capital budget adalah garis besar rencana pengeluaran aktiva tetap
7. Penganggaran modal (capital budgeting) adalah proses menyeluruh menganalisa proyek2 dan
menentuan mana saja yang dimasukkan ke dalam anggaran modal.
Penganggaran Modal – Suatu Konsep Investasi;
Penganggaran modal melibatkan suatu pengikatan (penanaman) dana di masa sekarang
dengan harapan memperoleh keuntungan yang dikehendaki di masa mendatang. Investasi
membutuhkan dana yang relatif besar dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif
panjang, serta mengandung resiko.
Pentingnya penganggaran modal
1. Keputusan penggaran modal akan berpengaruh pada jangka waktu yang lama sehingga
perusahaan kehilangan fleksibilitasnya.
2. Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari penambahan
aktiva.
3. Pengeluaran modal sangatlah penting
Aspek penting dalam penganggaran modal
1. Gunakan Selalu Cash Flow
Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda.
Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di kemudian hari, sementara arus kas
benar-benar merupakan kas yang sudah diterima di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan
kembali.
 2. Think Incrementally
Berusaha untuk selalu think incrementally, bagaimana tambahan yang dihasilkan oleh suatu proyek
terhadap kondisi yang ada sekarang?
Apakah dengan mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang
menguntungkan,
ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak melakukan apapun?
 3. PerhitungkanOpportunity Cost
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu alternative
dibandingkan dengan alternative lainnya.
4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan
Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari suatu
proyek atau investasi baru.
Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa
capital budgeting, karena biayanya sudah terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru
akan terjadi di masa depan.
5. Konsekuensi proyek
Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan proyek yang
Anda ambil.

Tahap-tahap penganggaran modal


1. Biaya proyek harus ditentukan
2. Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan dari proyek, termasuk nilai akhir
aktiva
3. Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran kas)
4. Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus menentukan biaya modal (cost of
capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas proyek
5. Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk yang diharapkan digunakan untuk
memperkirakan nilai aktiva.
6. Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan dibandingkan dengan biayanya,

Klasifikasi investasi (proyek)


1. Replacement: perawatan bisnis
mengganti peralatan yg rusak
2. Replacement: pengurangan biaya
mengganti peralatan yg sudah ketinggalan jaman sehingga mengurangi biaya
3. Ekspansi produk atau pasar yg sudah ada
pengeluaran2 untuk meningkatkan output produk yg sudah ada atau menambah toko.
4. Ekspansi ke produk atau pasar yang baru
5. Proyek keamanan atau lingkungan
6. Penelitian dan pengembangan
7. Kontrak2 jangka panjang: kontrak untuk menyediakan produk atau jasa pada kustomer tertentu
8. Lain-lain: bangunan kantor, tempat parkir, pesawat terbang perusahaan.

Jenis Investasi
(1) Investasi yang tidak menghasilkan laba.
Timbul karena adanya peraturan pemerintah atau syarat kontrak yang telah disetujui.
Contoh: pemasangan instalasi pembersih air limbah.

(2) Investasi yang tidak dapat diukur labanya.


Tujuan investasi untuk menaikkan laba, tetapi laba yang diharapkan akan diperoleh perusahaan
dengan adanya investasi ini sulit untuk dihitung secara teliti.
Pedoman yang biasanya dipakai adalah : % tertentu dari hasil penjualan, % tertentu dari laba
bersih investasi yang sama yang dilakukan oleh perusahaan pesaing.
Contoh investasi ini : pengeluaran biaya promosi, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya
program pelatihan dan pendidikan karyawan.
(3) Investasi dalam Penggantian Mesin dan Equipment.
Informasi penting yang perlu dipertimbangkan dalam keputusan penggantian mesin adalah
informasi akuntansi diferensial yang berupa aktiva diferensial dan biaya diferensial.
Penggantian dapat dilakukan, jika biaya diferensial yang berupa penghematan biaya yang
diperoleh dari penggantian suatu mesin dan ekuipmen berjumlah pantas bila dibandingkan
dengan aktiva diferensial.
(4) Investasi dalam Perluasan Usaha
Yakni merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitas produksi atau operasi menjadi lebih
besar dari sebelumnya.
Untuk menambah kapasitas akan diperlukan aktiva diferensial berupa tambahan investasi dan
akan menghasilkan pendapatan diferensial.
1. Pengertian Keputusan Investasi

Investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu
aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Investasi dilihat
dari jenis aktivanya, dibedakan ke dalam investasi pada aktiva riil dan investasi pada aktiva non-riil
(aktiva finansial). Investasi pada aktiva riil misalnya investasi dalam tanah, gedung, mesin dan
peralatan-peralatan. Investasi pada aktiva finansial misalnya investasi ke dalam surat-surat berharga.
Pembahasan pada kuliah ini akan difokuskan pada investasi aktiva riil dan berjangka panjang.
Investasi dilihat dari jangka waktunya, dibedakan menjadi 3 macam yaitu investasi jangka pendek,
investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang. Keputusan investasi mempunyai dimensi
waktu jangka panjang, sehingga keputusan yang diambil harus dipertimbangkan dengan baik karena
mempunyai konsekuensi berjangka panjang pula. Keputusan investasi sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup perusahaan, karena keputusan investasi menyangkut dana yang digunakan untuk
investasi, jenis investasi yang akan dilakukan, pengembalian investasi dan risiko investasi yang
mungkin timbul. Perencanaan terhadap keputusan investasi sangat penting karena beberapa alasan
sebagai berikut:
a. Dana yang dikeluarkan untuk keperluan investasi, relatif sangat besar dan tidak dapat
diperoleh kembali dalam jangka pendek.
b. Dana yang dikeluarkan akan terikat dalam jangka panjang, sehingga untuk bisa memper-oleh
kembali dana yang telah diinvestasikan memerlukan jangka waktu yang lama.
c. Keputusan investasi menyangkut harapan terhadap hasil keuntungan di masa yang akan
datang. Keputusan investasi ini diharapkan memperoleh penerimaan yang dihasilkan dari
investasi tersebut yang dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkannya.
d. Keputusan investasi berjangka panjang, sehingga kesalahan dalam pengambilan keputus-an
akan mempunyai akibat yang panjang dan berat serta tidak dapat diperbaiki tanpa adanya
kerugian yang besar.
2. Aliran Kas (cash flow) dalam Investasi
Keputusan investasi yang dilakukan oleh perusahaan mengharapkan akan bisa ditutup oleh
penerimaan di masa yang akan datang. Penerimaan investasi yang akan diterima berasal dari proyeksi
keuntungan atas investasi tersebut. Keuntungan atau laba yang akan digunakan untuk menutup
investasi bisa dalam dua pengertian yakni: 1. laba akuntansi yaitu merupakan laba yang terdapat
dalam laporan keuangan yang disusun oleh bagian akuntansi yang dapat dilihat Laporan Rugi-Laba, 2.
laba tunai yaitu laba berupa aliran kas atau cash flow. Dalam investasi lebih banyak menggunakan
konsep laba tunai atau cash flow, karena laba yang dilaporkan dalam akuntansi belum pasti dalam
bentuk kas. Perusahaan dapat mempunyai jumlah kas yang lebih besar daripada keuntungan yang
dilaporkan dalam laporan akuntansi. Dalam Laporan Rugi-Laba, biaya yang diperhitungkan semua
biaya baik yang dikeluarkan secara tunai seperti bahan baku, upah, gaji, biaya promosi, komisi, biaya
umum maupun biaya yang dikeluarkan secara tidak tunai seperti penyusutan. Penyusutan dalam
akuntansi akan dimasukkan sebagai biaya padahal perusahaan tidak pernah mengeluarkan biaya
penyusutan pada periode tersebut. Penyusutan diperlakukan sebagai biaya juga bertujuan untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar (sebagai tax deductable). Untuk menganalisis keputusan
usulan investasi atau proyek investasi apakah suatu usulan investasi tersebut layak atau tidak untuk
dilaksanakan, maka konsep yang digunakan adalah konsep aliran kas bukan konsep laba, karena laba
yang dilaporkan dalam laporan keuangan belum tentu dalam bentuk kas. Dalam menghitung aliran
kas atau cash flow, adalah dengan menambah keuntungan bersih setelah pajak dengan pengeluaran
tidak tunai atau

Cash flow = Laba Bersih Setelah Pajak + Penyusutan


Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan apakah suatu investasi
layak dilaksanakan oleh perusahaan atau tidak. Pengambilan keputusan tersebut memper-timbangkan
aliran kas keluar (cash outflow) yang akan dikeluarkan perusahaan dan aliran kas masuk (cash inflow)
yang akan diperolehnya berkaitan dengan investasi yang diambil.

Penggolongan cash flow


Cash flow yang berhubungan dengan keputusan investasi bisa dikelompokkan dalam 3
macam aliran kas yaitu: 1. initial cashflow, 2. operational cashflow, dan 3. terminal cashflow.
1. Initial Cashflow (Capital Outlays)
Initial Cashflow merupakan aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran kas pertama
kali untuk keperluan suatu investasi. Cashflow ini misalnya harga perolehan pembelian tanah,
pembangunan pabrik, pembelian mesin, perbaikan mesin dan investasi aktiva tetap lainnya. Jika kita
melakukan investasi pembelian mesin pabrik maka yang termasuk Capital Outlays atau Cash outflow
antara lain harga pembelian mesin, biaya pasang, biaya percobaan, biaya balik nama (jika ada) dan
biaya lain yang harus dikeluarkan mesin tersebut sampai mesin tersebut siap dioperasikan serta
termasuk juga kebutuhan dana yang akan digunakan untuk modal kerja.

2. Operational Cashflow
Operational Cashflow merupakan aliran kas yang terjadi selama umur investasi atau
merupakan aliran kas yang akan dipergunakan untuk menutup investasi. Operational cashflow
biasanya diterima setiap tahun selama usia investasi dan berupa aliran kas masuk bersih atau berasal
dari pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Aliran
kas operasi sering disebut cash inflow (aliran kas masuk) yang nantinya akan dibandingkan dengan
cash outflow untuk menutup investasi. Operational cashflow (cash inflow) ini biasanya juga disebut
Proceeds. Besarnya proceeds terdiri dari 2 sumber yaitu berupa laba setelah pajak atau Earning After
Tax (EAT) ditambah depresiasi. Mengapa depresiasi merupakan sumber kas masuk (cash inflow),
padahal depresiasi merupakan biaya yang akan mengurangi laba? Telah dijelaskan mengapa biaya
depresiasi merupakan sumber kas masuk. Kita tahu bahwa biaya depresiasi merupakan biaya yang
digunakan untuk mengurangi nilai suatu aktiva tetap. Pada saat terjadi biaya depresiasi tersebut,
perusahaan tidak mengeluarkan biaya yang berbentuk kas walaupun di laporan laba-rugi besarnya
depresiasi tersebut menambah biaya operasi.
Depresiasi di satu sisi menambah biaya padahal di sisi lain sebenarnya tidak mengeluarkan
uang kas maka sebenarnya ada kas yang terkumpul dan diperlakukan sebagai kas masuk sebesar biaya
depresiasi tersebut selama umur aktiva. Dana yang terkumpul tersebut nantinya akan digunakan untuk
membeli aktiva kembali apabila aktiva yang didepresiasi tersebut telah habis umur ekonomisnya.
Dana yang digunakan untuk investasi aktiva tetap dapat berasal dari modal sendiri dan atau pinjaman
(hutang) atau modal asing. Perbedaan sumber modal yang digunakan untuk investasi tersebut
mempengaruhi perhitungan proceeds investasi yang bersangkutan. Perhitungan proceeds atau
cashflow atau aliran kas masuk dari kedua sumber modal tersebut sebagai berikut:
a. Perhitungan besarnya Proceeds bila investasi menggunakan Modal Sendiri

Proceeds = Laba Bersih Setelah Pajak + Depresiasi

b. Perhitungan Proceeds bila investasi menggunakan Modal Sendiri dan Hutang:

Proceeds = Laba Bersih Setelah Pajak + Depresiasi + Bunga (1 -Pajak)

Misal : EAT = Rp.15.000.000, Penyusutan = Rp.50.000.000, Bunga = Rp. 20.000.000 dan Pajak =
25 %.

Cashflow = Rp.15.000.000 + Rp.50.000.000 + Rp.20.000.000 (1 – 0,25) = Rp.80.000.000


3. Terminal Cashflow
Terminal cashflow merupakan aliran kas masuk yang diterima oleh perusahaan sebagai akibat
habisnya umur ekonomis suatu investasi. Terminal cashflow akan diperoleh pada akhir umur
ekonomis suatu investasi. Terminal cashfolw ini dapat diperoleh dari nilai sisa (residu) dari aktiva dan
modal kerja yang digunakan untuk investasi. Nilai residu suatu investasi merupakan nilai aktiva pada
akhir umur ekonomisnya yang dihitung dari nilai buku aktiva yang bersangkutan. Besarnya nilai
residu ini sangat penting dalam perhitungan biaya depresiasi dan aliran kas masuk perusahaan.
Modal kerja yang digunakan oleh perusahaan akan selalu berputar setiap periode tertentu.
Pada akhir umur ekonomis suatu investasi, modal kerja ini akan kembali ke posisi semula. Artinya,
setelah umur ekonomis aktiva yang bersangkutan habis, maka modal kerjanya tidak lagi terikat pada
aktiva tersebut dan dapat digunakan untuk kegiatan yang lain. Pada saat itulah modal kerja merupakan
aliran kas masuk, karena terjadinya hanya pada akhir umur ekonomis saja, maka aliran kas masuk
yang berasal dari modal kerja termasuk dalam terminal cashflow. Terminal cashflow akan diterima
pada akhir umur ekonomis, sehingga nantinya akan diperhitungkan sebagai cashflow di tahun terakhir.
Misalnya tahun 2010 perusahaan “ A “ menginvestasikan dana iya dan selama empat tahun menerima
operational cashflow, maka tiga macam cashflow tsb jika digambarkan nampak sebagai berikut:
2010 2011 2012 2013 2014
Initial Cashflow operational operational operational operational cashflow +
cashflow cashflow cashflow Terminal cashflow

3. Metode Penilaian Investasi

Pengambilan keputusan proyek investasi terutama didasarkan pada pertimbangan ekonomis.


Secara ekonomis apakah suatu investasi layak atau tidak dilaksanakan dapat dihitung dengan
beberapa metode penilaian atau kriteria proyek investasi, yaitu:
1. Metode Accounting Rate of Return (ARR)
2. Metode Payback Period (PBP)
3. Metode Net Present Value (NPV)
4. Metode Profitability Index (PI)
5. Metode Internal Rate of Return (IRR)

3.1. Metode Accounting Rate of Return (ARR)

Metode Accounting Rate of Return (ARR) mengukur besarnya tingkat keuntungan dari
investasi yang digunakan untuk memperoleh keuntungan tersebut. Keuntungan yang diperhitungkan
adalah keuntungan bersih setelah pajak (Earning After Tax atau EAT), sedangkan investasi yang
diperhitungkan adalah rata-rata investasi yang diperoleh dari investasi awal (jika ada) ditambah
investasi akhir dibagi dua. Hasil dari ARR ini merupakan angka relatif (persentase).

