Anda di halaman 1dari 37

Abstrak

Pengaruh Aktivitas Belajar dan Minat Siswa dalam Pembelajaran Student Teams
Achievement Division and Tournament (STADAT) terhadap Hasil Belajar
Matematika di SMA Kristen Kalam Kudus Padang Tahun Pelajaran 2011/2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA se-Kabupaten Padang.
Sampel yang digunakan adalah siswa SMA Kristen Kalam Kudus Padang.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan pondasi utama dalam mengelola, mencetak dan

meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan berwawasan yang diharapkan

mampu untuk menjawab tantangan di masa yang akan datang. Pendidikan

memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Melalui

pendidikan bangsa Indonesia bisa membebaskan diri dari kebodohan,

keterbelakangan, dan dapat mengembangkan sumber daya manusia sehingga dapat

memiliki rasa percaya diri untuk bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain

di dunia. Pendidikan yang dikembangkan adalah pendidikan yang dapat

mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan serta

membangkitkan motivasi generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan

mengembangkannya secara optimal bagi kepentingan pembangunan masyarakat

secara utuh dan menyeluruh.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua

pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai

sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian peserta didik perlu memiliki

kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan pada

keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan tersebut

membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan bekerjasama

yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar

matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas
antar konsepnya, sehingga memungkinkan peserta didik terampil berpikir rasional.

Setiap peserta didik perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu

yang merupakan penguasaan kecakapan matematika untuk dapat memahami dunia

dan berhasil dalam kariernya. Kecakapan matematika yang ditumbuhkan pada peserta

didik merupakan sumbangan mata pelajaran matematika kepada pencapaian

kecakapan hidup yang ingin dicapai.

Masalah yang sangat menonjol yang dihadapi oleh pendidikan

matematika adalah pada umumnya hasil belajar para siswa yang belum

memuaskan. Hal itu disebabkan karena selama ini proses pembelajaran

matematika yang ditemui masih secara konvensional seperti ekspositori, drill, atau

bahkan ceramah. Proses ini hanya menekankan pada penyampaian tekstual semata

dari pada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu,

sehingga sering kali dijumpai kecenderungan siswa yang kurang berminat untuk

belajar. Akibatnya siswa lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses

belajar mengajar. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkembangkan aspek

kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Menurut Eggen dan

Kauchak (Sunaryo, 2004), siswa belajar secara efektif bila siswa secara aktif

terlibat dalam pengorganisasian dan penemuan pertalian-pertalian (relationships)

dalam informasi yang dihadapi. Aktivitas siswa ini menghasilkan kemampuan

belajar dan peningkatan kemampuan pengetahuan serta pengembangan

ketrampilan berpikir (thinking skills).

Dalam mengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan

ketepatan dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, jenis

dan sifat materi pelajaran serta sesuai dengan kemampuan guru dalam memahami

dan melaksanakan metode tersebut. Penggunaan metode yang kurang tepat dapat
menimbulkan kebosanan dan kekurangpahaman, sehingga siswa kurang

termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model

pembelajaran yang menuntut keaktifan seluruh siswa. Jadi diupayakan agar

pembelajaran yang semula terpusat pada guru (teacher oriented) berubah menjadi

terpusat pada siswa (student oriented).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 mengenai

Standar Kompetensi Guru menyatakan bahwa guru harus memiliki empat

kompetensi utama yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Salah satu aspek kompetensi

pedagogik adalah guru mampu melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan

kualitas pembelajaran. Hal itu dapat dilakukan antara lain dengan penelitian

tindakan kelas. Guru juga harus memiliki kompetensi profesional yaitu mampu

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif yang diantaranya juga dengan melakukan penelitian tindakan

kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada dasarnya merupakan kegiatan nyata

yang dilakukan guru dalam rangka memperbaiki mutu pembelajaran di kelasnya.

Secara ringkas, PTK dimulai dari tahap perencanaan setelah ditemukannya

masalah dalam pembelajaran, dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Berdasarkan hal itu, maka tugas guru bukanlah

memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang memotivasi anak

untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan

konsep sendiri.

Untuk itu perlu adanya perubahan dan strategi pembelajaran yang harus

dilakukan guru. Dengan strategi pembelajaran yang bervariasi dan tepat untuk

membuat siswa aktif bukan lagi sebagai obyek tetapi sebagai subyek belajar. Strategi
pembelajaran sebaiknya mengembangkan kemampuan dasar siswa dan sikap positif

siswa, sehingga proses belajar mengajar lebih menarik, efektif dan efisien dalam

suasana akrab dan menyenangkan. Sehingga akan membangkitkan minat dan

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Salah satunya untuk

meningkatklan keaktifan siswa dan dengan suasana akrab adalah dengan belajar

secara kelompok dimana ada kerjasama satu sama lain dan saling membantu atau

yang disebut dengan pembelajaran kooperatif. Di dalam pembelajaran kooperatif

terdapat langkah-langkah pembelajaran yaitu presentasi kelas, kegiatan kelompok,

melaksanakan evaluasi dan penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif

merupakan suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku

bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama

yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran adalah

mengkombinasikan dua atau lebih tipe-tipe pembelajaran kooperatif. Diantaranya

adalah mengkombinasikan pembelajaran kooperatif STAD dan TGT sehingga tipe

pembelajaran ini diberi nama Student Teams Achievement Division and

Tournament (STADAT). Pada pelaksanaannya dalam pembelajaran di kelas,

STAD dan TGT sangat sering digunakan dengan mengkombinasikan keduanya

yaitu dengan menambahkan turnamen tertentu pada TGT ke dalam struktur STAD

(Slavin, 2008). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT merupakan tipe

kooperatif yang menjadi pilihan pertama guru dalam pembelajaran di kelas jika

melakukan pembelajaran kooperatif. Pemilihan tipe STAD dilakukan oleh guru

karena tipe ini mudah dilaksanakan dan hampir cocok dengan semua materi

pelajaran. STAD juga merupakan tipe yang paling sederhana dibanding dengan

tipe-tipe kooperatif yang lain dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi guru-guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif

(Slavin, 2008). Sedangkan pemilihan tipe TGT dilakukan karena tipe ini hampir

sama dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD yang

mengganti kuis pada STAD dengan turnamen akademik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

“Apakah pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Division And


Tournament (STADAT) efektif dalam pembelajaran matematika?”.

Pertanyaan penelitian untuk mengarahkan rumusan masalah di atas

adalah:

(1) Bagaimana keefektifan pembelajaran kooperatif STADAT dan pembelajaran

konvensional ditinjau dari persentase tingkat ketuntasan belajar siswa?

(2) Bagaimana keefektifan pembelajaran kooperatif STADAT ditinjau dari

aktivitas siswa dalam pembelajaran?

(3) Bagaimana keefektifan pembelajaran kooperatif STADAT ditinjau dari

tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran?

(4) Bagaimana keefektifan pembelajaran kooperatif STADAT ditinjau dari

persentase respons positif siswa?

(5) Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif STADAT dengan prestasi belajar siswa yang diajar

dengan menggunakan pembelajaran konvensional?


1.3 TUJUAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Tujuan PTK dapat digolongkan atas dua jenis, tujuan utama dan tujuan

sertaan. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan utama

a. Pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan professional Guru

dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat dicapai

dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis kondisi, kemudian

mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran alternatif yang

diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan masalah

pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan,

melaksanakan tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.

b. Kedua, melakukan pengembangan keteranpilan Guru yang bertolak dari

kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang

dihadapinya terkait dengan pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh tiga

hal penting,

(1) Kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari Guru sendiri, bukan karena

ditugaskan oleh kepala sekolah,

(2) Proses latihan terjadi secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi

artifisial,

(3) Produknyas adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi pelaksanaan

akan didukung oleh lingkungan.

2. Tujuan sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan Guru.

PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam

pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai


persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses

pembelajaran di kelas. Output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah

peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang meliputi

hal-hal sebagai berikut.

(1) Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah.

(2) Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas.

(3) Peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar,

dan sumber belajar lainya.

(4) Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang

digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.

(5) Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.

(6) Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan

pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Division and tournament (STADAT) dapat meningkatkan hasil

belajar siswa berupa kemampuan kognitif menyelesaikan masalah matematika,

kerja sama siswa dalam kelompok dan keaktifan siswa dalam pembelajar

matematika siswa SMA Kristen Kalam Kudus Padang.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

PTK dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan yang

tumbuh dari bawah, karena Guru adalah ujung tombak pelaksana lapangan.

Dengan PTK Guru menjadi lebih mandiri yang ditopang oleh rasa percaya diri,

sehingga secara keilmuan menjadi lebih berani mengambil prakarsa yang patut
diduganya dapat memberikan manfaat perbaikan. Rasa percaya diri tersebut

tumbuh sebagai akibat Guru semakin banyak mengembangkan sendiri

pengetahuannya berdasarkan pengalaman praktis. Dengan secara kontinu

melakukan PTK, Guru sebagai pekerja profesional tidak akan cepat berpuas diri

lalu diam di zone nyaman, melainkan selalu memiliki komitmen untuk meraih

hari esok lebih baik dari hari sekarang. Dorongan ini muncul dari rasa kepedulian

untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kesehariannya. Manfaat

lainnya, bahwa hasil PTK dapat dijadikan sumber masukan dalam rangka

melakukan pengembangan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum tidak

bersifat netral, melainkan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling terkait

mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan, dan pembelajaran yang dihayati oleh

Guru di lapangan. PTK dapat membantu guru untuk lebih memahami hakikat

pendidikan secara empirik.

Dengan memperhatikan tujuan dan hasil yang dapat dicapai melalui

PTK, terdapat sejumlah manfaat PTK antara lain sebagai berikut.

(1) Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan

bagi para pendidik (guru) untuk meningkatkan kulitas pembelajaran.

Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan

artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain

disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah.

(2) Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan

menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung

professionalisme dan karir pendidik.


