Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM  PENCERNAAN

DISUSUN OLEH
YUNI MUTIARA
202002030137

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN


2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi
374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di
69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,74 %.)

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih
menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun
di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat.

B. TUJUAN
Tujuan Pembelajaran
1) Mampu Mengetahui Pengertian Diare pada Anak
2) Mampu Mengetahui Etiologi Diare pada Anak
3) Mampu Mengetahui Manifestasi Klinis Diare pada Anak
4) Bagaimana Patofisiologi Diare pada Anak
5) Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada Diare pada Anak
6) Mampu Rencana Terapi Pada Diare pada Anak
7) Mampu Mengetahui Asuhan Keperawatan Diare pada Anak
BAB II
KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi
lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa
lender darah.
2. KLASIFIKASI DIARE
1) Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti
lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita,
gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
a) Diare tanpa dehidrasi,
b) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan,
c) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari
berat badan,
d) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10
2) Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan
dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3) Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari
3. ETIOLOGI
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas  dan sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
 Malabsorbsi lemak 
 Malabsorbsi protein
c.  Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar
e. Faktor Pendidikan
f. Faktor pekerjaan
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,  kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur.
Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk
memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang
terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella,
sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing
(Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada
bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada
bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman
sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan
V. Cholerae.
4. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-
basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai
akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c)
Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.
5. Manifestasi Klinis
a) Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
b) Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidrasi makin tampak.
e) Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.
a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah
hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini
tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan
umur.
b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan
diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni
pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam
porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,
pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup.
c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,
obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah
termasuk prometazin dan kloropomazin.
Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penanggulangan diare adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi).
Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita
dan anak-anak. Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat
maka perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting
dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali
(refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan
kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau
muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a) Pemeriksaan tinja
b) Makroskopis dan mikroskopis
c) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
d) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
e) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic  atau hipertonik).
b) Renjatan hipovolemik
c) Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
d) Hipoglikemia.
e) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g) Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
9. Pathway
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identitas

Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk
neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status
ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan.
Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan
dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview.
Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang)
b) Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB
yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya.
1) Riwayat Keperawatan Sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-
kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau
darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu
badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
2) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain.
Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama,
penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid
yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.
Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi
fungsi dan maturitas organ vital.
Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia.
berat badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan
anak pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan
daya tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh
infeksi pada tubuh.
3) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting


karena setiap individu mempunyai ciri-ciri  struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
b) Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah
terkena kuman penyebab diare.
c) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak
yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
d) Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk
penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan
penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).
B. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Neurologi
a) Subyektif, 
klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
b)  Inspeksi, 
Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan
klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak
sakit. Kesadaran diamati komposmentis, apatis, somnolen, delirium, stupor
dan koma.
c) Palpasi, adakah parese, anestesia,
d) Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
2) Sistem Penginderaan
a)  Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b)  Inspeksi 
 Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-),
warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada
neonatus dan bayi  ubun-ubun besar tampak cekung.
 Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus.
Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis.
Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil
(-), mata cowong.
 Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan
cuping hidung.
 Telinga,  adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinan infeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare
c)  Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk
anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2
tahun. Mata, tekanan bola mata dapat menurun, Telinga, nyeri tekan,
mastoiditis
3) Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi ,  kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1
detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik =
dehidrasi berat
4) Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif,   badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
b) Inspeksi,  
pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-), adakah
pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat
c) Palpasi, 
suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat
karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga
cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi
d) Perkusi, 
normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut
masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm
ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
e) Auskultasi, 
pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, auskulatasi bunyi
jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
5) Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi, 
bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi,
irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor
pernafas inspirasi atau ekspirasi.
c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti
vremitus (-).
d) Auskultasi, 
dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada
dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit
penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
6) Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi 
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit
menurun, retraksi (-) dan kesemitrisan abdomen.
c) Auskultasi, 
Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus
meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik
d) Perkusi, 
mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar
suara tymphani.
e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan
lien tidak teraba.
7) Sistem Perkemihan
a) Subyektif,  kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum (-),
rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing
spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai
ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8) Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas  menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula,
biakan dan uji resistensI
b) Pemeriksaan Asam Basa
Analisa Blood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
c) Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
Untuk mengetahui faal ginjal
d) Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)
Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan
terjadi penurunan kesadaran dan kejang.
e) Pemeriksaan intubasi duodenum
Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara
kualitatif dan kuantitatif.
f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta
seperti bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
D. Masalah Keperawatan
1) Diare b/d Inflamasi gastrointestinal
2) Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien
E. Intervensi Keperawatan
1) Diare b/d inflamasi gastrointestinal

