Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TEMA PENGEMBANGAN KAWASAN DAN WILAYAH

STRATEGIS AGROPOLITAN DAN MINAPOLITAN

Mata Kuliah :
Perencanaan Wilayah

Dosen Pengampu :
Ajeng Nugrahaning Dewanti, S.T., M.T., M.Sc.
Dwiana Novianti Tufail, S.T., M.T.
Mega Ulimaz, S.T., M.T

Disusun Oleh :
Enggal Muluk Kumandang (08181029)
Febi Safitri (08181031)
Muhammad Alif Hafizan N. (08181047)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................................2

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3

2.1 Kawasan Strategis Agropolitan......................................................................3

2.2 Kawasan Strategis Minapolitan......................................................................9

BAB III PENUTUP......................................................................................................13

3.1 Kesimpulan...................................................................................................13

3.2 Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Tata Ruang Kawasan Agropolitan.................................................4

Gambar 2.2 Peta Kawasan Agropolitan Kabupaten Pamekasan....................................9

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Desa Pusat Pertumbuhan Agropolitan (Kota Tani) dan Desa Hinterland
Kawasan Agropolitan Rupanandur................................................................................7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan wilayah adalah strategis yang memanfaatkan serta
mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang
merupakan fungsi dari kebutuhan baik itu secara internal maupun eksternal
wilayah. Faktor internal yang dimaksud berupa sumber daya manusia dan sumber
daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman
yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain. Menurut Rustiadi,
et al. (2011) wilayah dapat di definisikan sebagai unit geografis dengan batas-
batas spesifik tertentu yang dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu
dengan yang lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah
tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis.
Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumber daya
buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan
demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan
sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis
tertentu.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta dengan segenap
unsur terkait kepada batas dan sistemnya yang ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan aspek fungsional. Menurut penuturan dari Saefulhakim, dkk
(2002) wilayah merupakan satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya
mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud
dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis
berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong
menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya. Wilayah pengembangan adalah perwilayahan untuk tujuan
pengembangan atau pengembangan (development).

1
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
pengembangan wilayah serta tatanan sosial - ekonomi, sistem pemerintahan dan
administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa
memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri
(Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan
memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih
rasional, meningkatkan kesempatan kerja, dan produktifitas (Mercado, 2002).
Maka dari itu konsep pengembangan wilayah yang cocok di Indonesia adalah
pengembangan wilayah strategis agropolitan dan minapolitan. Pengembangan
wilayah agropolitan dan minapolitan ditujukan untuk membangun pada sektor
perekonomian yang diarahkan untuk membentuk dasar pertumbuhan daerah
secara konsisten dalam jangka panjang. Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari
desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi akan dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan tersebut harus diikuti oleh kebijakan
pembangunan yang terdesentralisasi bersifat bottom up serta mampu melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat pedesaan untuk mencegah kemungkinan
kaum elit dari luar daerah untuk melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
penerapan dari Tema Pengembangan Kawasan dan Wilayah Strategis
Agropolitan dan Megapolitan di Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan


Adapun ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah konsep penerapan
dari Tema Pengembangan Kawasan dan Wilayah Strategis Agropolitan dan
Megapolitan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kawasan Strategis Agropolitan


Konsep pengembangan agropolitan adalah kosep pembangunan ekonomi
yang berbasis pertanian dengan cara mensinergiskan potensi-potensi yang ada
dengan utuh dan menyeluruh, serta berdaya saing, berbasis kerakyatan,
berkelanjutan, terdesentralisasi, digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
pemerintah. Kawasan perdesaan harus dikembangkan sebagai satu kesatuan
pengembangan wilayah dengan berdasarkan kepada keterkaitan desa-kota
sehingga menghasilkan hubungan yang bersifat timbal balik dan dinamis (Basuki,
2012). Menurut Kementrian Pertanian, 2002 dalam Kementrian Pekerjaan Umum
2012, Agropolitan memiliki definisi sebagai kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang dikarenakan berjalannya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat
melayani, mendorong, menarik, serta menghela kegiatan pembangunan terkait
pertanian/ agribisnis yang ada wilayah sekitarnya. Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 menjelaskan bahwa Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang memiliki
satu atau lebih kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang diperlihatkan dari terdapatnya
keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan antar sistem permukiman dan
agrobisnis.
Konsep agropolitan dianggap relevan dikarenakan pada umumnya sektor
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam terjadi pada kawasan pedesaan
sebagai mata pencaharian utama masyarakat pedesaan. Kawasan Agropolitan
terdiri dari kota pertanian dan desa-desa produksi pertanian yang berada di
sekitarnya. Batasan Kawasan Agropolitan tidak dibatasi oleh batas administratif
melainkan dengan skala ekonomi yang ada. Dapat dikatakan bahwa Kawasan
Agropolitan adalah merupakan Kawasan Agribisnis dengan fasilitas perkotaan.
Menurut Anshar (2014) Kawasan Agropolitan dapat terdiri dari kawasan-
kawasan berikut:
1. Kawasan Lahan Pertanian (hinterland) yang berupa kawasan pengolahan dan
kegiatan pertanian berupa pembeniha, budidaya dan pengelolaan pertanian.
Hinterland dapat berupa kecamatan/desa dan ditetapkan berdasarkan radius