(3) Mewujudkan kerja sama, kolaborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam

satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan

masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.

(4) Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum

atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal,

sekolah, dan kelas. Hal ini turut memperkuat relevansi pembelajaran bagi

kebutuhan peserta didik.

(5) Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan,

kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran

di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat.

(6) Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang,

nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode,

teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian

bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.

Hasil penelitian ini juga diharapkan akan memberi beberapa manfaat.

a. Bagi peserta didik

(1) Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam pemahaman materi akan

terkurangi bebannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student

Team Achievement Division (STAD)

(2) Semakin banyak peserta didik yang tidak lagi menganggap matematika

itu sulit sehingga menambah minat, kemauan, dan rasa percaya diri

peserta didik dalam belajar matematika.

(3) Peserta didik merasa senang karena dilibatkan dalam proses

pembelajaran.
(4) Peserta didik semakin tertantang dengan persoalan-persoalan

matematika.

(5) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,

kemampuan bekerja sama, dan berkomunikasi.

b. Bagi guru

(1) Mendapat pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran

khususnya pada pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran dan meningkatkan profesionalisme guru.

(2) Sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan untuk memilih

strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki sistem

pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi peserta

didik.

(3) Mendokumentasikan kemajuan peserta didik selama kurun waktu

tertentu.

(4) Mengetahui bagian-bagian pengajaran yang perlu diperbaiki.

(5) Guru dapat semakin menciptakan suasana lingkungan kelas yang

saling menghargai nilai-nilai ilmiah dan termotivasi untuk

mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan

dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan guru mata

pelajaran.

c. Bagi Peneliti

Manfaat yang diperoleh peneliti yaitu mendapatkan pengalaman

langsung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif


tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan mengetahui keefektifannya

dalam mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.


BAB II

KAJIAN DAN LANDASAN TEORI

2.1 KAJIAN TEORI TENTANG VARIABEL MASALAH

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini

berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu amat

tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa, baik pada proses pendidikan

di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Menurut Herman Hudoyo (1990:1) “belajar adalah suatu proses kegiatan

yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku”. Dalam hal ini seseorang

dikatakan belajar jika pada diri orang itu melakukan suatu kegiatan yang hasil

akhirnya dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku dan perubahan tingkah laku

itu dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang cukup lama. Belajar merupakan

suatu proses kegiatan yang hasil akhirnya adalah terjadi perubahan tingkah laku,

dimana perubahan tingkah laku tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif lama

yang disertai dengan usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu

menjadi mampu mengerjakannya.

Menurut Oemar hamalik (2008:27) belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Maksudnya belajar merupakan suatu

proses, suatu kegiatan. Dalam hal ini belajar tidak hanya mengingat, akan tetapi lebih

luas lagi yaitu dengan mengalami. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah

semata-mata hanya mengumpulkan atau menghafalkan informasi atau materi

pelajaran saja, akan tetapi mengalami adalah bagian dari proses belajar. Dengan
mengalami maka seseorang dapat langsung merasakan dampak (akibat) dari proses

belajar tersebut.

Menurut Gulo (2005:8) belajar adalah suatu proses yang berlangsung

didalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam

berpikir, bersikap, dan berbuat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah

suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman. Perubahan sebagai

hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah

pengetahuan, penalaran, kecakapan, kebiasaan, serta aspek-aspek lain yang sedang

ada pada diri individu yang sedang belajar. Perubahan tersebut harus bersifat

permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

2. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar yang dimaksud adalah seluruh aktivitas siswa dalam

proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik

berupa ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa

ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi,

memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan

ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi

data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar

variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun

hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan

melaksanakan eksperimen.

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam

interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2001:93). Dalam aktivitas belajar ada


beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan

ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas

didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas

didominasi oleh siswa. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar kegiatan siswa

yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut.

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya seperti membaca,

memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan.

b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konsstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,

beternak.

g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, mengambil keputusan.

h. Emotional activities, seperti minat, merasa bosan, berani, tenang, gugup,

gembira, bersemangat. Tentu saja kegiatan itu tidak terpisah satu sama

lain. Dalam suatu kegiatan motoris terkandung kegiatan mental dan

disertai oleh perasaan tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat dilakukan

bermacam-macam kegiatan (Nasution, 1982:94-95).


3. Minat Siswa

Menurut Arden Frandsen dari Moentoyah (1993:7) bahwa minat

merupakan salah satu tanda kematangan dan kesiapan seseorang untuk giat dalam

kegiatan belajar. Minat erat sekali hubungannya dengan suka atau tidak suka,

tertarik atau tidak tertarik, senang atau tidak senang. Minat tidak tercetus dengan

sendirinya, tetapi sesuatu yang terwujud disebabkan pengaruh-pengaruh tertentu

seperti guru yang baik serta penguasaan materi pelajaran. Dalam hal ini, minat

merupakan kecenderungan pada diri siswa yang berhubungan dengan perasaan

senang atau tidak senang dan tertarik atau tidak tertarik terhadap mata pelajaran

tertentu.

