Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

FOKAL INFEKSI

(Kaitan Fokal Infeksi Dengan Infeksi Fokal Multi Organ)

Disusun oleh:

M.Azharry Rully S
M.Febriadi I
M. Hafiz Aini
M.Prakoso Adji
M. Ramdhani Yassien.
M.Triadi Wijaya

Pembimbing:
drg. C.Rini Suprapti, SpBM

BAGIAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA, 2009
DEFINISI
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup lama
(kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal
dari infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian
gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi,
skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau toksin
yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.1,2
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang utama telah
menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian pulpa dan
periodontal. Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus
(termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler,
mediastinum, paru-paru dan mata.3
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui
aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.1,3
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan
area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya
organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain
pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang
selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam
pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir
ke pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus
vena faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan
tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada
daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau
faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi
tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan
eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat
berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ
manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.2,3
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan
aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke
kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah
dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak
ditemukan pada rahang bawah.3
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:

Sumber infeksi KGB regional


Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda
Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran


infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui
duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.3
Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar sepanjang sisi krista
alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum tulang. Ia juga menyatakan
bahwa inflamasi jarang mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan beriringan
dengan pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan penetrasi toksin ke
pembuluh limfe dari pembuluh darah.3
3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang
berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang
disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata
lain infeksi antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis,
dan angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal
sekitar molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga
dapat disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan
perluasan infeksi dari abses alveolar dan pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio
apikal pada molar rahang bawah melalui infeksi periodontal merupakan faktor yang
penting yang menyebabkan osteomyelitis dan harus menjadi bahan pertimbangan
ketika mengekstraksi gigi yang terinfeksi.2,3
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau
organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di
daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana
pus terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang
(spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier
anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial
yang normalnya teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan
areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi
sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.2,3
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
 Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.
Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. DI
rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung
menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui
tulang.
 Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak
terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau
infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan
menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan
abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut
terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar
atau peritonsilar.
 Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena
adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi
dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan
klasifikasi dari Burman:
o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
o Regio submandibula
o Ruang (space) sublingual
o Ruang submaksila
o Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh
fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi
menyebar sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area
ini. Pada regio infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran
ini paling sering melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan
dengan fasia.2,3
4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan
tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik
dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi
limfogenik dari fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan
abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi
lokal di tempat yang jauh.2
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas dan
menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes
mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas
walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia dapat
disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang
lanjut. Juga telah ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui
oral, yaitu pocket periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar
ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat
menambah systemic load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek
kaheksia dari penyakit TB tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel
basilus dari gigi melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi
primer. Tertelannya material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus,
seperti konstipasi dan ulserasi.2,3

FOKUS INFEKSI DALAM RONGGA MULUT

Skema.1. Fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal


ETIOLOGI
Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-operasi dan sekunder
dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri penyebab infeksi umumnya
bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob, anaerob maupun infeksi campuran
bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu Streptococcus
mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang tinggi.2
Disebutkan bahwa etiologi dari infeksi odontogenik berasal dari bakteri komensal
yang berproliferasi dan menghasilkan enzim. Pada saat bayi baru dilahirkan, proses
kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan predominan terdiri atas Streptococcus
salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu pada saat bayi berusia 6 bulan, komunitas
bakteri berubah menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat gigi selesai
tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri aerobik dan anaerobik. Diperkirakan
terdapat 700 spesies bakteri yang berkolonisasi di mulut dimana 400 dari spesies tersebut
dapat ditemukan pada area subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan campuran. Infeksi
tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri, hubungan antar bakteri dengan
morfotipe yang berbeda dan peningkatan jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi
berupa perubahan yang pada awalnya predominan gram positif, fakultatif dan sakarolitik
menjadi predominan gram negatif, anaerobik dan proteolitik.2

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik3

Mikroorganisme penyebab Jumlah pasien Persentase (%)