Rata−rata Laba Setelah Pajak


ARR = Rata−rata Investasi x 100%

Dalam menghitung rata-rata EAT dengan cara menjumlahkan EAT selama umur investasi lalu dibagi
dengan umur investasi. Dalam menghitung rata-rata investasi yaitu investasi ditambah nilai sisa atau
residu dibagi dua (2). Setelah ARR dihitung kemudian dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang
disyaratkan. Jika angka ARR lebih besar (>) dari tingkat keuntungan yang disyaratkan berarti
investasi layak dilakukan atau menguntungkan, sebaliknya jika angka ARR lebih kecil (<) dari tingkat
keuntungan yang disyaratkan berarti investasi tidak layak dilakukan.

Contoh 1.
Investasi aktiva riil atau proyek A membutuhkan dana Rp. 280.000.000,-. umur
ekonomisnya 3 tahun dengan nilai sisa Rp. 40.000.000,-. Laba setelah pajak (EAT) selama 3 tahun
berturut-turut adalah: tahun ke 1 = Rp. 40.000.000,-, tahun ke 2 = Rp. 50.000.000,-, dan tahun ke 3 =
Rp. 30.000.000,-. Dari informasi tersebut maka dapat dihitung besarnya Accounting Rate of Return
sebagai berikut:

(40 . 000. 000+50 . 000 .000+30. 000 . 000)/3


ARR = (280 . 000. 000+40. 000 . 000) / 2 x 100%
= 40.000.000 / 160.000.000 = 0,25 = 25%
Jika tingkat keuntungan yang disyaratkan atau yang diharapkan sebesar 20 %, maka ARR = 25 %
lebih besar (>) dari 20 % berarti investasi layak dilaksanakan atau menguntungkan. Jika ARR lebih
kecil (<) dari keuntungan yang disyaratkan, maka investasi tidak layak dilaksanakan.
Penggunaan metode ARR ini sangat sederhana, sehingga mudah untuk pengambilan keputusan.
Apabila besarnya ARR lebih besar daripada biaya investasi yang digunakan (biaya modal) maka
investasi tersebut layak untuk dilaksanakan, dan sebaliknya. Metode ARR ini banyak kelemahan-nya,
yaitu: 1. Mengabaikan nilai waktu dari uang, 2. Hanya menitikberatkan pada masalah
akuntansi, sehingga kurang memperhatikan data aliran kas dari investasi, 3. Merupakan pendekatan
jangka pendek dengan menggunakan angka rata-rata yang dapat menyesatkan. 4. Kurang
memperhatikan lamanya investasi atau panjangnya jangka waktu investasi.

3.2. Metode Payback Period (PBP)

Payback Period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran suatu investasi dengan menggunakan aliran kas masuk neto (proceeds) yang diperoleh
atau yang diterima. Payback Period untuk mengukur lamanya dana investasi yang ditanamkan
kembali seperti semula. Untuk mengetahui kelayakan suatu investasi dengan metode ini yaitu
membandingkan masa payback period dengan target lamanya kembalian investasi. Jika payback
period lebih kecil (<) dibanding dengan target kembalinya investasi berarti investasi layak dilakukan,
sedangkan jika lebih besar (>) berarti investasi tidak layak. Metode ini juga cukup sederhana seperti
metode ARR. Formula untuk mencari Payback Period adalah sebagai berikut:

Capital Outlays
atau Investasi
Proceeds
PBP = x 1 tahun
PBP = Cash flow x 1 tahun

Contoh 2.
Investasi proyek B membutuhkan dana sebesar Rp. 120.000.000. Aliran kas masuk atau Proceeds
(laba neto + penyusutan) diperkirakan Rp. 40.000.000 per tahun selama 6 tahun, maka besarnya
Payback Period-nya adalah:
120 .000 .000
PBP = 40 . 000 .000 x 1 tahun = 3 tahun
Apabila proceeds atau cashflow setiap tahun tidak sama, maka harus dicari dari tahun ke tahun:
Tahun 1. Rp. 50.000.000 Tahun 4. Rp. 30.000.000
2. Rp. 50.000.000 5. Rp. 20.000.000
3. Rp. 40.000.000 6. Rp. 20.000.000
Maka Payback Period-nya dapat dihitung sebagai berikut:

Outlays (investasi) Rp. 120.000.000


Proceeds th ke-1 Rp. 50.000.000
Rp. 70.000.000

Proceeds th ke-2 Rp. 50.000.000


Rp. 20.000.000
20 .000 . 000¿ )
PBP = 2 tahun + 40 . 000 .000 x 1 tahun = 2 tahun 6 bulan

*)
Pada tahun ketiga sisa investasi yang belum kembali sebesar Rp. 20.000.000. Padahal pada tahun
ketiga proyek B diperkirakan memperoleh aliran kas masuk bersih Rp. 40.000.000
(1 tahun). Oleh karena itu untuk mengembalikan dana investasi sebesar Rp. 20.000.000
memerlukan waktu selama: (20.000.000/40.000.000) x 12 bulan = 6 bulan. Sehingga Payback
Period-nya selama 2 tahun 6 bulan. Jika Payback Period ini lebih pendek atau lebih singkat
dibanding jangka waktu kredit (apabila dananya berasal dari pinjaman) yang disyaratkan oleh
investor atau pihak bank, maka investasi proyek B layak dilaksanakan atau diterima.
Seperti halnya metode Accounting Rate of Return, beberapa kelemahan yang terdapat pada
metode Payback Period adalah: 1. Mengabaikan nilai waktu dari uang (time value of money), 2.
Mengabaikan proceeds setelah PBP dicapai, 3. Mengabaikan nilai sisa.
Untuk mengatasi kelemahan metode payback period di mana metode ini mengabaikan nilai
waktu dari uang, maka beberapa perusahaan melakukan modifikasi dengan pendekatan discounted
payback period (DPP). Metode ini seperti metode payback period biasa, tetapi dalam perhitungannya
menggunakan aliran kas yang didiskontokan dengan discount rate tertentu. Untuk lebih jelasnya kita
ikuti contoh berikut ini.
Contoh 3.
Ada 2 usulan proyek investasi A dan B. Initial cashflow kedua proyek tersebut sama besar yaitu
masing-masing Rp. 10.000.000. Usia ekonomis proyek A selama 5 tahun, dan proyek B hanya 2
tahun. Keuntungan yang disyaratkan kedua proyek tersebut 16%.

Tabel 1. Aliran kas Proyek A dan B

Aliran Kas Proyek A Proyek B


Cash Outlay - Rp. 10.000.000 - Rp. 10.000.000
Aliran kas masuk:
Tahun 1 Rp. 5.000.000 Rp. 6.000.000
Tahun 2 Rp. 4.000.000 Rp. 5.000.000
Tahun 3 Rp. 3.000.000 -
Tahun 4 Rp. 2.000.000 -
Tahun 5 Rp. 1.000.000 -

Perhitungan discounted payback period masing-masing proyek adalah sebagai berikut:


1. Discounted payback period proyek A:

Discounted Kumulatif Discounted


Tahun Aliran kas PVIF16%,n
Cash Flow Cashflow
0 -10.000.000 1,000 -10.000.000 - 10.000.000
1 5.000.000 0,862 4.310.000 -5.690.000
2 4.000.000 0,743 2.972.000 -2.718.000
3 3.000.000 0,641 1.923.000 -795.000
4 2.000.000 0,552 1.104.000 309.000
5 1.000.000 0,476 476.000 785.000

2. Discounted payback period proyek B:

Discounted Cash Kumulatif Discounted


Tahun Aliran kas PVIF 16%,n
Flow Cashflow
0 -10.000.000 1,000 -10.000.000 - 10.000.000
1 6.000.000 0,862 5.172.000 - 4.828.000
2 5.000.000 0,743 3.175.000 - 1.653.000
3 - - - 1.653.000
4 - - - 1.653.000
5 - - -1.653.000

Discounted payback period proyek A = 3 tahun + (795.000 / 1.104.000) x 12 bulan


= 3 tahun + 8,6 bulan.

Untuk menentukan apakah proyek A diterima atau ditolak, maka dibandingkan antara jangka waktu
yang disyaratkan dengan jangka waktu pengembalian proyek A yaitu selama 3 tahun 8,6 bulan.
Apabila jangka waktu yang disyaratkan adalah 5 tahun, maka discounted payback period proyek A ini
lebih cepat daripada jangka waktu yang disyaratkan oleh investor, sehingga proyek A layak
dilaksanakan. Sebaliknya, discounted payback period proyek B tidak ada karena aliran kas masuk
proyek B tidak dapat mencukupi untuk menutup pengeluaran proyek tersebut. Dengan demikian
proyek B jelas tidak diterima atau tidak layak dilaksanakan.

3.3. Metode Net Present Value (NPV)

Metode penilaian investasi ARR dan PBP memiliki kelemahan yang hampir sama, antara lain
tidak memperhatikan nilai waktu dari uang, pada hal uang memiliki nilai yang berbeda apabila waktu
memperolehnya berbeda. Cash flow yang digunakan untuk menutup investasi tsb, diterima di masa
yang akan datang, sedangkan dana untuk investasi dikeluarkan pada saat sekarang. Oleh karena itu
perlu metode yang memperhatikan konsep time value of money. Salah satu metode untuk menilai
investasi yang memperhatikan time value of money adalah net present value. NPV adalah selisih
antara nilai sekarang dari Cash flow dengan nilai sekarang dari investasi. Untuk menghitung NPV,
pertama menghitung present value (PV) dari penerimaan atau cash flow dengan tingkat discount rate
tertentu, kemudian dibandingkan dengan present value (PV) dari investasi. Jika selisih antara PV dari
cash flow lebih besar (>) PV dari investasi atau terdapat NPV positif berarti investasi layak
dilaksanakan, sebaliknya jika PV dari cash flow lebih kecil (<) PV dari investasi atau terdapat NPV
negatif berarti investasi tidak layak dilaksanakan. Hal ini karena adanya faktor diskonto yang berupa
bunga dan biaya modal lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka metode NPV akan
mengakomodasikan tentang nilai waktu uang dalam suatu investasi. Metode NPV merupakan metode
untuk mencari selisih nilai sekarang dari aliran kas neto (proceeds) dengan nilai sekarang dari
investasi (outlays).
n
A
∑ (1+rt )t
NPV = -I0 + t=0

Keterangan : I0 = Nilai investasi atau Outlays


A t = Aliran kas neto pada periode t
r = Discount rate
t = Jangka waktu proyek investasi (umur proyek investasi)

Contoh 4.
Dari proyek B pada contoh 2. di atas kita dapat menghitung besarnya Net Present Value (NPV)
bila diketahui discount rate-nya = 10% , yaitu :

1. Apabila aliran kas masuk bersih (proceeds) tiap tahun besarnya sama, yaitu Rp. 40.000.000
40 .000.000 40 .000.000 40 .000.000
1 2 3
NPV = -120.000.000 + ( I +0,10) + ( I+0,10) + ( I+0,10) +
40 .000.000 40 .000.000 40 .000.000
( I+0,10)4 + ( I+0,10)
5
+ ( I+0,10)
6

NPV = - 120.000.000 + 40.000.000 (4,355)*)


NPV = - 120.000.000 + 174.200.000 = Rp. 54.200.000
*)
Gunakan tabel nilai sekarang dari suatu annuity dari satu rupiah (lihat lampiran).

2. Apabila aliran kas masuk bersih (proceeds) tiap tahun besarnya tidak sama, (lihat data Contoh 2.
di atas).
50.000.000 50.000.000 40 .000.000
1 2 3
NPV = -120.000.000 + ( I+0,10) + ( I+0,10) + ( I+0,10) +
30.000.000 20 .000. 000 20 .000 . 000
(I +0,10)4 + ( I+0,10)
5
+ ( I+0,10 )
6
NPV = -120.000.000 + 160.980.000 = Rp. 40.980.000

Tabel .2. Net Present Value yang Dihitung Menggunakan Tabel

Tahun D.R(10%) Proceeds PV dari Proceeds


1 0,909 50.000.000 45.450.000
2 0,826 50.000.000 41.300.000
3 0,751 40.000.000 30.040.000
4 0,683 30.000.000 20.490.000
5 0,621 20.000.000 12.420.000
6 0,564 20.000.000 11.280.000
Total PV dari Proceeds 160.980.000
Investasi atau Outlays 120.000.000
40.980.000
NPV

Pengambilan keputusan apakah suatu usulan proyek investasi diterima atau ditolak jika
menggunakan metode Net Presnt Value (NPV) kita bandingkan nilai NPV tersebut dengan nilai nol.
Apabila NPV > 0 atau positif, maka rencana investasi layak dilaksanakan atau diterima, sebaliknya
apabila NPV < 0 atau negatif, maka rencana investasi tidak layak diterima atau ditolak.

3.4. Metode Profitability Index (PI)

Metode Profitability Index atau Benefit Cost Ratio merupakan metode yang memiliki hasil
keputusan sama dengan metode NPV, berarti apabila suatu investasi diterima dengan mengguna-kan
metode NPV maka akan diterima pula jika dihitung menggunakan metode Profitability Index .
Metode PI menghitung perbandingan antara PV dari penerimaan atau cash flow atau proceeds dengan
PV dari investasi. Jika PI lebih besar (>) dari 1, maka investasi layak untuk dilaksanakan. Metode PI
lebih sering untuk menyusun urutan (rangking) beberapa alternatif investasi, yang tentu saja di pilih
pertama yang PI -nya paling besar. Formula metode PI adalah:

Total PV dari Proceeds PV of Cashflow


PI = Investasi atau PI = PI = Investasi

Pengambilan keputusan apakah suatu usulan proyek investasi akan diterima (layak) atau ditolak (tidak
layak) kita bandingkan dengan angka 1. Apabila PI > 1, maka rencana investasi layak diterima,
sedangkan apabila PI < 1 maka rencana investasi tidak layak diterima atau ditolak. Untuk jelasnya
cara menghitung besarnya profitability index (PI) dari Contoh 2. investasi B sebesar Rp. 120.000.000,
sebagai berikut:
1. Untuk aliran kas masuk bersih (Proceeds) tiap tahun yang besarnya sama, yaitu Rp. 40.000.000,
maka PV cash flow = Rp. 40.000.000 ( 4,355 ) = 174.200.000
174 . 200. 000
PI = 120 .000 . 000 = 1,452 > 1  maka proyek investasi layak dilaksanakan atau
diterima

2. Untuk contoh aliran kas masuk bersih (Proceeds) tiap tahun yang besarnya tidak sama, (lihat data
Contoh 2 di atas), maka:
160 .980 . 000
PI = 120 .000 . 000 = 1,342 > 1  maka proyek investasi layak dilaksanakan atau
diterima

3.5. Metode Internal Rate of Return (IRR)

Metode Internal Rate of Return (IRR) merupakan metode penilaian investasi untuk mencari
tingkat bunga (discount rate) yang dapat menyamakan antara present value atau nilai sekarang dari
aliran kas neto (Present Value of Proceeds) dengan present value dari investasi (Initial Outlays). Jika
pada metode NPV mencari nilai sekarang bersih dengan tingkat discount rate tertentu. IRR adalah
tingkat discount rate yang dapat menyamakan PV of cash flow dengan PV of investment. Pada saat
IRR tercapai, maka besarnya NPV sama dengan nol, oleh karena itu, untuk menghitung IRR
diperlukan data NPV dari kutub (daerah) positif dan kutub negatif kemudian dilakukan interpolasi
(pencarian nilai selisih) sehingga diperoleh NPV sama dengan nol. Penggunaan metode IRR ini
memiliki konsep yang identik atau sama dengan penentuan besarnya bunga yang dihasilkan obligasi
hingga jatuh temponya (yield to maturity) sebagaimana dapat dipelajari pada bab penilaian surat
berharga.
Pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi dengan menggunakan
metode IRR ini akan selaras dengan metode NPV, walaupun kadang-kadang terjadi pertentangan
antara keputusan investasi menggunakan metode NPV dan IRR ini. Penilaian investasi menggunakan
metode IRR ini lebih sulit dibanding metode NPV karena menggunakan cara coba-coba (trial and
error) ketika akan menentukan besarnya discount rate investasi. Kesulitan ini dapat diatasi jika dalam
perhitungannya digunakan kalkulator atau komputer. Jika menggunakan IRR, maka investasi akan
diterima apabila besarnya IRR lebih besar daripada tingkat bunga yang digunakan sebagai biaya
modal, dan sebaliknya ditolak apabila IRR lebih kecil daripada biaya modal yang digunakan.
Untuk lebih jelasnya Contoh .2 di muka untuk dihitung besarnya IRR sebagai berikut:
Tabel 3. Perhitungan NPV dengan Tingkat Bunga 20% dan 30%