Perasaan senang akan menimbulkan minat, yang diperkuat lagi oleh

sikap yang positif. Yang jelas adalah perasaan tidak senang menghambat dalam

belajar, karena tidak melahirkan sikap positif dan tidak menunjang minat belajar,

motivasi juga sukar berkembang. Penyebab turunnya minat belajar siswa antara

lain karena kurangnya motivasi dalam diri siswa itu sendiri. Mereka jarang sekali

berpikir melakukan sesuatu yang sebenarnya banyak bermanfaat bagi mereka.

Turunnya minat belajar ini akan berdampak negatif pada hasil belajar, karena

sesuatu yang dilakukan tanpa dilandasi niat, kemampuan dan usaha yang keras

hanya akan sia-sia dan memberikan hasil yang tidak maksimal.

4. Pembelajaran

a. Definisi Pembelajaran

Pembelajaran atau instruction adalah seperangkat peristiwa atau events

yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu


memperoleh kemudahan (Chatarina, 2004:6). Seperangkat peristiwa itu

membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal, jika si belajar

melakukan “self instruction” dan di sisi lain bersifat eksternal yaitu jika

bersumber antara lain dari guru. Pembelajaran merupakan upaya penataan

lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan

berkembang secara optimal (Erman Suherman, 2003:7). Pembelajaran adalah

upaya untuk menciptakan iklim dari pelayanan terhadap kemampuan, potensi,

minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal

antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa (Amin Suyitno, 2003:1).

b. Komponen-komponen Pembelajaran

1) Tujuan

Tujuan secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan

pembelajaran adalah “instructional effect” biasanya itu merupakan atau

berupa pengetahuan dan ketrampilan. TPK dirumuskan akan

mempermudah dalam menentukan kegiatan pembelajaran yang tepat.

Setelah siswa melakukan kegiatan belajar mengajar, selain memperoleh

hasil belajar seperti yang dirumuskan dalam TPK, mereka akan

memperoleh apa yang disebut dampak pengiring. Dampak pengiring dapat

berupa kesadaran akan sifat pengetahuan, tenggang rasa, kecermatan

dalam berbahasa dan sebagainya.

2) Subyek belajar

Subyek belajar dalam pembelajaran merupakan komponen utama

karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena


siswa adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sebagai

obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai

perubahan perilaku pada diri subyek belajar.

3) Materi pelajaran

Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses

pembelajaran karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk

dari kegiatan pembelajaran.

4) Strategi pembelajaran.

Strategi belajar merupakan pola umum mewujudkan proses

pembelajaran yang diyakini efektifitasnya untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

5) Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru

dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan

pembelajaran.

6) Penunjang

Komponen penunjang yang di maksud dalam sistem pembelajaran

adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pembelajaran, bahan pelajaran

dan sebagainya.

c. Tujuan Pembelajaran

Dalam rangka untuk mencapai tujuan kurikuler, maka suatu lembaga

menyelenggarakan serangkaian kegiatan pmbelajaran secara teratur dan


berkelanjutan. Masing-masing kegiatan mengandung tujuan tertentu yaitu

suatu tuntutan agar subyek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran

diharapkan menguasai sejumlah pengetahuan. Tujuan pembelajaran tersebut

dikenal dengan nama tujuan pembelajaran umum atau tujuan instruksional

umum (TPU/TIU) dan tujuan pembelajaran khusus (TPK/TIK). Tujuan

pembelajaran umum dikembangkan oleh tim pengembang kurikulum

sedangkan tujuan pembelajaran khusus dikembangkan oleh guru-guru

(Achmad Sugandi, 2004:22-23).

2.2 LANDASAN TEORI

2.2.1 PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

A. Pengertian PTK

Penelitian tindakan telah mulai berkembang sejak perang dunia kedua.

Oleh sebab itu, terdapat banyak pengertian tentang PTK. Istilah PTK

dideferensiasi dari pengertian – pengertian berikut.

Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective inquiry


undertaken by participants in a social (including educational) situation in
order to improve the rationality and justice of
(a) Their on social or educational practices,
(b) Their understanding of these practices, and (c) the situations in which
practices are carried out.
McNeiff (2002): action research is a term which refer to a practical way of
looking at your own work to sheck that it is you would like it to be.
Because action research is done by you, the practitioner, it is often
referred to as practitioner based research; and because it involves you
thinking about and reflecting on your work, it can also be called a form of
self-reflective practice.
Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut, dapat dicermati pengertian

PTK secara lebih rinci dan lengkap. PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk

kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan tersebut dilakukan

untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam

melaksanakan tugas sehari-hari, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-

tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik

pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK

dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahapan,

planing, action, observation/evaluation, dan reflection.

Suharsimi (2002) juga menjelaskan PTK melalui gabungan definisi dari

tiga kata yaitu “Penelitian” + “Tindakan“ + “Kelas”. Makna setiap kata tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Penelitian; kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan cara dan

metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat

dalam memecahkan suatu masalah.

