Mata Kuliah :
Perencanaan Wilayah
Dosen Pengampu :
Ajeng Nugrahaning Dewanti, S.T., M.T., M.Sc.
Dwiana Novianti Tufail, S.T., M.T.
Mega Ulimaz, S.T., M.T
Disusun Oleh :
Enggal Muluk Kumandang (08181029)
Febi Safitri (08181031)
Muhammad Alif Hafizan N. (08181047)
DAFTAR ISI...................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
3.1 Kesimpulan...................................................................................................13
3.2 Saran.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Desa Pusat Pertumbuhan Agropolitan (Kota Tani) dan Desa Hinterland
Kawasan Agropolitan Rupanandur................................................................................7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
pengembangan wilayah serta tatanan sosial - ekonomi, sistem pemerintahan dan
administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa
memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri
(Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan
memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih
rasional, meningkatkan kesempatan kerja, dan produktifitas (Mercado, 2002).
Maka dari itu konsep pengembangan wilayah yang cocok di Indonesia adalah
pengembangan wilayah strategis agropolitan dan minapolitan. Pengembangan
wilayah agropolitan dan minapolitan ditujukan untuk membangun pada sektor
perekonomian yang diarahkan untuk membentuk dasar pertumbuhan daerah
secara konsisten dalam jangka panjang. Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari
desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi akan dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan tersebut harus diikuti oleh kebijakan
pembangunan yang terdesentralisasi bersifat bottom up serta mampu melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat pedesaan untuk mencegah kemungkinan
kaum elit dari luar daerah untuk melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
penerapan dari Tema Pengembangan Kawasan dan Wilayah Strategis
Agropolitan dan Megapolitan di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
keterkaitan kawasan tersebut dengan kawasan agropolitan di bidang ekonomi
maupun pelayanan lainnya.
2. Kawasan permukiman adalah kawasan tempat para petani dan penduduk
kawasan agropolitan untuk tinggal dan bermukim.
3. Kawasan pengolahan dan industri yang merupakan kawasan untuk mengolah
dan menyeleksi hasil pertanian sebelum dipasarkan dan dikirim kepada
konsumen. Pada kawasan ini dapat dibangun pergudangan dan industri
pengolahan hasil pertanian menjadi produk jadi.
4. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari pasar,
kawasan perdagangan, lembaga keudangan, terminal agribisnis dan pelayanan
umum lainnya.
5. Keterkaitan antara kawasan agropolitan dengan kawasan lainnya, seperti
kawasan permukiman, kawasan industri maupun kawasan konservasi alam.
4
2. Subsistem usaha tani/ pertanian primer yang mencakup usaha tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peterakan dan kehutanan
(Basuki, 2012). Prasarana dan sarana yang disediakan dapat berupa
penyediaan air baku dengan saluran irigasi terbuka, irigasi tetes, embung-
embung, maupun sumur bor (Kementrian Pekerjaan Umum, 2012)
3. Subsistem agribisnis hilir yang meliputi industri pengolahan dan pemasaran,
termasuk dengan kegiatan ekspor (Basuki, 2012). Prasarana dan sarana
penunjang untuk pengolahan hasil dapat berupa penjemuran hasil pertanian,
gudang penyimpanan dengan pendingin serta packing house guna menyortir
dan mengemas hasil olahan serta rumah potong hewan (RPH). Sedangkan
untuk pemasaran hasil dapat berupa pasar tradisional, tempat bongkar muat,
pasar hewan, jalan antar desa-kota serta jembatan (Kementrian Pekerjaan
Umum, 2012).
4. Subsistem jasa penunjang berupa kegiatan penyediaan jasa bagi agribisnis
seperti perkreditan, asuransi, transportasi, penelitan dan pengembangan,
pendidikan, infrastruktur maupun kebijakan pemerintah (Basuki, 2012).
Sarana dan prasarana yang disediakan berupa Sarana Utilitas Umum seperti
jaringan air bersih, sanitasi, persampahan, listrik serta telekomunikasi; Sarana
Pelayanan Umum berupa pusat perbelanjaan, kesehatan, pendidikan,
peribadatan rekreasi maupun ruang terbuka hijau; Sarana Kelembagaan seperti
Perbankan, Koperasi, Badan Pengelola Agropolitan dan Unit Usaha
Agropolitan; Pembangunan Kasiba (Kawasan Siap Bangun) dan Lisiba
(Lingkungan Siap Bangun) beserta fasilitas umum dan sosial yang diperlukan;
serta penyusunan kebijakan terkait pengembangan kawasan agropolitan dan
penusunan rencana tata ruang Kawasan Agropolitan (Kementrian Pekerjaan
Umum, 2012).
Muatan yang terkandung pada rencana pengembangan kawasan agropolitan
sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penyusunan program pengembangan
adalah sebagai berikut (Basuki, 2012).
1. Penetapan pusat agropolitan dengan fungsi sebagai pusat perdagangan dan
transportasi pertanian (aricultural trade/ transport center), penyedia jasa
pendukung pertanian (agricultural support services), pasar bagi konsumen
non-pertanian (non agricultural consumer market), pusat bagi industri
pertanian (agro-based industry), penyedia pekerjaan non pertanian (non-
5
agricultural employment), pusat agropolitan beserta hinterland-nya terkait
dengan sistem permukiman nasional, provinsi dan kabupaten (RTRW
provinsi/ kabupaten) (Basuki, 2012).
