Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batak adalah suku yang memiliki tradisi yang kuat dalam berprinsip dan berkeluarga,
orang batak selalu peduli. Dibalik setiap sifat yang keras dan suara yang lantang, sebenarnya
suku batak adalah suku yang memiliki segala keunikan.
Suku Batak memiliki adat budaya yang baku yang disebut Dalihan Na Tolu yang dapat
menembus sekat-sekat agama/kepercayaan mereka yang dapat berbeda-beda. Adat budaya Batak
ini memiliki tujuh nilai inti yaitu kekerabatan, agama, hagabeon, hamoraan, uhum dan ugari,
pangayoman, dan marsisarian. Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling utama
dari tujuh nilai inti budaya utama masyarakat batak. Nilai budaya hagabeon bermakna harapan
panjang umur, beranak, bercucu yang banyak, dan baik-baik. Nilai hamoraan (kehormatan)
terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Nilai
uhum (law) mutlak untuk ditegakan dan pengakuaanya tercermin pada kesungguhan dalam
penerapannya dalam menegakan keadilan. Nilai suatu keadilan itu ditentukan dari keta’atan pada
ugari (habit) serta setia dengan padan (janji). Pengayoman (perlindungan) wajib diberikan
terhadap lingkungan masyarakat. Marsisarian artinya saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu.
Pentingnya mengenal asal-usul atau sejarah dan budaya serta adat-istiadat suku sendiri
sangatlah baik. Bagaimana asal-usul, agama, tempat tinggal, pekerjaan serta budaya dan adat
istiadat suku kita sendiri. Banyak permasalah yang sering kita jumpai dalam suku batak toba.
Seperti dalam hal perkawinan, sering salah. Hal inilah terjadi bukan karena kekeliruan belaka,
tetapi lebih pada hal tidaktahuan kita pada suku kita sendiri. Berdasarkan hal inilah penulis
mencoba menjelaskan tentang suku batak toba.
B. Batasan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada asal-usul, sifat, pekerjaan, penyebaran
agama, tempat tinggal dan bagaimana suku batak toba sampai ke kota serta budaya dan adat
istiadatnya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan lengkapnya permasalahan pada latar belakang masalah di atas, yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah yang penulis susun adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana asal-usul suku batak toba?
b.      Bagaimana sifat suku batak toba?
c.       Secara umum apa mata pencaharian atau pekerjaan suku batak toba?
d.      Bagaimana penyebaran suku batak toba?
e.       Dimana dan bagaimana tempat tinggal suku batak toba?
f.       Bagaimana suku batak toba menyebar ke kota?
g.      Bagaimana budaya dan adat istiadat suku batak toba?

D. Tujuan Pembahasan
Tujuan yang ingin dicapai penulis, setelah menyusun makalah ini adalah:
a.       Memberikan gambaran tentang uku batak toba;
b.      Memberikan penjelasan mengenai budaya dan adat istiadat suku batak toba.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Etnis Batak toba
1. Sejarah Suku Batak
Menurut sejarah, kakek moyang suku bangsa batak pada mulanya berdiam disekitar
danau toba. Perkampungan leluhur batak (siraja batak) adalah Sianjur mula-mula, di kaki
gunung Pusut Buhit (Hutagalung, 1926, Yeps, 1932, Vergouwen, 1964 dalam Purba, 1996: 1),
tidak berada jauh dari kota Pangururan sekarang. Dari tempat inilah keturunanya menyebar,
mula-mula ke daerah sekitarnya dan lambat laun ke seluruh penjuru tanah Batak, Joustra (1926:
5 dalam Purba 1) menyebutkan bahwa Tanah Batak (de Bataklanden) tersebut berada diantara
0,5-3,5 Lintang Utara dan 97,5-100 Bujur Timur dengan luas wilayah 50.000 km . selama
beberapa abad lamanya , pergaulan mereka dengan suku-suku bangsa Indonesia lainnya sangat
terbatas, sehingga baru kemudian hari terdapat keanekaragaman dalam suku bangsa tersebut.
Masuknya pengaruh dunia luar terhadap masyarakat batak antara lain melalui
perdagangan. Bandar Barus sebagai pelabuhan ekspor kapur barus dan kemenyan menjadi
terkenal di dunia sampai ke Eropah. Melalui Barus inilah kebudayaan asing mulai
mempengaruhi kebudayaan Batak (Siahaan, 1964 dalam Purba, 1996:1). Selain dari barus ada
juga yang datang dari sebelah selatan Tapanuli dan Pantai Timur Sumatera. Pada waktu itu
orang Batak masih menganut agama suku dan system pemerintahanya bersifat kerajaan
demokratis. Setiap kampung (huta) merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri dan rajanya
dipilih sendiri oleh rakyatnya. Di atas kerajaan-kerajaan ada Raja Sisingamangaraja sebagai
pengikat yang merupakan kepala kerohanian dan keduniawian. Selain sebagai tali pengikat,
Sisingamangaraja merupakan lambang persatuan lambang persatuan, dan dipuja sebagai dewa.
Masyarakat hidup dalam rasa kekeluargaan dan untuk melakukan sesaji dilaksanakan melalui
musyawarah. Rasa kekeluargaan dalam satu kampung tumbuh dengan erat, solidaritas terpupuk
terus dan silsilah dapat dipelihara dengan baik ,(Purba, 1996: 2).
Perjumpaan dengan agama Kristen dan peradaban Barat membawa berbagai kemajuan
bagi penduduk daerah Tanah Batak bagian Utara. Kedatangan Missioner Jerman ke Tanah Batak
khususnya Dr. I.L. Nommensen yang diutus oleh Rheinische Missionsgesellschshaft (RMG)
mempunyai peranan sentral terhadap perkembangan social suku Batak. Nommensen memulai
pekerjaanya dari luar daerah Tapanuli Utara, kemudian memilih rura silindung sebagai basisnya,
pada saat mana Sisingamangaraja XI yang bermarkas di Bakara menjadi raja dan lambang
persatuan di Tanah Batak. Dalam perjalananya dari Bungabondar de Silindung, Nommensen
beristirahat di daerah antara Pansurnapitu dan Lumbanbaringin. Beliau tertegun melihat Rura
Silindung yang indah permai itu, daerahnya cukup luas dengan persawahan yang terbentang
hingga ke Sipoholon. Di daerah itu juga sudah melihat banyak kampung. Di masa istirahat
tersebut, Nommensen berdoa: “Mangolu manang mate pe ahu, sandok di tonga- tonga ni
bangso on ma ahu maringanan, laho pararathon Hatam dohot harajaonMi ! Amwn”
(Sihombing, dalam Purba, 1996:3). Artinya, sisa hidupnya akan digunakan untuk
memberitahukan kerajaan dan berita keselamatan dari Allah bagi orang Batak.
Bagi suku Bangsa Batak Toba, tanah merupakan salah satu factor produksi yang
terpenting dan merupakan sumber pencaharian utama demikianpula adat-istiadat berhubungan
erat dengan tanah dan usaha pertanian tersebut, (Purba, 1996: 3).
Kepadatan dan keceptan pertumbuhan penduduk di satu pihak dan potensi sumber-
sumber-sumber daya yang tersedia di pihak lain, merupakan pusat perhatian dalam strategi
pembangunan regional maupun nasional. Perkembangan yang tidak seimbang dan diversifikasi
pembagunan antara daerah dapat menyebabkan perpindahan penduduk dan perubahan arahnya,
yang pada giliranya menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah
yang dituju. Daya tarik kota, kesempatan kerja, kesempatan memperoleh pendidikan, wiraswasta
dan penawaran jasa lainnya sebagai bagian dari proses modernisasi, antara lain merupakan
komponen yang dapat memperbesar arus perpindahan itu, baik untuk tujuan sementara menetap
atau mungkin perpindahan sirkuler.
Adalah merupakan kenyataan sejarah, bahwa beberapa dasawarna terakhir ini suku
bangsa Batak Toba telah menyebar luas ke berbagai daerah dan hampir di seluruh nusantara. Ada
yang tetap bertani dan banyak juga yang bekerja ke luar pertanian. Mereka tinggal di kota-kota
besar, kota kabupaten dan kecamatan serta dipedesaan di berbagai sudut wilayah Republik
Indonesia termasuk ke beberapa Negara tetangga seperti Singapura dan Malasya.