2. Tindakan; sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan

tertentu. Tindakan yang dilaksanakan dalam PTK berbentuk suatu rangkaian

siklus kegiatan.

3. Kelas; sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran

yang sama dari guru yang sama pula. Siswa yang belajar tidak hanya terbatas

dalam sebuah ruangan kelas saja, melainkan dapat juga ketika siswa sedang

melakukan karyawisata, praktikum di laboratorium, atau belajar tempat lain di

bawah arahan guru.


B. Karakteristik PTK

Karakteristik PTK yang sekaligus dapat membedakannya dengan

penelitian formal adalah sebagai berikut.

1. PTK merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk

menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa di

kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di

kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran, pemaknaan,

perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di kelas dan

dirasakan oleh kelas itu.

2. Metode PTK diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-

variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu sendiri.

Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak

dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan PTK hendaknya selalu

diterapkan segera dan ditelaah kembali efektivitasnya dalam kaitannya dengan

keadaan dan suasana kelas itu.

3. PTK terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran,

dalam arti bahwa hasil atau temuan PTK itu adalah pada diri Guru telah terjadi

perubahan, perbaikan, atau peningkatan sikap dan perbuatannya. PTK akan

lebih berhasil jika ada kerja sama antara Guru-Guru di sekolah, sehingga

mereka dapat sharing permasalahan, dan apabila penelitian telah dilakukan,

selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan yang dilakukan. Dengan

demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.

4. PTK bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian, maka cocok

digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini juga
memungkinkan diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan penelaahan

kembali secara berkesinambungan.

5. PTK banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi diri

peneliti. Pada saat penelitian berlangsung Guru sendiri dibantu rekan lainnya

mengumpulkan informasi, menata informasi, membahasnya, mencatatnya,

menilainya, dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan secara bertahap.

Setiap tahap merupakan tindakan lanjut tahap sebelumnya.

6. PTK sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen dalam hal

percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali

efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak secara ketat memperdulikan pengendalian

variabel yang mungkin mempengaruhi hasil penelaahan. Oleh karena kaidah-

kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan terutama dalam

pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola

tindakan, rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses

ilmiah.

7. PTK bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya dilakukan dalam

bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak representatif

untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik terbatas

pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.

2.2.2 PEMBELAJARAN KOOPERATIF

A. Tinjauan umum pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan

Herbert Thelan (dalam Suprijono, 2009) yang memberikan pernyataan bahwa


pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses

demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan

Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium

untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu bentuk belajar kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif

kelas disusun atas kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari 4-5

siswa yang heterogen menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku, agama.

Tujuan pembentukan kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, adalah

untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam

proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama kerja kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru, dan saling

membantu teman dalam satu kelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Fase-fase dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif (Suyatno, 2009) terdiri

atas enam langkah (fase) yaitu:

(1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa,

(2) Menyajikan informasi/materi,

(3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar,

(4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar,

(5) Evaluasi dan memberikan penghargaan.

B. Pembelajaran kooperatif STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu

menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan


yang diberikan. Slavin (2008) mengemukakan ada 5 langkah pelaksanaan

pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:

a. Menyampaikan tujuan.Tahap pertama guru memulainya dengan

menyampaikan tujuan pembe-lajaran khusus, kemudian memotivasi rasa

ingin tahu siswa tentang kandungan materi yang akan dipelajarai.

Kemudian dilanjutkan dengan memberi apersepsi dengan harapan

mengingatkan kembali pemahaman siswa akan materi prasyarat yang

diperlukan.

b. Penyajian Materi. Saat menyajikan materi pembelajaran perlu ditekankan

hal-hal sebagai berikut:

(1) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan

dipelajari siswa dalam kelompok;

(2) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan sekadar

hapalan;

(3) memberi umpan   balik   sesering  mungkin  untuk  mengontrol 

pemahaman  siswa;

(4) memberi penjelasan atau alasan mengapa jawaban itu benar atau salah

(5) beralih pada materi berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang

ada.

c. Tahap kerja kelompok. Tahap kerja kelompok, siswa dibagikan lembar

kerja siswa (LKS) sebagai bahan dipelajari dalam bentuk open-ended

tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa sharing berbagi tugas, saling bantu

menyelesaikan tugas dengan target mampu memahami materi secara

benar. Salah satu hasil kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok.
Pada tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan

motivator kerja kelompok

d. Tahap tes individu.Tes individu diadakan untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan belajar telah dicapai. Tes atau kuis secara individual dapat

berupa perta-nyaan-pertanyaan jawaban singkat atau bentuk pilihan ganda.

Pada peneliti-an ini, tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan.

Tujuannya agar siswa dapat menunjukkan pemahaman dan apa yang telah

dipelajari sebelumnya. Skor yang diperoleh siswa per individu ini didata

dan diarsipkan sebagai bahan untuk perhitungan skor kelompok.

e. Tahap Penghargaan. Segera setelah siswa mengerjakan kuis dilakukan

perhitungan perolehan skor individu untuk. pemberian penghargaan

kelompok.

