Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ALFI FIRMANTORO

NPM : 41155020190038
PANCASILA DI ERA REFORMASI
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari
dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar
1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun
1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
LAHIRNYA REFORMASI
Telah kita ketahui bersama bahwa pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila
pada masa orde lama dan orde baru telah terjadi deviasi oleh oknum-oknum
penyelenggara pemerintah, sehingga mendorong terjadinya reformasi oleh
mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa. Mereka menggangap bahwa Negara kita telah
dilanda krisis, baik krisis dibidang ekonomi, politik ,maupun kepemimpinan.
Reformasi lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis yang berkepanjangan,
serta menata kearah yang lebih baik.
PENERAPAN PANCASILA DI ERA REFORMASI
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki
persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala
dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi
yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan,
baik dalam wacana politis maupun akademis.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada
masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan
implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab
utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter. Terlepas dari
kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila
harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari
penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu
mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik
lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme
yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi
adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Orde Reformasi memiliki kesamaan alasan utama kemunculan dengan rezim
atau era yang lain, yaitu ingin mengoreksi atau memperbaiki hal hal yang salah
atau kurang tepat di masa ataupun era sebelumnya.
Dalam orde atau era reformasi tersebut dalam sejarahnya, dilakukan
pengembangan dalam hak-hak rakyat di wilayah tataran elit maupun dalam tataran
rakyat bawah Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan
partai politik LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum telah lebih terjamin khususnya bila dibandingkan pada
zaman orde lama dan orde baru. Akan tetapi tidak dapat kita nafikan bahwa para
elit politik/pejabat masih menyayangi KKN dari pada negaranya sehingga terjadi
inkonsistensi dalam penegakan hukum.
Dalam bidang sosial budaya, di satu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan
bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru
menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar-suku, antar-umat
beragama, antar-kelompok, dan antar-daerah terjadi di berbagai tempat.
Kriminalitas meningkat dan pengerahan massa menjadi cara untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Fakta empiris yang
dihadapi saat ini adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit.
Munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman
tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar falsafah negara, azas, paham
negara.
Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri atas lima sila
(sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling
menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk
bermacam etnis/ suku bangsa, agama, dan budaya yang bersumpah menjadi satu
bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan Bhinneka Tunggal
Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama warga bangsa
saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik di beberapa daerah, baik
konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di
Papua dan Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan
korban jiwa antar-sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah
wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih
mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang sudah berjalan 20 tahun lebih telah memiliki lima
presiden. Namun, berbagai perkembangan fenomena kehidupan ekonomi
Indonesia, politik, sosial, budaya, etnisitas masih jauh dan cita ideal nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi dasar negara yang sesungguhnya. Pancasila secara
formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tetapi hanya sebatas pada
retorika pernyataan politik.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh
elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku
ekonomi Indonesia dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur
dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur
yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan
lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga
mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah
pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan
rela mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar. Dalam bahasa
intelijen, Indonesia saat ini tengah mengalami apa yang dikenal dengan “subversi
asing”, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan
secara halus pihak asing.
Keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara
atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan
demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan
Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.

Anda mungkin juga menyukai