Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

MAKALAH RUFA

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 2

Nama : Ni Komang sari (201801268)


IRFAN : 201801156

Kelas : D nonreguler

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018 /2019


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
anugrahnya sehingga kami dapat menyelesaikan “ Makalah RUFA ”
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan askep ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis, penulis
telah berkuasa untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menyusun
askep ini .
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
tekhnik penulisan, maupun dari isi maka kami mohon maaf dan kritik serta
saran dari Dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh
kami untuk sdapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan kita bersama. Harap ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian .

Palu, 25 NOVEMBER 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul ..................................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah .......................................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

A. Definisi PICU............................................................................................3
B. Kedaruratan psikiatri.................................................................................4
C. Indikasi masuk PICU.................................................................................5
D. Pola penanganan di PICU.........................................................................6
E. Fase tindakan intensif...............................................................................7
F. Mengukur Tingkat Kedaruratan Pasien Dengan Skala GAF (General
Adaptive Function)....................................................................................10
G. Modifikasi Skor GAF ( General Adaptive Function). .............................10

BAB III PENUTUP .........................................................................................14

A. Kesimpulan ...............................................................................................14
B. Saran .........................................................................................................14
Daftarpusta........................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental.
Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan
penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru.
Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan
gejala perilaku dan emosional. Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan
aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut
intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat,
depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku.
Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di
bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan
untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh
dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada
pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang
bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi
mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien
biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas
kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang
menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari
masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik
sifatnya kronis ataupun akut.

1
       B.     Rumusan Masalah

1.  Apa definisi PICU?

2    Jelaskan kedaruratan psikiatri ?

3.   Jelaskan Indikasi masuk PICU ?

4.    Jelaskan pola penanganan di PICU?

5.    Jelaskan Fase tindakan intensif?

6. Menjelaskan Mengukur Tingkat Kedaruratan Pasien Dengan Skala GAF


(General Adaptive Function)

7. Menjelaskan Modifikasi Skor GAF ( General Adaptive Function).

        C.    Tujuan

1.      Menjelaskan definisi PICU.

2.      Menjelaskan kedaruratan psikiatri.

3.      Menjelaskan indikasi masuk PICU.

4.      Menjelaskan pola penanganan di PICU.

5.      Menjelaskan fase tindakan intensif.

2
6. Menjelaskan Mengukur Tingkat Kedaruratan Pasien Dengan Skala GAF
(General Adaptive Function)

7. Menjelaskan Modifikasi Skor GAF ( General Adaptive Function).

BAB II

PEMBAHASAN

3
A. Definisi

PICU merupakan singkatan dari Psychiatric Intensive Care Unit. PICU


dalam bahasa Indonesia di kenal dengan UPIP, yaitu Unit Perawatan Intensif
Psikiatri. PICU merupakan pelayanan yang ditujukan untuk klien gangguan
jiwa dalam kondisi krisis psikiatri (Keliat, dkk, 2009).

PICU merupakan gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan


pelayanan intensif, yang dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit
psikiatri rumah sakit umum (Keliat, dkk, 2009).

PICU adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada klien-
klien psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat
(Maryree, 2010).

Kegawat daruratan adalah dimana terjadi suatu kondisi yang mendesak


yang membutuhkan penanganan dengan segera. Kegawat daruratan juga dapat
diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang membutuhkan pertolongan
dengan segera untuk mempertahankan hidup dan mengurangi resiko kematian
dan kecacatan.

Pengertian perawatan intensif berarti memerlukan pengawasan dan


pemantauan yang lebih sering dan cermat karena keadaannya berada di antara
hidup dan mati. Pelayanan Medis Intensif adalah pelayanan yang secara
spesifik dimaksudkan untuk melakukan talaksana pengobatan dan atau
perawatan kepada pasien yang mengalami sakit kritis

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PICU


adalah suatu unit gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan
intensif, yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis

4
psikiatri dan berada dalam kondisi yang membutuhkan pengawasan ketat,
dimana dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau psikiatri rumah sakit
umum

      B.     Kedaruratan Psikiatri

Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran,


perasaan, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi
segera (Allen, Forster, Zealberg, & Currier, 2002). Menurut Kaplan dan
Sadock (1993) kedaruratan psikiatrik adalah gangguan alam pikiran, perasaan
atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera. Dari
pengertian tersebut, kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran, perasaan,
perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari
kedaruratan psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera.
Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan kedaruratan
dibagi dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24-72 jam
pertama), dan fase intensif III (72 jam-10 hari).