2. Tinjauan Penyebaran Suku Batak Toba


Menurut sejarah, terutama dari para tetua orang batak toba bahwa suku bangsa batak
berasal dari dua orang anak manusia ciptaan mulajadi nabolon yang dinamakan siraja
ihatmanisia (laki-laki) dan siboru ihatmanisia (perempuan). Siraja ihatmanisia mempunyai tiga
orang anak, salah seorang diantaranya bernama raja miok-miok. Kemudian anak raja miokmiok
adalah engbanua dan engbanua mempunyai tiga orang anak bernama raja bonangbonang. Raja
bonangbonang mempunyai tiga orang anak bernama guru tantan debata , si asi, dan si jau (tidak
diketahui identitasnya). Guru tantan debata mempunyai mempunyai seorang anak bernama
siraja batak siraja batak. Siraja batak mepunyai dua orang anak bernama guru tatea bulan dan
raja isumbaon( Hutagalung, 1926: 27, dalam Purba).
Pada generasi berikutnya guru tatea bulan mempunyai lima orang anak laki-laki bernama
siraja biakbiak, tuan sariburaja, limbongmulana, sagala raja, malauraja dan tiga orang anak
perempuan bernama siboru pareme, siboru anting sabungan dan siboru biding laut. Tuan sariraja
melakukan kawin sumbang (incest) dengan adik perempuannya ( ibotonya)siboru pareme
mempunyai tiga orang anak bernama siraja lontung, siraja borbor dan babiat. Raja isombaon
mempunyai satu orang anak laki-laki bernama tuan sori mangaraja. Tuan sori mangaraja
mempunyai tiga orang anak, yaitu tuan sorba di julu, tuan sorba dijae dan tuan sorba dibanua.
Dalam garis besarnya, Vergouwen (1964: 5-16, dalam Purba) membagi aketurunan siraja
batak menjadi 2 bagian besar. Yang pertama disebut belahan lontung yang merupakan himpunan
dari borbor dan sejumlah marga yang lebih kecil, berasal dari keturunan guru tatea bulan.
Kemudian belahan sumba yang kedalamnya termasuk kelompok marga turunan raja isumbaon.
Dalam bukunya yang tereknal itu, the social organization and customary law of the toba batak of
Northern Sumatra yang terbit tahun 1964, Vergouwen menyajikan suatu daftar tentang marga
dan penggolonganya dalam kaitanya dengan marga yang mendiami suatu daerah serta yang
dikenal dengan sebutan marga yang memerintah. Vergouwen juga mengemukakan bahwa
mobilitas orang batak toba terjadi sejak munculnya marga-marga dari kedua kelompok tersebut
di atas.
Dewasa ini suku batak dapat digolongkan kepada 6 puak, yaitu batak toba, batak angkola,
batak mandailing, batak simalungun, batak pakpak dairi dan batak karo. Mereka mendiami
wilayah yang berbeda tetapi berdekatan di sumatera utara. Tanah toba terletak disebelah selatan
danau toba. Tanah angkola berada disebelah selatan tanah toba dan paling selatan terletak tanah
mandailing. Sedangkan tanah simalungun terletak di sebelah timur danau toba, dairi di sebelah
Barat dan tanah karo di sebelah utara danau tersebut. Batak toba mendiami sekitar Danau toba
yaitu daerah tingkat II Tapanuli Utara,ae Batak Angkola dan Mandailing di daerah tingkat II
Tapanuli selatan, Batak Simalungun , Pakpak Dairi di Daerah Tingkat II Dairi dan Tanah Karo
di Daerh Tingkat II Karo. Dalam abad ini sebagian dari penduduk daerah ini sudah berteampat
tinggal di daerah lain. Perpindahan ini dilatarbelakangi berbagai motif dan sebab.
Persebaran Batak Toba (Marserak)
Membicarakan perpindahan batak toba dari Tapanuli Utara tidak dapat dilepaskan dari
pembicaraan nilai-nilai filosofis mereka yang masih dipegang teguh hingga dewasa ini. Ada
beberapa nilai, sering hanya 3 disebutkan, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon, tetapi
kadang-kadang ditambah dengan sahala. Setiap keluarga mendabakan banyak keturunan dan
panjang umur, gabe, kekayaan dan sejahtera mamora, wibawa social, sangap dan memiliki
kemampuan berkuasa, sahala harajaon serta kemampuan untuk dihormati, sahala hasangapon.
Pertambahan jumlah penduduk yang pesat bukan hanya menimbulkan tekanan terhadap lahan
pertanian, tetapi juga bagi perkampungan. Keluarga-keluarga muda yang baru berdikari, manjae,
dapat mendorong pendirian rumah-rumah baru di kampong yang sama bahkan pembukaan
kampong baru beserta lahan-lahan pertanian baru. Di kampung baru tersebut pendirinya akan
mendapat jabatan kepala raja atau raja huta. Bagi seseorang kepala, sahala harajaon dan sahala
hasangapon Nampak dari ciri khusus perwatakan atau kualitas yang menonjol. Sahala ini dapat
