Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

TUMOR OTAK

Di Susun Oleh :
Nama : Ni Komang sari
Nim : (201801268)
Kelas : D nonreguler

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018 /2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah “ askep tumor otak
”.Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah “Keperawatan Sistem Integumen.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Palu, 07 desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Judul halaman .........................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar isi ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................11
B. Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS...........................................................................3
2.1 Konsep Dasar Penyakit...............................................................................3
A. Definisi.................................................................................................3
B. Anatomi Fisiologi................................................................................4
C. Klasifikasi............................................................................................7
D. Etiologi..................................................................................................8
...............................................................................................................
...............................................................................................................
...............................................................................................................
E. Patofisiologi..........................................................................................9
F. Manifestasi Klinik...............................................................................10
G. Komplikasi............................................................................................13
H. Pemeriksaan dignostik .......................................................................14
I. Penatalaksanaan..................................................................................15
J. Pencegahan ........................................................................................16
2.2 Asuhan Keperawatan..............................................................................16
A. Pengkajian...........................................................................................16
B. Diagnosa ..............................................................................................20
C. Intervensi ............................................................................................20
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................27
B. Saran..........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otak adalah sumber kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga
yang sekecil-kecilnya, hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur
oleh otak. Dalam waktu yang bersamaan otak harus menjalankan beribu-
ribu aktivitas sekaligus. Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak
pada kongenital yang menempati ruang dalam tengkotak. Tumor-tumor
selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga
dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan neoplasma terjadi
akibat dari komprensi dan infiltrasi jaringan.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel
abnormal secara sangant cepat pada daerah central nervus system (CNS).
Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang ada
disekitarnya, mengakibatkan gangguan neurologis (gangguan fokal akibat
tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan
adanya nyeri kepala, nausea, vomitus, dan papil edema. Penyebab dari
tumor otak belum diketahui secara pasti. Namun ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa
tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter,
kongenital, viris, toxin, dan defisiensi immunologi, ada juga yang
menyatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per
100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit
tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang.
Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor
jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya
lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor

1
susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam
kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat
belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade
1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah
usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode
yang dapat digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan
chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta
mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian,
diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
B. Rumusan Masalah
1.  Apa definisi dari tumor otak?
2 Bagaimana anatomi dari otak ?
3.  Bagaimana klasifikasi dari tumor otak?
4.  Bagaimana etiologi dari tumor otak?
5.  Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?
6.  Apa manifestasi klinis dari tumor otak?
7.   Apa saja komplikasi dari tumor otak?
8.    Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?
9.   Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
penderita tumor otak?
10.    Bagaimana prognosis dari tumor otak?
11. bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?
12.  Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita
tumor otak?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.  Konsep Dasar Medis


A. Pengertian
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada
desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen,
dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan
benigna (jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak
bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan
manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan,
1997).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu
otak (Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus,
2000)
Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang
menempati ruang di dalm tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh
sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh
menyebar masuk ke dalam jaringan ( Suzanne c. Smeltzer, 2001 KMB
volume 3, Hal 2167 ).

3
B. Anatomi dan Fisiologi

Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus
menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan
bersama sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses
fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia.
a.  Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system):
Mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan
kita. Saraf ini mengontrol otot rangka dan menghantarkan impuls
sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan aktif
dan menyadari keadaan diluar tubuh kita dan secara sadar
mengendalikannya.
b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system):
Saraf ini menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan
baik seperti : hati, paru-paru, jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar
yang penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme, sirkulasi
darah dan pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf
otonom. Susunan saraf otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik
(menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan susunan saraf para
simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus
yaitu:
 Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian dan menahan diri.
 Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi
menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
 Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau,
penden- garan dan ingatan jangka pendek.
 Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan
penglihatan.