1.  Fase intensif I

Fase intensif i adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan


observasi, diagnosa, tritmen dan evaluasi yang ketat. Berdasarkan hasil
evaluasi pasien maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu
dipulangkan, dilanjutkan ke fase intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit
jiwa.

2.   Fase intensif II

5
Fase intensif II perawatan pasien dengan observasi kurang ketat sampai
dengan 72 jam. Berdasarkan hasil evaluasi maka pasien pada fase ini
memiliki empat kemungkinan yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang
fase intensif III, atau kembali ke ruang fase intensif I.

3.   Fase intensif III

Fase intensif III pasien di kondisikan sudah mulai stabil, sehingga


observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan keperawatan
lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung sampai
dengan maksimal 10 hari. Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien
pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit
psikiatri di rumah sakit umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I
atau II

C.  Indikasi masuk PICU

Indikasi masuk PICU adalah klien dengan kedaruratan psikiatri, untuk dapat
dikatakan sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria,
sebagai berikut:

1.    Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda


ataulingkungan.

2.     Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan,


kerusakan harta benda dan lingkungan.

3.     Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera


terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan.

6
Sedangkan untuk mengukur tingkat kedaruratan pada klien adalah
menggunakan skala GAF (General Adaptive Function) dengan rentang
skor 1-30 skala GAF. Kondisi klien dikaji setiap shift dengan
menggunakan skor GAF. Katagori klien yang berada dalam rentang skor
1-30 GAF adalah:

1.    Skor 21 - 30: perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi


ATAU gangguan serius pada komunikasi atau pertimbangan
(misalnya kadang-kadang inkoheren, tindakan jelas tidak sesuai
preokupasi bunuh diri) ATAU ketidakmampuan untuk berfungsi
hampir pada semua bidang (misalnya tinggal ditempat tidur)
sepanjang hari, tidak memiliki pekerjaan.

2.    Skor 11 – 20: terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain
(misalnya usaha bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan kematian,
sering melakukan kekerasan, kegembiraan manik) ATAU kadang-
kadang gagal untuk mempertahankan perawatan diri yang minimal
(misalnya mengusap fases) ATAU gangguan yang jelas dalam
komunikasi (sebagian besar inkoheren atau membisu)

3.      Skor 1 – 10: Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten
dan parah (misalnya kekerasan rekuren) ATAU ketidakmampuan
persisten untuk mempertahankan hiegene pribadi yang minimal
ATAU tindakan bunuh diri yang serius tanpa harapan bunuh diri yang
jelas.

Pada keperawatan katagori klien dibuat dengan skor RUFA (Respons


Umum Fungsi Adaptif)/GAFR (General Adaptive Funtion Response)
yang merupakan modifikasi dari skor GAF karena keperawatan
menggunakan pendekatan respons manusia dalam memberikan asuhan

7
keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif. Dari respons
tersebut kemudian dirumuskan diagnosa skor RUFA dibuat
berdasarkan diganosa keperawatan yang ditemukan pada klien.
Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor RUFA
tersendiri, untuk sementara baru diagnosa risiko bunuh diri yang
sudah mempunyai skor rufa, sedangkan untuk diagnosa yang lain
masih dalam pengembangan. adapun skornya yaitu: (sudah semua
diagnosa kep jiwa yang menggunakan rufa).

Secara umum klien yang dirawat di PICU adalah klien dengan kriteria:

1.      Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau
suatu perubahan alam perasaan atau perilaku yang menetap.

2.      Penyalahgunaan NAPZA atau kedaruratan yang berhubungan dan


berlangsung relatif singkat.

Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka klien yang perlu


dirawat di PICU adalah klien dengan masalah keperawatan sebagai
berikut:

1.      Perilaku kekerasan

2.      Percobaan bunuh diri

3.      Gangguan sensori persespsi: halusinasi (Fase IV)

4.      Gangguan proses pikir: Waham curiga.

8
       D.    Alur penerimaan pasien di UPIP

Pasien baru yang masuk di UPIP dilakukan triase dengan mengkaji keluhan
utama pasien dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital.
Adapun kategori pasien menurut skor RUFA adalah:

1.      Skor 1-10 masuk ruang intensif I

2.      Skor 11-20 masuk ruang intensif II

3.      Skor 21-30 masuk ruang intensif III

Triase

Pada fase ini hal pertama yang harus dilakukan adalah rapid
assessment/screening assessment yang dilakukan berdasarkan protap yang
telah disepakati. Pengkajian ini harus meliputi identitas pasien yaitu: nama
pasien, tanggal lahir, nomor tanda pengenal (KTP/SIM/Paspor), alamat, nomor
telepon, serta nama dan nomor telepon orang terdekat pasien yang dapat
dihubungi. Pengkajian kondisi pasien yaitu tanda vital dan keluhan utama
dengan skor RUFA (perawat) dan skor GAF (dokter). Hasil pengkajian
menentukan perlu tidaknya dirawat di unit UPIP, jika perlu dirawat segera
tentukan tindakan intensif yang diberikan sesuai dengan hasil skor RUFA.

E. Fase tindakan intensif

1.      Fase intensif I (24 jam pertama)

a.   Prinsip tindakan

9
 Life saving
 Mencegah cedera pada klien, orang lain dan lingkungan

b.    Indikasi : Klien dengan skor 1-10 skala RUFA

c.     Pengkajian

Hal-hal yang harus dikaji adalah:

 Riwayat perawatan yang lalu


Psikiater atau perawat jiwa yang baru-baru ini menangani klien
(bila memungkinkan)
 Diagnosa gangguan jiwa di waktu lalu yang mirip dengan tanda
dan gejala yang dialami klien saat ini
 Stressor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan
masalah klien saat ini.
 Kemampuan dan keingginan klien untuk bekerjasama dalam proses
treatment.
 Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup jenis
obat yang didapat, dosis, respons terhadap obat, efek samping dan
kepatuhan minum obat, serta daftar obat terakhir yang diresepkan
dan nama dokter yang meresepkan.
 Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau
neuro psikiatrik.
 Tes kehamilan untuk semua klien usia subur.
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain
itu klien harus diperiksa oleh seorang psikiater/dokter umum
kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental
Health(MOMH)/GP+(General Practitioner)/GP++) dalam 8 jam
pertama dengan prioritas pertama adalah psikiater. Bila tidak ada

10
psikiater maka klien dapat ditangani oleh MOMH. Selanjutnya bila
tidak ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Klien-klien
yang berada dalam kondisi membutuhkan penangan sangat segera
harus dikaji dan bertemu dengan psikiater/MOMH dalam 15 menit
pertama.

d.  Intervensi:

Intervensi untuk fase ini adalah:

·      Observasi ketat

·      Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan


diri)

·      Manajemen pengamanan klien yang efektif (jika dibutuhkan)

·      Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi
musik.

·      Evaluasi: dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi


klien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif II.

·      Bila kondisi klien diatas 10 skala RUFA maka klien dapat
dipindahkan ke intensif II.

2.  Fase intensif II (24-72 jam)

a.   Prinsip tindakan

11
·      Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)

·      Mempertahankan pencegahan cedera pada klien, orang lain dan


lingkungan

b.  Indikasi: klien dengan skor 11-20 skala RUFA

c.   Intervensi

Intervensi untuk fase adalah:

·      Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase


intensif I

 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi
musik dan terapi olahraga
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi
klien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif III

·      Bila kondisi klien di atas skor 20 skala RUFA, maka klien dapat
dipindahkan ke intensif III, bila dibawah skor 11 skala RUFA maka
klien dikembalikan ke fase intensif I.

3.   Fase intensif III (72 jam-10 hari)

a.  Prinsip tindakan

·   Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)

12
·    Memfasilitasi perawatan mandiri klien.

b.  Indikasi: klien dengan skor 21-30 skala RUFA

c.  Intervensi

Intervensi untuk fase ini adalah:

·    Observasi dilakukan secara minimal

·      Klien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri

·      Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi
musik, terapi olahraga, dan life skill therapy.