Tahun Proceeds DR (20%) PV DR (30%) PV


1 50.000.000 0,833 41.650.000 0,770 38.500.000
2 50.000.000 0,694 34.700.000 0,592 29.600.000
3 40.000.000 0,579 23.160.000 0,455 18.200.000
4 30.000.000 0,482 14.460.000 0,350 10.500.000
5 20.000.000 0,402 8.040.000 0,269 5.380.000
20.000.000 0,335 6.700.000 0,207 4.140.000
PV dari Proceeds 128.710.000 106.320.000
Investasi (Outlays) 120.000.000 120.000.000
8.710.000 -13.680.000
NPV

Pada tingkat bunga 20% diperoleh NPV positif dan pada tingkat bunga 30% diperoleh NPV
negatif. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat bunga maka NPV semakin kecil dan sebaliknya.
Untuk menghitung besarnya IRR, kita lakukan proses interpolasi (analisis selisih), yaitu:

Tingkat Bunga PV of Proceeds PV of Outlays NPV


30% Rp. 106.320.000 Rp. 120.000.000 Rp. 13.680.000
20% Rp. 128.710.000 Rp. 120.000.000 Rp. 8.710.000
Selisih 10% Rp. 22.390.000 Rp. 22.390.000

8 . 710. 000
IRR = 20% + 22. 390 .000 x 10% = 20% + 3,89% = 23,89%
atau
13 .680 .000
IRR = 30% - 22.390 .000 x 10% = 30% - 6,11% = 23,89%

Internal Rate of Return dapat juga dihitung dengan mudah tanpa menggunakan cara interpolasi,
yaitu dengan rumus:

NPV rk
IRR = rk + NPV rk −NPV rb x (rb – rk)

Keterangan:
IRR = Internal Rate of Return
rk = tingkat bunga yang kecil (rendah)
rb = tingkat bunga yang besar (tinggi)
NPV rk = Net Value Value pada tingkat bunga yang kecil
PV rk = Present Value of Proceeds pada tingkat bunga yang kecil
PV rb = Present Value of Proceeds pada tingkat bunga yang besar

Dari contoh di atas, dapat dihitung IRR-nya sebagai berikut:


8. 710 .000
IRR = 20% + 128 .710 . 000-106.320 . 000 (30% - 20%) = 20% + 3,89% = 23,89%
atau
NPV rb
IRR = rb + PV rk - PV rb (rb – rk)
-13. 680. 000
IRR = 30% + 128 .710 . 000-106.320 . 000 (30% - 20%) = 30% - 6,11% = 23,89%

Setelah nilai IRR ditemukan, untuk menilai apakah proyek investasi layak dilaksanakan atau tidak
layak, maka nilai IRR dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan atau diharapkan.
Jika IRR lebih besar dibanding keuntungan yang diharapkan berarti investasi layak dilaksanakan,
sebaliknya jika IRR lebih kecil dibanding keuntungan yang diharapkan berarti investasi tidak layak.

4. Hubungan Antara NPV, PI dan IRR

Dari lima metode penilaian investasi yang telah dijelaskan di muka, ternyata ada 3 metode
yang cukup baik digunakan dalam menilai investasi yaitu Metode Net Present Value (NPV), Metode
Profitability Index (PI) dan Metode Internal rate of Return (IRR). Hal ini terutama karena ketiga
metode tersebut memperhatikan nilai waktu uang dalam analisis penilaiannya. Dengan demikian,
perhitungan metode NPV, PI dan IRR semuanya menggunakan basis konsep yang sama yaitu present
value dari aliran kas yang terjadi, baik aliran kas keluar (initial cash outlays) maupun aliran kas
masuk (proceeds). Keputusan yang diambil dengan menggunakan ketiga metode tersebut juga tidak
berbeda, oleh karena itu antara NPV, PI dan IRR memiliki hubungan yang selaras artinya suatu usulan
proyek investasi yang layak dilaksanakan jika dinilai dengan metode NPV, maka layak pula jika
dinilai dengan metode PI dan IRR. Namun demikian, kadang-kadang terjadi konflik antara hasil
keputusan metode NPV dan IRR. Dalam kasus tertentu hasil keputusan kedua metode tersebut saling
berlawanan. Konflik hubungan antara NPV dan IRR dapat dipelajari pada sub bahasan berikutnya.

4.1 Hubungan NPV dengan PI


Hubungan antara NPV dengan PI terlihat pada parameter atau ukuran yang digunakan untuk
menilai kelayakan suatu usulan proyek investasi. Apabila suatu investasi memiliki nilai NPV positif
(NPV > 0) berarti besarnya PV of Proceeds atau PV of cash flow lebih besar daripada PV of Outlays
atau PV of invesment. Ingat bahwa NPV = PV of Proceeds - PV of Outlays atau NPV = PV of cash
flow - PV of invesment. Jika PV of Proceeds lebih besar daripada PV of Outlays maka akan
menghasilkan PI > 1. Ingat pula bahwa PI = PV of Proceeds dibagi PV of Outlays. Suatu usulan
investasi akan diterima apabila NPV > 0 atau PI > 1. Dengan demikian antara NPV dan PI memiliki
keputusan yang sama jika digunakan untuk menilai suatu usulan proyek investasi. Ingat NPV
merupakan selisih antara PV of cash flow dengan PV of invesment pada tingkat discount rate tertentu.

4.2 Hubungan NPV dengan IRR

Hubungan antara NPV dengan IRR terlihat pada faktor diskonto (discount rate) yang
digunakan untuk menghitung nilai sekarang (present value) dari suatu investasi. IRR merupakan
tingkat pengembalian (rate of return) yang disyaratkan oleh investor (perusahaan) ketika melakukan
investasi. IRR merupakan “discount rate” yang menjadikan NPV sama dengan nol, artinya pada saat
NPV sama dengan nol maka besarnya tingkat pengembalian investasi tercapai yakni sebesar IRR.
Apabila tingkat pengembalian (rate of return) yang diinginkan perusahaan dari suatu investasi lebih
rendah daripada IRR, maka investasi tersebut layak atau diterima. Sebaliknya apabila rate of return
yang diinginkan lebih tinggi daripada IRR, maka investasi tersebut tidak layak diterima baik menurut
metode NPV maupun metode IRR. Dengan kata lain, apabila IRR lebih tinggi daripada rate of return
yang disyaratkan (diharapkan atau diinginkan), maka investasi diterima dan terjadi sebaliknya.
Hubungan antara NPV, discount rate dan IRR dalam perhitungan Contoh .2 di atas dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

NPV (000)

90.000 Pada saat discount rate = 0, NPV = 210.000.000 – 120.000.000


= 90.000.000

Garis NPV pada berbagai discount rate

NPV > 0
IRR = 23,89, dimana NPV = 0
8.710
Discount Rate
0 5 10 15 20 25 30 NPV < 0
-13.660

Gambar 1. Hubungan antara NPV, Discount Rate dan IRR

5. Konflik Hubungan antara NPV dan IRR


Hubungan antara NPV dan IRR akan selaras ketika digunakan untuk menilai suatu investasi
tunggal artinya, ketika usulan investasi layak diterima jika dinilai dengan metode NPV maka layak
pula dilaksanakan jika dinilai dengan metode IRR. Metode NPV dan IRR kemungkinan dapat
menghasilkan kesimpulan yang berbeda apabila digunakan untuk menilai dua atau lebih usulan
investasi, khususnya usulan investasi yang bersifat mutually exclusive (saling meniadakan satu sama
lain). Dua buah usulan investasi A dan B memiliki hubungan mutually exclusive artinya apabila usulan
investasi A diterima, maka usulan investasi B harus ditolak. Sebaliknya apabila usulan investasi B
yang diterima, maka usulan investasi A harus ditolak sehingga antara usulan investasi A dan B saling
meniadakan. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai konflik yang terjadi antara metode
NPV dan IRR, berikut ini diberikan contoh dua buah usulan investasi A dan B yang bersifat mutually
exclusive.

Contoh 5.
Suatu perusahaan menghadapi 2 buah usulan proyek investasi A dan B. Perkiraan aliran kas usulan
investasi A dan B tersebut adalah sebagai berikut:
Aliran Kas per Tahun (Rp.)
Proyek
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Investasi A - 40.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Investasi B - 40.000.000 0 10.000.000 20.000.000 40.000.000

Apabila rate of return yang disyaratkan 10%, buatlah keputusan manakah investasi yang layak
diterima, dinilai dengan metode NPV dan IRR.
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas kita hitung NPV dan IRR-nya:
NPV Investasi A:
NPVA = - 40.000.000 + 15.000.000 (3,170) = Rp. 7.550.000
IRR Investasi A:
NPVA, 10% = Rp. 7.550.000
NPVA, 20% = - 40.000.000 + 15.000.000 (2,589) = -Rp. 1.165.000
IRRA = 10% + (7.550.000 / 8.715.000) x 10% = 10% + 8,66% = 18,66%
NPV Investasi B:
NPVB = - 40.000.000 + 0 + 10.000.000 (0,826) + 20.000.000 (0,751) + 40.000.000 (0,683)
NPVB = - 40.000.000 + 8.260.000 + 15.020.000 + 27.320.000 = Rp. 10.600.000

IRR Investasi B:
NPVB,10% = Rp. 10.600.000
NPVB,20% = - 40.000.000 + 10.000.000 (0,694) + 20.000.000 (0,579) + 40.000.000 (0,482)
NPVB,20% = - 40.000.000 + 6.940.000 + 11.580.000 + 19.280.000 = -Rp. 2.200.000
IRRB = 10% + (10.600.000 / 12.800.000) x 10% = 10% + 8,28% = 18,28%
Dari perhitungan NPV dan IRR proyek investasi A dan B pada tingkat return yang diharapkan 10%,
maka diperoleh NPV-A sebesar Rp. 7.550.000 dan NPV-B sebesar Rp. 10.600.000. Dengan demikian
investasi B lebih layak atau lebih menarik dari pada investasi A karena investasi B akan mendapatkan
NPV yang lebih besar. Apabila dilihat dari IRR-nya ternyata IRR usulan investasi B sebesar 18,28%
lebih kecil dibanding usulan investasi A sebesar 18,66%, sehingga usulan investasi A yang lebih
menarik. Di sini terjadi konflik atau pertentangan keputusan antara NPV dan IRR, yaitu:

Proyek/Kriteria Investasi A Investasi B Investasi yang dipilih


NPV Rp. 7.550.000 Rp. 10.600.000 Investasi B lebih baik
IRR 18,66% 18,28% Investasi A lebih baik

Pertentangan keputusan usulan investasi antara metode NPV dan IRR timbul karena metode
IRR mengasumsikan bahwa aliran kas masuk yang terjadi dapat diinvestasikai kembali (reinvestment)
dengan tingkat keuntungan yang diharapkan dari penginvestasian kembali tersebut sebesar IRR yang
diperoleh (yaitu 18,66% untuk investasi A dan 18,28% untuk investasi B). Sedangkan metode NPV
mengasumsikan bahwa aliran kas masuk dapat diinvestasikan kembali dengan tingkat keuntungan
yang diharapkan sebesar discount rate-nya yaitu sebesar 10%. Perbedaan asumsi inilah yang
kernungkinan dapat menyebabkan konflik keputusan antara kedua metode tersebut.
Konflik keputusan juga terjadi apabila dua usulan proyek investasi yang memiliki NPV yang
sama tetapi IRR-nya berbeda. Apabila usulan proyek investasi A dan B menghasilkan NPV positif
yang besarnya sama. Hal ini berarti kedua proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Namun,
keputusan tersebut kernungkinan berbeda apabila dinilai dengan metode IRR. Untuk lebih jelasnya
kita lihat contoh berikut.
Contoh 6.
Perusahaan “B” menghadapi 2 buah usulan proyek investasi M dan N. Kedua usulan proyek
tersebut menghasilkan NPV yang sama pada tingkat diskonto sebesar 15%. Perkiraan aliran kas
usulan investasi M dan N tersebut adalah sebagai berikut:
Aliran Kas per Tahun (Rp.)
Proyek
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Investasi M - 40.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Investasi N - 40.000.000 0 0 20.000.000 51.861.900

NPV Investasi M:
NPVM = -40.000.000 + 15.000.000 (2,855) = Rp. 2.825.000
IRR Investasi M:
NPVM,15% = Rp. 2.825.000
NPVM,20% = - 40.000.000 + 15.000.000 (2,589) = -Rp. 1.165.000
IRR M = 15% + (2.825.000 / 3.990.000) x 5% = 15% + 3,54% = 18,54%
NPV Investasi N:
NPVN = -40.000.000 + 0 + 0 + 20.000.000 (0,658) + 51.861.900 (0,572)
NPVN = -40.000.000 + 13.160.000 + 29.665.000 = Rp. 2.825.000
IRR Investasi N:
NPVN,15% = Rp. 2.825.000
NPVN,20% = -40.000.000 + 0 + 0 + 20.000.000 (0,579) + 51.861.900 (0,482)
NPVN,20% = -40.000.000 + 11.580.000 + 24.997.436 = -Rp. 3.422.564
IRRN = 15% + (2.825.000 / 6.247.564) x 5 % = 15% + 2,26% = 17,26 %
Dari perhitungan NPV perusahaan “B” ternyata benar bahwa NPV kedua usulan investasi
yang dihadapi besarnya sama yaitu Rp. 2.825.000,- pada tingkat bunga (diskonto) sebesar 15%.
Namun IRR kedua usulan berbeda yaitu usulan investasi proyek M sebesar 18,54% dan IRR usulan N
sebesar 17,26%. Apabila digambarkan, maka hubungan NPV dan IRR tersebut di atas dapat dilihat
pada gambar berikut:

NPV (000)

31.861 Besarnya NPVN pada DR = 0

20.000 Besarnya NPVM pada DR = 0

Garis NPVM pada berbagai discount rate


Garis NPVN pada berbagai discount rate

= 15%, NPVM = NPVN

2.825 IRRN = 17,26%


IRRM = 18,54%
Discount Rate
0 5 10 15 20 30

Gambar 2. Hubungan antara NPV dan IRR Usulan Proyek M dan N

Dari Gambar 2 di atas nampak bahwa usulan proyek investasi M dan N mencapai nilai NPV
yang sama (indifferent point) pada discount rate sebesar 15% dengan nilai NPV sebesar Rp.
2.825.000. Apabila discount rate dinaikkan lebih besar dari 15%, maka usulan investasi M lebih baik
daripada usulan investasi N. Sebaliknya apabila discount rate-nya kurang dari 15%, maka usulan
investasi N lebih menarik daripada usulan investasi M.
Secara teoritis, metode NPV lebih baik daripada metode IRR dalam penilaian keputusan
investasi. Hal ini karena metode NPV lebih konsisten daripada metode IRR berkaitan dengan discount
rate yang digunakan. Konsistensi tersebut terlihat pada nilai NPV yang selalu positif baik discount
rate-nya lebih kecil maupun lebih besar daripada 15% usulan investasi M dan N tetap menguntungkan
(layak dilaksanakan). Usulan investasi akan ditolak (tidak layak) apabila discount rate-nya melebihi
besarnya IRR usulan proyek yang bersangkutan.
Namun demikian, metode ini akan mengalami masalah apabila metode penilaian investasi
tersebut digunakan untuk menilai dua usulan investasi yang memiliki umur penggunaan (umur
ekonomis) berbeda. Dalam pemilihan usulan investasi, kita sering menemukan adanya perbedaan
umur ekonomis di antara usulan investasi yang ditawarkan. Hal itu terjadi baik untuk investasi baru
maupun investasi penggantian. Adanya umur ekonomis yang berbeda menghendaki agar dalam
penilaian usulan investasinya perlu dimodifikasi. Untuk memilih usulan investasi yang memiliki umur
ekonomis yang berbeda dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu pendekatan metode rantai (chain
method) atau replacement chain dan metode biaya ekuivalen tahunan (equivalent annual cost). Untuk
lebih jelasnya harap ikuti contoh berikut ini:
Contoh 7.
Perusahaan “P” sedang mempertimbangkan penggantian salah satu mesin produksinya. Ada 2 mesin
yang diusulkan yaitu mesin K atau mesin L. Kedua usulan investasi tersebut diharapkan menghasilkan
return yang sama besarnya. Usulan investasi mesin K memiliki umur ekonomis selama 3 tahun dan
investasi mesin L selama 2 tahun. Nilai usulan investasi K adalah Rp. 50.000.000 dengan biaya
sebesar Rp. 15.000.000 per tahun. Sedangkan nilai investasi L sebesar Rp. 40.000.000 dengan biaya
Rp. 18.000.000 per tahun. Apabila discount rate yang diperhitungkan adalah 10%, usulan investasi
mesin mana yang sebaiknya dipilih?