pudar atau hilang dari seseorang kepala dengan tanda-tanda sebagai berikut:
“Dulu, pertanda lahiriah hilangnya sahala harajaon dan sahala hasangapon adalah menyusutnya
jumlah kekuatan galur kepala (karena rendahnya angka kelahiran atau tingginya angka
kamatian), penyakit sang kepala, kehancuran malalui judi, panen buruk yang dialami wilayah,
kalah perang dan sebagainya”(Vergouwen, dalam Purba, 1997:21).

3. Sifat Suku Batak Toba


Batak adalah suku yang ada dinumi khatulistiwa ini. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah : Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak
Simalungun dan Batak Angkola. Mayoritas orang Batak beragama Kristen. Ras Batak yang
banyak beragama Islam adalah Batak Mandailing dan Batak Angkola. Ini disebabkan karena
pada awal abad ke 19 semasa Perang Paderi pasukan Minangkabau menyerang Tanah Batak dan
melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola
Seperti layaknya suku bangsa lain di tanah air yang kaya raya ini, orang Batak pun
memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun kelebihan dan kekurangan ini sifatnya relatif.
Tergantung dari sudut pandang mana kita mau melihatnya. Para penekun kejernihan mengatakan
jika anda cukup baik maka yang burukpun bisa terlihat baik, (Purba, 1996: 52-53)
Kekurangan kalau boleh dikatakan seperti itu yang sering kita lihat pada diri orang Batak
adalah sifatnya yang cenderung kasar, temperamental dan untuk sebagian orang kurang santun.
Banyaknya profesi copet yang dijalani oleh sebagian kecil orang Batak juga membuat citra
negatif pada suku yang konon berasal dari pulau Formosa ini. Orang Batak juga cenderung sulit
mengontrol emosi dan tak jarang mengeluarkan kata-kata kasar atau kalau istilah orang Medan
“cakap kotor”.
Orang batak itu adalah orang dengan sikap yang spontan. Jika mereka tidak suka, maka
mereka akan berkata secara langsung walaupun itu menyakitkan untuk didengar. Mereka seperti
itu memiliki maksud baik agar orang yang ditegur itu tidak melakukan tindakan yang ceroboh
atau pun yang tidak mengenakkan. Mereka juga sering mengeluarkan kritikan pedas tapi
bermaksud untuk membangun bukan untuk menghancurkan karakter seseorang.
Kebiasaan orang Batak berjudi di terminal-terminal juga melekatkan citra kurang baik pada
suku yang sebagian kecil masih menganut agama Malim dan menganut kepercayaan animisme
[Sipelebegu, Parbegu] ini. Sampai-sampai ada yang menulis pada sebuah blog untuk menjauhi
dan jangan kawin dengan orang Batak. Suatu anjuran yang sama sekali tidak bijak. Apapun yang
kita lihat dan dengar kita tidak bisa men-generalisasikan suatu suku bangsa [suku apapun itu].
Di samping kekurangan-kekurangan yang sudah tersaji diatas, orang Batak juga memiliki
banyak sekali kelebihan yang patut mereka banggakan. Salah satunya adalah sistem kekerabatan
mereka yang begitu kuat kemanapun mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak.
Tarombo adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-
raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak
putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka
berasal.
Salah satunya adalah sistem kekerabatan mereka yang begitu kuat kemanapun mereka
pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak. Tarombo adalah kelebihan lain dari orang
Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar
kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat
mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal. Tarombo ini mempunyai
silsilah raja-raja pertama sampai sekarang.
Jujur, terus terang, terbuka dan tidak bertele-tele serta berbelit-belit adalah sisi positif
lainnya dari orang Batak. Anak bagi orang Batak adalah kekayaan yang amat berharga “Anakhon
hi do hamoran di au”. Sifat pekerja keras dan tegar pendirian diaplikasikan para inang-inang
untuk bersusah payah dan jungkir balik agar anak-anaknya dapat bersekolah tinggi. Konon etnis
Batak adalah etnis dengan tingkat pendidikan tertinggi.
1. Pekerja keras dan pantang menyerah.
2. Orang batak adalah orang yang ditanamkan sikap sebagai pemenang
3. Orang batak itu adalah orang yang ramah
4. Bersikap tegas adalah kesukaan orang batak
5. Tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang sudah dilakukan