C. Pembelajaran kooperatif TGT

Seperti halnya dengan pembelajaran kooperatif Student Teams

Achievement Division (STAD), TGT juga membagi siswa dalam kelompok belajar

yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat

kemampuan, jenis kelamin, dan suku. Secara umum TGT sama dengan STAD

kecuali satu hal yaitu TGT menggunakan turnamen akademik menggantikan kuis-

kuis dan sistem skor kemajuan individu. Dalam turnamen akademik para siswa

berlomba sebagai wakil kelompok mereka dengan anggota kelompok lain yang

kemampuan akademiknya sama dengan mereka. Slavin (2008) mendeskripsikan

komponen-komponen TGT sebagai berikut:

a. Presentase kelas. Saat presentase kelas, guru memulai dengan

menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai hari itu dan


memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari.

Berikutnya guru memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa

terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari agar siswa dapat

menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang

telah dimiliki. Selanjutnya guru menyajikan materi pelajaran

menggunakan pengajaran langsung.

b. Kegiatan kelompok. Setiap kelompok dibagikan lembar kerja siswa (LKS)

sebagai bahan yang akan dipelajari dalam kelompok. Fungsi utama dari

kegiatan kelompok adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok

benar-benar belajar sampai mengerti dan menguasai permasalahan yang

ditanyakan dan lebih khusus lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk

bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan pada turnamen akademik nantinya.

c. Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang

dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari

presentase kelas dan penguasaan kompetensi pada kegiatan kelompok.

Game dimainkan di atas meja dengan tiga atau empat orang siswa dimana

masing-masing siswa mewakili kelompok yang berbeda dengan

kemampuan akademik yang sama. Kebanyakan game adalah berupa

nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang

siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan

sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang

penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban

masing-masing.
d. Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Turnamen

biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau setelah selesai

pembelajaran satu standar kompetensi. Pada penelitian ini, turnamen

dilaksanakan setiap pertemuan. Penempatan siswa pada meja-meja

turnamen dilakukan berda-sarkan tingkat kemampuan masing-masing

siswa. Tingkat kemampuan siswa diperoleh dari hasil pretes yang

dilakukan sebelumnya. Pada turnamen pertama, guru menentukan siswa

untuk maju ke meja-meja turnamen. Tiga atau empat siswa yang sama-

sama berkemampuan tinggi ditempatkan pada meja turnamen 1, tiga atau

empat siswa berkemampuan sama berikutnya ditempatkan pada meja

turnamen 2 dan seterusnya.

e. Penghargaan kelompok. Segera setelah turnamen selesai, saatnya

menentukan skor kelompok. Skor kelompok diperoleh dari poin-poin

turnamen dari tiap siswa yang ada dalam anggota kelompok tersebut.

D. Pembelajaran kooperatif STADAT

Pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Division And

Tournament (STADAT) adalah pembelajaran kooperatif yang merupakan

kombinasi dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD) dengan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT).

Pengkombinasian pembelajaran kooperatif STAD dan TGT menjadi pembelajaran

kooperatif STADAT peneliti memilih mengadakan game turnamen terlebih

dahulu kemudian memberikan kuis-kuis pada tahap berikutnya. Adapun langkah-

langkah pembelajaran kooperatif STADAT selengkapnya adalah: presentase kelas

(penyajian materi), kegiatan kelompok, game turnamen, kuis, skor kemajuan dan
penghargaan kelompok. Sejalan dengan pembelajaran kooperatif STAD dan TGT,

pada pembelajaran kooperatif STADAT siswa ditempatkan dalam kelompok

belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat

prestasi dan jenis kelamin. Guru menyajikan materi pelajaran sementara siswa

memperhatikan dan menyimak penjelasan guru. Selanjutnya siswa bekerja di

dalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok

telah menguasai pelajaran tersebut. Pada tahap berikutnya diadakan game

turnamen. Siswa mengatur meja untuk pelaksanaan game turnamen. Setiap

anggota kelompok dari tiap kelompok yang berkemampuan setara menuju ke meja

turnamen yang telah ditentukan untuk melakukan permainan turnamen. Setelah

melakukan game turnamen dilanjutkan dengan memberikan kuis. Akhirnya,

masing-masing perolehan skor kuis individu dan perolehan skor di meja turnamen

dihitung untuk menentukan predikat penghargaan masing-masing kelompok

sebagai kelompok “SUPER”, “HEBAT”, dan “BAIK”. Tiga kelompok peraih

predikat penghargaan tertinggi dapat diberikan penghargaan tambahan berupa

pemberian sertifikat, dimuat dibuletin sekolah atau diumumkan di papan

pengumuman kelas.

2.3 KERANGKA BERPIKIR

Dalam proses belajar mengajar akan lebih baik bila siswa secara aktif

terlibat dalam proses penemuan pertalian-pertalian atau hubungan dari informasi

yang diperoleh. Dengan adanya aktivitas belajar ini akan menghasilkan

kemampuan belajar dan peningkatan pengetahuan. Proses belajar tidak mungkin


akan berhasil tanpa adanya aktivitas belajar itu sendiri. Itulah sebabnya aktivitas

merupakan prinsip yang penting dalam interaksi belajar mengajar.

