Anda di halaman 1dari 7

MODUL 5

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan uji difusi invitro sediaan gel piroksikam. Prinsip

percobaan ini adalah berdasarkan proses difusi pasif yang bertujuan untuk melihat obat dapat

menembus ke dalam stratum korneun atau tidak dan mengetahui seberapa banyak kadar obat yang

masuk ek dalam selang waktu yang telah ditentukan. Pengujian difusi in vitro dilaukan untuk

pengujian sediaan transdermal. Uji in vitro adalah prosedur yang menggunakan peralatan dan

perlengkapan uji tanpa melibatkan binatang laboratorium atau manusia. pengujian difusi in vitro

dilakukan untuk pengujian pada sediaan transdermal (Shargel, L., et al., 2012:2).

Pemberian secara transdermal menghasilkan pelepasan obat ke tubuh melalui kulit (Shargel,

1988). Rute pemberian obat secara transdermal memberikan beberapa keuntungan, diantaranya,

mengurangi metabolisme lintas pertama obat (first pass effect), tidak mengalami degradasi

gastrointestinal, penghantaran obat jangka panjang, dan penghantaran terkontrol. Sedangkan

kerugiannya beberapa iritasi oleh patch atau obat, penembusan kulit beda sesuai kondisi, site

anatomi, usia & gender,tipe dasar krim atau salap mempengaruhi pelepasan dan absorpsi obat

Sediaan transdermal merupakan suatu sediaan yang mampu menghantarkan obat masuk ke dalam

tubuh melalui kulit untuk memberikan efek sistemik. Kulit merupakan target masuknya obat dari

sediaan transdermal. Kulit merupakan barrier penghalang yang terdiri dari berbagai lapisan.

Lapisan paling luar dari kulit, yaitu stratum korneum, terdiri dari keratin dan dikelilingi oleh

lapisan lipid interseluler sehingga sulit untuk ditembus. Stratum komeum sebagai jaringan keratin

akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat mempenetrasi

dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada

konsentrasi obat. Agar zat aktif dari sediaan transdermal dapat masuk ke dalam kulit dan mencapai

target kerjanya dengan maksimal, maka penetrasi zat aktif melalui kulit perlu ditingkatkan.
Stratum korneum adalah lapisan terluar dari kulit yang terpapar ke permukaan yang masuk ke

dalam bagian epidermis kulit. (pathan, 2010; walters; 2004)

Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui proses difusi pasif. Difusi

tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum (jalur transepidermal), tetapi dapat juga

terjadi melalui kelenjar keringat, minyak atau folikel rambut (jalur transpendagel/transfolikular).

Difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain

dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian

terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini

adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick,

molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat

rendah.

Salah satu cara meningkatkan penetrasi obat melalui kulit yang umum digunakan adalah dengan

menambahkan zat peningkat penetrasi pada sediaan transdermal. Peningkat penetrasi adalah zat

yang mampu meningkatkan penetrasi obat-obatan ke dalam kulit. Mekanisme kerja zat peningkat

penetrasi dapat dilakukan dengan satu atau lebih dari tiga mekanisme yaitu mengganggu struktur

stratum korneum lipid yang sangat teratur, interaksi dengan protein interselular, dan memperbaiki

partisi obat, co-enhancer atau pelarut ke dalam stratum korneum. Beberapa jenis penetrasi kimia

yang digunakan pada sediaan transdermal diantaranya alkohol, sulfoksida, surfaktan, urea, asam

lemak, minyak atsiri, terpen dan terpenoid (Handayani dan Kautsar 2018:27).

Obat yang digunaan pada praktikum kali ini adalah piroksikam. Piroxicam merupakan golongan

obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS) yang bekerja dengan cara menghambat kerja enzim

siklooksigenase-1 (COX-1). Enzim ini berfungsi membantu pembentukan prostaglandin saat luka

yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan terhalanginya kerja enzim COX-1, enzim
prostaglandin diproduksi lebih sedikit. Oleh karena itu, rasa sakit dan peradangan dapat

berkurang. Piroksikam merupakan derivate-benzothiazin berkhasiat analgetik, antipiretis, anti

radang kuat bekerja lama (plasma-t1/2-nya rata-rata 50 jam). tingkat difusi piroksikam ke dalam

membran absorbsinya lebih besar jika dalam bentuk gel (mudah berpenetrasi kedalam membran

atau sel target) Tjay dan Rahardja, 2007, (Soebagio, Boesro dkk, 2011).