4
Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ
sensorik dan sistim efektor perifer tubuh, sebagai pengatur informasi
yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah
laku. Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan
meningen, lapisan pelindung yang paling luar adalah tengkorak.
Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Batang otak
yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari
medulla oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).
a. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung
dengan medulla spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal
dari serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka. Di
medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan
yang disebut jalan/ traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan
otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan
tubuh dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan
sel-sel saraf yang terdapat di medulla oblongata yakni pusat otot
yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan, denyut jantung
dan tonus pembuluh darah.
b. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur
yang menghubungkan korteks serebri dan serebllum.
c.  Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara
medulla oblongata dan diensefalon. Pada mesensefalon terdapat
formation retikularis, suatu rangkaian penting yang antara lain
mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan
muntah.
2. Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian
belakang batang otak. Cerebllum berperan penting dalam menjaga
keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang diterima dari

5
segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang
keregangan otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
3. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua
belahan yaitu : hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua
hemisper dipisahkan oleh pistula longitu- dinal dan sebagian
dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
4.  Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
1.    Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls
ageren dari seluruh tubuh lalu memprosesnya dan meneruskannya
ke segmen otak yang lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas
saraf penting yang datang dari serebri dan dikompres kedalam
rongga yang kecil.
2.   Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom
juga mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan
mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan
kelenjar pitviteri.
3.   Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut
nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya
lebih nyata pada tangan dan kaki.
4.   Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa
dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Pembuluh darah yang mendarahi otak terdiri dari :

6
a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini
dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah
mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga
tengkorak akan bercabang menjadi tiga yaitu: sebagian menuju ke otak
depan (arteri serebri anterior). Sebagian menuju ke otak belakang (arteri
serebri posterior). Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri
interior). Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah
yang disebut arteri komunikan posterior.
b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak
dapat diraba oleh karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian
samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan
kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling
berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut
anastomosis.
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan jenis tumor
1). Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
2)  Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
2.  Berdasarkan lokasi
1)    Tumor intradural
a.    Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma
b.      Intramedular

7
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2)  Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara,
prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.
D. Etiologi
1.    Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang
kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat
pada neoplasma.
2.    Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3.   Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah
dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4.    Virus

8
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan
perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5.   Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang
karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6.   Trauma Kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma
(neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis
neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
E. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh dan
berkembang dengan cara yang tersusun untuk membentuk sel-sel baru.
Apabila sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk mengawal
pertumbuhannya, ia akan tumbuh dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh
berlebihan tanpa dikontrol ini akhirnya menjadi tumor. Tumor otak
menyebabkan gangguan neurologis. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai
darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra

9
kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya
massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang
tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam
jaruingan otak. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial.
Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub
arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi secara umum pada tumor otak antara lain:
1.  Nyeri kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh.
Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan
berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren)
dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam.
Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin
pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu
penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air
besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu
posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri
kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive
structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri
kepala merupakan gejala permulaan pada tumor otak yang
terletak di daerah lobus oksipitalis.
2.   Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian,
perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala
umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal.
Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.

10
3.  Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat
seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling
sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor
pada lobus parietal dan temporal.
4.  Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak,
sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi.
Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan
dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan
pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak
menetap. Penyebab edema papil ini biasanya terjadi bila tumor
yang lokasi atau pembesarannya menekan jalan aliran likuor
sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocephallus
5.   Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran
otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah
yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan
adanya massa intrakranial.
6.  Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
7.  Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang
korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan
dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang
sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang
karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia
dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya
tumor otak.