·        Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi


klien memungkinkan untuk dipulangkan.

·      Bila kondisi klien diatas skor 30 skala RUFA maka klien dapat
dipulangkan dengan mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila
dibawah skor 20 skala RUFA klien dikembalikan ke fase intensif II,
dan bila dibawah skor 11 RUFA klien dikembalikan ke fase intensif I

F. Mengukur Tingkat Kedaruratan Pasien Dengan Skala GAF (General


Adaptive Function)

Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien


adalah skala GAF (General Adaptive Function) dengan rentang skor 1 – 30

13
skala GAF. Kondisi klien dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF.
Katagori klien yang berada dalam rentang skor 1-30 GAF adalah:

a. Skor 21 - 30: perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi atau


gangguan serius pada komunikasi atau pertimbangan (misalnya kadang-
kadang inkoheren, tindakan jelas tidak sesuai preokupasi bunuh diri) atau
ketidakmampuan untuk berfungsi hampir pada semua bidang (misalnya
tinggal ditempat tidur) sepanjang hari, tidak memiliki pekerjaan.
b. Skor 11 – 20: terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain
(misalnya usaha bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan kematian, sering
melakukan kekerasan, kegembiraan manik) atau kadang-kadang gagal
untuk mempertahankan perawatan diri yang minimal (misalnya mengusap
feses) atau gangguan yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar
inkoheren atau membisu)

c. Skor 1 – 10: Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan
parah (misalnya kekerasan rekuren) atau ketidakmampuan persisten untuk
mempertahankan hiegene pribadi yang minimal atau tindakan bunuh diri
yang serius tanpa harapan bunuh diri yang jelas.

G. Modifikasi Skor GAF ( General Adaptive Function).

Pada keperawatan kategori pasien dibuat dengan skor RUFA (Respons


Umum Fungsi Adaptif)/ GAFR (General Adaptive Function Response) yang
merupakan modifikasi dari skor GAF karena keperawatan menggunakan
pendekatan respons manusia dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan fungsi respons yang

adaptif. Keperawatan meyakini bahwa kondisi manusia selalu bergerak pada


rentang adaptif dan maladaptif. Ada saat individu tersebut berada pada titik
yang paling adaptif , namun di saat lain individu yang sama dapat berada pada
titik yang paling maladaptif. Kondisi adaptif dan maladaptif ini dapat dilihat
atau diukur dari respons yang ditampilkan. Dari respons ini kemudian

14
dirumuskan diagnosa Skor RUFA dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan
yang ditemukan pada pasien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan

memiliki kriteria skor RUFA tersendiri (lihat tabel dibawah ini).


N Diagnosa Skor RUFA 1- Skor RUFA 11-20 Skor RUFA 21-30
Keperawat 10 (Intensif II) (Intensif II
O
a (Intensif I
n

1 Gangguan  Setiap saat  .Sering  Halusinasi


persepsi mengalami mengalami sesekali muncul
sensori: halusinasi halusinasi  Perilaku masih
halusina  Halusinasi  Seringkali tidak bisa
tidak bisa dikendalikan
Terkendali mengendalikan  Isi halusinasi
 Perilaku halusinasi tidak
dikendalikan  Halusinasi mengancam
oleh isi mengancam tetapi  Perilaku kadang
halusinasi masih bisa kacau
 Halusinasi dikendalikan
berisi  Perilaku sering
ancaman kacau
terhadap
diriatau orang
lain
 Risiko tinggi
bunuh diri
atau
membunuh
orang lain

2 Perilaku  Perilaku  Perilaku kadang  Perilaku kadang


kekerasan kacau kacau kacau
 Sedang  Sedang  Ada riwayat
melakukan melakukan melakukan
tindak kekerasan verbal tindakan
kekerasan  Risiko sedang kekerasan
fisik dan mencederai diri  Sesekali
verbal dan orang lain melakukan
 Berisiko tindakan
tinggi kekerasan verbal,
mencederai tidak fisik
orang lain
dan diri

15
3 Gangguan  . Perilaku  Perilaku sering  Perilaku cukup
proses kacau kacau terorganisir
pikir:  Waham  Waham  Waham jarang
waham terjadisetiap seringterjadi terjadi
saat  Komunikasi  Komunikasi
 Komunikasi kadang kacau kacau jika
sangat kaca terjadi waham

4 Risiko  Aktif ktif memikirkan Mungkin


bunuh dir mencoba rencana bunuh sudah memiliki
bunuh diri diri, namun tidak ide untuk
engan disertai dengan mengakhiri
cara: percobaan bunuh hidupnya, namun
a. gantung diri diri tidak disertai
b. minum racun 2. Men dengan ancaman
c. memotong gatakan ingin dan percobaan
urat bunuh diri namun bunuh diri
nadi tanpa rencana 2. Mengungkap
d. menjatuhkan yang spesifik kan perasaan
diri dari tempat 3. Men seperti rasa
yang tinggi arik diri dari bersalah / sedih /
1. Mengalami pergaulan sosial marah / putus asa /
tanda-  tidak berdaya
tanda depresi 3. Mengungkap
4. Mempunyai kan hal-hal negatif
rencana bunuh tentang diri sendiri
diri yang
yang spesifik menggambarkan
5. Menyiapkan harga diri rendah
alat 4. Mengatakan:
untuk bunuh “Tolong jaga
diri anak-anak karena
(pistol, pisau, saya akan pergi
sile jauh!” atau
“Segala sesuatu
akan lebih baik
tanpa saya”.

5 Defisit  Sama sekali  Mampu  Mau berinisiatif
1. Sama tidak mau melakukan melakukan
sekali tidak melakukan perawatan diri perawatan diri
1. Mampu perawatan diri  Perilaku kacau hanya dengan
1. Mau melakukan  Tidak mampu bimbingan
perawatan perawatan diri mengikuti  Perilaku masih
diri mau da  Perilaku perintah bisa diarahkan

16
kacau melakukan  Kadang-kadang
 Tidak mampu kebersihan diri tidakmelakukan
mengikuti tetapi tidak mau kebersihan diri
perintah  Perilaku masih dengan rut
bisa diarahkan
 Praktekkebersiha
n diri hanya jika
diingatka

6 solasi sosia Kontak sosial  ontak sosial  ontak verbal


sangat kurang sangat terbatas, masih sangat
Katatonia hanya dengan terbatas
Sama sekali orang yang  Sudah mau
atau kurang sangat dekat berinteraksi
sekali dalam  Komunikasi walaupun sangat
kontak verbal verbal sangat terbatas
terbatas  Aktifitas
 Aktivitas fisik fisiksudah
hanya terbatas makinseringdilak
untuk kebutuhan uka
dasar fisik

7 Kecemasan  Perilaku  perilaku agak


kacau kacau
 Persepsi  Persepsi hanya
sangat sempit yang nyata
 Tidak  Mampu
mampu berkomunikasi
menerima terbatas
informasi  Sadar
 Tidak sadar lingkungan
lingkungan terbatas

17
BAB III

PENUTUP

       A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PICU


adalah suatu unit gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan
intensif, yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis
psikiatri dan berada dalam kondisi yang membutuhkan pengawasan ketat,
dimana dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau psikiatri rumah sakit
umum. Di beberapa negara unit ini diterjemahkan sebagai unit kedaruratan
ataupun unit akut yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu
merawat pasien-pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi
segera. Pasien dengan kondisi ini adalah pasien-pasien dalam kondisi dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien dengan
usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan waham.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi yang


membacanya. Selain itu kami selaku penulis berharap agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat menerapkan ilmu-ilmu tentang kejiwaan yang
telah dibahas dalam makalah ini untuk diterapkan ke dalam kehidupan sehari-
hari.

18
DAFTAR PUSTAKA

Elvira, sylvia D dan gayatri hadi sukanto ed. 2010 buku ajar psikiatri. Jakarta :
badan penerbit FKUI

Maramis, W.F. dan maramis A.A 2009. Catatanilmu kedokteran jiwa edisi 2.
Surabaya : Airlangga university press

19
Sadokck , B.J, Sadock V.A et al.2007 kaplan dan sadock’s synopsisof. Psikiatriy :
Behavioral scienes clinical psychiarty 10thedition. Now yo: lippincott wiiliams
dan wilkim

https://dokumen.tips/documents/makalah-picu.html

20

Anda mungkin juga menyukai