A. Memilih usulan investasi menggunakan metode rantai (chain method)


Langkah-langkah penilaian investasi dengan metode rantai adalah:
1. Mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh kedua umur mesin
2. Menghitung present value biaya dari masing-masing usulan investasi
Angka kelipatan persekutuan terkecil merupakan suatu angka yang dapat dibagi dengan
semua angka yang menjadi unsur kelipatan angka tersebut. Angka kelipatan persekutuan terkecil
untuk mesin K dan mesin L yang masing-masing berumur 3 tahun dan 2 tahun adalah 6 tahun. Dalam
metode rantai ini, mesin K yang berumur 3 tahun dianggap akan dilakukan investasi kembali
(reinvestment) satu kali yaitu pada akhir tahun ketiga sehingga total umur investasi mesin K menjadi 6
tahun. Sedangkan mesin L akan diinvestasikan kembali sebanyak 2 kali yaitu pada akhir tahun kedua
dan akhir tahun keempat, sehingga umur investasi mesin L menjadi 6 tahun. Dengan demikian kedua
mesin tersebut dianggap memiliki umur ekonomis yang sama selama 6 tahun, sehingga dapat
dibandingkan present value biaya kedua investasi tersebut.
Perhitungan present value biaya (present value of cost) masing-masing usulan investasi mesin
K dan mesin L terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Perhitungan Present Value dari Biaya Investasi dengan Metode Rantai

Usulan Investasi K Usulan Investasi L


Biaya PV . Biaya Biaya PV . Biaya
Tahun DR = 10%
(3) (4) = 3 x 2 (5) (6) = 5 x 2
(1) (2)
0 1,0 50.000.000 50.000.000 40.000.000 40.000.000
1 0,909 15.000.000 13.635.000 18.000.000 16.362.000
18.000.000
2 0,826 15.000.000 12.390.000 47.908.000
40.000.000
15.000.000
18.000.000
3 0,751 50.000.000 48.815.000 13.518.000
18.000.000
15.000.000
40.000.000 39.614.000
4 0,683 10.245.000

15.000.000 18.000.000
15.000.000 18.000.000
5 0,621
9.315.000 11.178.000
6 0,564 8.460.000 10.152.000

PV Biaya Investasi 152.860.000 168.732.000


Dari perhitungan present value biaya usulan investasi mesin K dan mesin L ternyata diperoleh
bahwa PV biaya usulan investasi mesin K sebesar Rp. 152.860.000 lebih kecil daripada usulan
investasi mesin L yaitu sebesar Rp. 168.732.000. dengan demikian mesin K lebih layak atau lebih
menarik untuk dipilih daripada mesin L.
Kelemahan metode ini terletak pada penggunaan angka kelipatan terkecil tersebut. Perusahaan
mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan apabila kedua alternatif usulan investasi tersebut
memiliki umur ekonomis yang panjang, misalnya mesin K berumur 19 tahun dan L berumur 17 tahun.
Jika digunakan metode rantai ini maka kita harus menghitung present value sampai 19 x 17 = 323
tahun.

B. Memilih usulan investasi menggunakan metode Biaya Tahunan Ekuivalen (BTE)

Metode biaya tahunan ekuivalen (BTE) digunakan untuk menyederhanakan metode rantai
yang telah dijelaskan di atas. Dalam metode BTE ini langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Menghitung pesent value dari biaya usulan investasi mesin K dan investasi mesin L selama umur
ekonomisnya dengan discount rate tertentu.
2. Mencari faktor anuitas (annuity factor) dari discount rate yang digunakan untuk menghitung
present value investasi yang bersangkutan.
3. Membagi present value masing-masing usulan investai pada poin (1) dengan faktor anuitas pada
poin (2) di atas.
4. Membandingkan hasil pembagian pada poin (3) untuk mengambil keputusan usulan investasi
mana yang dipilih. Usulan investasi yang memiliki biaya ekuivalen tahunan terkecil merupakan
usulan investasi yang sebaiknya dipilih.
Perhitungan PV biaya usulan investasi dengan discount rate sebesar 10% selama 3 tahun
untuk mesin K dan selama 2 tahun untuk mesin L adalah sebagai berikut:
NPV mesin K 10%,3 tahun = 50.000.000 + 15.000.000 (2,487) = Rp. 87.305.000
NPV mesin L 10%,2 tahun = 40.000.000 + 18.000.000 (1,736) = Rp. 71.248.000

Kemudian dihitung biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin K dan L dengan cara
membagi PV biaya mesin K dan mesin L dengan faktor anuitasnya sebagai berikut:
Biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin K = 87,305.000 : 2,487 = 35.104.544.
Biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin L = 71.248.000 : 1,736 = 41.041.475.
Dari perhitungan biaya tahunan ekuivalen ternyata biaya tahunan ekuivalen usulan investasi
mesin K lebih kecil dibanding dengan usulan investasi mesin L, oleh karena itu usulan investasi mesin
K lebih baik daripada mesin L, Keputusan ini selaras dengan metode rantai di mana usulan investasi
mesin K juga lebih baik daripada mesin L. Dilihat dari cara perhitungannya, terbukti metode biaya
ekuivalen tahunan lebih sederhana dan lebih mudah dibanding metode rantai.

7. Analisis Investasi Penggantian

Analisis keputusan investasi yang telah kita bahas terutama digunakan untuk usulan proyek
investasi baru, artinya investasi yang direncanakan adalah investasi yang sebelumnya belum ada.
Pembahasan pada sub bagian ini ditujukan untuk investasi penggantian dan atau perbaikan suatu
aktiva yang semula telah ada. Investasi penggantian perlu dilakukan antara lain karena dengan
mengganti suatu aktiva akan terjadi penghematan biaya atau akan menambah hasil atau laba
perusahaan atau karena kemajuan teknologi agar tidak ketinggalan atau out of date
Aliran kas pada investasi penggantian sedikit berbeda dengan investasi baru. Aliran kas keluar
awal (initial cash outlays) pada investasi penggantian berasal dari harga perolehan aktiva baru
dikurangi dengan nilai jual bersih aktiva yang diganti. Sedangkan aliran kas masuk investasi
penggantian terutama berupa penghematan bersih dari biaya yang diakibatkan oleh penggantian
tersebut. Aliran kas masuk juga berasal dari tambahan pendapatan yang diakibatkan oleh
meningkatnya penjualan perusahaan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diberikan contoh usulan
investasi penggantian mesin.
Contoh 8.
Perusahaan “A” sedang mempertimbangkan untuk mengganti salah satu mesin produksinya dengan
mesin yang lebih baru karena mesin lama telah ketinggalan jaman. Mesin lama memiliki umur
ekonomis 10 tahun dan saat ini masih memiliki usia ekonomis selama 5 tahun lagi. Pajak penghasilan
yang dikenakan saat ini sebesar 40%. Metode penyusutan yang dilakukan dengan garis lurus.
Informasi tentang mesin lama dan mesin baru adalah sebagai berikut:
Mesin Lama Mesin Baru
Harga mesin Rp. 160 juta Rp. 190 juta
Umur ekonomis 10 tahun 5 tahun
Nilai residu Rp. 10 juta Rp. 10 juta
Harga jual Rp. 105 juta -

Tingkat keuntungan yang dipandang layak adalah 22%. Apakah perusahaan sebaiknya
mengganti mesin lama dengan mesin baru jika penggantian mesin tersebut akan menyebabkan
penghematan biaya sebesar Rp. 50.000.000 per tahun dengan menggunakan metode NPV dan IRR?
Untuk memecahkan contoh soal di atas dengan metode NPV dan IRR, dicari terlebih dahulu
aliran kas keluar dan aliran kas masuk dari penggantian tersebut.

Aliran kas keluar (Initial Cash Outlays):


Harga beli Mesin Baru: Rp. 190.000.000
Harga beli Mesin Lama = Rp. 160.000.000
Akumulasi Penyusutan = 5 x Rp. 15.000.000 = Rp. 75.000.000
Nilai Buku Mesin Lama = Rp. 85.000.000  Rp. 85.000.000
Harga Jual Mesin Lama = Rp. 105.000.000
Laba penjualan mesin lama = Rp. 20.000.000
Pajak penghasilan penjualan mesin, 40% = Rp 8.000.000
Laba bersih penjualan mesin lama = Rp. 12.000.000  Rp. 12.000.000 -
Capital Outlays (Investasi bersih) penggantian mesin Rp. 93.000.000
Menghitung biaya depresiasi per tahun:
Depresiasi mesin lama = (160.000.000 - 10.000.000) : 10 = Rp. 15.000.000
Depresiasi mesin baru = (190.000.000 - 10.000.000) : 5 = Rp. 36.000.000

Taksiran cash inflow setiap tahun dari penghematan biaya:


Penghematan biaya Rp. 50.000.000
Depresiasi mesin baru = Rp. 36.000.000
Depresiasi mesin lama = Rp. 15.000.000
Tambahan biaya depresiasi Rp. 21.000.000 –
Penghematan bersih sebelum pajak Rp. 29.000.000
Pajak penghasilan = 40% x Rp. 29.000.000 Rp. 11.600.000 –
Penghematan bersih setelah pajak (EAT) Rp. 17.400.000
Tambahan depresiasi Rp. 21.000.000 +
Aliran kas masuk bersih (penghematan biaya) Rp. 38.400.000

Setelah aliran kas keluar dan kas masuk dihitung, kemudian kita lakukan penilaian kelayakan
usulan investasi penggantian tersebut dengan metode NPV dan IRR.

a. Penilaian Net Present Value dengan discount rate 22%


PV dari penghematan biaya (tahun 1 - 5) = 38.400.000 (2,864) = Rp. 109.977.600
Present Value dari nilai residu (tahun ke 5) = 10.000.000 (0,370) = Rp. 3.700.000
Total Present Value dari cash inflow = Rp. 113.677.600
Total Present Value dari Outlays (Investasi) = Rp. 93.000.000
Net Present Value investasi penggantian mesin = Rp. 20.677.600
Karena NPV penggantian mesin sebesar Rp. 20.677.600 (positif), maka perusahaan
layak untuk mengganti mesin lama dengan mesin baru.

b. Penilaian dengan metode Internal Rate of Return (IRR)


NPV untuk discount rate 22% = Rp. 20.677.600
NPV untuk discount rate 35%:
PV penghematan biaya = 38.400.000 (2,222) = Rp. 85.324.800
PV nilai residu = 10.000.000 (0,223) = Rp. 2.230.000
Total PV aliran kas masuk = Rp. 87.554.800
PV investasi (outlays) = Rp. 93.000.000 –
NPV investasi penggantian, DR = 35% = -Rp. 5.445.200
Selisih NPV = Rp. 26.112.800
IRR = 22% + (20.667.600 / 26.112.800) x (35% - 22%)
IRR = 22% + 10,29% = 32,29%.
IRR sebesar 32,29 % lebih besar dari discount rate-nya (22%), maka investasi penggantian layak
dilaksanakan.

8. CAPITAL RATIONING

Alasan paling klasik dan utama mengapa perusahaan harus melakukan efisiensi dalam
penggunaan uang adalah karena terbatasnya dana atau modal yang dimiliki perusahaan. Kita tahu
bahwa modal perusahaan dapat berupa modal asing (dari pinjaman) dan modal sendiri. Dalam
manajemen keuangan yang konservatif (hati-hati), maka investasi aktiva tetap lebih aman
menggunakan modal sendiri. Namun modal sendiri ini sifatnya terbatas, sehingga diperlukan prioritas
dalam penggunaannya. Karena terbatasnya dana, maka usulan investasi yang akan dilaksanakan
perusahaan perlu dinilai secara rasional dengan melihat present value tiap-tiap usulan investasi
tersebut. Pemilihan usulan investasi dengan melihat terbatasnya modal yang tersedia dinamakan
“capital rationing”. Oleh karena itu capital rationing terjadi ketika perusahaan menghadapi pemilihan
beberapa usulan investasi yang menghasilkan return berbeda-beda, sedangkan perusahaan memiliki
keterbatasan dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut
Di samping memilih investasi yang menghasilkan profit tertinggi, pemilihan usulan investasi
juga perlu memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan investasi yang ditawarkan. Hubungan
antarusulan investasi meliputi investasi yang bebas atau tidak saling tergantung (independent),
investasi yang saling terkait atau saling tergantung (dependent) dan investasi yang bersifat saling
meniadakan (mutually exclusive).
Agar memberikan gambaran yang lebih jelas berikut ini diberikan contoh pemilihan investasi
berkaitan dengan keterbatasan dana yang tersedia.

