Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan uji difusi invitro sediaan gel piroksikam. Prinsip
percobaan ini adalah berdasarkan proses difusi pasif yang bertujuan untuk melihat obat dapat
menembus ke dalam stratum korneun atau tidak dan mengetahui seberapa banyak kadar obat yang
masuk ek dalam selang waktu yang telah ditentukan. Pengujian difusi in vitro dilaukan untuk
pengujian sediaan transdermal. Uji in vitro adalah prosedur yang menggunakan peralatan dan
perlengkapan uji tanpa melibatkan binatang laboratorium atau manusia. pengujian difusi in vitro
dilakukan untuk pengujian pada sediaan transdermal (Shargel, L., et al., 2012:2).
Pemberian secara transdermal menghasilkan pelepasan obat ke tubuh melalui kulit (Shargel,
1988). Rute pemberian obat secara transdermal memberikan beberapa keuntungan, diantaranya,
mengurangi metabolisme lintas pertama obat (first pass effect), tidak mengalami degradasi
kerugiannya beberapa iritasi oleh patch atau obat, penembusan kulit beda sesuai kondisi, site
anatomi, usia & gender,tipe dasar krim atau salap mempengaruhi pelepasan dan absorpsi obat
Sediaan transdermal merupakan suatu sediaan yang mampu menghantarkan obat masuk ke dalam
tubuh melalui kulit untuk memberikan efek sistemik. Kulit merupakan target masuknya obat dari
sediaan transdermal. Kulit merupakan barrier penghalang yang terdiri dari berbagai lapisan.
Lapisan paling luar dari kulit, yaitu stratum korneum, terdiri dari keratin dan dikelilingi oleh
lapisan lipid interseluler sehingga sulit untuk ditembus. Stratum komeum sebagai jaringan keratin
akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat mempenetrasi
dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada
konsentrasi obat. Agar zat aktif dari sediaan transdermal dapat masuk ke dalam kulit dan mencapai
target kerjanya dengan maksimal, maka penetrasi zat aktif melalui kulit perlu ditingkatkan.
Stratum korneum adalah lapisan terluar dari kulit yang terpapar ke permukaan yang masuk ke
Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui proses difusi pasif. Difusi
tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum (jalur transepidermal), tetapi dapat juga
terjadi melalui kelenjar keringat, minyak atau folikel rambut (jalur transpendagel/transfolikular).
Difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain
dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian
terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini
adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick,
molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat
rendah.
Salah satu cara meningkatkan penetrasi obat melalui kulit yang umum digunakan adalah dengan
menambahkan zat peningkat penetrasi pada sediaan transdermal. Peningkat penetrasi adalah zat
yang mampu meningkatkan penetrasi obat-obatan ke dalam kulit. Mekanisme kerja zat peningkat
penetrasi dapat dilakukan dengan satu atau lebih dari tiga mekanisme yaitu mengganggu struktur
stratum korneum lipid yang sangat teratur, interaksi dengan protein interselular, dan memperbaiki
partisi obat, co-enhancer atau pelarut ke dalam stratum korneum. Beberapa jenis penetrasi kimia
yang digunakan pada sediaan transdermal diantaranya alkohol, sulfoksida, surfaktan, urea, asam
lemak, minyak atsiri, terpen dan terpenoid (Handayani dan Kautsar 2018:27).
Obat yang digunaan pada praktikum kali ini adalah piroksikam. Piroxicam merupakan golongan
obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS) yang bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
siklooksigenase-1 (COX-1). Enzim ini berfungsi membantu pembentukan prostaglandin saat luka
yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan terhalanginya kerja enzim COX-1, enzim
prostaglandin diproduksi lebih sedikit. Oleh karena itu, rasa sakit dan peradangan dapat
radang kuat bekerja lama (plasma-t1/2-nya rata-rata 50 jam). tingkat difusi piroksikam ke dalam
membran absorbsinya lebih besar jika dalam bentuk gel (mudah berpenetrasi kedalam membran
atau sel target) Tjay dan Rahardja, 2007, (Soebagio, Boesro dkk, 2011).