4. Pekerjaan (Mata Pencarian)


Mata Pencarian Hidup Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang.
Orang batak untuksebagian besar, masih mengarap tanahnya menurut adat kuno. Diladang atau
disawa-sawah, padihanya di tanam dan di panen sekali setahun. Dalam bercocok tanam orang
batak selalu bergotoroyong baik saat bertanam maupun saat panen tiba. Di samping bercocok
tanam, pertenakan jugamerupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang batak
umumnya. Hewan yang biasaditernakan ialah kerbau, babi, bebek, ayam, dan kambing. Di
daerah pinggiran danau toba,biasanya masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung.
Penangkapn ikan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Juni sampai Agustus.
Hasil tangkapan ikan di jual kepasar.

5. Penyebaran Agama
Suku Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang mempertahankan kebudayaanya;
mereka memegang teguh tradisi dan adat. Pada masa lampau orang Batak tidak suka terhadap
orang luar (Barat/sibottar mata) kerena mereka dianggap sebagai penjajah. Selain itu, ada paham
bagi mereka bahwa orang yang berada di luar suku mereka adalah musuh, sebab masa itu sering
terjadi perang antar suku. Sebelum Injil masuk, suku Batak adalah suku penyembah berhala.
Kehidupan agamanya bercampur, antara menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan magi.
Ada banyak nama dewa atau begu (setan) yang disembah, seperti begu djau (dewa yang tidak
dikenal orang), begu antuk (dewa yang memukul kepala seseorang sebelum ia mati), begu
siherut (dewa yang membuat orang kurus tinggal kulit), dan lainnya.
Suku Batak hidup dengan bercocok tanam, berternak hewan dan berladang. Mereka
menjual hasil dari perternakan dan cocok tanam ke pasar ("onan") pada hari tertentu. Di pasar
mereka melakukan transaksi untuk keperluan sehari-hari seperti membeli beras, garam,
tembakau, dan lainnya.
Keadaan yang dinamis ini, sering terusik oleh permusuhan antara satu kampung dengan
kampung lainya. Tidak jarang permusuhan berakibat pembunuhan dan terjadi saling balas
dendam turun-temurun. Jika di kampung terjadi wabah, seperti pes dan kolera, mereka akan
meminta pertolongan Raja Si Singamangaraja yang berada di Bakkara. Raja Si Singamangaraja
kemudian datang dan melakukan upacara untuk menolak "bala" dan kehancuran.
Hampir semua roda kehidupan orang Suku Batak dikuasai oleh aturan-aturan adat yang kuat.
Sejak mulai lahirnya seorang anak, beranjak dewasa, menikah, memiliki anak hingga meninggal
harus mengikuti ritual-ritual adat.
  Masuknya Penginjil ke Tanah Batak
1)      Penginjil Utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris
Pada tahun 1820 tiga utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris yaitu Nathan Ward, Evans dan
Richard Burton dikirim ke Bengkulu untuk menemui Raffles. Kemudian Raffles menyarankan
supaya mereka pergi ke Utara, ke daerah tempat tinggal suku Batak yang masih kafir. Burton dan
Ward menuruti petunjuk Raffles. Mereka pergi ke Utara, awalnnya mereka bekerja di pesisir,
kemudian tahun 1824 masuk ke daerah lebih dalam lagi, yakni Silindung-wilayah suku Batak
Toba. Saat mereka tiba di Silindung, mereka diterima dengan baik oleh raja setempat, namun
perjalanan penginjilan mereka terhenti ketika terjadi salah paham dengan penduduk. Penduduk
salah menafsirkan khotbah penginjil tersebut yang mengatakan bahwa kerajaan mereka harus
menjadi lebih kecil, seperti anak kecil. Penduduk tidak suka hal ini, karena itu para penginjil
tersebut diusir pada tahun itu juga.
2)      Penginjil utusan American Board of Commissioners for Foreign Mission
Pada tahun 1834 dua orang Amerika, yaitu Munson dan Lyman yang merupakan utusan
gereja Kongregationalis Amerika yang diutus oleh The American Board of Commissioners for
Foreign Mission (ABCFM) di Boston untuk masuk ke Sumatera. Pada 17 Juni 1834 mereka tiba
di Sibolga dan menetap beberapa hari di sana. Pada 23 Juni 1834, mereka berangkat menuju
pegunungan Silindung. Dalam perjalanan, ketika tiba di pinggir Lembah Silindung, pada malam
hari 28 Juni 1834, mereka dihadang, ditangkap, dan dibunuh di dekat Lobu Pining.
Pembunuhnya adalah Raja Panggalamei, yang merupakan Raja di Pintubosi yang tinggal di
Singkak. Ia membunuh bersama dengan rakyatnya.
3)      Penginjil utusan Rheinische Missionsgesellschaft
Pada tahun 1840, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Franz Wilhelm Junghuhn
melakukan perjalanan ke daerah Batak dan kemudian menerbitkan karangan tentang suku Batak.
Dalam buku tersebut Junghuhn menasihatkan pemerintah kolonial untuk membuka zending
Kristen guna membendung pengaruh Islam di bagian utara Pulau Sumatera. Karangan tersebut
sampai ke tangan tokoh-tokoh Lembaga Alkitab Nederlandsche Bijbelgenootschap di Belanda,
hingga mereka mengirim seorang ahli bahasa bernama H. Neubronner van der Tuuk untuk
meneliti bahasa Batak dan untuk menerjemahkan Alkitab. Van der Tuuk adalah orang Barat
pertama yang melakukan penelitian ilmiah tentang bahasa Batak, Lampung, Kawi, Bali. Ia juga
orang Eropa pertama yang menatap Danau Toba dan bertemu dengan Si Singamangaraja. Ia
merasa senang berkomunikasi dan menyambut orang Batak di rumahnya. Van der Tuuk memberi
saran supaya lembaga zending mengutus para penginjil ke Tapanuli, langsung ke daerah
pedalamannya. Tahun 1857, pekabar Injil G. Van Asselt, utusan dari jemaat kecil di Ermelo,
Belanda, melakukan pelayanan di Tapanuli Selatan. Ia menembus beberapa pemuda dan
memberi mereka pengajaran Kristiani. Pada 31 Maret 1861, dua orang Batak pertama dibaptis,
yaitu: Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar. Pada tahun yang sama—tepatnya pada 7
Oktober 1861—diadakan rapat empat pendeta di Sipirok, yang diikuti oleh dua pendeta Jerman,
yaitu: Pdt. Heine dan Pdt. Klemmer serta oleh dua pendeta Belanda, yaitu: Pdt. Betz dan Pdt.
Asselt. Mereka melakukan rapat untuk menyerahkan misi penginjilan kepada Rheinische
Missionsgesellschaft. Hari tersebut dianggap menjadi hari berdirinya Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP). Kemudian Ludwig Ingwer Nommensen (1834—1918) tiba di Padang pada
tahun 1862. Ia menetap di Barus beberapa saat untuk mempelajari bahasa dan adat Batak dan
Melayu. Ia tiba melalui badan Misi Rheinische Missionsgesellschaft. Kemudian, pada tahun
1864, ia masuk ke dearah Silindung, mula-mula di Huta Dame, kemudian di Pearaja (kini
menjadi kantor pusat HKBP).
Dalam menyampaikan Injil, Nommensen dibantu oleh Raja Pontas Lumban Tobing (Raja
Batak Pertama yang dibaptis) untuk mengantarnya dari Barus ke Silindung dengan catatan
tertulis bahwa ia tidak bertanggung jawab atas keselamatannya. Pada awalnya Nommensen tidak
diterima baik oleh penduduk, karena mereka takut kena bala karena menerima orang lain yang
tidak memelihara adat. Pada satu saat, diadakan pesta nenek moyang Siatas Barita, biasanya
disembelih korban. Saat itu, sesudah kerasukan roh, Sibaso (pengantara orang-orang halus)
menyuruh orang banyak untuk membunuh Nommensen sebagai korban, yang pada saat itu hadir
di situ. Dalam keadaan seperti ini, Nommensen hadir ke permukaan dan berkata kepada orang
banyak:

