Anda di halaman 1dari 9

ASPEK HUKUM PERBANKAN SYARIAH DAN IMPLEMENTASINYA

DI INDONESIA

H. M. Ali Mansyur
Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Abstract

Legal Aspects of Sharia Banking Legislation, Law Number 21 of 2008, in terms of judicial philosophy
and Sociological basically a sense of Justice has addressed the needs of the Islamic Ummah as a
consequence of legal pluralism live and grow in the dynamics of Indonesian society. While from the
juridical formalistic approach through the legal umbrella Act No.3 of 2006 and Act No. 4 of 2004 its
implementation requires a judge in creating and upholding justice, should know and understand the
aspirations and values of living in society and orientation, which should put forward justice
together with the orientation of legal certainty and expediency.

Keywords: shariah banking,


implementation

Abstrak

Aspek Hukum Undang-undang Perbankan Syariah UU No. 21 Tahun 2008, dilihat dari sisi filosofi
yuridis dan Sosiologis pada dasarnya telah menjawab kebutuhan rasa Keadilan Ummat Islam sebagai
konsekuensi fluralisme hukum yang hidup dan tumbuh dalam dinamika masyarakat Indonesia.
Sedangkan dari pendekatan yuridis formalistik melalui payung hukum UU No.3 tahun 2006 dan UU
No.4 tahun 2004 implementasinya menuntut hakim dalam mewujudkan dan menegakkan keadilan,
hendaknya mengetahui dan memahami aspirasi serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan
orientasi, keadilanlah yang harus dikedepankan bersama-sama dengan orientasi kepastian hukum dan
kemanfaatan.

Kata kunci : perbankan syariah, implementasi

Pendahuluan jasa lainnya yang berhubungan dengan masalah


Islam sebagai agama samawi mengatur keuangan.
1

hidup manusia dalam 2 (dua) dimensi hidup Perbankan yang merupakan salah satu
secara seimbang (Islam is be dimensional) an- pilar ekonomi merupakan perwujudan dari nilai
tara aspek dunia dan akhirat, lahir dan batin. Islam terutama pada wilayah “muamalah-sya-
Pengaturan dari masing-masing dimensi ter- riah al Umumiyyah”, dimana persoalan ekono-
sebut untuk mengantarkan pada tujuan (finnal mi berada pada ranah publik, manusia diberi-
arrow) harus didukung ilmu (science), usaha kan kebebasan untuk menyusun konsep, meng-
(movement) dan Iman (faith). Dalam kaitan atur dan menjalankan sendiri sepanjang tidak
dengan persoalan ekonomi, tentu perangkat bertentangan dengan ketentuan syariat Islam.
alat dan metode yang harus dimiliki adalah Rasul bersabda “Antum a’lamu bi ummurid-
ilmu ekonomi, mekanisme berekonomi dan tu- dunyakum” (kamu lebih mengetahui urusan
juan usaha tersebut. duniamu). Firman Allah SWT: “Sesungguhnya
Lembaga perbankan merupakan inti dari usaha manusia itu macam-macam” (QS. Al-Lail:
sistem keuangan di setiap negara, karena bank 595).
merupakan rujukan setiap orang, badan usaha, Berdasarkan ketentuan tersebut di atas,
baik swasta maupun milik negara/pemerintah, apabila dalam kehidupan ini lahir berbagai kon-
untuk melakukan transaksi baik dalam bentuk
penyimpanan uang, hutang piutang, serta jasa- 1
Suwandi, “Pembangunan Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia, Jurnal Hukum Islam El Qisth Vol. 3 No. 2,
Maret 2007, hlm. 211
6868 Jurnal Dinamika Hukum Aspek Hukum Perbankan Syariah dan Implementasinya di Indonesia
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011 6868