Aerobik 28 7
Anaerobik 133 33
Aerobik-Anaerobik 243 60
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik3
Mikroorganisme penyebab Persentase (%)
Aerobik 25
 Coccus gram(+): 85
Streptococcus spp. 90
Streptococcus spp.(grup D) 2
Stafilococcus spp. 6
Eikenella spp. 2
 Coccus gram(-): 2
Neisseria spp.
 Batang gram(+): Corynebacterium 3

spp.
 Batang gram(-): 6

Haemophillus spp.
4
 Lainnya
Anaerobik 75
 Coccus gram(+): 30
Streptococcus spp. 33
Peptostreptococcus spp. 65
 Coccus gram(-): 4
Viellonella spp.
 Batang gram(+): 14
Eubacterium spp.
Lactobacillus spp.
Actinomyces spp.
Clostridia spp.
 Batang gram(-): 50
Bacteroides spp. Fusobacterium 75
spp. 25
 Lainnya 6
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI FOKUS INFEKSI (Secara Umum)
Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan
menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat
penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri lainnya
yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan
imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia, alkoholisme,
malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan
penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi
kanker juga dapat memfasilitasi dengan mudah terjadinya infeksi odontogenik.2-4
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis.
Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan
invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga
nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya
menyebar ke os maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini
dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit
wajah.3-5
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,
fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat
terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel
mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan
pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang,
terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa.
Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri
pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang
aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm2. Jika
respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan respon imun host
lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan berkembang
menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan melebihi destruksi
jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan
reaktivasi dari silent periapical lessions.3-5
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri
subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen
yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang secara
kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari
eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi invasi
bakteri(fusion dari akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi
dari kalkulus pada epitel periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan
membentuk fistula dan menjadi kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik
ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus dari abses periodontal rekuren adalah
perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama erupsi
molar.4,5

JENIS-JENIS FOKUS INFEKSI


PLAK
KALKULUS
KARIES

PERIKORONITIS
Perikoronitis merupakan Inflamasi jaringan gusi sekitar mahkota gigi yang mengalami
erupsi inkomplit. hal ini biasanya dapat disertai operkulitis yakni inflamasi pada
ginggival flap dari gigi yang mengalami erupsi inkomplit. perikoronitis sering terjadi
pada Molar 3 namun dapat juga terjadi pada gigi lain yang mengalami erupsi inkomplit.
gigi yang mengalami erupsi inkomplit disebut wisdom tooth.1,2

Gambar X. Operkulitis (kiri) dan perikoronitis pada Molar 3 bawah kiri yang erupsi inkomplit (kanan)
Faktor Risiko
Adanya gigi erupsi parsial, kelainan pada kantong periodontal, kelainan pada Upper
tooth biting pada gum flap, riwayat perikoronitis, oral higiene buruk, infeksi saluran nafas
atas, adanya impaksi makanan dan akumulasi plak di bawah gum flap, dan ginggivitis
ulseratif akut.1,2
Manifestasi klinik
Prevalensi perikoronitis terutama pada usia remaja hingga dewasa muda. pasien datang
dengan gejala nyeri dan bengkak sekitar gigi yang erupsi inkomplit, gangguan
mengunyah dan membuka-menutup mulut, limfadenopati. pada keadaan lanjut terkadang
ditemukan keluhan sistemik seperti demam dan malaise. Pada kasus berat dapat terjadi
abses disertai supurasi.1
Penatalaksanaan
Untuk tatalaksana Non-Medikamentosa dapat dilakukan pembersihan debris makanan
dengan irigasi. Pasien diedukasi untuk menjaga oral higine dan menggunakan air hangat
saat gejala muncul hingga inflamasi berkurang. untuk medikamentosa dapat diberikan
asam trikloroasetat dan gliserin untuk mengurangi radang pada operkulum. Pemberian
antibiotik terindikasi pada perikonitis dengan gejala demam dan limfadenopati. Karena
etiologi tersering adalah kombinasi bakteri aerob dan anaerob, diberikan dua jenis
antibiotik. yakni metronidazol dan golongan penisilin atau makrolid. Amoxicillin dan
pristinamycin (makrolid) paling efektif menurunkan jumlah koloni bakteri anaerob.
Namun strain penghasil β-Lactamase adalah The genera Prevotella, Staphylococcus, dan
Bacteroides sebaiknya diberikan amoxicilin dikombinasikan dengan asam klavulanat. 2
Untuk evaluasi dari gigi penyebab adalah ekstraksi gigi setelah infeksi teratasi. Panduan
NICE untuk ekstraksi Wisdom Teeth dapat dipertimbangkan antara lain operkulektomi,
eksodonti, atau koronektomi.1
Referensi:
1. Cawson RA, Odell E.W. Cawson’s Essential of oral pathology and oral medicine. 7th
edition. Churcill livingstone.2002.p.82-3
2. Jean-Louis Sixou et al, Microbiology of mandibular third molar pericoronitis:
Incidence of β-lactamase-producing bacteria. Oral surgery, Oral medicine, Oral
pathology, Oral radiology, and endodontology Vol, Issue 6, p. 655-9 (June 2003)
PULPITIS
NEKROSIS PULPA
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan pulpa yang
disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat
saprofit namun juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang memang bersifat
patogen. Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh komplikasi dari pulpitis baik yang
akut mapun yang kronik yang tidak ditata laksana dengan baik dan adekuat.

