Jeritan para Petani Indonesia
Jeritan para Petani Indonesia
Jeritan para Petani Indonesia
Pada dasarnya nasib para petani negeri indonesia ini masih sebagian besar dibawah
garis kemiskinan. pemerintah tak pernah memperhatikan nasib petani dengan sungguh-
sungguh setelah orde baru selesai. apalagi jika para petani di timpa kegagalan panen akibat
cuaca ekstrem dan hama. nasib petani saat ini sudah sampai taraf sengsara dan
memperhatinkan. Para petani kita dibiarkan begitu saja oleh pemerintah untuk mengatasi
masalah dilapangan. padahal dilihat dari segi pengetahuan para petani sangat minim dan dana
juga terbatas. petani kita bukan hanya miskin, tapi sudah sampai taraf sengsara.
para petani meminta agar pemerintah turun ke lapangan untuk membantu petani. apa
yang dibutuhkan petani misalnya pupuk, atau obat-obatan harus disiapkan oleh pemerintah.
selain itu juga harus ada program pinjaman modal dengan bunga murah dan pinjaman yang
dapat membantu keuangan para petani.
Selain itu, kebijakan pemerintah soal pembebasan bea masuk beras yang dilakukan
pemerintah untuk mempermudah impor beras guna mengamankan stok atau pasokan dalam
negri juga tidak apa-apa asal jangan selamanya seperti itu.
Tapi untungnya, mental rakyat indonesia, khususnya para petani kita sangat bagus
dalam m,ensyukuri rejeki dan anugr-erah yang diberikan allah swt kepada kita, jadi seberapa
parah pun pemerintah menzolimi nasib para petani, para petani selalu memaafkan dosa-dosa
dan kesalahan kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, banyak pihak menilai ketergantungan pada petani gurem ini
berbahaya bagi keamanan pangan nasional di masa depan. berbagai keterbatasan petani kecil
beresiko tinggi menggoncang ketersediaan pangan. pengalaman membuktikan goncangan
kecil saja bisa membuat petani terpuruk. lihat saja kasus kelangkaan pupuk yang berlangsung
hanya beberapa saat setelah membuat ribuan petani terpukul. musibah banjir yang terjadi di
berbagai tempat juga telah menghancurkan ribuan hektar lahan petani.
Padahal data faktual menunjukan jumlah petani kecil setiap tahun cenderung terus
meningkat. tahun 1993 jumlah petani kecil hanya 51,9% dari 20,8 juta rumah tangga petani.
sepuluh tahun kemudian, tahun 2003 porsi petani gurem naik menjadi 53,9% dan tahun 2008
diperkirakan jumlah petani kecil sudah mencapai 55,1% dari jum;lah total rumah tangga
petani. data lain juga menunjukan jumlah petani kecil yang tergusur dari lahannya setiap
tahun juga cenderung terus meningkat. ini mengindikasikan pemilikan lahan mereka juga
cenderung semakin sempit.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita serius menghargai jasa para petani kecil yang
selama ini menjadi penopang produksi pangan nasional. penghargaan itu diwujudkan dengan
lebih serius memperhatikan nasib mereka. salah satu yang terpenting adalah menghindari
pemilikan lahan yang semakin sempit dan melindungi mereka dari kemungkinan tergusur.
sementara komitmen untuk memberdayakan mereka bisa di lakukan dengan memperkuat
sumber daya yang mereka miliki. lahan yang sempit tetap bisa menjadi kekuatan potensial
bila di dukung sumberdaya yang kuat.
Upaya konkrit yang bisa dilakukan adalah memberi bantuan modal usahatani. hal ini
sudah di lakukan pemerintah, termasuk pemberian subsidi pupuk dan sarana produksi.
langkah ini terbukti mampu memberi hasil positif bagi peningkatan produksi lahan petani. hal
ini tentunya juga berkorelasi positif dengan peningkatan pendapatan petani.
Produktivitas padi sawah yang cukup tinggi, dibarengi harga jual gabah yang bagus
dalam kurun waktu dua tahun terakhir membawakan keberuntungan bagi petani padi, yang
berakibat pula terhadap kenaikan kesejahteraan petani. betulkah hal tersebut terjadi terjadi
pada seluruh petani di pedesaan indonesia....? jawabannya terbagi dua; ya, bagi sebagian
kecil, dan tidak bagi sebagian besar petani.
Jaman dulu sebelum 1960 di pedesaan sudah ada petani penggarap, tetapi jumlahnya
sangat sedikit, mungkin hanya 1-3 kk pada setiap pedukuhan yang terdiri atas 50-70 kk
petani. dengan demikian, petani penggarap dapat hidup dengan nyaman, karena di desa
tersedia banyak pekerjaan dari petani milik lahan. di samping lahan sawah bagi hasil yang ia
kerjakan. masyarakat desa pada umumnya memberikan keringanan kepada petani tanpa lahan
untuk tidak usah membayar iuran untuk pembuatan jalan desa, iuran pemeliharaan saluran
irigasi, atau iuran pembangunan tempat peribadatan,. bahkan warga desa yang baik hati
sering memberi bagian hasil panen padi kepada petani tanpa lahan yang pernah membantu
bekerja disawahnya dalam jumlah yang lumayan. demikian juga untuk hasil panen komoditas
lain, seperti jagung, kacang, bawang merah, cabai, labu, atau pisang. memberi bagian panen
kepada keluarga petani tanpa lahan merupakan kebanggaan bagi keluarga petani yang
mampu. akan tetapi itu dahulu, antara tahun 1950’an hingga tahun 1960’an. pada waktu
jumlah petani penggarap atau jumlah buruh tani atau kuli kendo di perdesaan kurang 3% dari
total kk petani.
sungguh sangat mengejutkan, di beberapa kabupaten di jawa barat, petani tanpa lahan
yang berstatus sebagai petani penggarap jumlahnya mencapai 30-60% , bahkan mereka yang
berstatus sebagai buruh tani atau kuli di beberapa desa mencapai 75%. ini suatu porsi jumlah
yang sangat banyak, apalagi pada kondisi kepemilikan lahan sawah petani kurang dari 0,5
hektar. petani pemilik lahan , sehingga terdapat pasokan tenaga yang berlebihan atau labour
over supply di perdesaan.
dilihat dari tulisan diatas, suatu masalah yang sudah sering dikupas dan dibicarakan
lewat berbagai macam forum. bahkan mulut-mulut para pengamat pemerhati dan pelaku
dibidang pertanian mungkin sudah berbusa-busa.