Tahap awal yaitu tentukan terlebih dahulu panjang gelombang maksimal dari piroksikan dengan
konsentrasi 7,5 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 sebagai medium reseptornya dan diperoleh panjang
kurva baku siprofloksasin dengan membuat beberapa konsentrasi pengenceran. Pembuatan kurva
kalibrasi dimaksudkan untuk mengetahui hubungan alat dengan analit. Selain itu, untuk
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan alat uji difusi yang akan digunakan. Uji difusi kulit secara
in vitro yang sudah banyak digunakan adalah sel difusi franz, yang terdiri atas dua komponen yaitu
kompartemen donor dan kompartemen reseptor yang dipisahkan oleh membran biologis atau
sampel kulit. Sel difusi franz adalah alat uji yang digunakan untuk mengetahui penetrasi suatu zat
aktif. Prinsip kerja sel difusi Franz yaitu meletakkan membran semi permeabel diantara
kompartemen donor dan reseptor, kemudian senyawasenyawa yang masuk kedalam cairan
reseptor diukur kadarnya menggunakan instrumen analisis yang sesuai. Membran uji yang
digunakan pada praktikum ini adalah HTTuffryn karena memiliki difat yang sama dengan stratum
korneum. Alat uji difusi kemudian pasang dan diatur pada suhu 32c yang meakili suhu permukaan
kulit. Membran ht tuffryn diletakkan diantara dua kompartemen yang sebelumnya pada
kompartemen reseptor diisi dengan larutan buffer fosfat ph 7,4 hingga tanda batas dengan
menggunakan spuit. Penggunaan buffer fosfat dipilih sebagai medium reseptor karena dapar fosfat
pH 7,4 dapat menggambarkan kondisis sintem cairan tubuh di bawah kulit. Sediaan yang akan
diujikan kemudian diaplikasikan pada membran uji atau kompartemen donor. Adanya gelembung
udara di dalam kompartemen reseptor harus dihindari saat poses difusi berlangsung karena adanya
gelembung udara dapat menyebabkan timbulnya celah antara membran dengan cairan komparteme
reseptor yang nantinya akan mengahangi proses penetrasi zat aktif menuju cairan kompartemen
reseptor. Pada proses difusi dalam kompartemen reseptorm perlu dilakukan pengadukan dengan
menggunakan magnetic stirrer yang bertujuan untuk menghomogenkan zat aktif yang telah
terpenetrasi melalui kulit ke dalam cairan kompartemen reseptor agar tersebar secara merata.
Digunakan kecepatan 6000 rpm adalah untuk mewakili kecepatan aliran darah. Pengambilan
sampel dilakukan pada selang waktu 15, 30, 60, 90, 120, dan 150 menit sebanyak 2 mL. setelah
melakukan pengambilan sampel dari kompartemen reseptor, cairan medium reseptor dikembalikan
ke de dalam kompartemen reseptor sejumlah 2 mL larutan dapat ph 7,4. Hal ini dilakukan unutk
menjaga volume cairan reseptor tetap kostan selama proses pengujian berlangsung. Sampel yang
diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri uv vis (benson dan
Piroksikam mengandung inti benzen dan mengandung gugus kromofor.Selain itu juga memiliki
gugus –OH yang merupakan gugus ausokrom sehingga dapat dianalisis dengan metode
zat tersebut memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Gugus ausokrom adalah gugus fungsi yang
tidak mengabsorbsi gelombang ultraviolet sebagaimana gugus kromofor, namun karena adanya
ikatan gugus ausokrom pada gugus kromofor pada suatu senyawa dapat meningkatkan intensitas
senyawa tersebut. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada hukum lambert-beer yaitu bila
cahaya monokromatik melalui suatu media maka sebagian cahayanya diserap, sebagian
dipantulkan, sebagian lagi dipancarkan (Fernanda, 2011). t (Gandjar dan Rohman, 2012).