“ Roh yang berbicara melalui orang itu sudah banyak memperdaya kalian. Itu bukan roh
Siatas Barita, nenekmu, melainkan roh jahat. Masakan nenekmu menuntut darah salah satu
dari keturunanya! Segera Sibaso jatuh ke tanah.
Menghadapi keadaan yang menekan, Nommensen tetap ramah dan lemah lembut, hingga
lama-kelamaan membuat orang merasa enggan dan malu berbuat tidak baik padanya. Pada satu
malam ketika para raja berada di rumahnya hingga larut malam dan tertidur lelap, Nommensen
mengambil selimut dan menutupi badan mereka, hingga pagi hari mereka terbangun dan merasa
malu, melihat perbuatan baik Nommensen. Sikap penolakan raja Batak ini disebabkan
kekhwatiran bahwa Nommensen adalah perintisan dari pihak Belanda.
4)      Perkembangan Kekristenan setelah Injil Masuk di Tanah Batak
Suku Batak yang masuk Kristen mendapat tekanan dan diusir dari kampung halamanya
karena tidak mau memberi sumbangan untuk upacara-upacara suku. Keadaan seperti ini
mamaksa mereka berkumpul pada satu kampung tersendiri, yaitu Huta Dame (kampung damai).
Setelah tujuh tahun Nommensen melakukan penginjilan, orang Batak yang masuk Kristen
berjumlah 1.250 jiwa. Sepuluh tahun kemudian—pada tahun 1881—jumlahnya naik lima kali
lipat, hingga jumlah orang Batak yang masuk Kristen adalah sekitar 6.250 orang. Pada tahun
1918, sudah tercatat 185.731 orang Kristen di wilayah RMG Sumatera Utara. Pada tahun 1881,
Nommensen diangkat menjadi Ephorus oleh RMG. Jabatan tersebut dipegangnya hingga ia
meninggal dunia pada 23 Mei 1918. Suku Batak memberi gelar kepada Nommensen dengan
sebutan Ompunta (Nenek Kita). Gelar ini menyejajarkan Nommensen dengan Si Singamangaraja
atau tokoh sakti lainya.