Skema.2. Tahap terjadinya Nekrosis Pulpa


Etiologi nekrosis pulpa yang paling sering adalah karies dentis, trauma, dan iatrogenik.
Nekrosis pulpa sebagian besar berawal dari pulpitis yang disebabkan oleh karies dentis.
Trauma dapat menyebabkan pulpitis yang berakhir dengan nekrosis pulpa 1,2. Menurut
Robertson dkk, pada obliterasi kanal pulpa akibat trauma pada gigi insisivus permanen
didapatkan 16% kasus mengalami nekrosis pulpa melalui tes elektrikal pulpa 3. Nekrosis
juga dapat disebabkan prosedur medik yang dilakukan oleh klinisi. Menurut Poul dkk,
dari 617 gigi dari 51 pasien yang dilakukan osteotomi pada fraktur Le Fort I didapatkan
0,5% gigi mengalami nekrosis pulpa4.
Manifestasi Klinis
Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa pada
umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari daerah
periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau kehitaman.
Perubahan warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat ekstravasasi
dan degradasi dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa menyebabkan gigi
menjadi mudah untuk retak dan patah. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko
terjadi penyebaran fokus infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi
sistemik. Nekrosis pulpa dapat disertai atau tanpa adanya penyakit periapikal. Pada
pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes dengan suhu dingin, nekrosis pulpa tidak
memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih dapat berespon pada tes dengan suhu
panas1.

Gambar.X. Nekrosis Pulpa yang terlihat diskolorasi keabuan pada mahkota


Histopatologi
Secara histopatologi, nekrosis pulpa memberikan gambaran anukleasi pada rongga
pulpa. Progresitas dari pulpitis menyebabkan terbentuknya nekrosis liquefaction dengan
zona inflamasi kronik yang dapat ditemukan disekitar area nekrosis. Jaringan saraf masih
dapat ditemukan baik dalam kondisi intak maupun dalam prose’s degenerasi. Beberapa
kasus ditemukan dry necrosis atau sicca yaitu rongga pada pulpa yang berisikan debris-
debris tanpa materi pulpa1.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nekrosis pulpa adalah menghentikan proses dan penyebaran infeksi
dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti khlorhexidine dan antibiotik oral
bila terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan perawatan saluran akar gigi atau
ekstrasi gigi (bila diperlukan)1.
Sumber:

1. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology and


infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5
2. Neville, B.W., D. Damm, C. Allen, J. Bouquot. Oral & Maxillofacial Pathology.
Second edition. 2002.
3. Robertson A, Andreasen F, Bergenholtz G, Andreasen J, Norén J.Incidence of
pulp necrosis subsequent to pulp canal obliteration from trauma of permanent
incisors. Abstract. J Endod. 1996 Oct;22(10):557-60.
4. Poul V, Anders N. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I osteotomy.
Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. 1989 May;17 (4): 167-171.
ABSES PERIAPIKAL

MANIFESTASI SISTEMIK AKIBAT FOKUS INFEKSI


Manifestasi pada jantung
Penyakit kardiovaskular seperti atherosclerosis dan infark miokard terjadi karena hasil
interaksi komplek genetic dan lingkungan, faktor genetik meliputi umur, metabolism
lemak, obesitas, hipertensi, diabetes, peningkatan level fibrinogen dan antigen platelet
spesifik polymorphis Zwb (P1A2). Faktor lingkungan meliputi status sosial ekonomi, olah
raga, stress, diet, NSAID, merokok, dan infeksi kronik. faktor klasik dari penyakit
kardiovaskular seperti hipertensi, hiperkolesterol dan merokok hanya ½ sampai 2/3
sebagai penyebab penyakit kardiovaskular.2
Beberapa faktor lain yang mungkin, diantaranya terkait dengan infeksi dan
inflamasi kronik yang berakibat pada penyakit kardiovaskular. Secara nyata penyakit
periodontal merupakan predisposisi dari penyakit KV, dengan terdapatnya jumlah besar
dari spesies bakteri gram(-), peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen
perifer dan jumlah sel darah putih.2
Skema.2. Mekanisme Fokus infeksi gigi-mulut terhadap penyakit kardiovasular

Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu


terjadinya penyakit KV baik efek secara langsung atau tidak langsung dari bakteri oral.
Pertama, bakteri oral seperti Streptococcus sanguis dan Porphyromonas gingivalis
menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi pembentukan thrombus. Organisme ini
memiliki collagen-like molecule, the platelet aggregation-associated protein pada
permukaannya. Ketika S. sanguis di injeksi IV ke tubuh kelinci, serangan jantung sering
terjadi, hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi reaktif organisme
periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen serta sel T yang sensitive.2
Lebih lanjut, satu atau lebih pathogen periodontal telah ditemukan pada 42 %
atherom dengan riwayat penyakit periodontal yang berat. Pada suatu penelitian
Deshpande et al. menunjukan bahwa P. gingivalis secara aktif menempel dan menginvasi
sel endothelial jantung janin sapi, efisiensi dari invasi 0,1. 0,2 dan 0,3 % dapat ditemukan
juga pada sel endotel aorta, sel endotel vena umbilical manusia dan sel endotel jantung
janin sapi. Potempa et al meneliti bahwa enzim proteolitik dengan nama gingipains R
yang dikeluarkan dalam jumlah besar oleh P. gingivalis, dimana setelah memasuki
sirkulasi gingipains dapat mengaktivasi factor X, prothrombin, dan protein C, yang akan
membentuk trombin, yang dapat mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan pembentukan
bekuan di intravascular.2
Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan respon dari
host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE2, TNF- , dan IL-1 . Mediator
yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T repertoire dan kapasitas sekresi sel
monosit. pada orang tersebut lebih banyak mensekresi mediator inflamsi lebih banyak
dari orang normal. pasien dengan penyakit periodontal misalnya onset cepat periodontitis
dan periodontitis refractor menunjukan adanya fenotipe monosit hiperinflamasi.2
Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi periodontitis
dan penyakit KV, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal dari organisme masuk kedalam
serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan efek secara langsung pada sel endotel
yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS juga dapat mengurangi pemasukan sel2
inflamasi ke pembuluh darah, dan memicu proliferasi otot polos vascular, degenerasi
lipid vascular, koagulasi intravaskular, dan gangguan fungsi platelet, hal tersebut terjadi
karena beberapa mediator PGs, ILs, and TNF- pada sel endotel dan otot polos pembuluh
darah.2
Periodontitis merupakan infeksi yang menstimulasi hati untuk menghasilkan C
reactive protein , yang akan melekat pada sel dan komplemen yang mengaktifkan
phagosit seperti neutrofil yang mensekresikan NO yang terkait dengan pembentukan
atherom. Saat ini, protein heat shock spesifik, Hsp65, telah dilaporkan berhubungan
dengan resiko kardiovaskular, protein ini penting untuk fungsi sel secara normal dan
pengaturan factor virulensi dari bakteri, percobaan pada hewan Xu et al. dengan
menyuntikan bakteri dengan Hsp65, dimana protein tersebut berperan sebagai anatigen
pada sebagian besar bakteri yang menginduksi terjadinya atherosclerosis, dan pada
infeksi mulut yang kronik terjadi peningkatan Hsp65 pada sebagian besar kasus penyakit
KV.2
Akhirnya, infeksi oral tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan gigi, tetapi
dapat juga mengakibatkan pennyakit kardiovaskular yang didukung oleh factor resiko
lainnya seperti genetic dan lingkungan.2

Infeksi Endokarditis
Infeksi endokarditis merupakan infeksi yang meliputi katup atau endothelial dari jantung,
hal ini terjadi jika bakteri masuk kedalam pembuluh darah dan menyerang jaringan di
jantung yang abnormal, dan orang yang mempunyai defek pada jantung lebih mungkin
terjadi infeksi endokarditis.2,6

Skema.3.Mekanisme terjadinya Endokarditis dari focus infeksi gigi-mulut


Terdapat 1000 kasus terkait dental procedure dengan timbulnya infeksi
endokarditis, hal tersebut terjadi pada pencabutan gigi dan pro scaling. Secara
epidemiologi dari tahun 1930 sampai 1996 infeksi endokarditis terjadi antara 0,7 s.d. 6,8
dibanding 100000 orang setahun, 50 % dari semua kasus infeksi endokarditis tidak terkait
dengan dental prosedur, dan sekitar 8 % terkait dengan penyakit periodontal tanpa
prosedur dentis, resiko akibat prosedur dentis sekitar 1/3000 –5000 kejadian . kejadian
bakterimia awal menyebabkan terjadinya penebalan katup jantung yang rentan terhadap
kolonisasi dari bakteri, dan bakterimia yang berkelnjutan berakibat pada kerusakn katup
yang dapat bersifat fulminan.2,6

