Anda di halaman 1dari 29

Sejarah Peradaban Islam pada masa Daulah Umayyah di Damaskus dan di

Andalusia

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam II

Dosen: Faridatun Nikmah, M.Pd.

Disusun Oleh :

Siti Nurhidayah (18110068)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


2020
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-Nya kita
masih diberi kesempatan untuk tetap belajar khususnya pada mata kuliah ini, Sejarah
Kebudayaan Islam. Kemudian sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Agung Muhammad saw. Yang akan kita nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir kelak.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
yang diampu oleh Ibu Faridatun Nikmah, M.Pd. Dalam makalah ini kita mengangkat topik
“Peradaban Islam Daulah Umayyah di Damaskus dan di Andalusia” yang membahas
keseluruhan perkembangan kebudayaan Islam pada awal berdirinya Daulah Umayyah sampai
akhir perjuangan Daulah Umayyah dalam menyebarkan peradaban Islam.

Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terkait dan membantu
meyelesaikan makalah ini sehingga menjadi hasil karya tulis yang harapannya dapat
bermanfaat bagi para pembaca maupun penulis. Semoga dengan materi dijelaskan dalam
makalah ini dapat menambah wawasan kita mengenai kebudayaan Islam pada zaman
DaulahUmayyah, dan semoga kita semua dapat menghayati kisah dan mengambil hikmah
sebagai pembelajaran yang berharga berdasarkan sejarah masa lalu.

Terakhir kami memohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah yang dibuat. Sebab kami sadar pembuatan makalah ini pastinya jauh dari
kesempurnaan. Terimakasih atas perhatiannya, semoga materi ini bermanfaat bagi kita
semua.

Malang, 29 September 2000

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu orientasi utama dari Daulah Umayyah adalah perluasan wilayah kekuasaan.
Orientasi ini tidak kemudian melupakan aspek-aspek perkembangan lainnya. Perkembangan-
perkembangan itu meliputi perkembangan peradaban dan ilmu-ilmu pengetahuan pada masa
Daulah Umayyah. Pada perkembangannya Daulah Umayyah terbagi atas dua bagian yang
diawali dari lahirnya Daulah Umayyah di Damaskus sampai akhirnya mengalami
kemunduran di Andalusia. Selama berdirinya Daulah Umayyah di Damaskus sampai
runtuhnya di Andalusia setidaknya ada 39 pemimpin yang diawali oleh Muawiyah Bin Abu
Sufyan (661-680 M) sampai pada kepemimpinan Hisyam III (1027-1031 M), setip pemimpin
mempunyai visi misinya masing-masing demi kemajuan peradaban Daulah Umayyah pada
umumnya. Semua topik pembahasan dalam setiap aspek perkembangan peradaban Islam baik
untuk diketahui dan diambil pelajaran yang berharga.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah lahirnya Daulah Umayyah di Damaskus?
2. Bagaimana perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Umayyah di Damaskus?
3. Bagaimana kemunduran Daulah Umayyah di Damaskus?
4. Bagaimana sejarah lahirnya Daulah Umayyah di Andalusia?
5. Bagaimana perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Umayyah di Andalusia?
6. Bagaimana kemunduran Daulah Umayyah di Andalusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat memberi wawasan baru tentang sejarah Islam
2. Menambah pengetahuan tentang sejarah peradaban Islam pada masa Daulah
Umayyah di Damaskus dan Andalusia
3. Untuk dapat menghayati sejarah dalam mengambil pelajaran yang berharga
4. Untuk dapat menerapkan nilai-nilai baik yang diperoleh dari sejarah
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Daulah Umayyah di Damaskus

Daulah Umayah adalah sebuah nama yang diadopsi dari nama salah seorang tokoh
kabilah Quraisy pada masa jahiliyyah, yaitu Umayyah ibn Abd Al-Syam ibn Abd Manaf ibn
Qusay Al-Quraisyi Al-Amawiy. Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Mu’awiyah ibn Abi
Sofyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abd Al-Syams yang merupakan pembangun dinasti
Umayyah dan juga khalifah pertama yang memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah
ke Damaskus.1