Minat belajar siswa erat sekali hubungannya dengan suka atau tidak

suka, tertarik atau tidak tertarik dan senang atau tidak senang. Minat tidak tercetus

dengan sendirinya, tetapi sesuatu yang terwujud disebabkan oleh pengaruh-

pengaruh tertentu seperti penguasaan terhadap materi pelajaran. Perasaan senang

akan menimbulkan minat, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Yang jelas

perasaan tidak senang akan menghambat dalam belajar, karena tidak melahirkan

sikap positif dan tidak menunjang minat belajar siswa. Penyebab turunnya minat

belajar siswa antara lain karena kurangnya motivasi dalam diri siswa itu sendiri.

Turunnya minat belajar ini akan berdampak negatif pada hasil belajar, karena

sesuatu yang dilakukan tanpa dilandasi niat, kemauan dan usaha yang keras hanya

akan sia-sia dan memberikan hasil yang tidak maksimal. Dengan demikian,

aktivitas dan minat belajar siswa menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam

pembelajaran.

Model mengajar ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan

dan struktur penghargaan (reward). Salah satu usaha mengembangkan

kemampuan menyelesaikan masalah siswa pada mata pelajaran matematika di

sekolah adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Didalam pembelajaran

kooperatif peserta didik bekerja dalam satu tim untuk menyelesaikan masalah,

menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama.

Pembelajaran kooperatif akan membantu peserta didik dalam membangun sikap

positif terhadap pelajaran matematika. Para peserta didik secara individu

membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan


masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa

cemas terhadap matematika yang banyak dialami oleh peserta didik.

Student Teams Achievement Division and Tournament (STADAT)

merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif

yang sederhana. STADAT dikatakan sederhana karena kegiatan pembelajaran

yang dilakukan masih dekat dengan pembelajaran konvensional Model ini

memiliki keistimewaan yaitu peserta didik selain bisa mengembangkan

kemampuan dirinya sendiri juga bisa mengembangkan kemampuan

berkelompoknya, sehingga pada misal pada satu kelompok yang belum jelas,

maka teman dalam kelompok tersebut menjelaskan kepada temannya yang belum

paham sehingga pada satu kelompok tersebut dapat mengerti.

Selain itu siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif

didorong atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan

mereka harus mengkoordinasi usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam

penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu

sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi

penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok. Model

pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan (hasil belajar)

siswa dan keaktifan siswa dalam memecahkan masalah.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 SUBJEK PENELITIAN

1. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Kristten Kalam

Kudus Padang.

b. Sampel

Setelah dilakukan sampling, terpilihlah SMA Kristen Kalam Kudus Padang.

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMA Kristen

Kalam Kudus. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik random sampling,

karena diasumsikan populasi bersifat homogen. Asumsi ini didasarkan pada

ciri-ciri yang relatif sama yang dimiliki populasi, antara lain sebagai berikut.

1) Siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama.

2) Siswa yang menjadi obyek penelitian duduk pada kelas yang berbeda.

3) Siswa mendapat waktu pelajaran yang sama.

2. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang diambil adalah sebagai berikut.

a. Variabel perantara, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division and Tournament (STADAT).

b. Variabel bebas, yaitu aktivitas belajar siswa SMA Kristen Kalam Kudus

Padang ( X 1 ) dan minat siswa SMA Kristen Kalam Kudus Padang ( X 2 ).


c. Variabel terikat, yaitu hasil belajar matematika siswa SMA Kristen Kalam

Kudus Padang ( Y ).

3. Indikator Penelitian

Indikator dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar mata

pelajaran matematika, frekuensi bertanya di kelas, frekuensi mengemukakan

pendapat dalam suatu diskusi, keseriusan dalam mendengarkan penjelasan guru,

kemauan mengerjakan tugas, perasaan senang pada mata pelajaran matematika

dan kehadiran.

4. Desain Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada saat penelitian adalah sebagai

berikut.

a. Dengan teknik random sampling, ditentukan sampel penelitian yaitu siswa

SMA Kristen Kalam Kudus Padang.

b. Menentukan kelas uji coba di luar sampel penelitian yaitu siswa SMA yang

belajar di bimbel LPGM.

c. Mengambil data nilai tes pada materi sebelumnya, untuk menentukan

pembagian kelompok. Kelompok dibentuk berdasarkan siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.

d. Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

e. Menyusun kisi-kisi tes.

f. Menyusun instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi tes yang ada.

g. Mengujicobakan instrumen tes uji coba, di mana instrumen tes itu akan

digunakan sebagai tes hasil belajar.

h. Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui taraf kesukaran, daya

pembeda, validitas dan reliabilitas.


i. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan poin h)

j. Menyampaikan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe

STADAT.

k. Melaksanakan pembelajaran.

l. Mengadakan observasi dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam

penelitian.

m. Melaksanakan tes.

n. Menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan metode yang telah

ditentukan.

o. Menyusun hasil penelitian.