sep/ideologi ekonomi tentu ini merupakan anti- Namun kenyataannya sebagian besar
tesanya, diantaranya ekonomi kapitalis, ekono- penduduk Indonesia yang beragama Islam lebih
mi sosialis, ekonomi koperasi dan ekonomi condong menginvestasikan hartanya ke bank
Islam (ekonomi syariah), walaupun diantara konvensional (belum ke bank syariah), dikare-
berbagai sistem-sistem tersebut tidak semua nakan adanya asumsi bank konvensional lebih
mendapatkan ridho Allah SWT, jika implikasi- aman dan mudah dalam melakukan transaksi
2
nya bertentangan dengan ketentuan Syariah . dibanding bank syariah (anggapan umum). Me-
Berangkat dari kenyataan tersebut, seja- nyikapi kenyataan yang ada tersebut perlu
rah telah membuktikan bahwa sistem ekonomi diadakan langkah-langkah preventif maupun
Islam tahan banting menghadapi goncangan kuratif untuk mengemba-likan kemuliaan misi
ganasnya zaman. Sementara sistem konvensio- bank syariah, meskipun disana-sini masih ada
nal/kapitalis/sosialis mudah jatuh bangun ter- kekurangannya.
himpit oleh badai krisis yang berkepanjangan Perkembangan bisnis syariah di Indonesia
dan silih berganti. Namun demikian, di Indo- tidak terlepas dari perkembangan bisnis syariah
nesia sistem ekonomi Islam (perbankan Islam) pada masyarakat negara-negara Islam di dunia.
secara jujur belum menjadi primadona di ka- Tentu kenyataan tersebut berpengaruh ter-
langan umat sendiri. hadap hiruk-pikuk perbankan syariah. Prinsip-
Indonesia sejak tahun 1992 telah mulai prinsip dasar ekonomi syariah yang selama ini
berdiri perbankan syariah yang dipelopori BMI kita kenal melalui bank syariah adalah nilai-
(Bank Muamalat Indonesia), selanjutnya ber- nilai etika dan norma ekonomi yang universal
kembang dengan pesat tahun 2009 telah berdiri 4
dan komprehensif. Keuniversalan itu sengaja
1440 kantor Bank Syariah, belum termasuk diberikan pada umat untuk memberikan kesem-
bank konvensional yang membuka unit usaha patan agar ber-inovasi (ijtihad) dan berkreasi
3
syariah. Karakteristik sistem perbankan Islam (jihad) dalam mengatur sistem ekonominya
yang beroperasai berdasarkan prinsip bagi hasil dengan syarat tidak keluar dari kerangka
(mudharabah) diharapkan mampu memberikan umumnya. Dengan demikian sistem ekonomi
alternatif sistem perbankan yang saling meng- Islam akan valid dan cocok untuk setiap pe-
untungkan bagi masyarakat dan bank, serta rubahan waktu dan perbedaan tempat dan
menonjolkan aspek keadilan dalam bertran- umat Islam mampu memerankan fungsinya
saksi, investasi yang beretika, mengedepankan sebagai kholifah di muka bumi ini.
nilai-nilai kebersamaan, persaudaraan dalam Berdirinya Perbankan dengan sistem sya-
berproduksi dan menghindari kegiatan speku- riah Islam dengan landasan yuridis formal
latif dalam bertransaksi keuangan. Dengan me- Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Per-
nyediakan beragam produk serta layanan jasa bankan Syariah. Undang-undang tersebut seca-
perbankan yang beragam diharapkan perban- ra implisif membuka peluang kegiatan “bagi
kan syariah menjadi alternatif sistem perban- hasil” dan lahirnya Undang-Undang Perbankan
kan yang kredibel dan dapat diminati oleh se- Syariah ini diharapkan mampu merangsang
luruh golongan masyarakat Indonesia tanpa masuknya investor asing ke Indonesia.
kecuali. Secara garis besar hubungan antara bank
dengan nasabah dapat dilihat dari klausula yang
2
Muh. Shohibul Itmam, “Mengurai Pemikiran islam Dalam ada dalam akad yang terdiri dari 5 (lima) kon-
Perspektif Sunny dan Syi’ah, Antara Persamaan dan
Perbedaan”, Addin Vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2008, sep akad, yaitu sistem simpanan murni, sistem
hlm. 52; lihat juga Erine Pane, “Reksadana Syariah
dalam Perspektif Hukum ekonomi”, Jurnal kajian
Hukum Al Adalah Vol. 7 No. 2, Desember 2008
3
Lihat Mawardi Muzamil, “Persamaan Perkreditan 4
Diana Wiyanti, “Pasar Modal Syariah dalam Kajian
Perbankan Konvensional dan Pembiayaan Perbankan Hukum Bisnis”, Jurnal Kajian Hukum al Adalah, Vol. 7
Syariah”, Jurnal Hukum Vol. 15 No. 3, April 2004, hlm. No. 2, Desember 2008, hlm. 111, lihat juga Abdul
515; lihat jugaErnawati, “Perbankan Syariah Dalam Mughits, “Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Tata Hukum Ekonomi Indonesia”, Bilancia Vol. 2 No. 1 dalam Tinjauan Hukum Islam”, Al-Mawarid Edisi XVIII