Daulah Umayah selalu dibedakan menjadi dua: Pertama, Daulah Umayah yang dirintis
dan didirikan oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini
berlangsung sekitar 1 abad (sekitar 90 tahun) dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem
khilafah kepada sistem mamlakat (kerajaan atau monarki); Kedua, Daulah Umayah di
Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang
dipimpin oleh Gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al Malik, kemudian di ubah menjadi
kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Daulah Bani Abbas setelah berhasil menaklukan
Daulah Umayah di Damaskus.2

Daulah Umayyah merupakan dinasti Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah bin
Abu Sufyan pada tahun 40 H. Berdirinya daulah ini mengalami perjalanan panjang sejak
masa Khulafaur Rasyidin yang terakhir kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ketika Muawiyah
bin Abu Sufyan masih menjadi Gubernur Syam sampai mendapat estafet kepemimpinan dari
Hasan bin Ali. Runtutan peristiwa berdirinya Daulah Umayyah secara garis besar sebagai
berikut:

a. Perang Shiffin

Akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib diwarnai dengan serangkaian
pemberontakan. Ikhwal muncul pemberontakan berasal dari ketidakpuasan sekelompok
masyarakat atas sikap Ali bin Abi thalib terhadap para pembunuh Usman bin Affan. Dari
peristiwa itu muncullah perang Jamal yang diprakarsai oleh beberapa sahabat diantaranya
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam dan juga Aisyah r.a.. Perang Jamal berakhir
dengan damai.

1
Fuji Rahmadi. DINASTI UMAYYAH (Kajian Sejarah dan Kemajuannya). Volume III No. 2 Januari-Juni
2018. Medan: Al Hadi. Hal. 669
2
Jaih Mubarok. Op.cit. Hal. 95
Kebijakan Ali bin Abi Thalib yang mengganti beberapa gubernur yang diangkat oleh
Usman bin Affan sedikit banyak menimbulkan gejolak di beberapa wilayah. Muawiyyah
sebagai gubernur Syam waktu itu termasuk yang terkena imbas dari kebijakan Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah tidak mau melepaskan jabatannya sebagai Gubernur Syam sebelum Ali
bin Abi Thalib menghukum para pembunuh Usman. Sementara Ali bin Abi Thalib sebagai
seorang khalifah menganggap berhak memecat Muawiyah dan belum saatnya menghukumi
para pembunuh Usman dengan alasan meredam gejolak umat Islam yang sedang dalam masa
transisi. Masing-masing pihak bersikukuh dengan sikapnya, hingga muncullah perang Siffin.
Perang Siffin sendiri berlangsung selama beberapa hari pada bulan Dzulhijjah tahun 36 H.
dan pada saat pasukan Ali bin Abi Thalib yang dipimpin oleh Aystar mulai menampakkan
tanda-tanda kemenangan, muncullah beberapa orang dari pihak Muawiyyah mengangkat
Mushaf Al-Qur’an sebagai tanda perdamaian.3

b. Tahkim

Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya pasukan Ali bin Abi Thalib
menerima tawaran damai tersebut dengan pertimbangan agar tidak bertambah lagi korban
berjatuhan dari kedua belah pihak. Kedua belah pihak bersepakat untuk mengembalikan
keputusan kepada kitabullah dan menunjuk utusan masing-masing pihak untuk mengadakan
perundingan. Dari pihak Ali bin Abi Thalib ditunjuklah Abu Musa al-Asy’ari dan dari pihak
Muawiyah ditunjuklah Amr bin Ash. Mereka bersepakat dengan sebuah perjanjian Tahkim
yang salah satu keputusannya adalah sepakat untuk genjatan senjata dan memutuskan untuk
mengembalikan persoalan umat kepada kitabullah. Ketika tiba saat yang ditentukan kedua
belah pihak berkumpul untuk memutuskan perdamian dikalangan umat Islam, dengan
masing-masing kubu membawa 400 pasukan. Mereka berkumpul disebuah tempat bernama
Daumatul Jandal, tepatnya di Adzruh.4

Dengan putusan Tahkim tersebut, posisi Muawiyah menjadi kuat, dia di bai’at
menjadi khalifah oleh penduduk Syam dan berturut-turut dia mencari kekuatan dukungan dari
Mesir dan memberangkatkan pasukan ke beberapa wilayah yang dikuasai Ali bin Abi Thalib.
Kekecewaan pun muncul dari pendukung Ali yang kemudian keluar dari golongan Ali dan
menamakan dirinya sebagai golongan Khawarij.