11
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
1.   Lobus frontal
   Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
    Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan
hemiparese kontra lateral, kejang fokal
   Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia
   Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan
sindrom foster kennedy
   Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2.   Lobus parietal
    Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal
hemianopsi homonym
      Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang
fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala
sindrom gerstmann’s
3.   Lobus temporal
   Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan
psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
   Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia
dan hemiparese
  Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat
diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
    Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan
gangguan penglihatan
  Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi

12
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
   Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
   Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala
awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
   Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar
dari daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
  Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen
Monroe
  Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala:
gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak,
amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
8.   Tumor di cerebelum
   Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan
cepat erjadi disertai dengan papil udem
   Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher
dan spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah
disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari
medulloblastoma.
G. Komplikasi

1.  Edema Serebral


Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).
Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel
(sitotoksik).
2.   Hidrosefalus

13
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa
dalamrongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi
obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3.    Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
4.   Kematian
Kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering
diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan
dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau
terkena pembedahan maupun radioterapi.
5.    Gangguan kognitif dan neurobehavior
Sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi
tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior
adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi
tertentu di otak.
6.   Disartria
Gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer
yang bertanggung jawab dalam proses bicara.
7.   Disfagi
Merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan
menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa
terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan
menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta
berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru.
8.   Kelemahan otot
Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang
mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis
dan tetraparesis.
H. Pemeriksaan Diagnostik

1.  CT scan dan MRI

14
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif
atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu
tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2.  Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
3.  Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor.
Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien
dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik
ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses
cerebri).
4.  Biopsi stereotaktik 
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis.
5.  Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
6.  Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang.
I. Penatalaksanaan Medik
1.   Surgery
Therapy pre-surgery seperti:
   Steroid untuk menghilangkan swelling

15
Contoh obat: dexamethazone.
  Anticonvulsan untuk mencegah dan mengontrol kejang
Contoh obat: carbamazephine
   Shunt untuk mengalirkan cairan serebrospinal
2.  Pembedahan
Pembedahan pada tumor otak dilakukan untuk mengangkat tumor dan
dikompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya
menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi.
3.   Radiotherapy
Merupakan salah satu modalitas penting dalam pelaksanaan proses
keganasan.
4.   Pembedahan
Tindakan ini bertujuan untuk membunuh sel tumor. Diberikan secara
oral IV atau secara shunt.
J. Pencegahan
1.  Hindari stress dan terapkan koping yang efektif terhadap stress
2  Terapkan pola hidu p sehat dengan mengkonsumsi makanan yang
bergizi seimbang dan olahraga secara teratur
3.   Hindari menggunakan telepon seluler yang terlalu lama dan
penggunaan headset ketika berkomunikasi dengan orang lain
melalui telepon
4.      Hindari rokok
2.2.  Konsep Dasar Askep
A. Pengkajian
a.   Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan,
dan identitas penanggung jawab.
b.   Riwayat Sakit dan Kesehatan
  Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
  Riwayat penyakit saat ini

16
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan
tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan
double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
  Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
   Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan tumor otak.
  Pengkajian psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental,
kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.
c.  Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
  Pernafasan B1 (breathing)
Bentuk dada : normal
Pola napas : tidak teratur 
Suara napas : normal
Sesak napas : ya
Batuk : tidak
Retraksi otot bantu napas; ya
Alat bantu pernapasan: ya (O2 2 lpm)
   Kardiovaskular B2 (blooding)
Irama jantung : irregular
Nyeri dada : tidak

17
Bunyi jantung ; normal
Akral : hangat
Nadi : Bradikardi
Tekanan darah Meningkat
  Persyarafan B3 (brain)
Penglihatan (mata)     : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus
temporal
Penciuman (hidung)  : Mengeluh bau yang tidak biasanya,
pada lobus frontal
Pengecapan (lidah)    : Ketidakmampuan sensasi (parathesia
atau anasthesia)
Gangguan neurologi:
1.   Afasia: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata,
reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun
kombinasi dari keduanya.
2.   Ekstremitas: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3.  GCS: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau
tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan
yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a.   Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)

18
(1) : Tidak ada respon
b.   Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-
ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c.    Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di
sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
  Perkemihan B4 (bladder)
1.      Kebersihan : bersih
2.      Bentuk alat kelamin : normal
3.      Uretra : normal
4.      Produksi urin: normal
  Pencernaan B5 (bowel)
1.      Nafsu makan : menurun
2.      Porsi makan : setengah
3.      Mulut : bersih