3
keterkaitan kawasan tersebut dengan kawasan agropolitan di bidang ekonomi
maupun pelayanan lainnya.
2. Kawasan permukiman adalah kawasan tempat para petani dan penduduk
kawasan agropolitan untuk tinggal dan bermukim.
3. Kawasan pengolahan dan industri yang merupakan kawasan untuk mengolah
dan menyeleksi hasil pertanian sebelum dipasarkan dan dikirim kepada
konsumen. Pada kawasan ini dapat dibangun pergudangan dan industri
pengolahan hasil pertanian menjadi produk jadi.
4. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari pasar,
kawasan perdagangan, lembaga keudangan, terminal agribisnis dan pelayanan
umum lainnya.
5. Keterkaitan antara kawasan agropolitan dengan kawasan lainnya, seperti
kawasan permukiman, kawasan industri maupun kawasan konservasi alam.

Gambar 2.1 Skema Tata Ruang Kawasan Agropolitan


Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2012

Pada kawasan agropolitan kegiatan masyarakat didominasi oleh kegiatan


pertanian atau agribisnis dalam sebuah sistem yang utuh dan terintegrasi (Basuki,
2012).
1. Subsistem agribisnis hulu yang terdiri dari mesin, peralatan pertanian, pupuk
dan lain-lain (Basuki, 2012). Dengan sarana dan prasarana yang disediakan
dapat erupa kios-kios produksi pertanian, gudang, pelataran parkir dan tempat
bongkar muat barang (Kementrian Pekerjaan Umum, 2012)