c. Amul Jamaah
3
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agama.
Hal. 78
4
Ibid.,Hal. 79
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh
anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka
terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Hasan
bin Ali memiliki pandangan yang tepat terkait beberapa kondisi yang ada di sekelilingnya,
dia melihat tentaranya tidak bisa dipercayainya, musuhnya sedemikian kuat watak dan
tekadnya. Selain itu Hasan sendiri tidak menyukai kekacauan dan lebih menginginkan
persahabatan dan perdamaian bagi kaum muslim. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai
dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H
(661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat
mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sufyan.5

Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai Amul Jama'ah (tahun persatuan), sebagai
tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang
khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut
dalam Islam. Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-
Rasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah
politik Islam yang bersifat keturunan.

2.2 Perkembangan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan Daulah Umayyah di


Damaskus

Kekuasaan Daulah Umayyah di Damaskus berlangsung sekitar 1 abad selama kurang lebih 90
tahun, selama kurun waktu itu Daulah Umayyah dipimpin oleh 14 orang khalifah, yaitu 6:

1. Muawiyah Bin Abu Sufyan (661-680 M)

2. Yazid bin Muawiyah (680-683 M)

3. Muawiyah bin Yazid (683-683 M)

4. Marwan bin Hakam (683-685 M)

5. Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)

6. Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)

5
Taufik Rachman. Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan dan Kemunduran).
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Tahun 2018. Hal. 87-88
6
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agama.
Hal. 81
7. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M)

8. Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)

9. Yazid bin Abdul MAlik (724-743 M)

10. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)

11. Walid bin Yazid (743-744 M)

12. Yazid bin Walid (744-745 M)

13. Ibrahim bin Walid (744-744 M)

14. Marwan bin Muhammad (745-750 M)

Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab, artinya dalam segala hal dan segala bidang para
pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang
dihasilkan pada masa dinasti ini. Dinasti Umayyah juga mengadopsi sistem pemerintahan
kuno yang ada di dunia ketika itu. Mereka menggunakan sistem kerajaan dalam
pemerintahannya. Seorang pemimpin bukanlah berasal dari rakyat tetapi berasal dari keluarga
kerajaan. Raja atau pemimpin telah disiapkan oleh raja yang berkuasa. Jadi, setelah
kematiannya, maka raja yang telah disiapkan itu langsung menggantikannya.7

Berbagai kebijakan yang diambil semasa pemerintahan Daulah Umayyah di Damaskus


sedikit banyak berdampak kepada kemajuan dalam berbagai bidang. Muawiyyah dan
keturunannya tidak saja dikenal sebagai pahlawan dalam ekspansi besar-besaran dunia Islam,
tetapi juga dikenal sebagai pembaharu, baik dalam bidang politik, ekonomi, kemasyarakatan
dan ilmu pengetahuan. Berbagai kebijakan penting pada masa Daulah Umayyah antara lain8:

1. Penduduk-penduduk diluar Jazirah Arab sangat memerlukan berbagai penjelasan secara


sistematis dan kronologis tentang Islam, dan ilmu-ilmu yang berkembang saat itu; Hadits,
tafsir, fiqh, usul fiqh, ilmu kalam, Tarikh dan lain sebagianya. Untuk kepentingan itu maka
mulai dikembangkan ilmu-ilmu agama tersebut melalui terjamahan dan berbagai karya
lainnya.

2. Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa Umat, dan berlaku bagi pengembangan
administrai pemerintahan maupun keilmuan lainnya.

7
Kartika Sari. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Bangka: Siddiq Press. Hal. 44
8
Ibid., Hal. 84
3. Mengangkat keturunan orang-orang Arab sebagai pemimpin di seluruh wilayah yang
berhasil mereka taklukkan.