Januari-Juni 2008, hlm. 79 Tahun 2008, hlm. 146-149
bagi hasil, sistem jual beli dengan marjin apa kewenangan pengadilan agama yang telah
keuntungan, sistem sewa dan sistem fee (jasa) mempunyai status sama kedudukannya dengan
Upaya mewujudkan 5 (lima) konsep akad peradilan yang lain, namun kompetensi meng-
tersebut, lembaga keuangan syariah harus adili perkara bagi orang Islam belum semua
memperhatikan larangan-larangan dalam Islam. dapat dilaksanakan oleh Peradilan Agama,
Akad-akad tradisional Islam sebagai alternatif artinya masih terjadi tarik menarik dengan
dan implementasinya dalam tran-saksi-transaksi peradilan yang lain, padahal masing-masing
LKS (Lembaga Keuangan Syariah), Kelayaan telah mempunyai kompetensi sendiri-sendiri.
usaha bank, dan lain-lain. Di sisi lain juga harus Peradilan Agama dengan Undang-undang
memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ke- No. 3 Tahun 2006 mempunyai kewenangan un-
adaan dari debitur (nasabah) yang menyangkut tuk menyelesaikan perkara bagi umat Islam
5C (the five C for credit), diantaranya charac- (orang yang beragama Islam) meliputi hukum
ter, capital, capacity, collateral, and condition keluarga (Nikah, Waris, Zakat) dan ekonomi
of economy. syariah mencakup bank syariah, lembaga ke-
Berangkat dari uraian di atas, munculnya uangan mikro syariah, reksadana syariah, obli-
permasalahan dalam transaksi ekonomi syariah, gasi syariah, asuransi syariah, reasuransi syari-
lebih banyak terjadi karena ketidak disiplinan ah, surat berjangka menengah syariah, Secu-
dari para fihak. Dalam bahasa lain terdapat ke- ritas syariah, Pegadaian syariah, DPLK syariah,
tidakberesan dalam pelaksanaan isi perjanjian. dan bisnis syariah.
Selanjutnya tentu ada fihak-fihak yang dirugi- Kewenangan absolut dari Peradilan Aga-
kan dan kemudian muncul sengketa/konflik ma yang ada sekarang apabila dilihat aspek
diantara para fihak. Selanjutnya konflik ter- filosofis menunjukan bahwa perkembangan ke-
sebut harus diselesaikan sesuai dengan koridor butuhan hukum masyarakat (muslim khususnya)
hukum yang ada. Berdasarkan latar belakang terhadap kesadaran menjalankan syariat Islam
tersebut, penulis tertarik untuk membahas sebagai konsekuensi dari keyakinannya semakin
mengenai implementasi filosofis, yuridis dan tinggi. Ini berarti bahwa pluralisme hukum
sosiologis perbankan syariah sebagai pranata harus diterima sebagai realitas (Real of Entity)
hokum ekonomi di Indonesia. yang majemuk (legal fluraly) dalam kehidupan
bermasya-rakat, sebagaimana diungkapkan oleh
Pembahasan Cotterral: 1995 ”We should think of law as a
Aspek Filosofis Undang-undang Perbankan phenomenon pluralistically, as a regulation of
Syariah many krud existing in a veriety of relation-
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 ships, same of the quit tenuous, with the
tentang Perbankan Syariah (UUPS), keberada- primary legal institutions of the centralized
annya sesungguhnya merupakan tuntutan untuk state”.
memenuhi ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Pendapat di atas menjelaskan bahwa hu-
No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, kum yang berlaku dalam masyarakat selain
khususnya perubahan lembaga peradilan agama terwujud dalam bentuk peraturan perundang-
menyangkut (kompetensi) yang harus diemban undangan (order of law) dan hukum kebiasaan
oleh peradilan agama dalam memenuhi amanat (costumary law) secara antropologis memben-
Undang-undang. Apabila dirunut dari aspek tuk mekanisme-mekanisme pengaturan sendiri
historis eksistensi Peradilan Agama sudah ada (inner order machanism atau self regulation)
sejak zaman penjajah sampai kemerdekaan, dalam komunitas-komunitas masyarakat adalah
hingga sekarang reformasi tidak dipersoalkan merupakan hukum yang secara lokal berfungsi
5
lagi, hanya saja yang menjadi persoalan meng- sebagai sarana menjaga keteraturan dan ke-
tertiban sosisal. Hukum adalah institusi yang
5
Andi Akram, “Sejarah Peradilan Agama di Indonesia” , dinamis dan mengalir, hukum dibuat untuk
Al Manahij Vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2008, hlm. 104-
105
manusia, bukan manusia untuk hukum, antara
7070 Jurnal Dinamika Hukum Aspek Hukum Perbankan Syariah dan Implementasinya di Indonesia
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011 7070