Hasil pengukuran absorbansi piroksikam pada waktu 15- 150 menit menghasilkan nilai abs berturut-
turut….. setelah itu dilakukan perhitungan konsentrasi dengan cara menmasukkan nilai abs yang didapat
ke dalam persamaan kurva kalibrasi yang telah didapat sebelumnya yaitu y=0.045x + 0.020 sebagai nilai
y. konsentrasi yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran yaitu 5 sehingga dihasilkan
nilai konsentrasi yang sebenarnya, lalu hasil dari konsentrasi yang sebenarnya dikalikan dengan 15 yang
merupakan nilai kompartemen reseptor lalu dibagi dengan 1000 untuk mengkonversikan mikro menjadi
mg sehingga akan diperoleh kadar (mg). nilai kadar yang diperoleh dari menit ke 15-150 berturut turut….
Selanjutnya pada kadar yang telah didapatkan dilakukan perhitungan faktor koreksi untuk mengetahui
konsentrasi yang sebenarnya dan meminimalisir kesalahan data. Lalu hasil faktor koreksi ditambah
dengan kadar dan kemudian dicari nilai fluks. Nilai fluks dapat dihitung dengan menggunakan hukum fick
yaitu jumlah kumulatif zat aktif yan terpenetrasi melalui satuan luas dalam satuan waktu. Nilai fluks
tertinggi yang didapat yaitu 1,01 mg/cm2 pada waktu 150 menit, dimana semakin tinggi nilai fluks maka
akan semakin tinggi jumlah obat yang terpenetrasi. Nilai fluks yang tertinggi akan digunakan untukk
menghitung % difusi yaitu dengan membagi nilai fluks tertinggi dengan dosis dan luas membran. % difusi
merupakan % nilai yang menyatakan kemampuan obat mampu berpenetrasi ke dalam membran. Persen
difusi yang didapat pada praktikum kali ini adalah 63,43%, yang artinya selama 2,5 jam sediaan gel
piroksikam 1% mampu berdifusi sebesar 63,43%. Berdasarkan hasil yang didapatkan sediaan gel
piroksikam 1% terpenetrasi secara sempurna karena persen difusi yang dihasilkan >50%. Piroksikam
memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan memiliki bobot molekul 331, 35, menurut patel (2009)
bahan obat yang dapat dihantarkan melalui rute transdermal yaitu Sifat kelarutan obat rendah dalam air:
obat yang lebih larut lemak akan lebih mudah melewati stratum korneum. b. Memiliki Log P 1-3: obat
yang bersifat terlalu hidrofil ataupun terlalu lipofil akan sulit untuk mencapai sirkulasi sistemik. c. Bobot
molekulnya kurang dari 500 Dalton: bobot molekul obat yang lebih dari 500 Dalton akan sulit menembus
stratum korneum.
Faktor biologis; meliputi kondisi kulit, usia kulit, aliran darah, dan metabolisme kulit (Prakash dan
Thiagarajan, 2012)
Daftar pustaka
Benson, H. A. E., dan Watkinson, A. C., 2012. Topical and transdermal drug delivery; principle
and practice. New jersey a john wiley & sons inc. publication
Fitriana, Irene, 2014. Pembuatan dan evaluasi gel anti-ageing ekstrak tempe dengan propilenglikol
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2009. Kimia farmasi analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Handayani, R dan Kautsar, A.P. (2018). ‘Strategi Baru Sistem Penghantaran Obat Transdermal
Pathan, I.B. and Setty, C.M., 2010. Chemical penetration enhancers for transdermal drug delivery systems.
Shargel, 2012
Tjay, 2012
Walters, K.A. 2004. Dermatological and Transdermal Formulation. Marcel Dekker. New York. 18, 25-26,