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien
teratasi

NOC NIC
1.    Tidak ada diare Diare Management
2.    Feses tidak ada darah dan mukus  Kelola pemeriksaan kultur
3.    Nyeri perut tidak ada sensitivitas feses 
4.    Pola BAB normal  Evaluasi pengobatan yang berefek
5.    Elektrolit normal samping gastrointestinal
6.    Asam basa normal
 Evaluasi jenis intake makanan
7.    Hidrasi baik (membran mukosa
lembab, tidak panas, vital sign normal,  Monitor kulit sekitar perianal
hematokrit dan urin output dalam batas terhadap adanya iritasi dan ulserasi
normaL  Ajarkan pada keluarga
penggunaan obat anti diare

 Instruksikan pada pasien dan


keluarga untuk mencatat warna,
volume, frekuensi dan konsistensi
feses

 Ajarkan pada pasien tehnik


pengurangan stress jika perlu

 Kolaburasi jika tanda dan gejala


diare menetap

 Monitor hasil Lab (elektrolit dan


leukosit)

 Monitor turgor kulit, mukosa oral


sebagai indikator dehidrasi

 Konsultasi dengan ahli gizi untuk


diet yang tepat
2)Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume


cairan teratasi

NOC NIC

 Mempertahankan urine output  Pertahankan catatan intake dan


sesuai dengan usia dan BB, BJ urine output yang akurat
normal,  Monitor status hidrasi
 Tekanan darah 110-120/60-90 (kelembaban membran mukosa, nadi
mmHg, Nadi 60-120 x/menit, Suhu adekuat, tekanan darah ortostatik ),
tubuh 36,5-37,5◦C, Respirasi 20-60 jika diperlukan
x/meit  Monitor hasil lab yang sesuai
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
Elastisitas turgor kulit baik, osmolalitas urin, albumin, total
membran mukosa lembab, tidak ada protein )
rasa haus yang berlebihan  Monitor vital sign setiap 15menit
 Orientasi terhadap waktu dan – 1 jam
tempat baik  Kolaborasi pemberian cairan IV
 Jumlah dan irama pernapasan  Monitor status nutrisi
dalam batas normal
 Berikan cairan oral
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
 Berikan penggantian nasogatrik
normal
sesuai output (50 – 100cc/jam)
 pH urin dalam batas normal
 Dorong keluarga untuk membantu
 Intake oral dan intravena adekuat pasien makan

 Kolaborasi dokter jika tanda


cairan berlebih muncul meburuk

 Atur kemungkinan tranfusi


 Persiapan untuk tranfusi

 Pasang kateter jika perlu

 Monitor intake dan urin output


setiap 8 jam

3)Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh gangguan absorbsi


nutrien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nutrisi kurang teratasi

NOC NIC

 Albumin serum dalam batas  Kaji adanya alergi makanan


normal   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Hematokrit dalam batas normal  menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Hemoglobin dalam batas normal
 Yakinkan diet yang dimakan
 Total iron binding capacity dalam
mengandung tinggi serat untuk
batas normal
mencegah konstipasi
 Jumlah limfosit dalam batas
normal   Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
 Intake nutrisi cukup/ sesuai usia 
 Monitor adanya penurunan BB
 Berat badan sesuai usia
dan gula darah

 Monitor lingkungan selama


makan

 Jadwalkan pengobatan  dan


tindakan tidak selama jam makan

 Monitor turgor kulit

 Monitor kekeringan, rambut


kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht

 Monitor mual dan muntah

 Monitor pucat, kemerahan, dan


kekeringan jaringan konjungtiva

 Monitor intake nuntrisi

 Informasikan pada klien dan


keluarga tentang manfaat nutrisi

 Kolaborasi dengan dokter tentang


kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.

 Atur posisi semi fowler atau


fowler tinggi selama makan

 Kelola pemberan anti emetik

 Anjurkan banyak minum

 Pertahankan terapi IV line

 Catat adanya edema, hiperemik,


hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Referensi

Aslis.Wirda Hayati. 2009. Gizi Bayi : Buku Saku Jakarta : EGC

Aziz, 2006, Diare, Pembunuh Utama Balita, Graha Pustaka, Jakarta.

Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily Lynn. (2009). Pediatri. Jakarta: EGC

Cholina Trisa Siregar (2004). Kebutuhan Dasar manusia Eliminasi


B.A.B.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran. Universitas
Sumatera Utara.

Corwin, J Elizabeth. (2009). Patofisiologi : Buku Saku, edisi 1. Jakarta: EGC.

Depkes RI (2007). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL.


Jakarta

Depkes RI, 2008, Diare Penyebab Kematian Utama pada Balita di Indonesia,
Depkes RI, Jakarta

Sitorus, 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak, Jakarta, Yrama Widya.

Suharyono, 2002. Diare Akut Klinik dan Laboraktorik, Jakarta, Rhineka Cipta.de.

Anda mungkin juga menyukai