Contoh 10.9.
Suatu perusahaan pengolahan kayu menghadapi 6 tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan
cukup besar. Dana yang tersedia sebanyak Rp. 500 juta. Keenam tawaran investasi tersebut
mempunyai profitability index (benefit cost ratio) sebagai berikut:

Usulan Investasi Nilai Investasi yang diperlukan Profitability Index Rangking


A Rp. 160.000.000 1,12 4
B Rp. 100.000.000 1,01 5
C Rp. 140.000.000 1,22 3
D Rp. 120.000.000 1,24 2
E Rp. 80.000.000 1,34 1
F Rp. 170.000.000 0,98 6

Untuk memilih usulan investasi yang ditawarkan kita perlu memperhatikan hubungan
masing-masing usulan investasi satu dengan lainnya. Apabila keenam usulan investasi tersebut
bersifat independent (tidak saling tergantung), maka kita memilih usulan investasi yang memberikan
present value aliran kas masuk yang tertinggi. Kita membuat rangking usulan investasi yang dimulai
dari usulan investasi yang memiliki profitability index tertinggi hingga seluruh dana yang tersedia
dapat digunakan. Dengan demikian kita membuat suatu portofolio (penganekaragaman) investasi dari
dana yang tersedia. Dari rangking berdasarkan profitability index tersebut, maka kita akan memilih
usulan investasi dengan urutan investasi E, D, C, A, B dan F. Namun karena dana yang tersedia hanya
Rp. 500 juta, maka akan dipilih berdasarkan urutan profitability index-nya yaitu investasi E, D, C dan
A dengan total nilai investasinya sebesar : Rp. 80.000.000,- + Rp. 120.000.000,- + Rp. 140.000.000,-
+ Rp. 160.000.000 = Rp. 500.000.000. Pemilihan alternatif usulan investasi tersebut juga dapat dinilai
dengan membandingkan besarnya NPV dari beberapa alternatif investasi, yaitu:
Alternatif 1: Memilih usulan investasi A, B, D dan E
Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000,- + Rp. 100.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 460.000.000,-.
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1,12 – 1) = Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1,01 – 1) = Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 1 = Rp. 76.200.000

Alternatif 2: Memilih usulan investasi A, C, D, dan E


Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000,- + Rp. 140.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1,12 – 1) = Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1,22 – 1) = Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 2 = Rp. 106.000.000

Alternatif 3: Memilih usulan investasi B, C, D, dan E


Dana yang dibutuhkan = Rp. 100.000.000,- + Rp. 140.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 440.000.000,-.
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1,01 – 1) = Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1,22 – 1) = Rp. 30.000.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 3 = Rp. 87.200.000

Dari perhitungan NPV alternatif 1, 2 dan 3 ternyata alternatif 2 dengan kombinasi usulan
investasi A, C, D, dan E memiliki NPV terbesar yaitu Rp. 106.000.000,-, sehingga alternatif 2 yang
paling baik untuk dipilih dengan investasi Rp. 500.000.000,-. Dengan demikian seluruh dana yang
tersedia digunakan untuk investasi.

10.8. PENGARUH INFLASI TERHADAP KEPUTUSAN INVESTASI

Inflasi merupakan suatu keadaan adanya kecenderungan naiknya harga barang-barang dan
jasa. Inflasi ini akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk
kegiatan investasi. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap keputusan investasi, berikut ini diberikan
contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas.

Contoh 10.10.
Perusahaan “SINCO” akan mengadakan investasi senilai Rp. 250.000.000 selama 5 tahun. Investasi
tersebut akan didepresiasi dengan metode garis lurus tanpa nilai residu. Marjin laba dari investasi
tersebut sebesar Rp. 80.000.000 per tahun. Apabila pajak yang dikenakan 40% dan tingkat inflasi
sebesar 6%, bagaimana pola aliran kas sebelum dan sesudah ada pengaruh inflasi?
Untuk menyelesaikan persoalan di atas, kita buat pola aliran kasnya (dalam Rp. 000):
Laba Setelah Aliran Kas
Tahun Marjin laba Depresiasi Laba bersih Pajak 40%
Pajak Bersih
1 Rp. 80.000 Rp. 50.000 Rp. 30.000 Rp. 12.000 Rp. 18.000 Rp. 68.000
2 Rp. 80.000 Rp. 50.000 Rp. 30.000 Rp. 12.000 Rp. 18.000 Rp. 68.000
3 Rp. 80.000 Rp. 50.000 Rp. 30.000 Rp. 12.000 Rp. 18.000 Rp. 68.000
4 Rp. 80.000 Rp. 50.000 Rp. 30.000 Rp. 12.000 Rp. 18.000 Rp. 68.000
5 Rp. 80.000 Rp. 50.000 Rp. 30.000 Rp. 12.000 Rp. 18.000 Rp. 68.000
Jumlah aliran kas masuk bersih selama umur ekonomis Rp. 340.000

IRR usulan investasi di atas (sebelum ada inflasi) adalah:


NPV10%,5 tahun = -250.000.000 + 68.000.000 (3,791) = Rp. 7.788.000
NPV20%,5 tahun = -250.000.000 + 68.000.000 (2,991) = -Rp. 46.612.000
IRR= 10% + (7.788.000 / 54.400.000) x 10% = 10% + 1,43% = 11,43%

Apabila terdapat inflasi sebesar 6% per tahun, maka harga akan naik sebesar 6% yang berarti
penjualan juga akan naik sebesar 6%. Oleh karena itu, pola aliran kasnya menjadi seperti terlihat pada
tabel berikut (dalam Rp. 000):

Pajak 40% Laba Setelah Aliran Kas


Tahun Marjin Laba Depresiasi Laba Bersih
Pajak Bersih
1 Rp. 84.800 Rp. 50.000 Rp. 34.800 Rp. 13.920 Rp. 20.880 Rp. 70.880
2 Rp. 89.888 Rp. 50.000 Rp. 39.888 Rp. 15.955 Rp. 23.933 Rp. 73.933
3 Rp. 95.281 Rp. 50.000 Rp. 45.281 Rp. 18.112 Rp. 27.169 Rp. 77.169
4 Rp. 100.998 Rp. 50.000 Rp. 50.998 Rp. 20.399 Rp. 30.599 Rp. 80.599
5 Rp. 107.058 Rp. 50.000 Rp. 57.058 Rp. 22.823 Rp. 34.235 Rp. 84.235
Jumlah aliran kas masuk bersih selama umur ekonomis dengan inflasi 6 Rp. 386.816

Dari kedua hasil perhitungan aliran kas pada label di atas terlihat bahwa dengan adanya inflasi maka
nilai aliran kas selama umur ekonomis menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp. 386.816.000 dibanding
tanpa inflasi sebesar Rp. 340.000.000. Namun demikian, secara riil belum tentu keadaan setelah
inflasi lebih baik dibanding sebelum inflasi karena secara teoritis keadaan investasi dengan inflasi
yang tinggi justru akan lebih jelek. Untuk membuktikannya kita deflasikan aliran kas investasi
tersebut dengan tingkat deflasi sebesar tingkat inflasinya yaitu 6% sebagai “discount rate”-nya yaitu:

Tahun Aliran kas bersih DR = 6% PV aliran kas bersih


1 Rp. 70.880.000 0,943 Rp. 66.839.840
2 Rp. 73.933.000 0,890 Rp. 65.800.370
3 Rp. 77.169.000 0,840 Rp. 64.821.960
4 Rp. 80.599.000 0,792 Rp. 63.834.408
5 Rp. 84.235.000 0,747 Rp. 62.923.545
Jumlan Present Value dari aliran kas Rp. 324.220. 123

IRR usulan investasi setelah ada inflasi 6% adalah:


Untuk discount rate 7%:
Investasi Rp. 250.000.000
PV aliran kas tahun 1 = Rp. 66.839.840 x 0,935 = Rp. 62.495.250
PV aliran kas tahun 2 = Rp. 65.800.370 x 0,873 = Rp. 57.443.723
PV aliran kas tahun 3 = Rp. 64.821.960 x 0,816 = Rp. 52.894.719
PV aliran kas tahun 4 = Rp. 63.834.408 x 0,763 = Rp. 48.705.653
PV aliran kas tahun 5 = Rp. 62.923.545 x 0,713 = Rp. 44.864.488
Jumlah PV aliran kas Rp. 266.403.833
NPV aliran kas, DR = 7% Rp. 16.403.833

Untuk discount rate 10%:


Investasi Rp. 250.000.000
PV aliran kas tahun 1 = Rp. 66.839.840 x 0,909 = Rp. 60.757.415
PV aliran kas tahun 2 = Rp. 65.800.370 x 0,827 = Rp. 54.416.906
PV aliran kas tahun 3 = Rp. 64.821.960 x 0,751 = Rp. 48.681.292
PV aliran kas tahun 4 = Rp. 63.834.408 x 0,683 = Rp. 43.598.901
PV aliran kas tahun 5 = Rp. 62.923.545 x 0,621 = Rp. 39.075.521
Jumlah PV aliran kas Rp. 246.530.035
NPV aliran kas, DR = 10% (Rp. 3.469.965)
IRR = 7% + (16.403.833 / 19.873.798) x 3% = 7% + 2,48% = 9,48%

Dari perhitungan present value di atas ternyata nilai usulan investasi dengan adanya inflasi
sebesar 6% adalah Rp. 324.220.123,- lebih kecil dibanding sebelum inflasi yaitu sebesar Rp.
340.000.000,-. Demikian pula besarnya IRR sebelum inflasi yaitu 11,43% lebih besar dibanding IRR
setelah inflasi yaitu 9,48%. Hal ini berarti bahwa inflasi akan menurunkan return yang diharapkan
perusahaan.

10.9. SOAL DAN PENYELESAIANNYA


Soal 1.
PT “ARMANDO” merencanakan sebuah proyek investasi yang membutuhkan dana
investasi sebesar Rp. 500.000.000,-. Dari dana tersebut Rp. 50.000,000,- sebagai modal kerja
dan sisanya sebagai modal tetap. Investasi diperkirakan mempunyai umur ekonomis 5 tahun
dengan nilai residu Rp. 100.000.000,- Metode penyusutan menggunakan metode garis lurus.
Proyeksi penjualan selama umur ekonomis adalah sebagai berikut:

Tahun Penjualan (Rp.)


1 350.000.000
2 360.000.000
3 370.000.000
4 410.000.000
5 430.000.000

Struktur biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya variabel 40% dari penjualan dan biaya tetap selain
penyusutan Rp. 15.000.000,-. Pajak 30% dan tingkat keuntungan yang diharapkan 20%. Anda diminta
untuk menganalisis dengan berbagai metode apakah rencana investasi tersebut layak dilaksanakan.

Penyelesaiannya:
Investasi sebesar Rp. 500.000.000,- terdiri dari modal kerja Rp. 50.000.000,- dan modal tetap Rp.
450.000.000,-
Rp . 450 .000 .000−Rp. 100.000 .000
Penyusutan = 5 = Rp. 70.000.000,- per tahun
Perhitungan aliran kas neto atau proceeds (dalam ribuan rupiah) adalah:

Keterangan Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5


Penjualan 350.000 360.000 370.000 410.000 430.000
Biaya Variabel 140.000 144.000 148.000 164.000 172.000
B. Tetap non Peny. 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
B. Tetap Penyusut. 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000
225.000 229.000 233.000 249.000 257.000
Laba Seb. Pajak 125.000 131.000 137.000 161.000 173.000
Pajak 30% 37.500 39.300 41.100 48.300 57.900
Laba Neto 87.500 91.700 95.900 112.700 121.100
Penyusustan 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000
Nilai Residu - - - - 100.000
Modal Kerja - - - - 50.000
Proceeds 157.500 161.700 165.900 182.700 341.100

a. Metode Accounting Rate of Return (ARR)

Rata−rata Laba Setelah Pajak


ARR = Rata−rata Investasi x 100%
(87 .500 . 000+91 .700 . 000+95 . 900 .000+112. 700 . 000+121. 100 .000 )/5
ARR = (500 . 000 . 000+100. 000 . 000)/2 x 100%
ARR = 101.780.000 / 300.000.000 = 34%

Dengan tingkat keuntungan yang diharapkan 20%, maka rencana investasi tersebut layak
dilaksanakan karena ARR sebesar 34% lebih tinggi daripada tingkat keuntungan yang diharapkan.

b. Metode Payback Period (PBP)

Investasi Rp. 500.000.000


Proceeds Tahun 1 Rp. 157.500.000
Rp. 342.500.000
Proceeds Tahun 2 Rp. 161.700.000
Rp. 180.800.000
Proceeds Tahun 3 Rp. 165.900.000
Rp. 14.900.000

14.900 .000
PBP = 3 tahun + 182.700.000 x 12 bulan  PBP = 3 tahun 1 bulan
Apabila target pengembalian investasi 4 tahun, maka proyek investasi tersebut layak dilaksanakan,
karena PBP lebih kecil dari target pengembalian investasi.

c. Metode Net Present Value (NPV)

Tahun Proceeds DR = 20% P.V dari Proceeds


1 Rp. 157.500.000 0,833 Rp. 131.197.500
2 Rp. 161.700.000 0,694 Rp. 112.219.800
3 Rp. 165.900.000 0,579 Rp. 96.056.100
4 Rp. 182.700.000 0,482 Rp. 88.061.400
5 Rp. 341.100.000 0,402 Rp. 137.122.200
Total P.V dari Proceeds Rp. 564.675.000
Rp. 500.000.000
Investasi atau Outlays
Rp. 64.675.000
Net Present Value
Oleh karena NPV > 0 atau positif, maka proyek investasi layak dilaksanakan.

d. Metode Profitability Index (PI)


564 . 675. 000
Profitability Index (PI) = 500 .000 . 000 = 1,13
Oleh karena PI > 1, maka proyek investasi layak dilaksanakan.
e. Metode Internal Rate of Return (IRR)
P.V of Proceeds P.V dari
Tahun Proceeds DR = 20% DR = 30%
Proceeds
1 157.500.000 0,833 131.197.500 0,769 121.117.500
2 161.700.000 0,694 112.219.800 0,592 95.726.400
3 165.900.000 0,579 960.056.100 0,455 75.484.500
4 182.700.000 0,482 88.061.400 0,350 63.945.000
5 341.100.000 0,402 137.122.200 0,269 91.755.900
Total P.V dari Proceeds 564.675.000 448.029.000
500.000.000 500.000.000
Investasi atau Outlays
64.675.000 (51.970.700)
Net Present Value

64 . 675. 000
IRR = 20% + 564 . 675. 000−448 . 029. 000 (30% - 20) = 20% + 5,54% = 25,54%
atau
51. 970 . 000
IRR = 30% + 564 . 675. 000−448 . 029. 000 (30% - 20) = 30% - 4,46% = 25,54%

Soal 2.
Suatu perusahaan perdagangan sedang mempertimbangkan untuk mengganti alat transportasinya
berupa truk lama dengan truk baru. Sebenarnya truk lama, baru saja selesai diperbaiki sehingga
diperkirakan masih mempunyai usia ekonomis sama dengan truk yang baru. Pajak penghasilan yang
dikenakan saat ini sebesar 30%. Metode penyusutan yang dilakukan dengan garis lurus. Informasi
tentang truk lama dan truk baru adalah sebagai berikut:

Truk Lama Truk Baru


Harga Truk Rp. 60 juta Rp. 90 juta
Umur Ekonomis 5 tahun 5 tahun
Nilai Residu Rp. 10 juta Rp. 10 juta
Biaya Tunai per Tahun Rp. 50 juta Rp. 43 juta
Penghasilan per Tahun Rp. 80 juta Rp. 80 juta

Tingkat keuntungan yang dipandang layak adalah 17%. Apakah perusahaan sebaiknya mengganti truk
lama dengan truk baru?. Jelaskan perhitungan saudara dengan menggunakan metode NPV.
Penyelesaiannya:
Menilai investasi menggunakan Metode Net Present Value (NPV)
Untuk memecahkan soal di atas dengan Metode NPV, dicari dahulu aliran kas untuk investasi
penggantian tersebut.
Taksiran operational cash flow setiap tahun:

