Anda di halaman 1dari 6

Dosen Pembimbing :

Aquarini, S.Sos., M.Ikom.


NIM :
20.11.022774

Denyut Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 berlangsung Rabu ini, 9 Desemb


er 2020, di 270 daerah penyelenggara. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), A
rief Budiman menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebanyak 77,5%.
Namun, target tersebut berpotensi gagal tercapai. Target partisipasi pem
ilih Pilkada tahun ini lebih tinggi dari gelaran serupa sebelumnya. Pada Pilkada
2015, tingkat partisipasi pemilih mencapai 64%. Lalu, pada Pilkada 2017 menca
pai 71,58%. Pada Pilkada 2018 mencapai 73,24%.
Namun, target tersebut lebih rendah dari capaian pada Pemilu 2019 yan
g sebesar 82%. Akan tetapi, kasus Covid-19 yang terus meningkat hingga saat i
ni berpotensi membuat target KPU tak tercapai. Berdasarkan data Satuan Tuga
s Penanganan Covid-19, kasus corona di dalam negeri telah mencapai 569.707
orang per Minggu (6/12).
Dari jumlah tersebut, 474.771 orang telah dinyatakan sembuh. Sebanyak
17.740 orang meninggal dunia. Sisanya masih menjalani perawatan.
Tingkat Partisipasi Pemilu (2015-2020)
Beberapa lembaga survei pun telah memprediksi tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2
020 akan berada di bawah target KPU. Indikator Politik Indonesia, misalnya, mencatat jumla
h pemilih di Indonesia yang kemungkinan besar datang ke tempat pemungutan suara (TPS)
hanya sebanyak 40,7%. Sementara, 47,1% responden menyatakan kemungkinan mereka dat
ang ke TPS kecil. Khusus di wilayah penyelenggara Pilkada, hanya 43,9% responden yang ke
mungkinan besar datang ke TPS meski ada pandemi corona. Sedangkan, 42,7% lain kemungk
inan kecil datang ke TPS. Sementara itu, hasil survei SMRC per 18-21 November 2020 menca
tat 91% warga Indonesia mengetahui di daerahnya akan ada Pilkada. Dari jumlah tersebut, s
ebanyak 92% responden menyatakan akan datang ke TPS. Hanya 18% responden yang tahu
ada Pilkada 2020 di daerahnya tak akan datang ke TPS. Jumlah ini menurun jika dibandingka
n beberapa survei SMRC di periode sebelumnya. Jumlah warga yang mengaku akan ikut sert
a dalam Pilkada 2020 melalui hasil survei SMRC tampak lebih tinggi ketimbang yang dilakuka
n Indikator. Kendati, berdasarkan pengalaman beberapa Pemilu sebelumnya, tingkat partisi
pasi pemilih secara riil selalu lebih rendah dari hasil survei SMRC. Sebagai contoh, survei SM
RC pada 2009 menyatakan bahwa orang yang akan berpartisipasi di pemilihan legislatif (Pile
g) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2009 sebanyak 98%. Kenyataannya, tingkat partisipasi pe
milih dalam Pileg 2009 hanya sebesar 71%. Sementara, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilp
res 2009 hanya sebesar 72%. Pada Pileg 2014, hasil survei SMRC mencatat bahwa 95% respo
nden akan datang ke TPS. Sedangkan, orang yang akan memilih dalam Pilpres 2014 tercatat
sebesar 98%. Faktanya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pileg 2014 hanya sebesar 75%. Sed
angkan, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2014 cuma sebesar 71%. Adapun, hasil surv
ei SMRC mencatat orang yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2019 sebesar 99%. Kenyata
annya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019 hanya sebesar 82%.

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 berpotensi tak sesuai target lantaran masih b
anyak orang yang khawatir tertular corona. Berdasarkan hasil survei SMRC periode 18-21 No
vember 2020, 77% warga merasa khawatir tertular corona saat hari pemungutan suara. Seb
anyak 18% responden mengaku kurang khawatir. Sementara, hanya 3% responden yang me
nyatakan tidak khawatir sama sekali. Kekhawatiran tertular corona ini menjadi alasan paling
banyak dipakai oleh orang yang tak mau mengikuti Pilkada 2020. Jumlahnya mencapai 38%
dari total responden yang tak mau mengikuti Pilkada 2020. Sebanyak 28% responden yang t
ak mau mengikuti Pilkada beralasan Pilkada 2020 tidak penting. Ada 27% responden tak ma
u ikut Pilkada 2020 karena nihil calon kepala daerah yang meyakinkan. Lalu, 5% responden t
ak mau ikut Pilkada 2020 karena alasan lainnya. Sedangkan, 2% sisanya menyatakan tidak ta
hu atau tidak menjawab.

Kekhawatiran masyarakat tertular corona saat mengikuti Pilkada 2020 cukup beralasan. Pas
alnya, sembilan provinsi penyelenggara masuk dalam kategori kerawanan tinggi pandemi co
rona. Provinsi dengan kerawanan tertinggi dalam aspek pandemi corona adalah Kepulauan
Riau dengan skor 95,4. Menyusul di posisi lebih bawah secara berurutan adalah Sumatera B
arat (89,7), Jambi (87,4), Bengkulu (86,2), Kalimantan Tengah (79,3), Sulawesi Tengah (78,2),
Kalimantan Selatan (73,6), Sulawesi Utara (73,6), dan Kalimantan Utara (67,8). Adapun pada
tingkat kabupaten/kota, ada 62 daerah yang memiliki kerawanan tinggi dalam aspek pande
mi corona. Sisanya sebanyak 199 kabupaten/kota memiliki kerawanan sedang dalam aspek
yang sama. Selain itu, maraknya pelanggaran protokol kesehatan selama tahapan kampanye
Pilkada 2020 turut melatarbelakangi kekhawatiran masyarakat datang ke TPS. Berdasarkan
data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ada 2.584 pelanggaran protokol kesehatan selama
masa kampanye sejak 26 September - 4 Desember 2020. Dari jumlah tersebut, Bawaslu tela
h menerbitkan 1.986 surat peringatan dan 239 pembubaran kegiatan kampanye yang melan
ggar protokol kesehatan.