Tahap awal yaitu tentukan terlebih dahulu panjang gelombang maksimal dari piroksikan dengan

konsentrasi 7,5 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 sebagai medium reseptornya dan diperoleh panjang

gelombang maksimmmnya sebesar 353 nm. Pada spektrofotometer UV-Vis membutuhkan

penentuan panjang gelombang maksimum, dimana panjang gelombang maksimum merupakan

panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimal. selanjutnya dilakukan pembuatan

kurva baku siprofloksasin dengan membuat beberapa konsentrasi pengenceran. Pembuatan kurva

kalibrasi dimaksudkan untuk mengetahui hubungan alat dengan analit. Selain itu, untuk

menghilangkan kegalatan (kesalahan pengukuran). (Watson, 2010).

Tahap selanjutnya adalah menyiapkan alat uji difusi yang akan digunakan. Uji difusi kulit secara

in vitro yang sudah banyak digunakan adalah sel difusi franz, yang terdiri atas dua komponen yaitu

kompartemen donor dan kompartemen reseptor yang dipisahkan oleh membran biologis atau

sampel kulit. Sel difusi franz adalah alat uji yang digunakan untuk mengetahui penetrasi suatu zat

aktif. Prinsip kerja sel difusi Franz yaitu meletakkan membran semi permeabel diantara

kompartemen donor dan reseptor, kemudian senyawasenyawa yang masuk kedalam cairan

reseptor diukur kadarnya menggunakan instrumen analisis yang sesuai. Membran uji yang

digunakan pada praktikum ini adalah HTTuffryn karena memiliki difat yang sama dengan stratum

korneum. Alat uji difusi kemudian pasang dan diatur pada suhu 32c yang meakili suhu permukaan

kulit. Membran ht tuffryn diletakkan diantara dua kompartemen yang sebelumnya pada
kompartemen reseptor diisi dengan larutan buffer fosfat ph 7,4 hingga tanda batas dengan

menggunakan spuit. Penggunaan buffer fosfat dipilih sebagai medium reseptor karena dapar fosfat

pH 7,4 dapat menggambarkan kondisis sintem cairan tubuh di bawah kulit. Sediaan yang akan

diujikan kemudian diaplikasikan pada membran uji atau kompartemen donor. Adanya gelembung

udara di dalam kompartemen reseptor harus dihindari saat poses difusi berlangsung karena adanya

gelembung udara dapat menyebabkan timbulnya celah antara membran dengan cairan komparteme

reseptor yang nantinya akan mengahangi proses penetrasi zat aktif menuju cairan kompartemen

reseptor. Pada proses difusi dalam kompartemen reseptorm perlu dilakukan pengadukan dengan

menggunakan magnetic stirrer yang bertujuan untuk menghomogenkan zat aktif yang telah

terpenetrasi melalui kulit ke dalam cairan kompartemen reseptor agar tersebar secara merata.

Digunakan kecepatan 6000 rpm adalah untuk mewakili kecepatan aliran darah. Pengambilan

sampel dilakukan pada selang waktu 15, 30, 60, 90, 120, dan 150 menit sebanyak 2 mL. setelah

melakukan pengambilan sampel dari kompartemen reseptor, cairan medium reseptor dikembalikan

ke de dalam kompartemen reseptor sejumlah 2 mL larutan dapat ph 7,4. Hal ini dilakukan unutk

menjaga volume cairan reseptor tetap kostan selama proses pengujian berlangsung. Sampel yang

diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri uv vis (benson dan

Watkinson, 2012; Fitriana, 2014).

Piroksikam mengandung inti benzen dan mengandung gugus kromofor.Selain itu juga memiliki

gugus –OH yang merupakan gugus ausokrom sehingga dapat dianalisis dengan metode

spektrofotometri ultraviolet.Syarat suatu zat bisa dianalisis menggunakan spektrofotometer yaitu

zat tersebut memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Gugus ausokrom adalah gugus fungsi yang

tidak mengabsorbsi gelombang ultraviolet sebagaimana gugus kromofor, namun karena adanya

ikatan gugus ausokrom pada gugus kromofor pada suatu senyawa dapat meningkatkan intensitas
senyawa tersebut. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada hukum lambert-beer yaitu bila

cahaya monokromatik melalui suatu media maka sebagian cahayanya diserap, sebagian

dipantulkan, sebagian lagi dipancarkan (Fernanda, 2011). t (Gandjar dan Rohman, 2012).