2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan dengan fungsi sebagai pusat
produksi pertanian (agricultural production), pusat pendapatan pedesaan dan
permintaan barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-
agricultural goods and services), serta produksi tanaman siap jual dan
diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification)
(Basuki, 2012).
3. Penetapan sektor unggulan yang telah berkembang dan didukung dengan
sektor hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan masyarakat
didalamnya sesuai kearifan lokal dan mempunyai skala ekonomi yang
memungkikan dikembangkan untuk di ekspor (Basuki, 2012).
4. Dukungan sistem infrastuktur guna membentuk struktur ruang yang
mendukung pengembangan kawasan agropolitan, antara lain: jaringan jalan,
irigasi, sumber air, serta jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi) (Basuki,
2012).
5. Dukungan sistem kelembangaan guna mengelola pengembangan kawasan
agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitas
yang diberikan dari Pemerintah Pusat sehingga dapat mengembangkan sistem
insentif dan disinsentif pada kawasan agropolitan (Basuki, 2012).
Proses penyusunan rencata tata ruang kawasan agropolitan terbagi menjadi
dua tahapan yaitu tahap pengumpulan data dan tahap pengolahan data dan
analisis. Pada tahap pengumpulan data setidaknya meliputi data wilayah
administrasi, data fisiografis, data kependudukan, data keuangan dan ekonomi,
data prasarana dan sarana dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang,
data daerah rawan bencana, data kawasan pertanian, peternakan, perkebunan
maupun perikanan, data rencana pengembangan sentra produksi serta peta dasar
rupa bumi dan peta tematik yang diperlukan. Pada tahap pengolahan data dan
analisis paling sedikit meliputi analisis kelayakan pengembanga agroindustri dan
analisis daya dukung sebagai pusat koleksi, distribusi dan pemasaran komoditi
pertanian (Anshar, 2014).
Penerapan kawasan agropolitan di Indonesia, salah satunya berada di Kabupaten
Pamekasan Provinsi Jawa Timur. Penetapan kawasan agropolitan di Kabupaten
6
Pamekasan ini di tetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan
Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan
2012-2032. Pengembangan kawasan agropolitan pada Kabupaten Pamekasan ini
adalah kawasan agropolitan RUPANANDUR yang terdiri atas Kecamatan Waru,
Kecamatan Pakong, Kecamatan Pegantenan dan Kecamatan Kadur. Pada kawasan
agropolitan RUPANANDUR terdapat 4 kota tani yaitu Desa Sumber Waru yang
berada pada Kecamatan Waru, Desa Tlagah yang berada pada Kecamatan
Pegantenan, Desa Pamaroh pada Kecamatan Kadur, dan Desa Bandungan pada
Kecamatan Pakong. Desa Bandungan yang ada pada Kecamatan Pakong merupakan
kota tani utama dan didukung olah kota lain lain yaitu Desa Sumber Waru, Desa
Tlagah, dan Desa Pamaroh, yang dimana masing-masing kota tani ini didukung oleh
beberapa desa hinterland seperti pada tabel berikut (Wibowo, 2018).
Tabel 2.1 Desa Pusat Pertumbuhan Agropolitan (Kota Tani) dan Desa
Hinterland Kawasan Agropolitan Rupanandur
7
Bulangan Barat
Bulangan Timur
Ambender
Tebul Barat
Pagantenan
Bulungan Branta
Bulungan Haji
Plak-plak
Kecamatan Kadur Desa Pamaroh Bengkes
Kadur
Pamoroh
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), 2018
8
Gambar 2.2 Peta Kawasan Agropolitan Kabupaten Pamekasan
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), 2018
10
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan
ekonomi masyrakat skala mikro dan kecil
Meningkatkan kualitas dan jumlah usaha di kawasan sehingga berdaya saing
tinggi
Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi
regional dan nasional
Konsep dari minapolitan harus melihat dari landasan dari Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.18/MEN/2012 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yang
menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi suatu daerah untuk menajdi
kawasan minapolitan yaitu daerah harus memiliki komitmen, memiliki komoditas
unggulan, dan tersedianya fasilitas pendukung, seperti pelabuhan, industri
pengolahan, jalan, listrik dan lainnya.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.
18/Men/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan
Kawasan Minapolitan menetapkan karakteristik suatu kawasan minapolitan
sebagai berikut :
Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan
Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi
Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan
daerah sekitarnya;
Mampu menjadi motor perekonomian di daerah sekitarnya
Adapun syarat kawasan dapat dikatakan sebagai kawasan minapolitan yaitu
sebagai berikut :
Kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan
Memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai
ekonomi tinggi
Letak geografis kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi
persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan
11
Terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha
yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di
suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau
pemasaran yang saling terkait
Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar,
permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran,
keberadaan lembagalembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan
Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di
lokasi di masa depan
Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas
pengelolaan dan pengembangan minapolitan
Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang kelautan dan perikanan ketersediaan data dan informasi tentang kondisi
dan potensi kawasan
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Wibowo, R., Wibowo, Y., & Novita, E. (2018). Review Perencanaan Kawasan
Pertanian Agropolitan Rupanandur Kabupaten Pamekasan. Prosiding Seminar
Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) (pp. 184-200).
Bogor: P4W LPPM IPB .
15