6. Tempat Tinggal
Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang
diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni Guru
Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan mempunyai 5 orang putra yakni Raja Uti
(Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja. Sementara, Si
Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan
Sangkar Somalidang,
Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah
di Tapanuli, baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak.
Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak M.
Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang
tidaklah semuanya Toba. Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah yang didiami
suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tanah Batak
dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar, yaitu:

 Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya); contoh: marga Simbolon, Sagala, dsb
 Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya); contoh: marga
Sitorus, Marpaung, dsb
 Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan sekitarnya); contoh:
marga Simatupang Siburian, Silaban, Sihombing Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit,
dsb
 Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya); contoh: marga Naipospos
(Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun), Huta Barat, (Purba,
1996:1-4)

B. Kebudayaan dan Adat Istiadat Suku Batak Toba


Kata kebudayaan seperti kata agama, sangat sulit untuk didefinisikan . dari satu segi setiap orang
adalah orang yang berasal dari satu kebudayaan lain. Kita masing-masing memiliki system
symbol kita sendiri dan cara-cara mendefinisikan hidup kita. Dalam beberapa hal dua saudara
dari keluarga yang sama secara cultural bisa sangat berbeda satu samam lain. Dari sisi lainya,
sekarang sudah lazim orang berbicara tentang “globalisasi” dan “desa global” seolah-olah semua
suku bangsa yang berjauhan sama-sama memiliki suatu kebudayaan umum modern yang bersifat
tekhnologis kapitalistik.
Laporan Willobank dari Komite Lausanne memberikan definisi berikut mengenai
kebudayaan yang menggabungkan kebudayaan dengan turunanya, struktur social:
Kebudayaan adalah suatu system terpadu dari kepercayaan-kepercayaan (mengenai
Allah, atau kenyataan, atau makna hakiki), dari nilai-nilai (mengenai apa yang benar, indah, baik
dan normative), dari adat istiadat (bagaimana berperilaku, berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain, berbicara, berpakaian, bekerja, bermain dan sebagainya), dan dan dari
lembaga-lembaga yang mengungkapkan kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan adat-istiadat
ini (pemerintah, hokum, pengadilan dan lain sebagainya) yang mengikat suatu masyarakat
bersama-sama dan memberikan kepadanya suatu rasa memiliki jati diri, martabat, keamanan dan
berkesinambungan, (Adeney: 2000:18-19)
Dalam masa agraris tradisional, sifat orang Batak dan yang mendasari pemikiran mereka
adalah lulu anak, lulu tano, yang berarti suka anak-anak, suka akan tanah (siol di anak, siaol di
tano). Tidak dapat disangsikan bahwa Batak memiliki peranan penting, karena seluruh norma
ditujukan pad asistem pertahanan seperti halnya dalam adat permargaon dalihan na tolu dan
harajaon.”dompak partanoan ido ditujuhon luhut ruhut-ruhut ni harentaon Batak isara
songon ruhut-ruhut ni parmargaon, dalihan na tolu dohot harajaon, (Hutagalung dalam
Purba, 1996: 52)