19
4.      Mukosa : lembap
  Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1.      Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2.      Kondisi tubuh: kelelahan
B. Diagnosa Keperawatan
1.  Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri, hipoksia seebral.
3.   Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan
kelemahan.
4.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia
pada ekspresi atau interpretasi, kerusakan sirkulasi verbal.
5.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
dan tidak nafsu makan.
6.  Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b.d ketidakmampuan mengenai informasi.
C. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang


Kriteria Hasil:
o   Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang
atau dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri.
Skala = 2
o   Klien tidak merasa kesakitan.
o   Klien tidak gelisah
Intervensi:
1)  Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya,
faktor yang memperburuk dan meredakan.

20
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan
oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang
berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
dari terapi yang diberikan.
2)  Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi
wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang
dialami.
3)   Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera
jika nyeri timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
mengurangi beratnya serangan.
4)   Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5)   Mengajarkan  tehnik relaksasi dan metode distraksi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
6)  Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri,
hipoksia seebral.
Tujuan: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital
stabil
Kriteria hasil:
o   Tekanan perfusi serebral  >60mmHg, tekanan intrakranial
<15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg
o   Menunjukkan tingkat kesadaran normal
o   Orientasi pasien baik
o   RR 16-20x/menit
o   Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi

21
Intervensi:
1)   Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2)   Pantau tanda vital tiap 4 jam.
R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak
yang stabil. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan
vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh.
3)    Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-
300.
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis
dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK.
4)  Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan
keadaan membran mukosa.
R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan.
5)  Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah,
pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan.
R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra
abdomen yang dapat meningkatkan TIK.
6)  Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan
dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan
TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.
7)   Kolaborasi:
o   Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memenuhi kebutuhan oksigen

22
o   Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
R/ Mengurangi peningkatan TIK

3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan


Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang
memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.
Intervensi:
1)  Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan ( 0-4 )
R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai
resiko kecelakaan.
2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari
kerusakan karena tekanan.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada
seluruh tubuh.
3)  Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4)   Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai
trauma kepala, keterlibatan pasien dalam perencanaan dan
keberhasilan.
5)   Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan
pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada
ekspresi atau interpretasi, kerusakan sirkulasi verbal

23
Tujuan: Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
o   Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
o   Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
o   Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1)    Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mangalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri
R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh
tahap proses komunikasi.
2)   Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapn yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkan tidak nyata.
3)   Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Menilai adanya kerusakan motorik.
4)   Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi
dan respon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu
tertentu.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
dan tidak nafsu makan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan
keperawatan
Kriteria Hasil:
o   Nutrisi klien terpenuhi

24
o   Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1)   Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2)   Kaji kebiasaan makan klien.
R/Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan
nafsu makan klien.
3)  Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan
mengurangi mual.
4)  Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5)  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin
larut dalam lemak
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b/d ketidakmampuan mengenal informasi.
Tujuan: dapat menyatakan pemahamannya menggenai penyakit,
tindakan pengobatan dan prognosisnya.
Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi dan pengobatan, memulai perubahan perilaku yang
tepat.
Intervensi:
1)   Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan
berkembnag ke arah proses penyembuhan.
2)   Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor
predisposisi.
R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat
mencegah berulangnya serangan.

25
3)   Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang
normal.
R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan
dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat
berarti.
4)   Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.
R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat
dan tidak mengenali bentuk terapi yang lain

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam
otak. Yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak
benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak
ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang
berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang
telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran
darah.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari
mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita
memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya
yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan
DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang
ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta
fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk
mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
            Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan
jenisnya.Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa
faktor, antara lain kondisi umum penderita, tersedianya alat yang lengkap,
pengertian penderita dan keluarganya,  luasnya metastasis. adapun terapi
yang dilakukan, meliputi terapi steroid, pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi.
B. Saran
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak
secara holistik dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit
tersebut.Hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksanaannya serta
meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

aughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2010. Buku Saku Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC Price,
Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2010. Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

28

Anda mungkin juga menyukai