4
2. Subsistem usaha tani/ pertanian primer yang mencakup usaha tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peterakan dan kehutanan
(Basuki, 2012). Prasarana dan sarana yang disediakan dapat berupa
penyediaan air baku dengan saluran irigasi terbuka, irigasi tetes, embung-
embung, maupun sumur bor (Kementrian Pekerjaan Umum, 2012)
3. Subsistem agribisnis hilir yang meliputi industri pengolahan dan pemasaran,
termasuk dengan kegiatan ekspor (Basuki, 2012). Prasarana dan sarana
penunjang untuk pengolahan hasil dapat berupa penjemuran hasil pertanian,
gudang penyimpanan dengan pendingin serta packing house guna menyortir
dan mengemas hasil olahan serta rumah potong hewan (RPH). Sedangkan
untuk pemasaran hasil dapat berupa pasar tradisional, tempat bongkar muat,
pasar hewan, jalan antar desa-kota serta jembatan (Kementrian Pekerjaan
Umum, 2012).
4. Subsistem jasa penunjang berupa kegiatan penyediaan jasa bagi agribisnis
seperti perkreditan, asuransi, transportasi, penelitan dan pengembangan,
pendidikan, infrastruktur maupun kebijakan pemerintah (Basuki, 2012).
Sarana dan prasarana yang disediakan berupa Sarana Utilitas Umum seperti
jaringan air bersih, sanitasi, persampahan, listrik serta telekomunikasi; Sarana
Pelayanan Umum berupa pusat perbelanjaan, kesehatan, pendidikan,
peribadatan rekreasi maupun ruang terbuka hijau; Sarana Kelembagaan seperti
Perbankan, Koperasi, Badan Pengelola Agropolitan dan Unit Usaha
Agropolitan; Pembangunan Kasiba (Kawasan Siap Bangun) dan Lisiba
(Lingkungan Siap Bangun) beserta fasilitas umum dan sosial yang diperlukan;
serta penyusunan kebijakan terkait pengembangan kawasan agropolitan dan
penusunan rencana tata ruang Kawasan Agropolitan (Kementrian Pekerjaan
Umum, 2012).
Muatan yang terkandung pada rencana pengembangan kawasan agropolitan
sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penyusunan program pengembangan
adalah sebagai berikut (Basuki, 2012).
1. Penetapan pusat agropolitan dengan fungsi sebagai pusat perdagangan dan
transportasi pertanian (aricultural trade/ transport center), penyedia jasa
pendukung pertanian (agricultural support services), pasar bagi konsumen
non-pertanian (non agricultural consumer market), pusat bagi industri
pertanian (agro-based industry), penyedia pekerjaan non pertanian (non-
5
agricultural employment), pusat agropolitan beserta hinterland-nya terkait
dengan sistem permukiman nasional, provinsi dan kabupaten (RTRW
provinsi/ kabupaten) (Basuki, 2012).
2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan dengan fungsi sebagai pusat
produksi pertanian (agricultural production), pusat pendapatan pedesaan dan
permintaan barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-
agricultural goods and services), serta produksi tanaman siap jual dan
diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification)
(Basuki, 2012).
3. Penetapan sektor unggulan yang telah berkembang dan didukung dengan
sektor hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan masyarakat
didalamnya sesuai kearifan lokal dan mempunyai skala ekonomi yang
memungkikan dikembangkan untuk di ekspor (Basuki, 2012).
4. Dukungan sistem infrastuktur guna membentuk struktur ruang yang
mendukung pengembangan kawasan agropolitan, antara lain: jaringan jalan,
irigasi, sumber air, serta jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi) (Basuki,
2012).
5. Dukungan sistem kelembangaan guna mengelola pengembangan kawasan
agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitas
yang diberikan dari Pemerintah Pusat sehingga dapat mengembangkan sistem
insentif dan disinsentif pada kawasan agropolitan (Basuki, 2012).
Proses penyusunan rencata tata ruang kawasan agropolitan terbagi menjadi
dua tahapan yaitu tahap pengumpulan data dan tahap pengolahan data dan
analisis. Pada tahap pengumpulan data setidaknya meliputi data wilayah
administrasi, data fisiografis, data kependudukan, data keuangan dan ekonomi,
data prasarana dan sarana dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang,
data daerah rawan bencana, data kawasan pertanian, peternakan, perkebunan
maupun perikanan, data rencana pengembangan sentra produksi serta peta dasar
rupa bumi dan peta tematik yang diperlukan. Pada tahap pengolahan data dan
analisis paling sedikit meliputi analisis kelayakan pengembanga agroindustri dan
analisis daya dukung sebagai pusat koleksi, distribusi dan pemasaran komoditi
pertanian (Anshar, 2014).
Penerapan kawasan agropolitan di Indonesia, salah satunya berada di Kabupaten
Pamekasan Provinsi Jawa Timur. Penetapan kawasan agropolitan di Kabupaten
6
Pamekasan ini di tetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan
Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan
2012-2032. Pengembangan kawasan agropolitan pada Kabupaten Pamekasan ini
adalah kawasan agropolitan RUPANANDUR yang terdiri atas Kecamatan Waru,
Kecamatan Pakong, Kecamatan Pegantenan dan Kecamatan Kadur. Pada kawasan
agropolitan RUPANANDUR terdapat 4 kota tani yaitu Desa Sumber Waru yang
berada pada Kecamatan Waru, Desa Tlagah yang berada pada Kecamatan
Pegantenan, Desa Pamaroh pada Kecamatan Kadur, dan Desa Bandungan pada
Kecamatan Pakong. Desa Bandungan yang ada pada Kecamatan Pakong merupakan
kota tani utama dan didukung olah kota lain lain yaitu Desa Sumber Waru, Desa
Tlagah, dan Desa Pamaroh, yang dimana masing-masing kota tani ini didukung oleh
beberapa desa hinterland seperti pada tabel berikut (Wibowo, 2018).
Tabel 2.1 Desa Pusat Pertumbuhan Agropolitan (Kota Tani) dan Desa
Hinterland Kawasan Agropolitan Rupanandur