Truk Lama Truk Baru


Penghasilan Rp. 80 juta Rp. 80 juta
Biaya-biaya:
Penyusutan Rp. 10 juta Rp. 16 juta
Biaya Tunai Rp. 50 Juta Rp. 43 juta
Total Laba Rp. 60 juta Rp. 59 juta
Laba Sebelum Pajak Rp. 20 juta Rp. 21 juta
Pajak Penghasilan, 30% Rp. 6 juta Rp. 6,3 juta
Laba Setelah Pajak Rp. 14 juta Rp. 14,7 juta
Arus kas masuk bersih (Proceeds)
= EAT + depresiasi Rp. 24 juta Rp. 30,7 juta

24 10
∑ (1+0 , 17 )5 + (1+0 ,17 )5
NPV Truk Lama = -60 +
NPV Truk Lama = -60 + 24 (3,199) + 10 (0,456)
NPV Truk Lama = -60 + 76,776 + 4,56
 NPV Truk Lama = 21,336 = Rp. 21.336.000

30 , 7 10
∑ (1+0 , 17 )5 + (1+0 ,17 )5
NPV Truk Baru = -90 +
NPV Truk Baru = -90 + 30,7 (3,199) + 10 (0,456)
NPV Truk Baru = -90 + 98,209 + 4,56
 NPV Truk Baru = 12,769 = Rp. 12.769.000

Karena NPV Truk Lama Rp. 21.336.000 lebih besar daripada NPV Truk Baru yaitu sebesar Rp.
12.769.000, maka perusahaan tidak perlu mengganti truk lama.
SESI 3 & 4
STRUKTUR KEUANGAN DAN PENGGUNAAN LEVERAGE

Leverage
Leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan yang
mengeluarkan biaya tetap dengan maksud agar dapat meningkatkan keuntungan potensial bagi
pemegang saham. Dana tersebut sebagai pengungkit supaya perusahaan dapat meningkatkan
keuntungan. Tambahan dana dapat mendorong peningkatan operasional perusahaan sehingga
diharapkan dapat meningkatkan keuntungan

Leverage   Pengembalian  & Risiko 

Tipe dasar leverage


1. Leverage operasi
Leverage Operasi : penggunaan potensial atas biaya-biaya operasi tetap untuk memperbesar efek
perubahan-perubahan dalam penjualan atas EBIT perusahaan
Leverage operasi adalah pengaruh biaya tetap operasional terhadap kemampuan perusahaan untuk
menutup biaya tersebut.
Leverage Operasi : sampai sejauh mana biaya tetap digunakan dalam operasi suatu perusahaan
Tingkat leverage operasi atau Degree of Operating Leverage (DOL) adalah persentase perubahan
dalam laba operasi (EBIT) yang di sebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan)
DOL= (prosentase perubahan EBIT)/( prosentase perubahan Sales Revenues )
= ( % Δ EBIT )/( % Δ SR )
Dimana:
EBIT = Earning Before Interest and Tax = Laba Bersih sebelum Bunga dan Pajak
SR = Sales Revenue = Pendapatan Penjualan
A. Analisis leverage
Analisis leverage operasi dimaksudkan untuk mengetahui:
a. Seberapa peka laba operasi berubah terhadap perubahan hasil penjualan (Dengan kata lain
seberapa besar pengaruh perubahan volume penjualan (Q) terhadap laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT)
b. Berapa penjualan minimal yang harus diperoleh agar perusahaan tidak menderita kerugian,
kaitannya dengan BEP (Break Even Point)

DOL pada level kuantitas dirumuskan sbb:


DOLQ = (Q (P−VC))/(Q(P−VC)−FC)
DOL pada level penjualan dirumuskan sbb:
DOL sale = (S−VC)/(S−VC−FC)
Keterangan:
Q = Kuantitas yang terjual = Volume penjualan
P = Harga per unit
VC = Variabel Cost = Biaya Variabel per unit (untuk DOL kuantitas)
VC = Variabel Cost = Biaya Variabel Total (untuk DOL penjualan)
FC = Fixed Cost = Biaya tetap
S = Sales = Penjualan
Contoh soal :
Diketahui Laporan Laba Rugi Perusahaan A, B, dan C (dalam $ 000)

Keterangan Perush. A Perush. B Perush. C

Penjualan 60.000 90.000 120.000


Biaya Variabel 12.000 54.000 30.000
Marjin Kontribusi 48.000 36.000 90.000
Biaya Tetap 28.000 15.000 60.000
EBIT 20.000 15.000 40.000
Harga per Unit 100 100 100
Sales Vol (unit) 600 900 1.200
Biaya Variabel per unit 20 60 25

Q(P-VC) 600(100-20)
> DOL A = --------------- = -------------------------- = 2,4
Q(P-VC)-FC 600(100-20)-28.000

900( 100-60)
>DOL B = -------------------------------- = 1,714
900 ( 100-60) – 15.000
 
1.200 ( 100 – 25)
>DOL C = ------------------------------------- = 3.
1.200 (100 – 25) – 60.000

Perhitungan di atas merupakan perhitungan DOL dalam Kuantitas


Hasil perhitungan DOL dalam penjualan menghasilkan nilai / angka yang sama
DOL sale A= (S−VC)/(S−VC−FC) = (60.000−12.000)/(60.000−12.000−28.000) = 2,4

DOL sale B = (S−VC)/(S−VC−FC) = (90.000−54.000)/(90.000−54.000−15.000) = 1,714


DOL sale C = (S−VC)/(S−VC−FC) = (120.000−30.000)/(120.000−30.000−60.000) = 3
Analisis
DOL A= 2,4 artinya tingkat elastisitas operasi pada output penjualan terhadap EBIT sebesar 24% , ini
berarti bahwa apabila penjualan perusahaan A naik 10% maka laba operasi akan naik sebesar 2,4 x
10% = 24%.
Sebaliknya , bila penjualan turun 10% maka penurunan tersebut berakibat EBIT juga turun sebesar
2,4 x 10% = 24%.
Kondisi ini juga berlaku pada perusahaan B dan C. Kalau di masing-masing perusahaan terjadi
perubahan kenaikan atau penurunan atas penjualan, biaya tetap, biaya variabel, harga, sales volume,
maka DOL ini akan berubah juga.
Perusahaan C lebih besar resikonya ketimbang perusahaan A dan B, karena kontribusi laba yang
diperoleh digunakan untuk menutup biaya tetap yang lebih besar , yaitu $ 60.000 atau 60% dari total
penjualan.
2. Leverage keuangan (financial leverage)
a. Besar kecilnya leverage finansial dihitung dengan DFL (Degree of Financial Leverage).
b. DFL menunjukkan seberapa jauh perubahan EPS karena perubahan tertentu dari EBIT.
c. Makin besar DFL nya, maka makin besar risiko finansial perusahaan tersebut.
d. Dan perusahaan yang mempunyai DFL yang tinggi adalah perusahaan yang mempunyai utang
dalam proporsi yang lebih besar
prosentase perubahan EPS % Δ EPS
• DFL= =
prosentase perubahan EBIT % Δ EBIT
Δ EPS
EPS EBIT S−VC−FC
DFL= = =
• Δ EBIT EBIT−I S−VC−FC−I
EBIT
EBIT
D
• DFL pada level EBIT = EBIT−I −
1−T
• Keterangan:
• I = Interest per tahun
• D = Dividen
Contoh soal :
Dengan menggunakan contoh sebelumnya, hitunglah berapa DFL Perusahaan A, B, dan C dan
lakukan analisis leverage keuangan. Dengan asumsi perusahaan meminjam uang dari Bank sebesar $
100.000 dengan tingkat bunga per tahun 12% ( interest = $12.000 per tahun).
S−VC−FC 600 ( 100−20 )−28.000
• DFL perush . A= =2,5
S−VC −FC−I = 600 (100−20 )−28.000−12.000

• DFL sebesar 2,5 artinya , bila EBIT naik sebesar 40% maka EPS akan naik sebesar 2,5 x
40% = 100% dan sebaliknya bila terjadi penurunan.
• Untuk perusahaan B dan C dapat dicari dengan cara yang sama seperti di atas.

3. Leverage total
a. Tingkat leverage total (Degree of Total Leverage = DTL) disebut juga Degree of Combined
Leverage (DCL)
b. Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun
financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham
biasa.
c. Degree combined leverage adalah multiplier atas perubahan laba per lembar saham (EPS)
karena perubahan penjualan.
d. Dengan kata lain degree of combined leverage adalah rasio antara persentase perubahan EPS
dengan persentase perubahan penjualan
DTL = DCL = ( Δ EPS )/ΔSR
DTL=DCL= DOL x DFL=(S−VC)/( S−VC−FC−I )
DTL pada level penjualan = DTL=DCL=(Q (P−VC))/( Q(P−VC)−FC−I− D/( 1−T ))
Melanjutkan contoh kasus sebelumnya, Perusahaan A, B, dan C
Maka DTL Perusahaan dapat dihitung sbb:
DTL=DCL= DOL x DFL = 2,4 x 2, 5 = 6
Artinya: Jika penjualan naik sebesar 10% maka EPS akan naik sebesar 6 x 10% = 60% dan
sebaliknya bila terjadi penurunan.

Penggunaan Leverage : Struktur Keuangan dan Struktur Modal


a. Leverage timbul karena perusahaan dalam operasinya menggunakan aktiva atau dana yang
menimbulkan beban tetap.
b. Leverage yang timbul karena perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap (utang)
disebut financial leverage.
c. Leverage yang timbul karena perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan beban
tetap (aktiva tetap) disebut operating leverage.
Pengaruh leverage keuangan (struktur keuangan) terhadap profitabilitas
Contoh: alternatif struktur keuangan perusahaan
Struktur I (D/E =0 atau D/TA = 0):
Total utang Rp 0
Modal saham Rp 10.000
--------------
Total aktiva Rp 10.000 Total pasiva Rp 10.000
======== ========
Struktur II (D/E = 25% atau D/TA = 20%):
Total utang Rp 2.000
Modal saham Rp 8.000
-------------
Total aktiva Rp 10.000 Total pasiva Rp 10.000
======== ========
Struktur III (D/E = 100% atau D/TA = 50%):
Total utang Rp 5.000
Modal saham Rp 5.000
--------------
Total aktiva Rp 10.000 Total pasiva Rp 10.000
======== ========
Struktur IV ( D/E = 400% atau D/TA = 80%):
Total utang Rp 8.000
Modal saham Rp 2.000
--------------
Total aktiva Rp 10.000 Total pasiva Rp 10.000
======== ========
Bagaimana dampak penggunaan utang terhadap profitabilitas dalam hal ini return on equity (ROE),
dilakukan analiasis sebagai berikut:
Pengaruh financial leverage terhadap ROE

---------------------------------------------------------------------------------
Struktur Keuangan Rasio EBIT/TA
------------------------------------------------------------
Buruk (- 20%) Normal (20%) Baik (60 %)
----------------------------------------------------------------------------------
Struktur I (D/TA = 0%):
EBIT - Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 6.000
Bunga 0 0 0
----------- - ---------- - ----------- -
EBT -Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 6.000
Pajak (40%) - 800 800 2.400
----------- - ----------- - ------------ -
EAT -Rp 1.200 Rp 1.200 Rp 3.600
ROE = EAT/E - 12% 12% 36%
Struktur keuangan II ( D/TA = 20% ):

EBIT - Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 6.000


Bunga (10%) 200 200 200
--------------- - ------------- - ------------- -
EBT Rp 2.200 Rp 1.800 Rp 5.800
Pajak (40%) - 880 720 2.320
-------------- - ------------- - ------------ -
EAT - Rp 1.320 Rp 1.080 Rp 3.480
ROE = EAT/E - 16,5% 13,5% 43,5%

Struktur III ( D/TA = 50% )


EBIT - Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 6.000
Bunga (14%) 700 700 700
------------- - ------------ - ------------ -
EBT - Rp 2.700 Rp 1.300 Rp 5.300
Pajak (40%) - 1.080 520 2.120
------------- - ------------ - ------------ -
EAT - Rp 1.620 Rp 780 Rp 3.180
ROE = EAT/E - 32,4% 15,6% 63,6%

Struktur keuangan IV ( D/TA = 80% ):


EBIT - Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 6.000
Bunga (20%) 1.600 1.600 1.600
------------- - ------------ - ------------ -
EBT - Rp 3.600 Rp 400 Rp 4.400
Pajak (40%) - 1.440 160 1.760
------------- - ------------ - ------------ -
EAT - Rp 2.160 Rp 240 Rp 2.640
ROE = EAT/E - 108% 12% 132%
SESI 5 & 6
SAHAM DAN HUTANG JANGKA PANJANG

SAHAM

Merupakan tanda kepemilikan di suatu perusahaan yang sahamnya kita beli di bursa. Ada 2 macam
saham, yaitu saham biasa dan saham preferen
a. Saham Biasa
Karakteristik saham Biasa
 Hak Klaim terakhir atas aktiva perusahaan jika perusahaan dilikuidasi
 Hak suara proporsional pada pemilihan direksi serta keputusan lain yang ditetapkan pada
rapat umum pemegang saham
 Dividen, jika perusahaan memperoleh laba dan disetujui di dalam RUPS
 Hak memesan efek terlebih dahulu sebelum efek tersebut ditawarkan kepada masyarakat
 Tidak ada jatuh tempo
b. Saham Preferen
 “Blasteran” antara saham biasa dan obligasi
 Memiliki sifat saham, misal tidak ada waktu jatuh tempo dan memiliki dividen
 Sifat obligasi, misalnya dividen yang diberikan tetap (persentase dari nilai nominalnya)
Karakteristik saham Preferen
 Pembayaran dividen dalam jumlah yang tetap
 Hak klaim lebih dahulu dibandingkan saham biasa jika perusahaan dilikuidasi
 Dapat dikonversikan menjadi saham biasa
 Bila pada tahun tertentu dividen saham preferen tidak terbayar, ia akan diakumulasikan pada
pembayaran dividen tahun mendatang

INDEKS SAHAM
Merupakan angka yang menunjukkan berapa besar perubahan harga dari harga sebelumnya
 Harian: perubahan harga hari ini dibanding hari kemarin,
 Bulanan: perubahan bulan ini dibanding bulan sebelumnya
 Periode waktu lainnya sesuai keinginan

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG ATAU JSX COMPOSITE)


 Salah satu Indeks pasar saham yang digunakan Bursa Efek Indonesia, mencakup pergerakan
harga saham biasa dan saham preferens
 Diperkenalkan pertama kali 1 April 1983
 Nilai dasar 100 (10 Agustus 1982 dengan jumlah saham 13)
Bagaimanakah menghitung perubahan indeks?
Perubahan indeks lazimnya dinyatakan dalam point atau titik, tapi untuk kepentingan tertentu bisa
dinyatakan dalam persen.
Pada hari Selasa misalnya (lihat tabel), indeks naik lima point (720-715) atau 0,699% ((720/715)-
1)x100.

Hari Indeks Perubahan Perubahan


(dalam point) (dalam %)

Senin 715 +5 + 0,699


Selasa 720 +5 + 0,699

Rabu 717 -3 - 0,416


Kamis 714 -3 - 0,418

Jumat 700 -14 - 1,960

Apa gunanya indeks?


