Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS HUKUM MENGENAI KONTRAK ELEKTRONIK

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Proposal Jenjang


Strata Satu Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako

Oleh :

Muh. Farel Imani Ar.Yotomaruangi

D 101 117 538

Fakultas Hukum

Universitas Tadulako

2021
RENCANA KOMPOSISI BAB

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kontrak


1. Definisi Perjanjian
2. Asas Hukum Kontrak
3. Syarat Sahnya Suatu Kontrak
4. Jenis-Jenis Kontrak
5. Berakhirnya Suatu Kontrak
6. Fungsi Suatu Kontrak
B. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Elektronik
1. Sejarah dan Perkembangan Kontrak Elektronik di Indonesia
2. Pengertian dan bentuk-Bentuk Kontrak Elektronik
3. Dasar Hukum Kontrak Elektronik
4. Keabsahan Kontrak Elektronik
BAB III KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK DALAM
PEYELENGGARAAN TRANSAKSI JUAL BELI

BAB IV AKIBAT HUKUM KONTRAK ELEKTRONIK DALAM


PENYELENGGARAAN TRANSAKSI JUALBELI

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan internet yang sangat pesat menyebabkan terbentuknya
sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Di sini setiap individu
memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain
tanpa batasan apa pun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada
dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh
masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktivitas
setiap hari. Perkembangan tersebut berakibat juga pada aspek sosial, di mana cara
berhubungan antar manusia pun ikut berubah1.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kegiatan perdagangan juga
mengalami perkembangan dari masa ke masa, baik terhadap komoditi yang
diperdagangkan maupun mekanisme perdagangan itu sendiri. Pedagangan jenis
komoditi yang diperdagangkan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebutuhan
hidup manusia yang semakin kompleks dan beragam serta kemajuan teknolologi
yang terus berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan teknologi dalam
bidang perdagangan, muncul yang dinamakan dengan perdagangan elektronik. Di
mana para pihak antara penjual dengan pembeli tidak lagi bertatap muka,
melainkan hanya melalui medium internet yaitu world wide web, jaringan umum
dengan sistem terbuka. Di sinilah lahirnya kontrak elektronik atau e-contract.
Kontrak elektronik merupakan salah satu bentuk kontrak baru yang
mendapatkan perlindungan secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 20016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut UU ITE),
khususnya melalui Pasal 1 angka 17, kontrak elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Sedangkan sistem elektronik itu
sendiri adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

1
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan atau menyebarkaninformasi
elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU ITE.
Ciri-ciri dari kontrak elektronik :
1. Dapat terjadi secara jarak jauh bahkan dapat melampaui batas-batas suatu
negara melalui internet.
2. Para pihak dalam kontrak elektronik tidak pernah bertatap muka (faceless
nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu.
Sebelum disahkannya UU ITE, transaksi kartu kredit Indonesia selalu
ditolak dalam komunitas e-commerse dunia sehingga potensi untuk mendapatkan
keuntungan yang sangat tinggi pun tidak terlaksana. Uni Eropa
merekomendasikan untuk tidak melakukan transaksi elektronik terhadap negara
yang belum mempunyai perundang-undangan yang jelas di bidang teknologi
informasi. Selain itu, Indonesia juga berpotensi mendapatkan sanksi pemblokiran
jalur routing internet dan komunitas internet global akibat belum adanya undang-
undang di bidang teknologi informasi di tengah tingginya kejahatan dunia maya.
Dengan disahkannya UU ITE maka keraguan masyarakat telah terjawab.
Walaupun masih ada sebagian masyarakat yang masih lebih percaya
menggunakan kontrak konvensional. Banyaknya keunggulan-keunggulan kontrak
elektronik tidak menjawab keraguan masyarakat. Karena kontrak konvensioanl
terlahir dan menjadi kebiasaan masyarakat sudah lebih dulu dari pada kontrak
elektronik.
Sebelum diberlakukannya UU ITE, masyarakat yang telah memanfaatkan
jenis kontrak elektronik, berpedoman pada Kitab Undang- undang Hukum Perdata
(yang selanjutnya disebut KUHPdt) sebagai perlindungan hukumnya. Pengertian
kontrak atau perjanjian dalam KUHPdt adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian ini terdapat pada Pasal 1313.
Untuk membuat suatu kontrak, terdapat beberapa syarat yang telah diatur
dalam Pasal 1320 KUHPdt, yaitu2 :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;


2
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak dilarang.
Terhadap keempat syarat tersebut, secara akademis dapat dikatakan bahwa
syarat pertama (kesepakatan) dan kedua (kecakapan) disebut sebagai syarat
subjektif. Dan syarat ketiga (hal tertentu) dan keempat (sebab yang halal) disebut
dengan syarat objektif.