Pelanggaran protokol kesehatan terjadi lantaran masih banyaknya kampanye yang dilakuka
n secara tatap muka. Padahal dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 telah diatur pemb
atasan kampanye secara tatap muka agar lebih banyak melalui daring. Sejak 26 September -
4 Desember 2020, Bawaslu mencatat ada 124.086 kampanye tatap muka. Kegiatan kampany
e tatap muka melonjak signifikan pada 15 November - 4 Desember 2020 atau sepekan terak
hir masa kampanye Pilkada 2020, yakni 32.446 kali. Kepatuhan masyarakat yang masih rend
ah dalam menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona pun tur
ut menambah peluang bertambahnya kasus baru. Berdasarkan hasil survei SMRC per 4-7 no
vember 2020, masih ada 26% warga yang berada di antara kerumunan setiap hari. Sementar
a, 42% warga berada di kerumunan beberapa hari dalam sepekan. Kemudian, 14% warga m
engaku hanya sekali berada di kerumunan dalam sepekan. Sedangkan, cuma 18% warga yan
g mengaku tak pernah berada di kerumunan. Terkait penggunaan masker, hanya 47% warga
yang menyatakan selalu mengenakannya. Sebanyak 40% warga menyatakan sering memaka
i masker. Lalu, 11% warga yang menyatakan jarang memakai masker. Sedangkan, 1% warga
mengaku tak pernah mengenakan masker. Terkait mencuci tangan dengan sabun, hanya 43
% warga yang menyatakan selalu melakukannya. Sebanyak 48% warga menyatakan sering m
encuci tangan dengan sabun. Ada 9% warga yang menyatakan jarang mencuci tangan denga
n sabun. Sedangkan, warga yang mengaku selalu menjaga jarak hanya sebesar 35%. Sebany
ak 44% warga mengaku sering menjaga jarak. Ada 8% warga yang menyatakan jarang menja
ga jarak. Sedangkan, 3% warga mengaku tak pernah menjaga jarak.

Guna mengantisipasi rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 karena kekhawatiran
tertular corona, KPU sebenarnya telah menyiapkan sejumlah protokol kesehatan di TPS. Mis
alnya saja, daftar pemilih di satu TPS maksimal sebanyak 500 orang. Para pemilih nantinya w
ajib memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan ketika berada di TPS. Pemilih juga
dilarang berkerumun dan kontak fisik selama di TPS. Kemudian, pemilih harus menjalani pen
gukuran suhu tubuh saat masuk ke TPS. Pemilih pun harus memakai sarung tangan plastik d
ari panitia TPS saat mencoblos. Para anggota KPPS pun wajib memakai alat pelindung diri (A
PD), seperti masker, faceshield, dan sarung tangan. Lalu, aka nada penyemprotan disinfekta
n secara berkala di TPS. KPU pun bakal menyediakan bilik khusus bagi pemilih dengan suhu t
ubuh lebih dari 37,3 derajat celsius. Meski demikian, kesiapan KPU dalam merealisasikan pr
otokol kesehatan tersebut masih belum 100%. Bawaslu masih menemukan persoalan distrib
usi perlengkapan pemungutan suara di TPS, termasuk APD. Anggota Bawaslu Mochammad
Afifuddin mengatakan, persoalan distribusi perlengkapan pemungutan suara di TPS tersebut
terdapat di 47 kabupaten/kota. “Masalahnya di antaranya adalah surat suara rusak, jumlah
surat suara yang diterima tidak sesuai dengan seharusnya, kotak suara rusak dan/atau kuran
g, hingga perlengkapan protokol kesehatan belum tiba,” kata Afifuddin dalam konferensi virt
ual, Sabtu (5/12). Ombudsman juga mencatat baru sembilan dari 31 KPU Kabupaten/Kota ya
ng diinvestigasi telah menyalurkan APD. Sisanya sebanyak 22 KPU Kabupaten/Kota atau 22%
belum menyalurkan APD. "Hasil temuan kami ini mungkin hanya gambaran kecil dari seluruh
daerah di Indonesia yang akan melaksanakan Pilkada Serentak,” kata anggota Ombudsman
Adrianus Meliala dalam konferensi virtual pada Rabu (2/12). Atas dasar itu, Adrianus menilai
penting bagi KPU untuk bisa segera menyelesaikan distribusi APD untuk Pilkada 2020 secara
tepat waktu. Menurut Adrianus, hal tersebut agar kesehatan masyarakat yang mengikuti Pil
kada 2020 dapat terjaga. Upaya menyelesaikan distribusi APD itu pun dapat meminimalisir k
ekhawatiran masyarakat tertular corona saat mengikuti Pilkada 2020. Jika hal tersebut dilak
ukan, partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pilkada 2020 dapat meningkat atau minimal se
suai target KPU. Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi

Anda mungkin juga menyukai