hukum dan manusia direalisasikan dalam Undang-undang perbankan syariah, jika ditero-
masyarakat yang menjadi tempat berinteraksi. pong dari aspek yuridis merupakan hukum yang
Ketiga ordinat (hukum, manusia dan masyara- baik, karena hukum yang baik adalah hukum
kat) yang menyebabkan hukum menjadi institu- yang mempunyai kekuatan yuridis yang mem-
si yang dinamis. Perubahan/pergeseran hukum berikan kepastian hukum. Dalam rangka me-
secara pelan-pelan terjadi dari “ the law ways” wujudkan kepastian hukum unsur penegakan
menuju “the sociological ways” kemudian ke- hukum dari Friedman (substansi,struktur dan
pada “the sociological movement in law (hunt), kultur) penekanan unsur manusia merupakan
6
atau “the sociological era”. pelaku utama dalam segala kegiatan untuk
Eksistensi Undang-undang Peradilan A- mewujudkan keadilan.
gama UU Nomor 3 Tahun 2006, Undang-undang Pendekatan hukum yang bersifat empirik-
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, UU Nomor 38 possitivistik tidak cukup untuk mewujudkan ke-
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Inpres adilan, tetapi proses interaksi antara manusia
Nomor 1 Tahun 1991 Tentang KHI dan sekarang dengan lingkungan yang dilandasi dengan bu-
RUU Perbankan Syariah, tidak dapat dilepaskan daya akan lebih menjadi bermakna. Dalam hal
dari historis (sejarah), artinya lahirnya institusi ini maka pemahaman hukum melalui pengalam-
di atas bukan institusi yang “a historis” me- an internal para subyek pelaku dan hukum me-
lainkan “historisch bepaald”. Artinya muncul- rupakan makna mereka. Berdasarkan pemaha-
nya dinamika hukum itu tidak dapt melepaskan man (verstehen) dan interpretasi, kita dapat
/menyembunyikan dinamika sosial dibelakang- menangkap makna, nilai-nilai dibalik perilaku
nya. Hukum tumbuh, berkembang dan ambruk mereka. Karenanya kajian yang digunakan bu-
disebabkan oleh dinamika dalam masyarakat kan lagi semata-mata yuridis dogmatik melain-
Polarisasi kewenangan Peradilan Agama meng- kan pendekatan sosio legal-antro yang diorien-
adili perkara sengketa perbankan syariah/per- tasi pada fungsionalisasi hukum.
bankan Islam, yang dalam Undang-Undang Per- Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
bankan Syariah pada Pasal 52 jika dilihat dari dilihat dari pendekatan yuridis formalistik de-
aspek filosofis yuridis pada dasarnya menjawab ngan payung hukum (UU No. 3 Tahun 2006, UU
kebutuhan rasa keadilan Umat Islam sebagai No. 4 Tahun 2004) tentu pemahaman hukum
konsekuensi fluralisme hukum yang hidup dan dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia
tumbuh. Karenanya penyerahan Penyelesaian yang sedang berubah, lalu lintas kebutuhan
Perkara bisnis Syariah ke Peradilan Umum/ yang semakin beragam dan kompleks merupa-
Pengadilan Negeri dirasa kurang memenuhi rasa kan realitas tuntutan kebutuhan hukum dan
keadilan (kontradiktoris value) dan bertentang- hukum bukan sekedar untuk menjadi bahan
an dengan prinsip historycal bepaald yang telah pengkajian secara logis rasional melainkan hu-
terjadi selama ini, karena itu penyelesaian kum dibuat untuk dijalankan. Perwujudan tuju-
sengketa perkara perbankan Islam harus dise- an, nilai-nilai ataupun ide-ide yang terkandung
rahkan kepada Pengadilan Agama. dalam peraturan hukum merupakan suatu
kegiatan yang tidak berdiri sendiri, melainkan
Aspek Yuridis Perbankan Syariah mem-punyai hubungan timbal balik yang erat
Peradilan Agama, secara yuridis normatif dengan masyarakat.
7