Apabila akibat hukum dapat dibatalkan, dapat diartikan bahwa sebelum


dilakukan pembatalan tersebut perjanjian itu adalah sah. Sedangkan apabila
akibatnya adalah batal demi hukum, ini berarti sejak lahirnya perjanjian itu sudah
berlaku batal atau perjanjian itu ada tetapi tidak berlaku.
Secara umum, kontrak elektronik telah memenuhi syarat pembuatan
kontrak yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPdt. Pada dasarnya bentuk kontrak
elektronik pun sama dengan kontrak konvensional. Hanya saja kontrak
elektronik dibuat melalui media internet, sehingga para pihak tidak bertemu atau
bertatap muka saat pembuatan hingga penandatanganan kontrak. Dari sinilah
timbul beberapa permasalahan hukum mengenai keabsahan kontrak elektronik,
yaitu penentuan kecakapan antar pihak. Hal ini sulit diidentifikasi karena para
pihak tidak saling bertemu. Selain kecakapan para pihak, penetapan waktu kata
sepakat juga sulit di identifikasi.
Berdasarkan kontrak konvensional, kesepakatan itu terjadi ketika kedua
belah pihak bertemu dan manyatakan sepakat kemudian menandatangani kontrak
yang telah disepakati. Sedangkan dalam kontrak elektronik, tidak melalui tahap
tatap muka, sehingga sulit untuk mengidentifikasi kapan kesepakatan itu
berlangsung. Begitu juga dalam hal identifikasi kecakapan para pihak. Dengan
adanya beberapa isu hukum tentang keabsahan kontrak elektronik tersebut, maka
keabsahan kontrak elektronik sebelum dan sesudah diberlakukannya UU ITE
menarik untuk di analisis, dikaji dan diteliti lebih dalam lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan kontrak elektronik dalam penyelenggaraan
transaksi jual beli
2. Bagaimana akibat hukum kontrak elektronik dalam
penyelenggaraan tranaksi jual beli
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan
hukum terhadap perjanjian elektronik.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum dalam
menindaklanjuti kendala-kendala yang mempengaruhi efektivitas
dalam perjanjian kontrak elektronik.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Segi Teoritis
Bagi perkembangan Ilmu Hukum dalam konsentrasi dibidang
Hukum Perdata. Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
dan wawasan, khususnya kemampuan menganalisis dan mengkaji
penerapan suatu Peraturan Perundang-Undangan
2. Segi Praktis
a. Bagi Mahasiswa
1) Menambah wawasan dan melatih cara berfikir penulis, serta
mencari pemecah permasalahan di bidang hukum dalam
konsentrasi Hukum Perdata, serta menambah wawasan
penulis bahwa Peraturan bisa lemah sehingga perlu
dikuatkan.
2) Mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah ke
dalam penulisan suatu kajian ilmiah yang berbentuk
penelitian skripsi.
b. Bagi Masyarakat
1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
pemahaman bagi masyarakat luas mengenai hal-hal tentang
perjanjian elektronik.
2) Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka upaya
agar masyarakat dapat memahami dan mengetahui
mekanisme perjanjian elektronik untuk menghindari
kerugian.
3. Bagi Pemerintah
Memberikan sumbangan ide, pemikiran dan masukan positif
terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20016
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik agar Pemerintah dapat
melakukan pengawasan perjanjian elektronik sesuai dengan
peraturan dan sebagai tempat untuk masyarakat mengadu atau
mengeluhkan sistem perjanjian kontrak elektronik yang bermasalah
hukum.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
terarah dan sistematis sebagai cara untuk menemukan, mengembangkan, dan
menguji kebenaran sebab nilai ilmiah dari suatu penulisan skripsi tidak lepas dari
metode yang digunakan. Setiap penulisan harus mengandung suatu kebenaran
dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun metode yang digunakan dalam
penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum dalam hukum
positif yang berlaku. Metode Pendekatan yuridis normatif
dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan seperti
undang-undang dan literatur yang bersifat teoritis yang kemudian
dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam
proposal ini.
2. Pendekatan Masalah
Pada penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Penelitian akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai
isu yang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan
yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan
komparatif, dan pendekatan konseptual. Pendekatan yang
digunakan dalam penyusun proposal, yaitu pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan peundang-
undangan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang bersangkutan paut dengan isu hukum yang
ditangani. Pendekatan perundang-undangan membuka kesempatan
untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang yang lainnya. Pendekatan
konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Sehingga akan
menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
hukum. konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan
dengan isu yang dihadapi yang kemudian dapat membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
3. Bahan Hukum
Bahan hukum merupakan sarana dari suatu penulisan yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada dan
memberikan ketentuan mengenai apa yang seharusnya. Bahan
hukum yang digunakan terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer.
Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang
sifatnya autoritatif mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum
terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau
risalah dalam pembuatan Perundang-undangan dan putusan-
putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan dalam
penulisan Proposal ini adalah :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tersebut meliputi buku-
buku literatur-literatur ilmiah, serta surat kabar yang bertujuan
mempelajari isi dari pokok permasalahan yang dibahas.
c. Bahan Non Hukum
Bahan non hukum merupakan bahan penunjang dari
sumber hukum primer dan sekunder. Bahan non hukum dapat
berupa internet, laporan-laporan penelitian non hukum
sepanjang mempunyai relevansi dengan penulisan proposal.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
peneletian ini adalah studi pustaka, yaitu peneliti akan mengkaji
pokok masalah melalui literatur-literatur atau referensi-referensi
yang berkaitan dan relevan dengan judul penelitian ini.
5. Analisa Bahan Hukum
Analisa bahan hukum merupakan proses menemukan
jawaban dan permasalahan yang dihadapi. Metode Analisis bahan
hukum deduktif adalah suatu metode penelitian berdasarkan
konsep atau teori yang bersifat umum menuju prinsip yang bersifat
khusus menggunakan bentuk argumentasi. Menarik kesimpulan
dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum dan
memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun
didalam kesimpulan.
Langkah-langkah tersebut sesuai dengan karakter ilmu
hukum sebagai ilmu hukum yang bersifat preskripsi mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-
konsep hukum dan aturan hukum, sedangkan ilmu hukum sebagai
ilmu terapan yaitu menerapakan standar prosedur dalam
melaksanakan aturan hukum. Langkah-langkah tersebut dapat
diterapkan baik terhadap penelitian untuk kebutuhan praktis
maupun yang untuk kajian akademis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun Umum Tentang Kontrak


1. Definisi Perjanjian
Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan
terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst
tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan
persetujuan.3 Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan
perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai
wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).
Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena
adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari
perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain
meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang
memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut
pendapat yang banyak dianut (communis opinion cloctortinz) perjanjian adalah
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat
hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, "perjanjian merupakan
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk
menimbulkan suatu akibat hukum"4.
Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana
seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 97

4
Ibid., hal. 97-98
melaksanakan sesuatu hal5. R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah
suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih6. Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum
dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau
lebih7.