Hasil pengukuran absorbansi piroksikam pada waktu 15- 150 menit menghasilkan nilai abs berturut-

turut….. setelah itu dilakukan perhitungan konsentrasi dengan cara menmasukkan nilai abs yang didapat

ke dalam persamaan kurva kalibrasi yang telah didapat sebelumnya yaitu y=0.045x + 0.020 sebagai nilai

y. konsentrasi yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran yaitu 5 sehingga dihasilkan

nilai konsentrasi yang sebenarnya, lalu hasil dari konsentrasi yang sebenarnya dikalikan dengan 15 yang

merupakan nilai kompartemen reseptor lalu dibagi dengan 1000 untuk mengkonversikan mikro menjadi

mg sehingga akan diperoleh kadar (mg). nilai kadar yang diperoleh dari menit ke 15-150 berturut turut….

Selanjutnya pada kadar yang telah didapatkan dilakukan perhitungan faktor koreksi untuk mengetahui

konsentrasi yang sebenarnya dan meminimalisir kesalahan data. Lalu hasil faktor koreksi ditambah

dengan kadar dan kemudian dicari nilai fluks. Nilai fluks dapat dihitung dengan menggunakan hukum fick

yaitu jumlah kumulatif zat aktif yan terpenetrasi melalui satuan luas dalam satuan waktu. Nilai fluks

tertinggi yang didapat yaitu 1,01 mg/cm2 pada waktu 150 menit, dimana semakin tinggi nilai fluks maka

akan semakin tinggi jumlah obat yang terpenetrasi. Nilai fluks yang tertinggi akan digunakan untukk

menghitung % difusi yaitu dengan membagi nilai fluks tertinggi dengan dosis dan luas membran. % difusi

merupakan % nilai yang menyatakan kemampuan obat mampu berpenetrasi ke dalam membran. Persen

difusi yang didapat pada praktikum kali ini adalah 63,43%, yang artinya selama 2,5 jam sediaan gel

piroksikam 1% mampu berdifusi sebesar 63,43%. Berdasarkan hasil yang didapatkan sediaan gel

piroksikam 1% terpenetrasi secara sempurna karena persen difusi yang dihasilkan >50%. Piroksikam

memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan memiliki bobot molekul 331, 35, menurut patel (2009)

bahan obat yang dapat dihantarkan melalui rute transdermal yaitu Sifat kelarutan obat rendah dalam air:
obat yang lebih larut lemak akan lebih mudah melewati stratum korneum. b. Memiliki Log P 1-3: obat

yang bersifat terlalu hidrofil ataupun terlalu lipofil akan sulit untuk mencapai sirkulasi sistemik. c. Bobot

molekulnya kurang dari 500 Dalton: bobot molekul obat yang lebih dari 500 Dalton akan sulit menembus

stratum korneum.

Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat secara transdermal yaitu;

Faktor kimia; meliputi berat molekul, lipofilisitas, formulasi, koefisien partisi.

Faktor biologis; meliputi kondisi kulit, usia kulit, aliran darah, dan metabolisme kulit (Prakash dan

Thiagarajan, 2012)

Daftar pustaka

Benson, H. A. E., dan Watkinson, A. C., 2012. Topical and transdermal drug delivery; principle

and practice. New jersey a john wiley & sons inc. publication

Fitriana, Irene, 2014. Pembuatan dan evaluasi gel anti-ageing ekstrak tempe dengan propilenglikol

sebagai chemical pentration. Skripsi. Yogyakarta. Universitas sanata dharma Yogyakarta

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2009. Kimia farmasi analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Handayani, R dan Kautsar, A.P. (2018). ‘Strategi Baru Sistem Penghantaran Obat Transdermal

Menggunakan Peningkat Penetrasi Kimia’, Farmaka, Vol. 15, No. 3

Pathan, I.B. and Setty, C.M., 2010. Chemical penetration enhancers for transdermal drug delivery systems.

Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 8(2). 5.


Prakash, U.R.T., dan Thiagarajan, P. (2012). Transdermal Drug Delivery System Influencing Factors, Study

Methods and Therapeutic Application. International journal of Pharmacy. 2(2): 366-374

Shargel, 2012

Tjay, 2012

Walters, K.A. 2004. Dermatological and Transdermal Formulation. Marcel Dekker. New York. 18, 25-26,

33, 103-105, 210, 337-338.

Anda mungkin juga menyukai