Perkawinan pada orang batak pada umumnya merupakan suatu pranata yang tidak hanya
mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita , tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan
tertentu, kaum kerabat dari sisi laki-laki dengan kaum kerabat dari siwanita.
Karena itu menurut adat kuno seorang laki-laki tidak bebas dalam hal memilih jodohnya.
Perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat batak adalah, perkawinan antara orang-orang
marpariban yang artinya seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara laki-laki ibunya.
Maka demikian seorang laki-laki batak sangat pantang kawin dengan seorang wanita dari
marganya sendiri dan juga anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya. Pada zaman
sekarang sudah banyak orang tidak menuruti adat kuno ini.
Sebelum upacara perkawinan dapat dilakukan adalah suatu perundingan antara kaum kerabat
dari kedua belah pihak yang disebut marhata sinamot. Perundingan mengenai sebagai soal-soal
sebagai berikut:
 Jumlah maskawin, berupa uang, harta perhiasan dan kerbau atau babi, yang harusnya diserahkan
oleh kaum kerabat si laki-laki kepada kerabat perempuan.
 Jumlah harta yang akan diterima oleh saudara laki-laki ibu dari si gadis.
 Jumlah harta yang akan diterima saudara laki-lakinya ibunya ibu si gadis.
 Jumlah yang akan diterima oleh saudara-saudara perempuan dari ibu si gadis.
 Jumlah harta yang akan diperoleh oleh anak perempuan dari ayah si gadis.
 Jumlah harta yang akan diterima oleh saudara-saudara perempuan ibu si gadis.
Menurut ahli antropologi Amerika EM. Bruner di desa lintang nihuta, di balige, ndi tanah
toba, hanya 2,3% dari perkawinan-perkawinan menuruti konsep preprensi, E.M. Bruner Kinship
Organitatin Among The Urban Batak Ops Sumatera, New York 1959 halaman 120 ( dalam
Setiawan dan Yunita, 2012:28-19).
Pesta biasanya dihadiri oleh kaum kerabat pengantin-pengantin kaum laki-laki, penganten
wanita, dan oleh penghuni kuta dimana pesta diadakan. Pada waktu itu maskawin dan harta lain
diserahkan kepada mereka yang menurut adat berhak menerimanya. Pada orang batak toba
sebelum perkawinan dilangsungkan pada suatu upacara yang berupa pemberitahuan secara resmi
kepada gereja akan diadakannya perkawinan itu. Setelah adat ini yang disebut martupol, maka
gerejalah yang akan mengumumkan maksud perkawinan itu. Kecuali perkawinan dengan
prosedur seperti terurai diatas maka pada orang toba ada juga waktu lari atau mangalua. Hal itu
terjadi karena misalnya tidak ada persesuaian anatara salah satu, atau kedua belah pihak kaum
kerabat. Pada waktu seperti ini, dalam waktu kurang dalam satu hari, kaum kerabat laki-laki
harus megarahkan deliglasi kerumah orang tua sigadis untuk memberitahuakan bahwa anak
gadis mereka telah dibawa dengan maksud untuk dikawini (diparaja). Setelah selang bebarpa
lama akan dilakukan upacara manuruk-nuruk untuk minta maaf. Setelah upacara ini dilalui
barulah disusul oleh upacara perkawinan seperti yang diuraikan di atas. Pada orang batak
adajuga perkawinan leviral (mangabia) dan adat perkawinan sororot (singkat rere), (Setiawan
dan Yunita, 2012:29-33).
Stratifikasi social orang batak yang dalam kehidupan sehari0-hari mungkin tidak amat
jelas terlihatnya, berdasarkan prinsip adalah:
1.      perbedaan tingkat umur
2.      perbadaan pangkat dan jabatan
3.      perbedaan sifat keaslian
4.      status kawin
Adapun system pelapisan social berdasrkan perbedaan umur itu tampak pada perbedaan
hak dan kewajiban terutama dalam upacara adat tetapi juga dalam hal menerima warisan antara
anak-anak dn pemuda-pemuda (danak-danak), orang yang stengah usia (nanguda), dan orang-
orang tua (tua-tua). Dalam hal menetukan upacara adat, atau dalam hal urusan kekerabatan hanya
para tua tua yang berhak memajukan saran-saran dan mengambil keputusan. Adpun para orang
yang setengah usia dapat menjadi pelaksana sedangkan mereka yang masih danak-danak tetap
diperhitungkan bahwa kalau mereka menjadi ahli waris miswalnya, mereka harus diwakili ibu
mereka.
System pelapisan social yang berdasrkan pangkat dan jabatan tampak dalam kehidupan
social sehari-hari. Lapisan yang paling tinggi adlah lapisan bangsawan, keturunan raja-raja dan
kepala wilayah-wilayah dulu. Lapisan ini disebut biak raja, (Setiawan dan Yunita, 2012: 33-35).
Dulu orang Batak juga mengenal lapisan orang budak (hatoban). Budak ini berasal dari
tawanan perang, atau orang yang karena terlampau banyak hutang yang tak mampu
membayarnya kembali, membudak kepada sipemberi hutangnya. Perbudakan dihapuskan
Belanda pada tahun 1860, sehingga sekarng tak ada sia-sianya lagi.
Kepemimpinan dibbidang adat adalah meliputi persoalan perkawinan dan perceraian,
warisan, penyelesaian perselisihan, kelahiran anak dan sebagainya. Kepemimpinan pada bidang
adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh tetapi merupakan suatu musyawarah.
MAKANAN KHAS BATAK

  Yang berupa masakan:

 Saksang

Saksang adalah masakan khas dari tanah Batak yang terbuat dari daging babi (atau daging anjing) yang
dicincang dan dimasak dengan menggunakan darah,santan dan rempah-rempah (termasuk jeruk purut
dan daun salam, ketumbar, bawang merah, bawang putih, cabai, merica, serai, jahe, lengkuas, kunyit
dan andaliman). Saksang menjadi makanan wajib dalam adat pernikahan Batak.

 Arsik

Arsik adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli yang populer. Masakan ini dikenal pula sebagai
ikan mas bumbu kuning. Ikan mas adalah bahan utama, yang dalam penyiapannya tidak dibuang
sisiknya.
Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari wilayah pegunungan
Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala (buah kecombrang), selain bumbu khas
Nusantara yang umum, seperti lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri
pada tubuh ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api kecil
hingga agak mengering.

 Babi Panggang

 Manuk Napinadar

Manuk Napinadar atau Ayam Napinadar adalah masakan khas Batak yang biasanya dihidangkan pada
pesta adat tertentu.

Untuk mengerjakan resep yang satu ini agak sedikit rumit, butuh waktu dan kesabaran. Pastinya
inti dari masakan ini adalah di saos darah ayam itu sendiri.

Masak Ayam Napinadar ini, ayamnya harus dipanggang terlebih dahulu, setelah itu lalu disiram
dengan saos spesial yakni darah ayam (manuk) itu sendiri, dan dicampur dengan andaliman,
bawang putih bubuk (yang sudah digiling sampai halus) lalu dimasak. Sama seperti kita
menuangkan saos ke atas ayam yang sudah dipanggang.
 Tanggotanggo

Merupakan makanan olahan yang terbuat dari punggung babi muda

Dengke Mas na Niura

Dengke Mas na Niura atau Ikan Mas Na Niura ini adalah merupakan makanan tradisonal khas Batak yang
berasal dari Tapanuli.

Dahulu bahwa masakan na niura dikhususkan untuk raja saja, namun karena rasanya yang enak
sehingga semua orang-orang batak ingin menyantap dan membuatnya.