Manifestasi pada kepala dan leher


Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik,
sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia
transient. Bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika
dilakukan perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut
umumnya terlokalisasi di daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan
karies memegang peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher.2

Manifestasi pada saluran pernafasan


Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi
antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru.
Perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat
menelan mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat diseminasi melalui aliran
darah. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari
rongga mulut.2
Bacterial Pneumonia
Mikroorganisme dapat menginfeksi saluran respirasi bawah dengan empat rute yang
mungkin: 1. aspirasi dari orofaringeal 2. inhalasi dari infektif aerosol 3. penyebaran dari
infeksi yang berdekatan 4. Penyebaran secara hematogen dari ekstrapulmonal.2
Pneumonia bakteri sering diakibatkan oleh akibat aspirasi dari orofaringeal,
kegagalan dari host defence mechanisms dan terjadi multiplikasi dari mikroorganisme,
patogen yang sering yaitu yang berasal dari permukaan rongga mulut dan mukosa faring,
patogen biasanya flora normal yang timbul lebih banyak akibat penggunaan antibiotik.
Patogen respiarasi yang potensial (PRPs) misalnya Streptococcus pneumoniae,
Mycoplasma pneumoniae, dan Haemophilus influenzae yang dapat berkolonisasi di
orofaring dan teraspirasi ke saluran bawah pernafasan, bakteri lainnya
A. actinomycetemcomitans dan anaerob misalnya P.  gingivalis dan Fusobacterium
species juga dapat mengakibatkan pneumonia.2

Manifestasi pada saluran gastrointestinal


Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal
yang dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu
contoh mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis
kronik dan ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita
gastritis. Selain itu, Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia
yang telah menjalani terapi antibiotic sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan
reinfeksi.2

Manifestasi pada kulit dan jaringan lunak


Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi mikroorganisme dari gigi
adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus,
alopesia areata, akne vulgaris, dan eritema multiforme eksudatif. Infeksi kulit yang terjadi
akibat fokus infeksi jarang terjadi. Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan
infeksi pada kulit melalui sensitisasi yang mengakibatkan pelepasan histamin dari
mastosit serta pembentukan kompleks imun, sedangkan mekanisme metastasis
mikroorganisme langsung jarang terjadi.2

Manifestasi pada tulang dan sendi


Osteomielitis merupakan penyakit pada tulang yang telah terbukti dapat disebabkan oleh
mikroorganisme dari rongga mulut. Sedangkan pada pasien dengan rheumatoid artritis,
dapat terjadi kehilangan gigi dan tulang alveolar.2
Rheumatoid artritis merupakan penyakit yang etiologinya belum diketahui, tetapi
merupakan salah satu manifestasi dari penyakit sistemik umum. Reaksi hipersensitifitas
jaringan merupakan penyebab reaksi inflamasi pada penyakit ini. Infeksi gigi dapat
menyebabkan penyakit ini bila terdapat infeksi streptokokus di mulut.2
Pada pasien dengan rheumatoid artritis, gigi yang mengalami abses dan tonsil yan
g terinfeksi harus diangkat. Dengan cara ini, kesehatan pasien akan membaik dan
kemampuannya untuk melawan artritis secara tidak langsung akan terfasilitasi.2

Manifestasi pada kehamilan


Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur
spontan. Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk
mengalami kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur
pada ibu dengan gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada
fokus infeksi merangsang sekresi prostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus.2

Manifestasi pada mata


Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Komplikasi dari kista
dentigerous menyebabkan ‘superior orbital fissure syndrome’ ( edema peri-orbital,
proptosis, ekimosis subkonjungtival, ptosis, ophtalmoplegia, dilatasi pupil, keadaan mata
yang sensitif terhadap cahaya). Inflamasi mata lainnya dapat menyebabkan uveitis dan
endophtalmitis.2

Manifestasi pada ginjal


Mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih pada umumnya adalah E. Coli,
Staphylococcus.sp., dan Streptococcus. Streptococcus yang paling sering ditemukan
adalah Streptococcus haemolyticus. Bakteri ini bukanlah penghuni normal pada saluran
akar atau area periapikal dan ginggival. Fokus infeksi sebagai penyebab ISK sangat kecil
kemungkinannya.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral pathology,
chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.
2. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical
Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
3. Sandler NA. Odontogenic infections. Diunduh dari : http://www1.umn.edu/dental/courses
/oral_surg_seminars/ odontogenic_infections.pdf, 29 Juni 2009).
4. Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juni 2009).
5. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
6. Taubert KA, Dajani AS. Preventing bacterial endocarditis: american heart association
guidelines. American Familiy Physician 1998;57(3).

Anda mungkin juga menyukai