2. Asas Hukum Kontrak


a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting
dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum
biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 KUH
Perdata yang menerangkan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,
sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru, di antaranya:8
1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin
kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat
Buku III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga

5
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36
6
R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49

7
Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia, Op. Cit., hal. 1.
8
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007,
hal. 4.
para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap
pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.9

b. Asas Konsensualisme
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutnya tugas sedangkan dalam Pasal 1320
KUH Perdata ditemukan dalam istilah "semua". Kata-kata semua menunjukkan
bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will),
yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat
hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.10
Perjanjian yang telah terbentuk dengan tercapainya kata sepakat (consensus)
di antara para pihak. Perjanjian ini tidak memerlukan formalitas lain lagi sehingga
dikatakan juga perjanjian ini sebagai perjanjian bebas bentuk. Jika perjanjian ini
dituangkan dalam bentuk tertulis, maka tulisan itu hanya merupakan alat bukti
saja dan bukan syarat untuk terjadinya perjanjian. Perjanjian tersebut dinamakan
perjanjian konsensuil.
Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara tertulis atau
dengan akta Notaris, akan tetapi hal ini ada pengecualiannya yaitu undang-undang
menetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian
karena adanya ancaman batal apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat-
syarat yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata, seperti perjanjian hibah harus
dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus secara tertulis. Perjanjian yang
ditetapkan dengan suatu formalitas tertentu tersebut dengan perjanjian fonnil.
c. Asas Pacta Sun Servanda
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat
"berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" pada akhir
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh
para pihak mengikat para pembuatanya sebagai undang-undang. Dan kalimat ini
pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya "hakim" untuk
mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut.

9
Ibid., hal. 4
10
Mariam Darus Badrulzaman, Perdata Buku III, Op. Cit., hal. 113
Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum.
Asas ini dapat dipertahankan sepenuhnya dalam hal :
1) Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang.
2) Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi debitur
maupun bagi kreditur.
Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam hukum benda
(pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian seperti yang diatur dalam
Pasal 1338 ayat (3) (pengertian obyektif).11
Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih. Seorang
pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak mengetahui
tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang dibelinya, dalam arti
cacat mengenai asal-usulnya. Sedangkan pengertian itikad baik dalam Pasal 1338
ayat (3) KUH Perdata adalah bahwa dalam pelaksanaan perjanjian harus berjalan
dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata juga memberikan kekuasaan
pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian jangan sampai
pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan.
e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana yang
terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH
Perdata.
Pada Pasal 1315 disebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji
daripada untuk dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan bahwa perjanjian-
perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu
tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal

11
Subekti, Hukurn Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hal. 42.
yang diatur klaim Pasal 1317. Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para
pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini
dinamakan asas kepribadian.
3. Syarat Sahnya Suatu Kontrak
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi
4 syarat, yaitu :
a. Adanya kata sepakat
b. Kecakapan untuk membuat perjanjian
c. Adanya suatu hal tertentu
d. Adanya causa halal
Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang hams dipenuhi oleh subyek
suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif Syarat ketiga dan
keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu
disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai
berikut :

1) Kata sepakat
Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan
persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua
kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa
yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.
Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah
persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh
pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak
tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan
dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya "sepakat" saja
tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan,
pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan
bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian
itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.12
12
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992, hal. 4.
J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak
antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak
tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan
pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan
demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena
kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus
dimengerti oleh pihak lain.13
Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini,
tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya
karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan
bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan
secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan.
Menurut Soebakti14, yang dimaksud paksaan adalahpaksaan rohani atau
paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). Selanjutnya
kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang
pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari
barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus
sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-
hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan
terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-
keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk
membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian
suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan,
penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan
pembatalannya oleh salah satu pihak.
2) Cakap untuk membuat perjanjian (Bertindak)
Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh
13
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1993,
hal. 129
14
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 23-24.
undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang
tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang
yang tidak cakap membuat perjanjian :
a) Orang belum dewasa
b) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan
c) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-
undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH
Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum
kawin". Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka
genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam
kedudukan belum dewasa.15 Namun dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk
penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah.
Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur untuk
kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap
21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap
bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak
untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertenu) maka
usia yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah
mendasarkan Pasal 1330 KUH Perdata.

Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan


345, bunyinya sebagai berikut :

Pasal 433 :

15
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 78.
Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap harus ditaruh di bawa pengampuan, walaupun jika ia
kadang-kadang cakap menggunakan pikirnya. Seorang dewasa boleh juga
ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.

Pasal 345 :
Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian
terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh
orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tuanya.
Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang perempuan/isteri dalam
hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu,
diatur pula dalam Pasal 108 KUH Perdata disebutkan bahwa seorang
perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian,
memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya. Namun hal
ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31 yang menyatakan: hak dan
kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
3) Adanya suatu hal tertentu.
Yang dimaksud dengan suat hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah
objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok
perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan
untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu.
Di dalam KUH Perdata Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa
suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok
perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai
jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan
(Pasal 1333 ayat 2).
4) Adanya suatu sebab/kuasa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab
yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa
suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para
pihak,16 sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya
suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian.
Pada Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau
kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang
tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal
demi hukum.
Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu
penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan
itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan
perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan
pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak
cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau
menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum
dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia
sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah
pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta
kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat
obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya
dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada
suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut
untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar
untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null

16
Sri Soedewi Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum JAminan dan
Jaminan Perorangan, Liberty, (Yogyakarta, 1980), hal. 319
and void. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan
suat perjanjian batal demi hukum.

4. Jenis-Jenis Kontrak
Mengenai perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturan-
peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan
peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak
dapatmengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan
perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk
mengadakan perjanjian- perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk
perjanjian itu :
a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang
diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini,
misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
b. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi
dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan
ketentuan- ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku
sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.17
c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga)
macam, yaitu:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu


barang.

Ketentuan ini, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai


dengan Pasal 1238. Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual
beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa, pinjam
meminjam, dan lain-lain.

2) Perikatan untuk membuat sesuatu

Hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang

17
R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1978, hal
10.
menyatakan bahwa: tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu, apa si berutang tidak memenuhi
kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban
memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga". Sebagai
contoh perjanjian ini adalah perjanjian hutang

3) Perikatan untuk tidak membuat sesuatu

Hal ini diatur dalam Pasal 1240 KUH Perdata, sebagai


contoh perjanjian ini adalah: perjanjian untuk tidak mendirikan
rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan
perusahaan sejenis, dan lain-lain.

5. Berakhirnya Suatu Kontrak


a. Masa kontrak habis
Pihak-pihak yang mebuat kontrak dapat menentukan kapan masa berlaku
kontrak tersebut akan berakhir dan tentunya dengan pertimbangan yang
rasional.
b. Pembuat kontrak meninggal dunia
Apabila salah satu dari pembuat kontrak meninggal dunia maka kontrak
yang pernah dibuat terbilang batal
c. Pembuat kontrak mengakhiri kontrak
Pembatalan kontrak juga bisa dilakukan apabila salah satu pihakatau kedua
pihak memutuskan untuk mengakhiri. Meskipun kontrak yang telah
disepakati belum berakhir batas waktunya
d. Keputusan Hakim
Kontrak dapat berakhir atau dapat dihapus oleh keputusan hakim,
berdasarkan gugatan pembatalanyang diajukan oleh salah satu pihak.

6. Fungsi Suatu Kontrak


a. Fungsi Yuridis
Fungsi yuridis kontrak adalah dapat memberi kepastian hukum bagi para
pihak.
b. Fungsi Ekonomis
Funggsi ekonomis adalah menggegerkan (hak milik) sumber daya dari
nilai penggunaan yng lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.

B. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Elektronik


1. Sejarah dan Perkembangan Kontrak Elektronik di Indonesia
Hukum kontrak sudah dikenal mulai dari kode Hammurabi hingga
dalam hukum Romawi, sistem hukum di negara-negara yang berlaku tradisi
hukum Eropa Kontinental, termasuk Belanda dan karenanya juga Indonesia,
mempunyai dasar yang berinduk pada Hukum Romawi, termasuk Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang di dalamnya terdapat banyak pasal yang mengatur
tentang kontrak. Dalam dunia internasional tidak ada Undang-Undang seperti
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai perjanjian atau
kontrak,namun terdapat konvensi-konvensi sepert Konvensi Wina 1969,
Konvensi Den Haag, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri, kontrak berkembang
baik di dalam hukum adat, hukum tanah, keluarga, dan perkawinan, tentang
hibah, tentang wasiat, tentang utang-piutang, pinjam meminjam, tukar menukar,
jual beli, atau jaminan benda bergerak.18
Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Belanda yang telah
menancapkan pilar-pilar ketentuan yang mengikat antara masyarakat dengan
penguasa maupun masyarakat dengan masyarakat sendiri. Sistem hukum yang
dimaksud adalah sistem hukum Eropa atau disebut juga sistem hukum Romawi
Jerman. Adapun sumber dari sistem hukum Eropa atau Romawi Jerman ini
adalah hukum Romawi kuno yang dikembangkan di benua Eropa (Eropa
Kontinental) oleh negara-negara seperti Perancis, Spanyol, Portugis, dan lain-
lain. Berkembangnya sistem hukum Romawi Jerman adalah berkait usaha dari

18
Arfiani Novera dan Meira Utama, Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase (Malang:
Tunggal Mandiri, 2014), hlm. 6
Napoleon Bonaparte yang berusaha menyusun Code Civil atau Code Napoleon
dengan sumber hukum berasal dari hukum Romawi. Sistem hukum ini pertama
kali berkembang dalam hukum perdatanya atau private law atau civil law yaitu
hukum yang mengatur hubungan sesama anggota masyarakat. Oleh karena itu,
sistem hukum Romawi Jerman ini lebih terkenal dengan nama sistem hukum
civil law.19
Sebelum kemerdekaan, di Indonesia terdapat tiga tingkatan hukum
kontrak, yaitu :20

a. Kontrak yang bersifat trasnasional pada penduduk keturunan Eropa


dengan memakai hukum Eropa;

b. Kontrak domestik yang dilakukan oleh kelas menengah yang diatur


dengan Undang-Undang (Burgerlijk Wetbook); dan

c. Kontrak kelas bawah yang diatur dengan hukum adat.

Setelah kemerdekaan, terdapat tuntutan untuk menghapus atau mengganti


secara total hukum kolonial.Pertama kali mengajukan gagasan pembaharuan
hukum kontrak adalah Wiryono Prodjodikoro dalam Kongres Ilmu Pengetahuan
Nasional pertama dengan menegaskan bahwa bagian dari Hukum Perdata yang
dalam waktu pendek dapat dikodifikasi adalah hukum perjanjian. Pendiriannya
didasarkan pada semangat untuk menghidupkan prinsip hukum adat ke dalam
hukum kontrak yang akan datang, sebab menurut beliau prinsip hukum yang
terkandung dalam Burgerlijk Wetboek didasarkan pada prinsip hukum Romawi
yang meninitikberatkan pada cara menggugat di muka hakim (formalistis).
Gugatan ini dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: actions inrem, yakni gugatan
yang dapat diajukan terhadap setiap orang; dan actions inpersonam, yakni
gugatan yang dapat diajukan terhadap setiap orang tertentu saja. Wiryono
Prodjodikoro mengusulkan agar dalam Hukum Perjanjian yang baru
dititikberatkan pada prinsip perjanjian kontan (riil) berdasarkan hukum adat.

19
Rene David and John.E.C. Brierley, Major Legal System in the World Today Second Edition
(London: Stevens & Sons, 1978), hlm.21.
20
https://aafandia.wordpress.com/2009/05/20/tinjauan-umum-tentang-perkembangan- hukum-
kontrak-di-eropa-dan-indonesia/ (diakses pada tanggal 6 Februari 2021)
Karena berkembang pesatnya dunia teknologi dan informasi, perjanjian
(kontrak) kini tidak hanya bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut dengan KUHPerdata). Terdapat perjanjian (kontrak) yang
berdasarkan asas kebebasan berkontrak melalui media elektronik akibat
populernya internet dewasa ini, yang kini dikenal dengan kontrak elektronik.
Kontrak elektronik termasuk dalam kategori kontrak tidak bernama (innominaat)
yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi terdapat
dalam masyarakat akibat perkembangan zaman dantuntutan kebutuhan bisnis.
Namun demikian kontrak semacam ini tetap harus mengikuti aturan Pasal 1320
KUH Perdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian. Kontrak
elektronik, sebagaiamana kontrak konvensional, juga memiliki kekuatan hukum
layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUH
Perdata).21

Sebagaimana diketahui, KUHPerdata adalah produk hukum perdata


warisan Belanda yang seharusnya sudah diperbaharui menjadi UU yang Iebih
sesuai dengan semangat reformasi di Indonesia, meskipun masih banyak pasal
yang dinilai masih relevan dengan kondisi saat ini. Dalam KUH Perdata banyak
diatur kontrak perjanjian yang sudah berlaku sejak zaman Hindia Belanda
(misalnya kontrak jual-beli atau utang-piutang), kontrak semacam ini dinamakan
pula kontrak nominaat. Namun demikian, karena pengaruh perkembangan zaman
dan kemajuan dunia bisnis, saat ini banyak dijumpai kontrak baru yang belum
diatur dalam KUH Perdata, kontrak semacam ini disebut innominaat, contohnya
kontrak leasing, waralaba, penjualan langsung (direct selling), penjualan
berjenjang (multi level marketing), dan lain-lain22

2. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Kontrak Elektronik

21
http://bisnislewatinternet.net/aspek-hukum-kontrak-elektronik (diakses pada tanggal 6 Februari
2021)
22
Ibid
a. Pengertian Kontrak Elektronik
Istilah kontrak ini sering disebut dengan istilah “perjanjian”, sebagai
terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris, atau “overeenkomst” dalam
bahasa Belanda. Di samping itu, ada juga istilah yang sepadan dengan istilah
“kontrak”, yaitu istilah “transaksi” yang merupakan terjemahan dari istilah
“transaction”. Namun demikian, istilah “kontrak” (sebagai terjemahan dari
istilah Inggris “contract”) adalah yang paling modern, paling luas dan paling
lazim digunakan, termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis. Dan hukum yang
mengatur tentang kontrak itu disebut dengan “hukum kontrak”.23 Dalam Black’s
Law Dictionary mengartikan kontrak adalah: “Contract: An agreement between
two or more persons which creates an obligation to do or not to do a peculiar
thing. Its essentials are competent parties, subject matter, a legal consideration,
mutuality of agreement, and mutuality of obligation”.
Terjemahan bebas dari pengertian di atas bahwa kontrak diartikan sebagai
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk
berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus.
Ada beberapa pengertian kontrak yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:24
1) Menurut Lawrence M. Friedman, kontrak adalah seperangkat hukum
yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis
perjanjian tertentu;
2) Menurut Michael D. Bayles kontrak adalah aturan hukum yang
berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan;
3) Menurut Van Dunne, kontrak adalah suatu hubungan hukum antara 2
(dua) pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
hukum;dan
4) Menurut pasal 1313 KUHPerdata Indonesia perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih lainnya.
23
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hlm.9.
24
Abdurarasyid Priyatma, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Fikahati and BANI
(2002).
Prinsipnya kontrak terdiri dari satu atau serangkaian janji yang dibuat para
pihak dalam kontrak. Esensi dari kontrak itu sendiri adalah perjanjian
(agreement). Atas dasar itu, Subekti25 mendefinisikan kontrak sebagai peristiwa
di mana seorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Janji sendiri merupakan
pernyataan yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang menyatakan suatu
keadaan tertentu atau affair exist, atau akan melakukan suatu perbuatan
tertentu.26 Orang terikat pada janjinya sendirinya, yakni janji yang diberikan
kepada pihak lain dalam perjanjian. Janji itu mengikat dan janji itu menimbukjan
utang yang harus dipenuhi.27

Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian hendaknya dibedakan dengan


janji. Walaupun janji itu didasarkan pada kata sepakat, tetapi kata sepakat itu
tidak untuk menimbulkan akibat hukum, yang berarti bahwa apabila janji itu
dilanggar, tidak ada akibat hukumnya atau tidak ada sanksinya. 28 Berlainan
dengan itu, di dalam berbagai definisi kontrak di dalam literatur hukum kontrak
common law, kontrak itu berisi serangkaian janji, tetapi yang dimaksud dengan
janji itu secara tegas dinyatakan adalah janji yang memiliki akibat hukum dan
apabila dilanggar, pemenuhannya dapat dituntut ke pengadilan.29

Berdasarkan Ketentuan Umum Hukum Kontrak Belanda, pengertian kontrak


adalah suatu perbuatan hukum (juridical art), yang dibuat dengan formalitas
yang memungkinkan, dan dijinkan oleh hukum yang berwenang dan dibuat
bersesuaian dan harus ada ungkapan niat dari satu atau dua pihak secara
bersama-sama yang saling bergantung satu sama lain (interdependent). Kontrak
ini bertujuan untuk menciptakan akibat hukum untuk kepentingan satu pihak dan
juga untuk pihak lain.30 Kontrak merupakan golongan dari “perbuatan hukum”,
perbuatan hukum yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang menghasilkan

25
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : Intermasa, 1984), hlm. 36.
26
A.G. Guest (ed), Anson’s Law of Contract (Oxford: Clarendon Press, a979), hlm.2
27
Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir dari Perjanjian, Buku II (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1995), hlm.146.
28
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Yogyakarta: Liberty, 1999), hlm.110.
29
A.G. Guest, loc.cit
30
Arthur S Hartkamp and Marianne M.M. Tillema, Contract Law in Netherlands (London: Kluwer
Law International, 1995), hlm.33.
akibat hukum dikarenakan adanya niat dari perbuatan satu orang atau lebih.
Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa perbuatan hukum adalah kontrak.31

Istilah kontrak elektronik dalam bahasa Inggris dikenal sebagai electronic


contract (e-contract) atau online contract. Concise Oxford Dictionary
memberikan definisi electronic, online, dan contract sebagai berikut:32

Electronic: carried out using a computer, especially over a network. Online:


controlled by or connected to a computer. Contract: a written or spoken
agreement intended to be enforceable by law.

Kontrak elektronik diartikan sebagai kontrak yang terdapat di dunia maya dan
ditunjukkan dengan adanya dukungan sarana elektronik dan bukan dalam bentuk
tertulis.33 Menurut penjelasan umum UU ITE Pasal 1 angka 17 menyebutkan
bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem
Elektronik.34 Menurut Johannes Gunawan, kontrak elektronik adalah kontrak baku
yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital
melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal
ini pelaku usaha), untuk ditutup secara digital pula oleh penutup kontrak (dalam
hal ini konsumen). Sedangkan menurut Edmon Makarim menggunakan istilah
kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan
mendefinisikan kontrak online sebagai perikatan atau hubungan hukum yang
dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem
informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan
sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa telekomunikasi
(telecommunication based), yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan
komputer global internet (network of network).35

31 5
Ibid.
32
Judy Pearsall, Concise Oxford Dictionary, 10th Edition (New York: Oxford University

Press, 1999), hlm. 461, 995, 308.


33
Roger Leroy Miller dan Gaylord A. Jentz, Law for E-Commerce (United States of America:
West Legal Studies in Business,2002), hlm.146.
34
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Kontrak elektronik selain terkandung ciri-ciri kontrak baku juga terkandung
ciri-ciri kontrak elektronik sebagai berikut:36

a) Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan melampaui


batas-batas negara melalui internet.
b) Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak pernah
bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah.
Kontrak elektronik menggunakan digital sebagai pengganti kertas.
Penggunaan data digital akan memberikan efisensi yang sangat besar terutama
bagi perusahaan yang menjalankan bisnis online melalui jaringan internet. Di
dalam kontrak elektronik, para pihak tidak perlu bertatap muka secara langsung
bahkan tidak akan pernah bertemu sama sekali.37

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrak


eletronik (e-contract) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang
dilakukan dengan menggunakan media komputer, gadget atau alat komunikasi
lainnya melalui jaringan internet.38

b. Jenis dan Bentuk Kontrak Elektronik


Jenis kontrak elektronik dibagi menjadi dua kategori yaitu :39
1) Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa barang/jasa
yang bersifat fisik atau nyata, contoh barang berupa buku ata jasa les
privat. Kontrak jenis ini, para pihak (penjual dan pembeli) melakukan
komunikasi pembuatan kontrak melalui jaringan internet. Jika telah
terjadi kesepakatan, pihak penjual akan mengirimkan barang/jasa yang
dijadikan objek kontrak secara langsung ke alamat pembeli (physical
delivery). Jasa les privat dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk

35
Sylvia Christina Aswin, “Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial Elektonik”, (Tesis,
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,2006), hlm. 66.
36
Citra Yustisia Serfiani et.al, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektroni (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama,2013), hlm.100.
37
Cita Yustisia Serfiani, Op.cit, hlm.101.
38
https://suwardi73.wordpress/com/2015/05/16/aspek-hukum-e-contract-dalam-kegiatan-e-
commerce/#_ftn15 (diakses pada tanggal 6 Februari 2021).
39
Cita Yustisia Serfiani, Op.cit, hlm.101.
kunjungan guru les privat ke rumah konsumen, jadi bukan les privat
berbentuk digital atau yang berbentuk interaksi online;
2) kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa informasi/jasa
non fisik. Pada kontrak jenis ini, para pihak pada awalnya
berkomunikasi melalui jaringan internet untuk kemudian membaut
kontrak secara elektronik. Jika kontrak ini telah disepakati, pihak
penjual akan mengirimkan informasi/jasa yang dijadikan objek kontrak
melalui jaringan internet (cyber delivery).Contohnya, kontrak
pembelian buku elektronik (e-book), surat kabar elektronik (e-
newspaper), majalah elektronik (e-magazine) atau kontrak untuk
mengikuti les privat bahasa Inggris melalui jaringan internet (e-
school).40
Beberapa bentuk kontrak elektronik yang umum dilakukan dalam transaksi
perdagangan secara online, yaitu:41

1) Kontrak melalui elektronik mail (e-mail) adalah suatu kontrak yang


dibentuk secara sah melalui komunikasi email. Penawaran dan
penerimaan dapat dipertukarkan melalui email atau dikombinasi dengan
komunikasi elektronikalainnya, dokumen tertulis atau faks;
2) suatu kontrak dapat juga dibentuk melalui website dan jasa online
lainnya, yaitu suatu website menawarkan penjualan barang dan jasa,
kemudian konsumen dapat menerima penawaran dengan mengisi suatu
formulir yang terpampang pada layar dan monitor dan
mentransmisikannya;
3) kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi dan jasa.
Website digunakan sebagai medium of communication dan sekaligus
sebagai medium of exchange;
4) kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu

40
https://suwardi73.wordpress/com/2015/05/16/aspek-hukum-e-contract-dalam-kegiatan-e-

commerce/#_ftn15(diakses pada tanggal 6 Februari 2021).


41
http://mentarivision.blogspot.com/2011/11/kontrak-elektronik.html (diakses pada tanggal 6
Februari 2021).
pertukaran informasi bisnis melalui secara elektronik melalui komputer
milik para mitra dagang (trading partners);
5) kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap dan
shrink wrap. Software yang didownload melalui internet lazimnya
dijual dengan suatu lisensi click wrap. Lisensi tersebut muncul pada
monitor pembeli pada saat pertama kali software akan dipasang (install)
dan calon pembeli ditanya tentang kesediannya menerima persyaratan
lisensi tersebut. Pengguna diberikan alternatif “I accept” atau “I don’t
accept”. Sedangakn shrink wrap lazimnya merupakan lisensi software
yang dikirim dalam suatu bungkusan (package) misalnya disket atau
compact disc
Sementara itu menurut Cita Yustisia Serfiani bentuk kontrak elektronik,
mencakup:42

1) Kontrak melalui komunikasi e-mail. Penawaran dan penerimaan


dilakukan melalui e-mail atau dikombinasikan dengan komunikasi
elektronik lainnya misalnya melalui faksimil;
2) Kontrak melalui web yang menawarkan penjualan barang dan jasa
dimana konsumen dapat menerima tawaran dengan cara mengisi
formulir yang terpampang di halaman website;
3) Kontrak melalui chatting dan video conference
Kontrak online/e-contract dalam e-commerce menurut Santiago Cavanillas
dan A. Martines Nadal, seperti yang dikutip oleh Arsyad Sanusi memiliki banyak
tipe dan variasi berdasarkan sarana yang digunakan untuk membuat kontrak,
yaitu:.43

1) Kontrak melalui chatting dan video conference


Chatting dan video conference adalah alat komunikasi yang disediakan
oleh internet yang biasa digunakan untuk dialog interaktif secara
langsung. Dengan chatting seseorang dapat berkomunikasi secara

42
Cita Yustisia Serfiani et.al, Op.Cit, hlm.101
43
Nofie Iman, Mengenal E-Commerce, www.hasan-uad.com/menegenal-e-commerce.pdf (diakses
pada tanggal 16 Februari 2021)
langsung dengan orang lain seperti layaknya telepon, hanya saja
komunikasi lewat chatting ini adalah tulisan atau pernyataan yang
terbaca pada komputer masing-masing. Sesuai dengan namanya, video
conference adalah alat untuk berbicara dengan beberapa pihak
dengan melihat gambar dan mendengar suara secara langsung pihak
yang dihubungi dengan alat ini. Dengan demikian melakukan kontrak
dengan menggunakan jasa chatting dan video conference ini dapat
dilakukan secara langsung antara beberapa pihak dengan menggunakan
sarana komputer;
2) Kontrak melalui e-mail
E-mail adalah salah satu kontrak online yang sangat populer karena
pengguna e-mail saat ini amat banyak dan mendunia dengan biaya yang
sangat murah dan waktu yang efisien. Untuk memperoleh alamat e-mail
dapat dilakukan dengan cara mendaftarkan diri kepada penyedia
layanan e-mail gratis atau dengan mendaftarkan diri sebagai subscriber
pada server atau ISP tertentu. Kontrak email dapat berupa penawaran
yang dikirimkan kepada seseorang atau kepada banyak orang yang
tergabung dalam sebuah mailing list, serta penerimaan dan
pemberitahuan penerimaan yang seluruhnya dikirimkan melalui e-mail.
Di samping itu kontrak e-mail dapat dilakukan dengan penawaran
barangnya diberikan melalui situs web yang memposting
penawarannya, sedangkan penerimaannya dilakukan melalui e-mail;
3) Kontrak melalui web
Kontrak melalui web terjadi dimana pihak e-merchant memiliki
deskripsi produk atau jasa dalam suatu halaman web dan dalam
halaman web tersebut terdapat form pemesanan, sehingga e-customer
dapat mengisi formulir tersebut secara langsung apabila barang atau jasa
yang ditawarkan hendak dibeli oleh e-customer.

3. Dasar Hukum Kontrak Elektronik


Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia masih
merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUHPerdata mengenai
definisi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada
definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk
perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut. Namun
pada prakteknya suatu perjanjian biasanya ditafsirkan sebagai perjanjian yang
dituangkan dalam bentuk tertulis (paper-based) dan bila perlu dituangkan dalam
bentuk akta notaris Pengaturan tentang kontrak elektronik (e-contract)
dituangkan dalam Pasal 1 angka 17, kontrak elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Sistem elektronik sendiri diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut dengan PP PSTE), yaitu
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.44
Lebih mendalam lagi aturan mengenai kontrak elektronik (e-contract)
diatur dalam Pasal 47 dan 48 PP PTSE. Transaksi Elektronik dapat dilakukan
berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk
kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.45 Kontrak elektronik dianggap sah
apabila:46
a. Terdapat kesepakatan para pihak
b. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang
mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Terdapat hal tertentu; dan
d. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

44
Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik
45
Pasal 47 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik
46
Pasal 47 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik.
Kontrak elektronik (e-contract) termasuk kategori “kontrak tidak bernama”
(innominaat) yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata
tetapi terdapat dalam masyarakat akibat perkembangan zaman dan tuntutan
kebutuhan bisnis. Menurut Mieke Komar Kantaatmadja perjanjian jual beli yang
dilakukan melalui media elektronik internet tidak lain adalah merupakan
perluasan dari konsep perjanjian jual beli yang ada dalam KUHPerdata.
Perjanjian melalui melalui internet ini memiliki dasar hukum perdagangan
konvensional atau jual beli dalam hukum perdata. Perbedaannya adalah bahwa
perjanjian ini bersifat khusus karena terdapat unsur peranan yang sangat
dominan dari media dan alat-alat elektronik.47

Kontrak Elektronik paling sedikit memuat:48

a. Data identitas para pihak;


b. Objek dan spesifikasi;
c. Persyaratan transaksi elektronik;
d. Harga dan biaya;
e. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk
dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk
jika terdapat cacat tersembunyi; dan
g. Pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.
Secara keseluruhan yang dijadikan sumber-sumber hukumdalam merancang
suatu kontrak atau perjanjian di Indonesia adalah:

a. KUH Perdata, yang terdiri dari Buku III Pasal 1233 sampai dengan Pasal
1864;
b. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
c. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fiducia mengatur tentang pembebanan Jaminan Fiducia;
47
Mieke Komar Kantaatmadja, Cyberlaw: Suatu Pengantar, cetakan I (Bandung: ELIPS, 2001),
hlm.15.
48
Pasal 48 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik.
d. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
Kontrak elektronik sebagaimana kontrak konvensional, juga memiliki kekuatan
hukum layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338
KUHPerdata).49

4. Keabsahan Kontrak Elektronik


a. Keabsahan e-contract ditinjau dari KUHPerdata
Agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi
beberapa persyaratan yuridis tertentu. Persyaratan yuridis agar suatu kontrak
dianggap sah adalah sebagai berikut:50
1) syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata;
2) syarat sah yang subjektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata;
3) syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUHPerdata;
4) syarat sah yang khusus.
Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi diatur di
luar pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1) Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik.
2) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku.
3) Kontrak harus dilaksanakan berdasarkan asas kepatutan.
4) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum.

Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar kepentingan salah satu


syarat dari 4 (empat) prinsip tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa
kontrak yang demikian tidak dan batal demi hukum (nuff and void).

Keabsahan kontrak elektronik (e-contract) ditinjau dari Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya
disebut dengan UU ITE).

UU ITE memberikan pengakuan kontrak elektronik ini pada Pasal 1

49
Cita Yustisia Serfiani et.al, Op.Cit, hlm103.
50
Munir Fuady, Op.Cit, hlm.14
angka17 dengan perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem
elektronik. Selanjutnya mengenai sistem elektronik disebutkan serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik (Pasal
1 angka 9 UU ITE). Pada hakekatnya, kontrak elektronik ini adalah perjanjian
yang disepakati para pihak yang membuatnya hanya medium atau sarannya sangat
berbeda, menggunakan sistem elektronik. Kontrak elektronik (e-contract)
merupakan suatu bentuk transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1)
jo. Pasal 18 ayat (1) Bab V UU ITE yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (selanjutnya disebut PP PTSE).

Setiap kontrak yang dibuat melalui sistem elektronik tetap saja sah (bila
memenuhi 4 syarat kontrak51) meskipun tidak menggunakan sistem elektronik
yang sudah diwajibkan. Adanya itikad baik merupakan faktor utama yang dilihat
dan dipertimbangkan dalam suatu pembuatan kontrak. Oleh karena sulitnya
mengukur itikad baik itu di dalam transaksi elektronik maka keberadaan pasal 5
ayat (3) UU ITE sangat baik apalagi berkaitan dengan keabsahan alat bukti
nantinya.52

51
Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan 4 syarat sahnya perjanjian

52
https://gagasanhukum.wordpress.com/2008/09/15/kontrak-elektronik-menurut -uu-ite- dan-bw/
(diakses pada tanggal 6 Februari 2021).

Anda mungkin juga menyukai