3.2 PROSEDUR DAN SIKLUS PENELITIAN

A. Prosedur Pengumpulan Data

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi identifikasi tujuan pembelajaran matematika,

kajian teoritis tentang kurikulum KTSP matematika SMA, analisis

pembelajaran matematika di lapangan dan keadaan siswa.

2. Menentukan instrumen yang akan digunakan sebagai alat ukur dan alat

pembelajarannya.

3. Penulisan item-item untuk masing-masing instrumen yang digunakan.

4. Untuk instrumen tes hasil belajar dilengkapi dengan pedoman mengerjakan

dan jawaban.

5. Melakukan uji coba instrumen.

6. Penganalisisan hasil.
7. Mengadakan refleksi terhadap item-item yang dirasa kurang sesuai, setelah

itu baru dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

A. Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpul Data

a. Tes.

b. Angket.

c. Lembar observasi berupa check list.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Tes

Tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur

ketrampilan, pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok (Rianto, 1963:83). Tes dibuat untuk

mengukur sejauh mana siswa dapat memahami atau mengerti materi yang

diajarkan oleh guru. Sebelumnya perlu dilakukan analisis butir soal dari

soal pada tes tersebut. Pemberian tes dilakukan setelah akhir pokok

bahasan pecahan. Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk memperoleh

data tentang hasil belajar matematika.

b. Angket

Angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar

pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara

tertulis. Jenis angket yang dipergunakan adalah jenis angket tertutup.

Angket tertutup merupakan angket yang menghendaki jawaban pendek


atau jawabannya diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu. Daftar

pertanyaan disusun dengan disertai alternatif jawaban, responden diminta

untuk memilih salah satu jawaban dari alternatif jawaban yang tersedia

(Rianto, 1996:70). Dalam penelitian ini angket dibuat untuk mengukur

minat siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Rianto

(1996:73) prosedur penyusunan instrumen yang berupa angket secara

operasional dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai melalui kuesioner (angket).

2) Setelah tujuan dirumuskan, tetapkan variabel-variabel yang akan

diangkat dalam penelitian.

3) Dari variabel-variabel yang telah ditetapkan, jabarkan indikator-

indikator variabelnya.

4) Dari indikator variabel tersebut, jabarkan ke dalam deskriptor-

deskriptor yang selanjutnya dirumuskan dalam item pertanyaan.

Angket ini diberikan kepada siswa setelah pembelajaran dilakukan/setelah

dikenai kondisi buatan. Teknik ini digunakan untuk mengambil data

tentang minat siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap

mata pelajaran matematika.

c. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan

pengmatan terhadap obyek penelitian. Observasi yang akan dilakukan

adalah observasi langsung, dalam artian mengadakan pengamatan secara

langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan

itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi

buatan yang khusus diadakan. Petunjuk yang bersifat umum yang


mendasari pelaksanaan obervasi menurut Winarno Surachmad dalam

Rianto (1996:78) adalah sebagai berikut.

1) Lebih dahulu harus ditetapkan bahwa metode observasi merupakan

metode yang tepat untuk tujuan penelitian.

2) Bila observasi ini merupakan teknik yang tepat, kita harus mulai

merinci segala unsur data misal sifatnya, banyaknya dan unsur-unsur

lain yang mungkin penting dalam penelitian.

3) Bila telah jelas jenis dan jumlah data yang harus dikumpulkan dan

penggunaannya, maka perlu dipikirkan bagaimana cara kita mencatat

dan menyusun data tersebut.

4) Apabila dalam poin ke-3, ternyata membutuhkan alat-alat pembantu

data, maka alat-alat tersebut harus disediakan.

5) Kini tibalah saatnya untuk mengadakan observasi guna pengumpulan

data.

Petunjuk yang dikemukakan di atas memang tampak mengacu kepada

petunjuk prosedur umum dalam observasi. Sedangkan menurut Rummel

dalam Rianto (1996:78), petunjuk dalam menggunakan metode observasi

adalah sebagai berikut.

1) Memperoleh dahulu pengetahuan tentang apa yang akan diobservasi.

2) Menyelidiki tujuan-tujuan umum atau khusus dari masalah-masalah

penelitian untuk menentukan apa yang harus diobservasi.

3) Membuat suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi.

4) Mengadakan batasan yang tegas mengenai macam-macam tingkat

yang akan digunakan.

5) Mempertimbangkan observasi secara cermat dan kritis.


6) Catat tiap-tiap gejala secara terpisah.

7) Mengetahui baik-baik alat-alat pencatatan dan tata cara mencatat

sebelum melakukan observasi.

d. Lembar observasi dilakukan dengan menggunakan check list. Check list

atau daftar cek terdiri dari daftar item yang berisi faktor-faktor yang

diselidiki. Jenis alat ini mensistematisasi dan memudahkan perekaman

hasil observasi. Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur aktivitas

belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai