Mkti2012 0201 044048
Mkti2012 0201 044048
A B
Gambar 1. Hasil CT Scan kepala; A. Tampak perdarahan intrakranial, B. midline shift 0,93, penyempitan ventrikel kanan dan hilangnya
sulkus dan girus.
170/120 mmHg, nadi 120 kali/menit, pasien sadar sudah mengalami gangguan faal hemostasis.4
(GCS 4-5-6). Pupil bulat anisokor, ukuran 4 mm Anestesi umum merupakan pilihan yang tepat
(kanan) dan 2 mm (kiri). Bicara pasien menjadi pelo, pada pasien ini. Pada kondisi lain yang juga disertai
dan ditemukan lateralisasi sinistra, ditemukan edema kenaikan tekanan intrakranial yang meningkat,
pada wajah dan tungkai. Pasien mengalami kejang pemilihan anestesi regional seperti anestesi spesial
1 kali, kemudian dilakukan intubasi trakea. Sambil harus dipertimbangkan ulang, karena potensial
persiapan untuk operasi seksio sesaria, dilakukan terjadinya komplikasi serebri setelah pungsi
pemeriksaan CT scan kepada hasil CT scan kepala duramater.6
ditemukan adanya perdarahan intra kranial di Operasi yang berlangsung lama (lebih dari 8
daerah parieto-oksipital kanan, diperkirakan 50 jam), disertai pemberian cairan dan komponen
ml, perdarahan sub arahnoidal, midline shift ke darah yang cukup banyak selama operasi, membawa
arah kiri sebesar 0,93 cm, dan edema serebri berat konsekuensi tersendiri. Edema paru-paru dapat
(gambar1). Hasil pemeriksaan darah kadar hemoglobin terjadi akibat pemberian cairan yang berlebihan, atau
13,5mg/dL, hematokrit 38,5%, leukosit 17500/mm3, karena komplikasi dari eklampsia (70% terjadi pada
trombosit 37000/mm3, ureum 12,7 mg/dL, kreatinin 72 jam pasca persalinan). Pemberian cairan tanpa
0,8mg/dL, Na 143 mmol/L, K 3,2 mmol/L, Cl 112 pengawasan yang ketat akan meningkatkan risiko
mmol/L, APTT 14,6 (kontrol 1,9), PTT 72,4/(kontrol terjadinya edema paru-paru.
27,7) SGOT 351,6, SGPT 133, albumin 3,2mg/dl, Sebelum mengalami kejang, pasien
bilirubin direk 1,3mg/dL, bilirubin total 3,8mg/dL. memperlihatkan trias klasik preeklampsia yaitu
Pemeriksaan foto toraks dalam batas normal hipertensi, proteinuria dan sindrom: nyeri kepala,
Setelah persiapan operasi selesai, segera nyeri epigastrium, mual, muntah dan edema. Sindrom
dilakukan terminasi kehamilan dengan cara operasi HELLP yang disertai dengan perdarahan intrakranial,
seksio sesaria (berlangsung selama 45 menit), merupakan kasus yang jarang ditemukan.5 Trias
dilanjutkan dengan kraniektomi (berlangsung klasik preeklampsia yang disertai kejang akan
selama lebih kurang 7 jam). Pada waktu kraniotomi menambah komplikasi pada pasien, sehingga
ditemukan dura tegang kemerahan, perdarahan pengakhiran kehamilan dengan pembedahan seksio
intrakranial luas lebih kurang 100 ml, dan edema sesaria merupakan pilihan yang tepat untuk mencegah
serebri berat (gambar 1). Pascaoperasi tulang kepala bertambah buruknya kondisi ibu dan janin. Sebagai
tidak dikembalikan. Perdarahan selama operasi pencegahan kejang, diberikan obat anti kejang yaitu
sebanyak 2500 ml, dengan produksi urin sekitar fenitoin dengan kombinasi midazolam. Enam jam
2450 ml. Cairan yang diberikan koloid 1500 ml, pascaoperasi dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala
kristaloid 500 ml, transfusi darah lengkap 2800 ml, ulang.(gambar 2)
darah merah pekat 800 ml, dan trombosit konsentrat
500 ml.
Pascaoperasi pasien dirawat di ruang observasi
intensif selama 10 hari. Secara dini dilakukan
pengendalian ventilasi dan hipertensi serta koreksi
anemia, trombositopenia, hipoalbuminemia, dan
hipokalemia. Tidak ada
perdarahan
PEMBAHASAN
Diagnosis sindrom HELLP pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda hemolisis,
yaitu kadar laktat dehidrogenase yang tinggi (LDH =
2444 U/L), dan bilirubin total yang meningkat yaitu
Gambar 2. CT Scan kepala 6 jam pascaoperasi
lebih dari 1,2 mg/dL, adanya peningkatan enzim hati
yaitu SGOT = 351,6 U/L dan SGPT = 133 U/L, serta
trombositopenia berat yang termasuk kelas I menurut Edema otak merupakan 20% penyebab kematian
klasifikasi Mississippi.1 Trombositopenia merupakan dari pre-eklamsia dan eklamsia. Pengendalian
indikator yang paling dapat dipercaya. Pemeriksaan ventilasi dengan ventilator dengan target pCO2 35-40
D-dimer berguna untuk menegakkan diagnosis secara mmHg, demikian pula pemberian manitol bertujuan
dini, tetapi tidak dilakukan pada pasien ini karena untuk mengurangi edema otak, sehingga tekanan
A B
Gambar 3. Foto toraks A. Sebelum intubasi pipa endotrakheal. B. Sebelum ekstubasi dan setelah 9 hari dalam ventilas mekanik.
intra kranial dapat diturunkan, dan perfusi darah Pada hari perawatan ke-4, perut pasien menjadi
ke otak dapat diperbaiki.7,8 Manitol yang digunakan kembung, disertai retensi isi lambung. Untuk
untuk mengurangi edema otak dapat menyebabkan memastikan bahwa hal ini disebabkan kondisi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. hipokalemia (K=2,9) dan bukan karena obstruksi,
Sebagai analgetik pascaoperasi digunakan morfin dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos. Koreksi
yang diberikan melalui pompa infus. Pemberian kalium diberikan selama 2 hari berturut-turut.
obat narkotik intravena dapat dipilih, meskipun Nutrisi enteral sementara digantikan dengan nutrisi
dilaporkan tidak optimal untuk pengendalian nyeri parenteral, sampai retensi cairan lambung minimal.
pada kasus seperti ini.4 Morfin tetap pilihan terbaik Pasien mendaptakan bantuan ventilasi mekanik
dibandingkan opioid lainnya, sebagai penghilang selama 9 hari. Untuk mencegah terjadinya Ventilator
nyeri dengan efek samping minimal. Pilihan obat Associated Pneumonia (VAP), pasien diposisikan
analgetik ini dilaporkan mempunyai pengaruh yang “head-up” 30°, sedasi midazolam hanya diberikan
tidak diinginkan yaitu dapat menurunkan ambang pada hari pertama pascaoperasi. Untuk tindakan
kejang.6 Tekanan darah pascaoperasi dini berkisar oral hygiene, digunakan larutan klorheksidin 0,2%.
160/120 mmhg. Pasien mendapatkan anti hipertensi Pada hari ke-3, pasien mulai disapih dari ventilator.
diltiazem yang diberikan dengan pompa infus, Proses ini tertunda pada hari ke-4 karena pasien
dengan dosis 5-7 mikrogram/ kg berat badan/menit mengalami gangguan pada organ saluran cerna. Dari
dititrasi dengan target terapi adalah mencapai sistol 5 tindakan yang selama ini dikampanyekan sebagai
antara 140 - 160 mmHg dan diastol antara 90-100 “VAP Prevention Bundle”, ada satu hal yang tidak
mmHg. Pemberian anti hipertensi ini dilaporkan dilakukan pada pasien ini adalah drainase sekret
dapat mengurangi risiko terjadinya perdarahan subglotik, karena tindakan tersebut memerlukan
serebri, dan terjadinya kejang.4 pipa endotrakheal khusus.8 Pada pasien ini tindakan
Anemia pascaoperasi dikoreksi dengan fisioterapi dada dilakukan dan terapi antibiotik
menggunakan darah merah pekat. Kadar hemoglobin sudah mulai sejak hari pertama pasca kraniektomi.
stabil di atas 10 g/dL sejak hari perawatan ke-3, selain Pencegahan VAP dapat pula dilakukan dengan
itu juga dilakukan transfusi trombosit konsentrat. penggunaan ETT dengan material khusus, bentuk
Penilaian keseimbangan cairan pada pasien cuff khusus, menjaga tekanan cuff 20 cm H2O dan
ini tidaklah mudah. Keseimbangan cairan sedapat pemberian salin sebelum penghisapan lewat ETT.9
mungkin dibuat negatif. Penggunaan manitol Sampai akhir perawatan Ruang Observasi Intensif,
menyebabkan pengeluaran urin yang banyak, pasien ini tidak mengalami VAP (Gambar 3).
sehingga dapat menyebabkan hipokalemia. Setelah menjalani perawatan selama 10 hari di
Penggunaan manitol juga dapat menyebabkan Ruang Observasi Intensif, pasien dipindahkan ke
gangguan fungsi ginjal dan neurologis.6 bangsal neurologi, dengan gejala sisa lateralisasi
kiri.