Dalam berinvestasi di bursa, indeks harga saham sangat penting, yaitu untuk menentukan indikator
awal dari kondisi pasar. Tren yang menurun, berarti pasar sedang bearish.
Tip: Beli ketika indeks dalam posisi rendah dan jual ketika indeks pada posisi tinggi. Menjual pada
saat tren indeks menurun.
INDEKS HARGA SAHAM
 Indeks Harga Saham Gabungan (seluruh saham yang tercatat di BEI)
 Indeks LQ45 (45 saham dengan likuiditas tinggi, setiap tiga bulan dilakukan evaluasi, dan
setiap enam bulan dilakukan penggantian)
 Indeks Kompas100 (100 saham dengan likuiditasnya tinggi, nilai kapitalisasi pasar yang
besar, saham2 yang memiliki fundamental dan kinerja yang baik)
NILAI SAHAM
Nilai saham sama seperti finansial assets yang lainnya adalah present value dari aliran kas di masa
yang akan datang

WARRANT
 Suatu opsi yg dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk membeli sejumlah lembar saham pada harga yang telah ditentukan.
 Biasanya warrant diterbitkan bersama obligasi. Sebagai bonus karena membeli obligasi
 Sebagai pemanis/sweetener penerbitan obligasi
CONVERTIBLE SECURITY
 Obligasi atau saham preferen yang dapat ditukarkan/dikonversikan menjadi saham biasa
dalam waktu dan kondisi yang telah ditentukan.
 Berbeda dgn warrant, pengkonversian tidak menambah dana tambahan bagi perusahaan.
Utang/ obligasi atau saham preferen hanya digantikan dengan saham biasa di balance sheet
(neraca)

REKSADANA
Suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor) yang
mempunyai tujuan investasi yang sama, untuk selanjutnya diinvestasikan kembali dalam portofolio
efek berdasarkan kebijakan manjaer investasi (UU Pasar Modal No.8 Tahun 1995)
Karakteristik Reksadana
 Kumpulan dana dan pemilik, dimana pemilik reksadana adalah berbagai pihak yang
menginvestasikan dananya ke reksadana dengan berbagai variasi
 Diinvestasikan kepada efek yang dikenal dengan instrumen investasi
 Reksadana tersebut dikelola oleh manajer invesatsi (lembaga/perseorangan)
 Reksadana merupakan instrumen investasi jangka panjang dan menengah
Kelebihan Reksadana
 Likuiditas
 Bebas Pajak
 Diversifikasi investasi
 Biaya operasional relatif rendah
 Minimum investasi yang rendah
 Transparan
Risiko Reksadana
 Risiko berkurangnya NAB per unit penyertaan (NAB/unit)
 Risiko politik dan Ekonomi
 Risiko Wanprestasi
 Risiko Likuiditas
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis reksadana pendapatan tetap :
1. Reksadana Obligasi Pemerintah, menempatkan dana pada obligasi atau Surat Utang Negara
(SUN) atau surat utang yang diterbitkan pemerintah RI
 Risiko gagal bayar sangat kecil, karena dijamin oleh pemerintah RI
2. Reksadana Obligasi Swasta
 Menempatkan dana investasi milik investor pada surat utang atau obligasi yang diterbitkan
oleh perusahaan swasta, termasuk BUMN
 Hasil bisa lebih besar, namun memiliki risiko gagal bayar dari penerbit efek, karena
tergantung kesehatan keuangan perusahaan masing-masing, dan tidak ada jaminan
pembayaran kembali
Jenis-jenis Reksadana Berdasarkan Tingkat
pengembalian dan Risiko
3. Reksa Dana Saham (RDS), reksadana yang melakukan sebagian besar investasikan (>80%) dalam
bentuk efek yang bersifat ekuitas (saham)
Karakteristiknya :
 Bertujuan untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi
 Mempunyai risiko yang cukup tinggi
 Cocok untuk investor yang memiliki toleransi risiko tinggi, jangka waktu investasi panjang
(lebih dari 5 tahun) dan menginginkan pertumbuhan dananya dalam jangka panjang
4. Reksa Dana Campuran (RDC), reksadana yang melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas
(saham) dan efek bersifat utang dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kebijakan Manajer
Investasi
Karakteristiknya :
 Lebih fleksibel dalam pengelolaan
 Tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan RDPT
 Mempunyai risiko yang lebih moderat
 Cocok untuk investor yang mempunyai tingkat toleransi moderat, jangka waktu investasi
menengah dan menginginkan pertumbuhan dananya dalam jangka menengah
Nilai Aktiva Bersih (NAB)
 Disebut juga Net Asset Value (NAV)
 Merupakan salah satu tolok ukur dalam memantau hasil dari suatu reksadana
Contoh: Manajer investasi (MI) menerbitkan reksadana dengan mengelola dana sponsor utama senilai
10jt. Dana ini dibelikan 2 macam saham: 5.000 lembar saham A dgn harga @ Rp1.000 (nilai total
saham A 5jt), dan  10.000 lembar saham B dengan harga @ Rp500 (nilai total saham B 5jt). Jumlah
unit penyertaan (UP) yang diterbitkan adalah 10,000 unit penyertaan.
Jadi perhitungan awal NAB/Unit = (nilai Saham A + saham B)/10.000 = 1000
Besoknya saat sore hari penutupan bursa; Harga saham A naik menjadi 1.100, dan saham B naik
menjadi 550. Dengan perubahan harga saham itu, nilai dana yang dikelola menjadi: Saham A ( 5.000
lembar X 1.100) + Saham B (10.000 lembar X 550)= 11jt.
Jadi ada penambahan harga portofolio yang dikelola sebesar 1juta, sedangkan unit penyertaan adalah
tetap (10,000). Dengan demikian NAB/unit yang baru adalah: 11jt/10.000= 1,100
Anggap pada hari perubahan saham A dan B itu, ada nasabah baru yang berinvest 1,1jt. Nasabah baru
ini mendapatkan NAB terakhir 1.100.
Jadi ia mendapatkan jumlah unit= 1,1jt/1.100= 1000unit.
Sehingga sekarang reksadana MI ini memiliki dana kelolaan total 12,1jt (saham 11jt + cash 1,1jt),
dengan total unit penyertaan 11.000 unit (10.000+1000).
Sekarang anggap uang yang baru masuk dari nasabah baru itu tetap disimpan oleh MI sebagai cash
saja, tidak dibelikan efek apapun. Hari berikutnya, saham A turun jadi 1.050, dan saham B turun jadi
500. Nilai total saham A dan B jadi 10,25jt. Jadi dana kelolaan total saham 10,25jt + cash 1,1jt =
11,35jt.
Dengan demikian NAB terbaru 11,35jt/11.000 unit=  1032.
Cara Memilih Reksadana
 Menentukan tujuan investasi, dimana dalam tahapan ini sudah terkandung bahwa dana yang
dimiliki untuk investasi jangka menengah atau panjang
 Menentukan risiko yang dapat ditoleransi
 Membandingkan sekelompok reksadana sejenis yang akan diinvestasikan
 Mengenali pengelola reksadana, dengan emmbuka prospektus
 Mengetahui sponsor reksadana
 Pengalaman mengelola dana (track record yang baik)
 Kemudahan melakukan transaksi untuk emmbeli dan me-redeem reksadana tersebut serta jasa
pelayanan yang diberikan manajer invesatsi
 Jumlah investor perorangan di reksadana yang bersangkutan

HUTANG JANGKA PANJANG


Yaitu Utang-utang yang pelunasannya dilakukan dalam waktu lebih dari satu tahun atau akan
dilunasi dari sumber-sumber yang bukan dari kelompok aset lancar. Termasuk di dalamnya utang
obligasi, utang wesel jangka panjang, utang hipotik, uang muka dari perusahaan afiliasi, utang kredit
bank jangka panjang dll.
Utang jangka panjang biasanya timbul karena adanya kebutuhan dana untuk pembelian
tambahan AT, menaikkan jumlah modal kerja permanen, membeli perusahaan lain atau mungkin juga
untuk melunasi utang-utang lain.
HUTANG OBLIGASI
Apabila perusahaan membutuhkan tambahan modal kerja tetapi tidak dapat melakukan emisi
saham baru, dapat dipenuhi dengan cara mencari utang jangka panjang. Dalam hal sulit mencari utang
yang jumlahnya dari satu sumber, perusahaan dapat mengeluarkan surat obligasi.
Harga jual obligasi tergantung pada tarif bunga obligasi, semakin besar bunganya, harga jual obligasi
semakin tinggi, dan sebaliknya. Pengeluaran obligasi dapat dilakukan dengan cara penjualan langsung
atau melalui lembaga-lembaga keuangan.
PENCATATAN PENGELUARAN OBLIGASI
 Obligasi yang dikeluarkan dicatat sebesar nilai nominalnya.
 Jika harga jual obligasi tidak sama dengan nilai nominalnya, maka akan dicatat tersendiri.
 Jika harga jual > nilai nominal, maka dicatat dalam rekening agio obligasi
 Jika harga jual < nilai nominal, maka dicatat dalam rekening disagio obligasi
Pengeluaran obligasi dapat dicatat dengan 2 cara:
a. Yang dicatat hanya obligasi yang terjual, atau
b. Obligasi yang terjual dan belum terjual dicatat
Contoh:
Pada tanggal 1 Januari 2005 PT Manophos merencanakan pengeluaran obligasi sebesar
Rp1.000.000,00 dengan bunga 10% pertahun. Obligasi akan dijual pada waktu yang berbeda-beda
tergantung pada kebutuhan uang. Misalnya transaksi penjualan yang terjadi seperti di bawah, jurnal
yang dibuat sebagai berikut:
1. Yang dicatat hanya obligasi yang terjual

Transaski Jurnal

1 Januari 2005 Tidak ada jurnal


Merencanakan pengeluaran obligasi 10%,
RP1.000.000,00
1 April 2005 Kas Rp735.000,00
Obligasi nominal Rp700.00,00 dijual dengan Utang obligasi Rp700.000,00
kurs 105 Agio Obligasi 35.000,00

18 juli 2005 Kas Rp99.000,00


Obligasi nominal Rp100.000,00 dijual dengan Disagio Obligasi 1.000,00
kurs 99% Utang obligasi 100.000,00

. 2. Obligasi yang terjual dan belum terjual dicatat


Transaski Jurnal

1 Januari 2005 Obligasi yang belum terjual Rp1.000.000,00


Merencanakan pengeluaran Otorisasi utang obligasi Rp1.000.000,00
obligasi 10%, RP1.000.000,00

1 April 2005 Kas Rp735.000,00


Obligasi nominal Rp700.000,00 Utang Obligasi Rp700.000,00
dijual dengan kurs 105 Agio Obligasi 35.000,00
18 juli 2005 Kas Rp99.000,00
Obligasi nominal Rp100.000,00 Disagio Obligasi 1.000,00
dijual dengan kurs 99% Utang obligasi 100.000,00

 Obligasi juga bisa dijual dengan cara dipesan terlebih dahulu. Dalam cara ini pembeli
membayar uang muka dan akan melunasi pada tanggal tertentu.
 Dalam penjualan obligasi melalui pesanan, surat obligasi baru diserahkan kepada pembeli bila
harga obligasi sudah dilunasi.
 Jumlah yang belum dilunasi, dicatat oleh perusahaan sebagai piutang dan jumlah obligasi
yang dipesan dikreditkan ke rekening utang obligasi dipesan.

1. Yang dicatat hanya obligasi yang terjual


Transaski Jurnal

1 Januari 2005 Tidak ada jurnal


Merencanakan pengeluaran obligasi 10%,
RP1.000.000,00 (nominal @ rp1.000,00)
1 Mei 2005 Kas Rp80.800,00
Diterima pesanan 200 lb obligasi dengan Piutang pesanan obligasi 121.200,00
kurs 101. pembayaran pertama sebesar 40% Utang obligasi dipesan Rp200.000,00
Agio Obligasi 2.000,00
1 juli 2005 Kas Rp45.450,00
Diterima uang sisa pesanan 60% dari obligasi Piutang pesanan obligasi Rp45.450,00
sebanyak 75 lb = 60%x75xRp1.010,00 =
Rp45.450,00
1 Juli 2005 Utang obligasi dipesan Rp75.000,00
75 lembar obligasi diserahkan kepada Utang obligasi Rp75.000,00
pemesan

2. Obligasi yang terjual dan belum terjual dicatat

Transaski Jurnal
1 Januari 2005 Obligasi yang belum terjual Rp1.000.000,00
Merencanakan pengeluaran obligasi 10%, Otorisasi utang obligasi Rp1.000.000,00
RP1.000.000,00 (nominal @ rp1.000,00)
1 Mei 2005 Kas Rp80.800,00
Diterima pesanan 200 lb obligasi dengan kurs Piutang pesanan obligasi 121.200,00
101. pembayaran pertama sebesar 40% Utang obligasi dipesan Rp200.000,00
Agio Obligasi 2.000,00
1 juli 2005 Kas Rp45.450,00
Diterima uang sisa pesanan 60% dari obligasi Piutang pesanan obligasi Rp45.450,00
sebanyak 75 lb = 60%x75xRp1.010,00 =
Rp45.450,00
1 Juli 2005 Utang obligasi dipesan Rp75.000,00
75 lembar obligasi diserahkan kepada Obligasi yg belum terjual Rp75.000,00
pemesan

 Apabila pada tanggal penyusunan neraca masih ada pesanan obligasi yang belum dilunasi,
maka saldo rekening utang obligasi dipesan dilaporkan di neraca menambah utang obligasi,
sedang rekening piutang pesanan obligasi dilaporkan dlaam kelompok aset lancar jika akan
dilunasi dalam masa satu tahun. Jika lebih dari satu tahun, maka dilaporkan di aset lain-lain.
 Rekening agio obligasi menambah utang obligasi dalam neraca, sedang disagio dilaporkan
mengurangi utang obligasi
Prosedur Amortisasi Agio dan Disagio
 Penjualan obligasi dengan harga lebih besar atau lebih kecil dari nilai nominal akan
menimbulkan agio atau disagio.
 Agio atau disagio merupakan penyesuaian terhadap tarif bunga nominal karena tarif bunga
obligasi tidak sama dengan tingkat bunga di pasar.
 Dengan kata lain agio/disagio merupakan kapitalisasi dari perbedaan tarif bunga obligasi
dengan tingkat bunga umum selama umur obligasi.
 Jika timbul disagio, maka disagio ini akan ditambahkan pada biaya bunga obligasi yang
dibayarkan selama umur obligasi dan dikreditkan ke rekening disagio obligasi
 Jika timbul agio, maka agio ini akan dikurangkan pada biaya bunga obligasi yang dibayarkan
selama umur obligasi dan dikreditkan ke rekening biaya bunga obligasi
Contoh :
PT. Selaras mengeluarkan obligasi nominal Rp1.000.000,00 umur 5 tahu, bunga 10% per tahun,
dibayarkan tiap setengah tahun. Obligasi dijual dengan harga Rp.1.050.000,00.
Tabel perhitungan amortisasi nampak sebagai berikut:
Tahun Pembaya Bunga yg Amortisasi Bunga Agio Nilai Buku
ke n bunga dibayar agio 1/10 x efektif Obligasi Obligasi
ke (5% x Rp50.000,00
nominal)

Rp50.000 Rp1.050.000
1 1 Rp50.000 Rp5.000 Rp45.000 Rp45.000 1.045.000
2 50.000 5.000 45.000 40.000 1.040.000
2 3 50.000 5.000 45.000 35.000 1.035.000
4 50.000 5.000 45.000 30.000 1.030.000
3 5 50.000 5.000 45.000 25.000 1.025.000
6 50.000 5.000 45.000 20.000 1.020.000
4 7 50.000 5.000 45.000 15.000 1.015.000
8 50.000 5.000 45.000 10.000 1.010.000
5 9 50.000 5.000 45.000 5.000 1.005.000
10 50.000 5.000 45.000 - 1.000.000

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa biaya bunga yang dibebankan setiap periode adalah sebesar
bunga yang dibayarkan dikurangi dengan amortisasi agio untuk periode yang bersangkutan.
Nilai buku bisa dihitung dari nilai nominal ditambah dengan jumlah agio yang belum diamortisasi.
Bila obligasi dijual dengan harga di bawah nilai nominal sehingga timbul disagio, maka beban bunga
periodik dan nilai buku obligasi dihitung dengan cara berikut:
 Biaya bunga = bunga yang dibayarkan ditambah disagio
 Nilai buku obligasi = nilai nominal dikurangi disagio yang belum diamortisasi

Contoh :
PT Larasati mengeluarkan obligasi sebesar nominal Rp1.000.000,00. umur 5 tahun, bunga 10%
dibayarkan tiap setengah tahun. Obligasi dijual dengan harga Rp925.000,00.
Tabel perhitungan amortisasi disagio obligasi akan tampak sebagai berikut:

Tahun Pembayan Bunga yg Amortisasi Bunga Disagio Nilai


ke bunga ke dibayar disagio 1/10 efektif Obligasi Buku
(5% x x Obligasi
nominal) Rp75.000,00

Rp75.000 Rp925.000
1 1 Rp50.000 Rp7.500 Rp57.500 Rp67.500 932.500
2 50.000 7.500 57.500 60.000 940.000
2 3 50.000 7.500 57.500 53.500 947.500
4 50.000 7.500 57.500 45.000 955.000
3 5 50.000 7.500 57.500 37.500 962.500
6 50.000 7.500 57.500 30.000 970.000
4 7 50.000 7.500 57.500 22.500 977.500
8 50.000 7.500 57.500 15.000 985.000
5 9 50.000 7.500 57.500 7.500 992.500
10 50.000 7.500 57.500 - 1.000.000

Selain menggunakan metode garis lurus untuk amortisasi agio atau disagio, perusahaan bisa
menggunakan metode bunga efektif.
Metode bunga efektif memberikan hasil perhitungan yang lebih teliti dibandingkan dengan metode
garis lurus walaupun perhitungannya lebih rumit.
Biaya bunga efektif tiap periode tidak sama besarnya.
Biaya bunga tiap periode dihitung dengan mengalikan tarif bunga efektif dengan nilai buku obligasi.
Nilai buku obligasi adalah nominal obligasi ditambah agio atau dikurangi disagio obligasi yang belum
diamortisasi.

Contoh: PT. Larasati mengeluarkan obligasi nominal Rp1.000.000,00 umur 5 tahun, bunga 10% per
tahun dibayar tiap setengah tahun. Obligasi dijual pada awal periode dengan harga Rp1.081.105,00.
Pembeli mengharap bunga efektif (seperti yg berlaku di pasar) sebesar 8%. Harga jual obligasi
sebesar Rp1.081.105,00 dapat dihitung sebagai berikut:
Nila jatuh tempo Rp1.000.000
Nilai tunai Rp1.000.000,00 bunga 8%, 5 tahun = Rp675.5601)
Nilai tunai bunga Rp50.000,00 sepuluh kali
tiap setengah tahun, tarif 8% = 405.5452)
Harga jual obligasi 1.081.105
Agio obligasi Rp 81.105

1) Periode =10, tarif 4% = 1.000.000 x 0,67556


2) Periode =10, tarif 4% = 50.000 x 8,11090
0,67556 = Tabel II nilai sekarang dari $1 yang jatuh tempo dalam n periode
8,11090 = Tabel IV nilai sekarang dari anuitas tetap sebesar $1 per periode
Menghitung Harga Jual Obligasi (Bond Value) dengan Rumus :

= 48.076,92 + 46.227,81 + 44.449,82 + 42.740,21 + 41.096,36 + 39.515,73 + 37.995,89 + 36.534,51


+ 35.129,34 + 33.778,21 + 675.675,68
= 1.081.220,46
Tahun Pembayan Debit Biaya Debit Agio Kredit Kas Nilai Buku
1)
ke bunga ke Bunga Obligsi (bunga Obligasi 3)
yang
dibayar) 2)

Rp1.081.105,00
1 1 Rp43.244,20 Rp6.755.80 Rp50.000,0 1.074.349,20
0
2 42.973.97 7.026,03 50.000,00 1.067.323,17
2 1 42.692,92 7.307,07 50.000,00 1.060.016,10
2 42.400,64 7.599,36 50.000,00 1.052.416,80
3 1 42.096,67 7.903,33 50.000,00 1.044.513,50
2 41.780,54 8.219,46 50.000,00 1.036.294,10
4 1 41.451,76 8.548,24 50.000,00 1.027.745,90
2 41.109,84 8.890,16 50.000,00 1.018.855,80
5 1 40.754,23 9.245,77 50.000,00 1.009.610,10
2 40.384,40 9.615,60 50.000,00 1.000.000,00

Ket:
1) Rp1.081.105,00 x 8% x 6/12 = Rp43.244,20
2) Rp1.000.000,00 x 10% x 6/12 = Rp50.000
3) Rp1.081.105,00 – Rp6.755,80 = Rp1.074.349,20
*) dibulatkan

Bila obligasi dijual dengan disagio, perhitungan amortisasinya dilakukan dengan cara yang sama
seperti tabel di atas, perbedaanya pada:
Debit biaya bunga = bunga obligasi yang dibayar ditambah amortisasi disagio
Nilai buku obligasi = nilai buku periode sebelumnya ditambah amortisasi disagio
Contoh :
Tanggal 1 Januari 2005, PT. SAE mengeluarkan 10.000 lembar obligasi, bunga nominal 12%, nilai
nominal obligasi per lembar Rp1.000,00, umur 5 tahun, bunga dibayar tiap 1 Januari dan 1 Juli. Harga
jual dinyatakan dalam bunga pasar 14%.
Nila jatuh tempo Rp10.0000.000
Nilai tunai Rp10.000.000,00 bunga 14%, 5 tahun = Rp5.083.0001)
Nilai tunai bunga Rp600.000,00 sepuluh kali
tiap setengah tahun, tarif 14% = 4.214.1602)
Harga jual obligasi 9.297.160
Disagio obligasi Rp 702.840

1) Periode =10, tarif 7% = 10.000.000 x 0,5083


2) Periode =10, tarif 7% = 600.000 x 7,0236

0,67556 = Tabel II nilai sekarang dari $1 yang jatuh tempo dalam n periode
8,11090 = Tabel IV nilai sekarang dari anuitas tetap sebesar $1 per periode

BIAYA MODAL
Biaya Modal adalah suatu tehnik menghitung besarnya biaya riil yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menggunakan dana dan alternatif sumber dana yang ada.
Biaya modal harus dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang harus dihasilkan oleh perusahaan
atas investasi proyek untuk dapat mempertahankan nilai pasar sahamnya.
Empat jenis utama biaya modal (Cost of Capital):
Biaya utang (cost of debt) = k (1– T)
Biaya utang setelah pajak (After tax cost of debt).Adalah biaya yang terkait dengan utang baru, yang
tidak memperhitungkan dampak penghematan pajak akibat adanya beban bunga.
Ada dua hal dalam penerbitan obligasi yaitu:
Nilai bersih yaitu dana yang sebenarnya diterima dari penjualan surat berharga.
Biaya penerbitan sekuritas (flotation cost) yaitu biaya total yang dikeluarkan untuk mener-bitkan
surat-surat berharga yang mengurangi hasil bersih dari penjualan obligasi yang dijual dengan premi,
diskon atau nilai nominalnya.
Skedul Biaya Modal Marjinal
Βiaya utang =Tingkat bunga−penghematan pajak
setelah pajak
=kd ( 1−T )
Contoh:
Harper Coy mengeluarkan 10 lembar obligasi dengan jangka waktu 4 tahun dengan nilai nominal $
3.000/lembar dengan bunga 20% tahun. Harga jual obligasi adalah $ 2.900/lembar, maka cost of debt
(kd) yang ditanggung adalah :
600 600 600 600 3.000
$ 2.900 = ---------- + ---------------- + ----------- + ----------- + -------------
( 1+kd) 1 (1=kd)2 ( 1+ kd)3 ( 1+kd)4 (1+kd)4
Diadakan interpolasi dengan mengguakan PV pada tingkat kd 15% dan 21% sehingg adapa
diperoleh:
kd Present Value .
15% $ 3.428
21% 2.888 ...
Selisih 6% $ 540 ..
Dengan kd 15% =$ 3.428 - $ 2.900= $ 528,
pada tingkat 21% = $ 3.428 – 2.888 = $ 540
Persentase perbedaan
Pada tingkat 21% = $ 528/$ 540 x 6% = 5,87%
Bunga pada harga obligasi atau kd
$ 2.900/lbrr = 15% + 5,87% = kd = 20,87%
 Kd tsb diatas harurs dikurangi dengan pajak,
asumsikan tax rate = 40%.
 kdt = kd(1- t) = 20,871% ( 1- 0,40) = 12,52 %,
bunga sesudah tax rate.
2. Biaya saham preferen (Cost of preferred stock) = kp
Adalah tingkat pengembalian yang dipersyaratkan oleh investor atas saham preferen
perusahaan.
Dp
Biaya saham preferen=Kp=
Pn
Contoh :
Perusahaan tsb diatas, Harper Coy mengeluarkan Preferred Stock laku dijual dengan harga $
7.500/lbr, Saham ini memberikan dividen tetap $ 1.200/lbr. Biaya emisi $ 50/lbr.kp dapat dihitung:
Penerimaan bersih (Pn) = $ 7.500-$ 50
= $ 7.450.
Kp = $ 1.200/ $7.450 x 100% = 16,11%.
3. Biaya saham biasa (Cost of common stock) = ke
Di
Ke= +g
Po
Apabila diadakan emisi saham baru : D1
Ke=Po ( 1−f ) P+g
f = flotation cost (%) yaitu under pricing cost, under writing cost, biaya makelar dan lainnya
Contoh :
Masih Harper Coy, mengeluarkan common stock yang laku dijual $ 4.000/lbr.Dividen direncanakan
akan dibayar sebesar $ 160/lbr dengan pertumbuhan (growth) 8% per tahun.
Ks dapat dihitung sbb:
D1 = $ 150.
P = $ 4.000
g = 8%
kc = ($ 160/$4.000) + 8% = 4%+8% =12%.
4. Biaya laba yang ditahan (Cost of retained earning) = ks
Adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki pemegang saham atas saham biasa perusahaan. Laba
yang ditahan adalah termasuk biaya oportunitas para investor dari laba setelah pajak dan dividen yang
mungkin diterima
Tingkat pengemb a l i an (TP)=TP yg diisyaratkan/diharapkan
D1 ¿
D1
Ks=km+RP= +g=k =
Po Po
Biaya dari penggunaan dana dari RE berkaitan erat dengan cost of common stock( kc). Besarnya kr
adalah sebesar tingkat pendapatan investasi (rate of return) dalam saham biasa yang diterima oleh
investor. Dengan kata lain bahwa Kc = kr.
Tetapi bila RE dibagikan kepada pemegang saham, dan mereka ingin menginvestasikan kembali
dalam saham perusahaan , maka ia harus membayar Pajak atas dividend dan brokerage fee (biaya
broker/makelar) untuk memperoleh tambahan lembar saham. Rumus lain dari retained earnings
adalah
Kr = kc( 1-t) ( 1-b)
B – brokerage fee.
Contoh:
Masih data dari HarperCoy, dan dalam hubungannya dengan kc = 12%. Diasunmsikan terjadi
pemegang saham melakukan investasi atas dividennya dengan brokerage fee 5%.
Maka ks = 12% (1-0,4) ( 1-0.05)
= 12% (0,6) (0,95)
= 6,84%.
Dalam hubungan ks dengan tax, bahwa dapat dijelaskan lebih lanjut pajak yang berlaku untuk
investasi kembali pemegang saham dalam common stock ada 2 jenis pajak yaitu:
> Pajak atas pendapatan dividen( Dividend income tax) yang merupakan pajak perseorangan
/personal income tax rate (Tp).
Pajak atas keuntungan penjualan barang modal seperti capital gain tax rate ( Tg).
Dari hal tsb diatas ks dapat dihitung dengan menggunakan rumus kedua yaitu :
( 1 – Tp)
Ks= kc ------------
( 1 – Tg)
Misalkan
Dividend income taxe ( Tp)= 45%
Capital gain Tax ( Tg) = 10%
Kc = 12%
( 1-0,45)
Ks = 12% x -------------- = 6, 95%.
( 1- 0,10)
Biaya Rata-rata tertimbangan dari modal (WACC)
Adalah biaya yang mencerminkan rata-rata biaya modal dengan menimbang biaya dari perpaduan
utang, saham preferen, saham biasa dan laba yang ditahan sesuai dengan proporsinya pada struktur
modal perusahaan.
Dasar pemikiran atas WACC, ka.
Biaya modal dari barang modalnya harus dihitung dalam rata-rata tertimbang.
Perusahaan yang terkait adalah suatu perusahaan yang berkelanjutan.
Rata-rata tertimbang adalah sebagai perpaduan dari berbagai jenis dana yang digunakan, meskipun
proyek tertentu dari perusahaan dibiayai dengan beberapa bentuk dana.

WACC=%Wd kd(1−t )+%Wp kp+%We ke )+%Ws ks


=( % utang ) Suku + (1−t )+ % saham Biaya saham
( ) ( )( )
bunga preferen preferen
+ % ekuitas Biaya ekuitas
( )( )
biasa biasa
Contoh:
Dari data-data Harper Coy diatas, dapat dihitung WACC:
a. Cost of Debt 12,52 %
b. Cost of Preferred Stock 16,11 %
c. Cost of Common Stock 12,00%
d. Cost of RE 6,84%. 
Asumsikan strkktur modal saat ini
Sumber Modal Jumlah(ribuan).
1. Long term debt(bond) $ 15.000
2. Preferred Stock 10.000
3. Common Stock 20.000
4. Retained Earning . 5.000
Total modal $ 50.000

WACC dapat dihitung:


Sumber Modal Jumlah % COC WACC%
1.LTD/Bonds 15.000 30 12,52 3,76
2.Pref.Stock 10.000 20 16,11 3,22
3.Com.Stock 20.000 40 12,00 4,80
4.Re.Earning . 5.000 10 6,84 0,66
Total 50.000 100 WACC 12,44
Kesimpulan :
Besarnya biaya setiap kompenen COC atas long term debt (bonds), preferred stock, common stock
dan retained earning sebesar 12,44% , perlu diindetifikasi dengan seksama agar manajer dapat
mengetahui berapa besar beban biaya yang dibebankan kepada perusahaan atas penggunaan modal
tersebut. Dengan demikian dapat dihitung WACC atas penggunaan seluruh modal.
Perhitungan COC sangat bermanfaat untuk mengevaluasi sejauh mana penggunaan setiap jenis
modal dapat dipertanggung jawabkan . Rate of return dari suatu proyek yang lebih besar daripada
COC yang digunakan oleh proyek tsb menunjukkan penggunaan dana yang dapat diterima, atau
COC berfungsi sebagai discount rate dalam perhitungan PV “hundle rate”
Analisis COC sangat terkait dengan struktur modal yang diinginkan oleh perusahaan Selama struktur
modal dipertahankan tetap tambahan modal jumlah tertentu tidak akan mempengaruhi tingkat COC
atau Marginal Cost of Capital (MCC) dengan Weigted Average Cost of Capital (WACC).
Skedule WACC menunjukkan grafik hubungan antara biaya rata-rata tertimbang dari dana hutang,
saham preferen, saham biasa dan laba yang ditahan dengan setiap rupiah/dolar .

Anda mungkin juga menyukai