Kecamatan Kota Tani Desa Hinterland


Kecamatan Waru Desa Sumber Waru  Tampojung Pegi
 Bajur
 Sana Laok
 Tampojung Guwa
 Tampojung Tenggiah
 Tampojung Tengah
 Ragang
Kecamatan Pakong Desa Bandungan  Seddur
 Klompang Timur
 Somalang
 Bicorong
 Lebbek
 Pakong
 Palalang
 Klompang Barat
 Banban
 Bajang
Kecamatan Pegantenan Desa Talagah  Tebul Timur

7
 Bulangan Barat
 Bulangan Timur
 Ambender
 Tebul Barat
 Pagantenan
 Bulungan Branta
 Bulungan Haji
 Plak-plak
Kecamatan Kadur Desa Pamaroh  Bengkes
 Kadur
 Pamoroh
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), 2018

Menurut RTRW Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032, masing-masing


kecamatan pada kawasan agropolitan RUPANANDUR memiliki arahan
pengembangan komoditas masing-masing seperti pada Kecamatan Waru dengan
arahan komoditas berbasis buah-buahan antara lain: Salak, Pisang, dan Pepaya.
Sedangkan pada Kecamatan Pakong memiliki arahan pengembangan komoditas
berbasis Durian, Rambutan, Kelapa, Tembakau dan Kambing. Pada Kecamatan
Pagantenan arahan pengembangan komoditasnya berbasis Pisang, Kopi, Cabe,
Rambutan dan Durian. Pada Kecamatan Kadur memiliki arahan pengembangan
komoditas yang berbasis Pisang, Kelapa, Pepaya dan Ayam Petelur.

8
Gambar 2.2 Peta Kawasan Agropolitan Kabupaten Pamekasan
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), 2018

2.2 Kawasan Strategis Minapolitan


Minapolitan terdiri dari kata mina dan kata politan (polis). Mina berarti
perikanan dan politan berarti kota, sehingga Minapolitan dapat diartikan sebagai
kota perikanan atau kota di daerah lahan perikanan atau perikanan di daerah kota.
Secara definitif Minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani dan
mendorong kegiatan pembangunan perikanan di wilayah sekitarnya, dengan ciri
utama kegiatan perikanan dan pengolahan hasil perikanan.
Sesuai Peraturan Menteri No 12 tahun 2010 tentang Minapolitan,
Minapolitan didefinisikan sebagai konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan
perikanan berbasiskawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas dan percepatan. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah
yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,
pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan kegiatan
pendukung lainnya. Sesuai dengan KEP.39/MEN/2011 tentang Perubahan atas
Keputusan MKP No. KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan
Minapolitan, telah ditetapkan 223 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia sebagai
Kawasan Minapolitan yang sebelumnya berjumlah 197 Kawasan Minapolitan.
Dalam pengelolaannya kawasan minapolitan memiliki 3 fungsi utama yaitu
menjadi kawasan minabisnis, minainsdustri, dan minawisata. Masing masing
kawasan memiliki fungsi utamanya masing-masing, diantaranya sebagai berikut :
1. Kawasan Minabisnis
Kawasan minabisnis memiliki kegiatan utama yaitu kegiatan perikanan.
Dikarenakan kawasasn minapolitan adalah kawasan perairan maka kawasan
9
minabisns yang memiliki kegiatan utama yaitu kegiatan perikanan maka
kawasan minabisnis berorientsi pada pasar yang diapit baik pasar lokal
maupun pasar regional dengan mutu serta harga yang kompetitif dan terjamin
kesediaannya sepanjang tahun.
2. Kawasan Minaindustri
Kawsasan ini difokuskan terhadap pedesaan yang memiliki industri
rumahan yang dapat dijadikan kawsan industri kecil yang memiliki skala
usaha kecil dan bersifat tidak polutif. Kawasan minaindustri dapat memenuhi
kebutuhan desa-desa disekitarnya dengan produk yang dihasilkan. Dengan
adanya kawasan minaindustri dapat menghasilkan produk yang digunakan
sebgai bahan baku industri pengolahan hasil perikanan.
3. Kawasan Minawisata
Kawasan ini memiliki potensi yang dapat dikemmbangankan sebagai
pusat kegiatan utama di kawasan minapolitan. Dengan adanya kawsan ini
dapat mengangkat budaya local dan dapat dikembangkan untuk dijadikan
objek wisata. Dengan dilakukannya penambahan sarana dan prasarana untuk
menunjang pariwisata di kawasasn minapolitan dapat memberikan dampak
baik bagi masyarakat.
Pada dasarnya, konsep minapolitan mengacu pada 3 azas yaitu azas
demokratisasiekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, pemberdayaan
masyarakat dan keberpihakan dengan intervensi negara secara terbatas (limited
state intervention), serta penguatan daerah dengan prinsip daerah kuat bangsa dan
negara kuat. Dari ketiga prinsip ini lalu digunakan sebagai dasar untuk
menggunakan kawasan minapolitan dari sektor kelautan dan perikanan agar
hasilnya untuk benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan
berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan berbasis sektor kelautan dan
perikanan untuk meningkatkan pendapatan rakyat. Konsep minapolitan
dikembangkan melalui peningkatkan efsiensi dan optimalisasi keunggulan
komparatif dan kompetitif daerah sesuai dengan eksistensi kegiatan pra produksi,
produksi, pengolahan dan/atau pemasaran, serta jasa pendukung lainnya, yang
dilakukan secara terpadu, holistik, dan berkelanjutan. Minapolitan bertujuan
untuk yaitu:

10
 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan
ekonomi masyrakat skala mikro dan kecil
 Meningkatkan kualitas dan jumlah usaha di kawasan sehingga berdaya saing
tinggi
 Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi
regional dan nasional
Konsep dari minapolitan harus melihat dari landasan dari Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.18/MEN/2012 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yang
menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi suatu daerah untuk menajdi
kawasan minapolitan yaitu daerah harus memiliki komitmen, memiliki komoditas
unggulan, dan tersedianya fasilitas pendukung, seperti pelabuhan, industri
pengolahan, jalan, listrik dan lainnya.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.
18/Men/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan
Kawasan Minapolitan menetapkan karakteristik suatu kawasan minapolitan
sebagai berikut :
 Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan
 Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi
 Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan
daerah sekitarnya;
 Mampu menjadi motor perekonomian di daerah sekitarnya
Adapun syarat kawasan dapat dikatakan sebagai kawasan minapolitan yaitu
sebagai berikut :
 Kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan
 Memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai
ekonomi tinggi
 Letak geografis kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi
persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan

11
 Terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha
yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di
suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau
pemasaran yang saling terkait
 Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar,
permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran,
keberadaan lembagalembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan
 Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di
lokasi di masa depan
 Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas
pengelolaan dan pengembangan minapolitan
 Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang kelautan dan perikanan ketersediaan data dan informasi tentang kondisi
dan potensi kawasan

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Anshar, M. (2017). Perencanaan Kawasan Perdesaan Berbasis Agropolitan.


Makassar: Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains &
Teknologi UIN Alauddin.
Basuki, A. T. (2012). Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Ekonomi dan
Studi Pembangunan Volume 13 Nomor 1, 53-71.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Tahun 2003
Kementrian Pekerjaan Umum. (2012). Agropolitan & Minapolitan Konsep Kawasan
Menuju Keharmonian. Jakarta.
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP.39/MEN/2011 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kelautan
Dan Perikanan Nomor KEP.32/MEN/2010 Tentang Penetapan Kawasan
Minapolitan
Mercado, R.G. 2002. Regional Development in The Philippine: A Review of
Experience, State of The Art and Agenda for Research and Action,
Discussion Paper Series. Phillipine Institute for Development Studies
Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan 2012-2032. Pamekasan:
Pemerintah Kabupaten Pamekasan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2010 tentang
Minapolitan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 18/MEN/2012
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan
Minapolitan menetapkan karakteristik suatu kawasan minapolitan
Rustiadi, Ernan, Dkk.(2011). “Perencanaan dan Pengembangan Wilayah”. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Rakyat.
Saefulhakim, dkk. 2002. Studi Penyusunan Wilayah Pengembangan Strategis
(Strategic Development Regions). IPB dan Bapenas. Bogor.
Sutardjo, Sharif C., DKK. 2013. Pengembangan Kawasan Minapolitan. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Kementrian Kelautan dan Perikanan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

14
Wibowo, R., Wibowo, Y., & Novita, E. (2018). Review Perencanaan Kawasan
Pertanian Agropolitan Rupanandur Kabupaten Pamekasan. Prosiding Seminar
Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) (pp. 184-200).
Bogor: P4W LPPM IPB .

15

Anda mungkin juga menyukai