Ikan Mas Na Niura ini merupakan sebuah penyajian Lauk Pauk yang cara membuatnya tidak
dimasak, direbus, digoreng atau semacamnya, karena na niura dalam bahasa Batak artinya ikan
yang tidak dimasak, ikan mentah tersebut disajikan dengan bumbu yang lengkap sehingga yang
akan membuat ikan tersebut lebih enak dirasa tanpa dimasak, yang artinya bahwa bumbu-bumbu
itulah yang memasak ikan mas tersebut.

 Na Tinombur

Na Tinombur adalah makanan khas Batak, sajian dari Tapanuli.

Hidangan yang menggunakan ikan lele atau ikan mujahir ini diolah secara dibakar dan disajikan
dengan sambal, hampir mirip dengan lele penyet atau pecel lele.

Ikan mas atau ikan lain juga bisa, yang penting Tomburnya adalah bumbu dan saus yang
dilumuri ke ikan.

 Mie Gomak

Mie Gomak adalah makanan yang terkenal sebagai masakan khas daerah dari tanah Batak Toba,
meliputi semua daerah Batak Toba, dan juga menjadi masakan khas di Sibolga dan Tapanuli.

Mengenai asal usul sebutan untuk menu ini beragam versi.

Sebagian menyebutkan, mungkin karena cara penyediaannya digomak-gomak (digenggam pakai


tangan) hingga sampai saat ini disebut mie gomak, meski pun pada akhirnya tidak
menggenggamnya dengan tangan di saat menghidangkannya.
Juga sering disebut Spageti Batak karena mirip dengan spageti dari Itali, bentuknya mirip seperti
lidi.

Mie yang sudah direbus biasanya dibuat terpisah dengan kuah dan sambalnya. Meski banyak
ragam untuk membuat menu makanan khas Batak ini, ada yang menggunakan kuah ada juga
dibuat seperti mie goreng. Rasanya sangat unik apabila mie gomak dicampur dengan bumbu dari
tanah Batak yakni andaliman.

 Dali ni Horbo

Dali ni Horbo atau Bagot ni horbo adalah air susu kerbau yang diolah secara tradisional dan merupakan
makanan khas Batak dari daerah Tapanuli.

 Sambal Tuktuk

Sambal Tuktuk adalah makanan khas tradisional Batak, yang berasal dari Tapanuli.

Sebenarnya bahan-bahan untuk membuat sambal tuktuk tidak berbeda dengan bahan sambal-
sambal lainnya, sederhana saja. Yang membuat sambal ini sedikit lebih berbeda dengan sambal
yang lain adalah andalimannya.

Di daerah asalnya, sambal tuktuk dicampur dengan ikan aso-aso (sejenis ikan kembung yang
sudah dikeringkan), tapi jika tidak menemukan ikan aso-aso bisa diganti dengan ikan teri tawar.
Yang berupa makanan ringan:

 Itak Gurgur
 Kue Pohulpohul
 Kue Ombusombus
 Kue Lampet
 Kue Benti
 Tipatipa
 Kacang Sihobuk
 Sasagun
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Batak adalah suku yang memiliki tradisi yang kuat dalam berprinsip dan berkeluarga,
orang batak selalu peduli. Dibalik setiap sifat yang keras dan suara yang lantang, sebenarnya
suku batak adalah suku yang memiliki segala keunikan.
Suku Batak memiliki adat budaya yang baku yang disebut Dalihan Na Tolu yang dapat
menembus sekat-sekat agama/kepercayaan mereka yang dapat berbeda-beda. Adat budaya Batak
ini memiliki tujuh nilai inti yaitu kekerabatan, agama, hagabeon, hamoraan, uhum dan ugari,
pangayoman, dan marsisarian. Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling utama
dari tujuh nilai inti budaya utama masyarakat batak. Nilai budaya hagabeon bermakna harapan
panjang umur, beranak, bercucu yang banyak, dan baik-baik. Nilai hamoraan (kehormatan)
terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Nilai
uhum (law) mutlak untuk ditegakan dan pengakuaanya tercermin pada kesungguhan dalam
penerapannya dalam menegakan keadilan. Nilai suatu keadilan itu ditentukan dari keta’atan pada
ugari (habit) serta setia dengan padan (janji). Pengayoman (perlindungan) wajib diberikan
terhadap lingkungan masyarakat. Marsisarian artinya saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu.

B. Saran
Makalah ini menjelaskan tentang suku batak toba, untuk itu penulis menyarankan kepada
pembaca agar kiranya mengetahui silsilah suku batak toba dan mampu mempertahankanya,
khususnya pembaca suku batak toba.
Daftar Pustaka
Purba, O. H. S. dan Elvis F. Purba. 1997. Migrasi Spontan Batak Toba
(Marserak). Medan: Monora
Van den end, 2002. "Harta Dalam Bejana", Jakarta BPK: Gunung Mulia. hal 276.
M.C. Ricklefs,(terj) 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta:
Serambi
Panitia Distrik IX Perayaan Jubileum, 1961. Seratus Tahun Kekristenan Dalam
Sejarah Rakyat Rakyat Batak. Jakarta: Panitia Distrik IX Perayaan
Jubileum.
B. Napitupulu, 2008. Almanak HKBP, Pematang Siantar: Unit Usaha Percetakan
HKBP.
Al Lumban Tobing, 1992. Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Van den end & Weitjens, SJ. 2008, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
Kozok, Uli. Utusan Damai di Kemelut Perang. Peran Zending dalam Perang Toba berdasarkan
Laporan L.I. Nommensen dan Penginjil RMG lain. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, École
française d’Extrême-Orient. Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, Unimed, Sekolah Tinggi
Teologi Jakarta. Jakarta 2011.

Anda mungkin juga menyukai