merupakan amanat konstitusi Undang-undang Rancang bangun berfikir menyamarata-


NKRI 1945 Pasal 24, Pasal 25, yang konkritisasi kan penyelesaian sengketa perbankan syariah
formalitasnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun dengan non syariah dapat mengakibatkan hu-
2006 dan dipayungi oleh Undang-Undang Nomor kum menjadi disorder of law, karena kom-
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. petensi absolut ekonomi syariah berada di Per-
adilan Agama beserta perangkat hukumnya,
6
Sajipto Rahardjo, 2007, Menggagas Hukum Progresif,
Semarang : Pustaka Pelajar dan IAIN Walisongo, hlm.
16. 7
Ibid, hlm. 10.
yang syarat dengan nilai, azas dan ide serta Hakim dalam mencari dan menegakkan
tujuan yang sudah jelas. Jika kemudian pe- kebenaran atas dasar landasan yuridis, hen-
nerapannya tidak pas, artinya tidak berasal daknya memiliki landasan kebenaran dan ke-
atau ditumbuhkan dari kandungan masyarakat adilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
akan merupakan masalah, karena terjadi ke- mengetahui dan memahami aspirasi serta nilai-
tidakcocokan, antara nilai-nilai yang men-jadi nilai yang hidup dalam masyarakat. Apa yang
pendukung sistem hukum yang bersangkutan diungkapkan di atas mendasari lahirnya Un-
dengan nilai-nilai yang dihayati oleh anggota dang-undang Perbankan Syariah, artinya nilai-
masyarakat itu sendiri. Untuk itu penyelesaian nilai yang hidup dalam masyarakat muslim te-
sengketa perbankan syariah oleh Pengadilan reduksi dalam Undang-undang Perbankan Syari-
Umum bertentangan dengan pemahaman hu- ah yang sudah diundangkan.
kum “yuridis sosiologis antropologis”. Dengan
demikian sangat relevan kalau penyelesaian Implementasi Sosiologis Perbankan Syariah
sengketa ekonomi syariah adalah di Pengadilan Berdasarkan aspek politik hukum lahirnya
Agama. Undang-undang Perbankan Syariah Nomor 21
Persoalan keadilan merupakan masalah Tahun 2008, masih menyisakan pekerjaan ru-
yang tidak pernah akan selesai secara tuntas mah di antaranya tahap yuridis, tahap kelem-
dibicarakan orang, bahkan akan makin mencuat bagaan dan tahap mekanik. Tahap yuridis,
seiring dengan perkembangan masyarakat itu memfokuskan pada bagaimana hukum yang
sendiri. Keadilan bukan sesuatu yang dapat tertulis (legal formal) dapat berjalan, ditegak-
diperoleh hanya melalui penalaran atau logika an di tengah-tengah masyarakat untuk men-
saja melainkan melibatkan perilaku seseorang capai keadilan. Tentu aspek penegak hukum
8
secara utuh. Hukum memiliki dimensi nilai- yang oleh Friedman dipengaruhi oleh sub sistem
nilai etika moral yang terwujud dalam azas- substansi, struktur dan kultur yang akan men-
azas hukum dan tertuang dalam norma-norma jawab efektif tidaknya suatu perundang-un-
serta terumuskan dalam aturan-aturan. Oleh dangan. Oleh karena itu dalam tahap ini ada
sebab itu, seorang hakim dalam menjalankan kaitan erat dengan asas-asas hukum yang lazim
tugasnya mencari kebenaran untuk menentukan kita kenal dengan istilah nilai dasar hukum
kesalahan seseorang tidak cukup hanya mema- yaitu: kemanfaatan, keadilan dan kepastian
kai landasan yuridis semata tetapi juga lan- hukum (Gustave Radbruch).
dasan filosofis dan sosiologis. Tahap kelembagaan, mempertanyakan
Aturan normatif materiil dalam rangka sejauh mana kesiapan lembaga Peradilan
untuk menyelesaikan perkara dibidang eko- Agama dalam menjalankan ketentuan Undang-
nomi syariah belum ada. Hal ini akan ber- undang Perbankan Syariah, sebagai aparat pe-
dampak pada kemungkinan terjadinya dispari- negak hukum yang memperoleh kepercayaan
tas putusan dalam menyelesaikan perkara eko- masyarakat, tentu dalam hal ini harus ada du-
nomi syariah di Pengadilan Agama. Belum ada- kungan dari political will untuk mensosialisasi-
nya aturan hukum materiil dapat mengakibat- kan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008,
kan kurangnya kepastian hukum sebagai akibat melalui pemberdayaan masyarakat dengan me-
dari perbedaan pegangan bagi hakim dalam ningkatkan komunikasi hukum, pemahaman hu-
menyelesaikan perkara ekonomi syariah. Oleh kum dan kebijakan pemerintah.
karena itu, peran dan fungsi hakim diharapkan Tahap mekanik, mengupayakan langkah-
memiliki kemampuan menterjemahkan nilai- langkah bagaimana implementasi hukum UU
nilai keadilan dalam persoalan yang dihadap- No. 21 Tahun 2008 dapat memenuhi kebutuhan
kan kepadanya melalui keputusan-keputusan- masyarakat, perlu diupayakan penyempurnaan
nya. perangkat hukum materiil maupun hukum for-
mil, sehingga upaya penegak hukum tidak ber-
8
Ibid, hlm. 14. henti sampai pada pengundangan UU No. 21
Tahun 2008 saja, namun belum mampu mem- Penyelesaian sengketa utamanya me-
berikan andil dalam penyelesaian kasus-kasus nyangkut persoalan perdata (perjanjian) karena
ekonomi syariah, yang disebabkan oleh belum sesungguhnya lebih luwes dibandingkan per-
berjalannya sistem Pengadilan Agama khusus soalan pidana, karena dengan dianutnya fa-
mengenai ekonomi syariah. ham/atas terbuka (kebebasan berkontrak) di
Hukum dalam menjalankan fungsinya se- mana para pihak bebas membuat perjanjian
bagai pengatur kehidupan bersama manusia apapun bentuk dan isinya sepanjang tidak di
harus menjalani sebuah proses yang panjang larang oleh UU, tidak bertentangan dengan ke-
dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kuali- susilaan dan ketertiban umum. Penerapan azas
tas yang berbeda-beda. Hukum harus diturun- ini berlaku juga jika dikemudian hari terjadi
kan dari dimensi abstrak ke dimensi konkrit, sengketa/masalah para pihak dapat mencari
dalam hal ini UU No. 21 Tahun 2008 agar ke- alternatif pemyelesaian sendiri berdasarkan
beradaannya dapat dirasakan oleh masyarakat kesepakatan kedua belah pihak.
(the orientation of political law). Pilihan penyelesaian sengketa perdata
Pada tataran proses membutuhkan orien- selama ini dipakai metode penyelesaian yang
tasi hukum (orientation of the law) yang meng- bersifat litigasi (peradilan) dan non litigasi (pe-
arah pada aspek manusianya sebagai subyek nyelesaian di luar pengadilan). Memang kata
hukum (pembudayaan personal/personal atti- akhir dari penyelesaian sengketa perdata yang
tudes) yang akan menentukan berjalan atau tidak dapat diselesaikan melaului jalur non per-
tidaknya ketentuan formal No. 21 Tahun 2008 adilan, pengadilan harus dapat menyelesaikan
tersebut. Sehingga diperlukan langkah yang demi mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan
mencakup “mekanik action plan”, berupa juk- kepastian hukum. Artinya pengadilan tidak bo-
lak dan juknis serta Human action planning leh menolak untuk mengadili setiap perkara
model berupa daya keahlian dari aparat yang diajukan kepadanya (the first and last
penegak hukum untuk mengembangkan hukum resort).
menuju hukum yang responsif dan progresif. Rumusan yang kita tulis pada baris ter-
Di samping itu juga, penting dan men- akhir ini ternyata sekarang masih dipandang
desak untuk dibangun konstruksi hukum (cons- oleh sebagian kalangan penyelesaian melalui
truction of the law) yang menjadi perangkat pengadilan hanya menghasilkan kesepakatan
hukum yang menjadi norma hukum material yang bersifat adversarial, belun mampu me-
yang dijadikan rujukan hakim dalam memutus- rangkum kepentingan bersama, cenderung me-
kan suatu perkara (tentu dalam bentuk UU atau nimbulkan masalah baru, lambat dan lama
peraturan pemerintah), maupun hukum formal penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang ma-
yang merupakan hukum acara, menjadi alat hal, tidak responsive, dan banyak pelanggaran
bagi hakim dalam mene-gakkan hukum dalam pelaksanaannya. Hal ini, dipandang ku-
material. rang menguntungkan dalam dunia bisnis, se-
hingga dibutuhkan institusi baru yang dipan-
Paradigma Penyelesaian Sengketa Transaksi dang lebih efisien dan efektif.
Ekonomi Syariah Seiring dengan perkembangan lahirlah
Terdapat tiga fungsi dalam konsep ne- penyelesaian sengketa yang bersifat “non liti-
gara modern, yaitu membuat efisiensi, meme- gasi” yang dianggap lebih bisa meng-akomodasi
ratakan pendapatan dan meningkatkan pertum- kelemahan model litigasi dan memberikan jalan
buhan ekonomi. Hal tersebut dapat dilakukan keluar yang lebih baik. Penyelesaian dengan
melalui pembentukan kebijakan dan penegakan pola win-win solution, menjamin kerahasiaan
9
hukum yang mendukung fungsi tersebut. para pihak yang bersengketa, menyelesaikan
persoalan secara komperehensif dalam keber-
9
Diana Halim Koentjoro, “Penegakan Hukum dan Per- samaan dan tetap menjaga hubungan baik.
tumbuhan Ekonomi di Indonesia”, Gloria Juris Vol. 6
No. 2, Mei-Agustus 2006, hlm 164
Berangkat dari paradigma penyelesaian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak
sengketa transaksi ekonomi di atas, orientasi Hukum Ekonomi Syariah
penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan Keberadaan Lembaga Peradilan Agama
berpijak pada landasan formal yuridis yang ada yang diberikan kewenangan untuk mengadili
di Indonesia antaranya, Pertama, UU No. 10 perkara/sengketa ekonomi (bisnis) syariah ber-
Tahun 1998 Tentang Perbankan utamanya Pasal dasarkan UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 21
1 No. 12 disebut: pembiayaan berdasar-kan Tahun 2008 merupakan perwujudan tanggung
syariah, Pasal 1 angka 13 disebut prinsip sya- jawab dan keniscayaan. Perubahan demi peru-
riah, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11 dan bahan pada tataran pranata maupun lembaga
Pasal 13 (c); Kedua, UU No. 3 Tahun 2004 menunjukan bahwa hukum sesungguhnya me-
Tentang Bank Indonesia, Ketiga, UU No. 3 Ta- rupakan institusi dinamis dan mengalir, hukum
hun 2006 Tentang One Roof Sytem Peradilan dibuat oleh manusia untuk manusia (muamalah
Agama dibawah MA, Keempat, UU No. 21 Tahun oriented), dan berlaku juga untuk masyarakat.
2008 Tentang Perbankan Syariah, yang men- Karenanya perubahan tersebut hendaknya juga
jawab ketentuan Pasal 49 UU No. 3 Tahun diikuti perubahan pada bagian yang lain, me-
2006, menyatakan Pengadilan Agama bertugas liputi, Pertama, penyelesaian sengketa per-
dan berwenang, memeriksa, memutus, dan me- bankan syariah harus ditangani oleh Penga-
nyelesaikan perkara tingkat pertama antara dilan Agama dan Basyarnas bukan Pengadilan
orang-orang beragama Islam di bidang: per- Umum; Kedua, seluruh hakim Peradilan Agama
kawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, harus memahami hukum-hukum perbankan dan
infak, shodakah,ekonomi syariah; Kelima, UU. lembaga keuangan syariah lainnya; Ketiga,
No. 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan undang-undang organik lainnya yang ada kaitan
alternatif penyelesaian sengketa; Keenam, langsung dengan UU No. 3 Tahun 2006 harus
SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman menyesuaikan (diamandemen), diantara-nya UU
Pemberian Bantuan Hukum Arbitrase, UU Pasar Modal, UU Asuransi, UU
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah Pegadaian, UU lainnya; dan Keempat, perlu
di Indonesia melalui proses ajudifikasi dilaku- penambahan/perubahan materi Kompilasi Hu-
kan melalui 2 (dua) lembaga formal yang di kum Islam dengan menambah hukum eko-nomi
bentuk yaitu BASYARNAS (Badan Arbitrase Sya- syariah.
riah) dan Peradilan Agama (PA) sesuai dengan Beberapa faktor yang mempengaruhi
ketentuan UU. No.3 Tahun 2006 Pasal 49. Per- upaya penegakan UU No. 21 Tahun 2008 di
kembangan ekonomi syariah, melalui UU No 3 antaranya: kurangnya sumber daya manusia
Tahun 2006 Bangsa Indonesia telah sepakat, (SDM); aspek yuridis (perlunya UU materiil yang
apabila terjadi sengketa berkaitan dengan eko- menjadi sumber rujukan); Kelembagaan, perlu
nomi (bisnis) syariah, akan diselesaikan melalui perombakan yang cukup mendasar baik struk-
Pengadilan Agama. Di dalam praktek tidak mut- tur, karir hakim dan lain-lain yang berkaitan
lak harus melalui jalur pengadilan, karena dengan penguatan kelembagaan; aspek pem-
tradisi hukum positif yang berlaku dalam ma- berdayaan masyarakat (pemahaman masya-
syarakat, penyelesaian sengketa seoptimal rakat tentang ekonomi syariah); aspek pencip-
mungkin harus ditempuh upaya perdamaian/ taan mekanisme penyelesaian sengketa per-
mediasi (SEMA No. 1 Tahun 2008), bahkan hal bankan syariah; belum adanya standar dalam
ini sangat dianjurkan, meskipun masyarakat penerapan prinsip syariah dalam memecahkan
percaya keadilan itu mempunyai hak dan ke- masalah perbankan syariah; sentralisasi ke-
bebasan untuk menentukan sikapnya dan me- bijakan dan kurangnya infrastruktur.
10

milih lembaga mana yang akan digunakan untuk


memenuhi kepentingannya (choice of alternatif
justice). 10
M. Ali Mansyur, 2009, Implementasi Prinsip Perbankan
Syariah Menurut UU No. 21 Tahun 2008 dalam Opera-
sional Perbankan Syariah di Indonesia, Laporan Pene-
Penegakan hukum tidak bisa diserahkan masih menyisakan pekerjaan rumah diantara-
kepada aparat penegak hukum saja, namun nya tahap yuridis, tahap kelembagaan dan
tentunya harus didukung oleh semua pihak. tahap mekanik.
Dalam realitanya tidaklah semudah yang kita Implementasi penyelesaian sengketa eko-
bayangkan. Banyak sekali tantangan-tantangan nomi bisnis syariah menurut pasal 52 diserah-
yang harus dihadapi. Secara umum tantangan kan kepada Pengadilan Agama adalah sangat
yang paling terberat adalah manusia, karena relevan dengan kewenangan absolut yang di-
manusia diberi akal dan nafsu sehingga men- berikan oleh Undang-Undang No.3 tahun 2006
jadikan mereka lebih cenderung memuaskan jo UU No. 4 tahun 2004. Faktor-faktor yang
keinginan pribadi. Namun demikian, perlu mempengaruhi penegakan hukum Undang-un-
diperhatikan pula bahwa keberhasilan hukum dang perbankan syariah antara lain menyangkut
dalam memainkan peranan dalam pembangun- kurangnya sumber daya manusia (SDM), kelem-
an ekonomi, seperti di negara-negara maju, bagaan, pemberdayaan masyarakat, penciptaan
justru tidak sesederhana yang dialami oleh mekanisme penyelesaian sengketa, standard
negara berkembang. Hal ini disebabkan masih penetapan prinsip syariah dalam memecahkan
kuatnya isu-isu klasik seperti rendahnya tingkat masalah, kebijakan dan kurangnya infrastruk-
11
kesejahteraan dan pendidikan. tur, kesemuanya akan terpenuhi apa tidak ter-
Tantangan yang lain meliputi tantangan gantung dari kesungguhan dari pengambil ke-
struktural, yang terdiri dari struktur masyara- bijakan (parti-cal will), dalam merespon per-
kat maupun struktur aparat, masyarakat dan soalan ekonomi bisnis syariah itu sendiri.
aparat yang membangun budaya hukum untuk
mentaati atau melanggar hukum. Kemudian Saran
tantangan formal, dalam hal pendekatan pe- Upaya untuk mewujudkan perundang-
nyelesaian kasus hukum yang berorientasi pada undangan perbankan syariah sebagai pranata
konsep “formal Justice” semata tanpa mem- hukum, maka perlu dukungan kelembagaan
perdulikan Substansial Justice, tidak akan per- (struktur hukum) dan budaya hukum masya-
nah tercapai tujuan hukum yang sesungguh- rakat (culture hukum), sehingga penerimaan
12
nya. Penegakan hukum Undang-undang No.21 norma perbankan syariah secara filosofis,
tahun 2008 yang telah dimulai saat ini dan se- yuridis dan sosiologis dapat dilakukan, selain
terusnya, kendalanya memperhatikan tantang- itu juga perlu sosialisasi perundang-undangan
an-tantangan yang ada secara cermat, karena perbankan syariah agar lebih aplikatif dalam
akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penerapannya di masyarakat.
penegak hukum itu sendiri.
Daftar Pustaka
Penutup
Akram, Andi. “Sejarah Peradilan Agama di Indo-
Simpulan
nesia”. Al Manahij. Vol. 2 No. 1. Janu-
Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 ari-Juni 2008;
Tahun 2008 secara filosofi yuridis telah meme- Ernawati. “Perbankan Syariah Dalam Tata Hu-
nuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian hu- kum Ekonomi Indonesia”. Bilancia. Vol.
kum pencari keadilan, terutama menyangkut 2 No. 1 Januari-Juni 2008;
transaksi bisnis ekonomi syariah. Pada tataran Itmam, Muh. Shohibul. “Mengurai Pemikiran Is-
politik hukum eksistensi UU No. 21 tahun 2008 lam Dalam Perspektif Sunny dan Syi’ah,
Antara Persamaan dan Perbedaan”.
litian Pasca Sarjana Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSU- Addin. Vol. 2 No. 1. Januari-Juni 2008;
LA, hlm. 79.
11
Taufik H Simatupang, “Hukum dan Pembangunan Eko-
Koentjoro, Diana Halim. “Penegakan Hukum
nomi”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 1 No. 1, dan Pertumbuhan Ekonomi di Indone-
12
April 2007, hlm. 20 sia”. Gloria Juris. Vol. 6 No. 2. Mei-
M. Ali Mansyur, 2010, Pranata Hukum dan Penegakan Agustus 2006;
Hukum di Indonesia, UNISSULA-PRESS, Semarang, hlm.
123.
Mansyur, M Ali 2009. “Implementasi Prinsip Pane, Erine. “Reksadana Syariah dalam Pers-
Perbankan Syariah Menurut UU No. 21 pektif Hukum ekonomi”. Jurnal kajian
Tahun 2008 dalam Operasional Perban- Hukum Al Adalah. Vol. 7 No. 2. De-
kan Syariah di Indonesia”. Laporan Pe- sember 2008;
nelitian Pasca Sarjana Magister (S-2)
Ilmu Hukum UNISSULA; Rahardjo, Sajipto. 2007. Menggagas Hukum
Progresif. Semarang : Pustaka Pelajar
---------2010. Pranata Hukum dan Penegakan dan IAIN Walisongo;
Hukum di Indonesia. Semarang: UNISSU-
LA-PRESS; Simatupang, Taufik H. “Hukum dan Pembangu-
nan Ekonomi”. Jurnal Ilmiah Ke-bijakan
Mughits, Abdul. “Kompilasi Hukum Ekonomi Hukum. Vol. 1 No. 1. April 2007;
Syariah (KHES) dalam Tinjauan Hukum
Suwandi. “Pembangunan Hukum Perbankan
Islam”. Al-Mawarid. Edisi 18. Tahun
Syariah di Indonesia”. Jurnal Hukum Is-
2008;
lam El Qisth Vol. 3 No. 2. Maret 2007;
Muzamil, Mawardi. “Persamaan Perkreditan
Wiyanti, Diana. “Pasar Modal Syariah dalam Ka-
Perbankan Konvensional dan Pembia-
jian Hukum Bisnis”. Jurnal Kajian Hu-
yaan Perbankan Syariah”. Jurnal Hu-
kum al Adalah. Vol. 7 No. 2. Desember
kum. Vol. 15 No. 3. April 2004. Yogya- 2008.
karta; FH UII;

Anda mungkin juga menyukai