Kemudian di berbagai aspek lain juga mengalami perkembangan pada zaman Daulah
Umayyah, sebagai berikut9:

1. Bidang Ekonomi dan Administrasi Pemerintah

Dalam bidang ini semakin luasnya wilayah yang dikuasai pada zaman itu, maka
pertumbuhan ekonomi harus tetap diperkembangakan. Daulah Umayyah sudah berupaya
membentuk organisasi ketetanegaraan meliputi:

a. An-Nidhamus Siyasi, yaitu organisasi politik yang meliputi kekhalifahan berubah dari
sistem syura’ menjadi system monarki.
b. Al-Kitabah atau sekretaris Negara terdiri dari Kitabur Rasail, Kitabul Kharraj, Kitabul
Jundi, Kitabus Syurtah dan yang baru adalah al-Hijabah (pengawal khalifah).
c. An-Nidzamul Idari, Organisasi Tata Usaha Negara terdiri dari Ad-Dawawin, yaitu
kantor pusat yang bertugas mengurus tata usaha negara yang terdiri dari Diwanul
Kharraj, Diwanul Rasail, Diwanul Mustagilat al-Mutanawiyah dan Diwanul Katibi.
d. An-Nidzamul Mal, organisasi keuangan.
e. An-Nidzamul Harbi, organinasi pertahanan.
f. An-Nidzamul Qadha’i, organisasi kehakiman.

2. Bidang Pembangunan Kota

Pusat peradaban Daulah Umayyah di Damaskus terletak di beberapa kota sebagai berikut:

a. Kota Damaskus

Damaskus menjadi pusat pemerintahan Islam sejak masa kekhalifahan Muawiyah bin
Abu Sufyan. Pada masa itu Damaskus menjadi kota paling besar dan paling megah di
wilayah pemerintahan Islam. kota Damaskus memiliki delapan pintu gerbang yang
dilengkapi dengan menara tinggi, sehingga jika akan mengunjunginya, menara-menara itu
sudah terlihat dari kejauhan. Pada masa Al Walid kota Damaskus dipercantik lagi dengan
berbagai fasilitas umum sehingga menjadi buah bibir pada masa itu.

b. Kota Qairawan

9
Ibid., Hal. 84-87
Kota Qairawan dibangun oleh gubernur Afrika Utara Uqbah bin Nafi al-Fihri yang
diangkat oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Uqbah membangun Qairawan sebagai benteng
perlindungan bagi pasukan tentara kaum muslimin dan harta kekayaannya dari serangan
musuh, Qairawan yang letaknya jauh dari pantai menjadikan kaum muslimin merasa aman
dari serangan tentara Romawi.

3. Bidang Pendidikan

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kedokteran

Ahli kedokteran pada masa Daulah Umayyah adalah Abu al-Qasim al Zahrawi. Beliau
dikenal sebagai ahli bedah, perintis ilmu penyakit telinga, dan pelopor ilmu penyakit kulit.
Karyanya yang terkenal berjudul al- Ta’rif li man ‘Ajaza ‘an al Ta’lif yang pada abad XII
diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M). Buku tersebut
menjadi rujukan di universitasuniversitas terkemuka di Eropa, di dunia Barat Abu al Qasim
dikenal dengan sebutan Abulcasis.

b. Sejarah

Salah satu tokoh terkenal dalam bidang sejarah antara lain; Abu Bakar bin Umar, atau
nama lainnya ibn Qithiyah dengan karyanya berjudul Tarikhh iftitah alAndalus. Abu Marwan
Abdul Malik bin Habib dengan karyanya yang terkenal berjudul al-Tarikh.

c. Bahasa dan Sastra

Tokoh terkenal pada masa ini antara lain; Abu Amir Abdullah, karyanya dalam bentuk
prosa berjudul Risalah al Awabi wa al Zawawi, Kasyf al Dakk wa Azar alSyakk dan Hanut
Athar. Ali al_Qali, karyanya yang terkenal al-Amali dan alNawadir. Abu Amr Ibn
Muhammad dengan karyanya al ‘Aqd al Farid.

d. Kimia

Ahli kimia terkenal pada masa ini adalah Abu al-Qasim Abbas ibn Famas, beliau
mengembangkan ilmu kimia murni dan kimia terapan yang merupakan dasar bagi ilmu
farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran.

e. Ilmu-ilmu Naqli
Ilmu-ilmu Naqli ini meliputi: ilmu Qira’at, ilmu Tafsir, ilmu hadits, ilmu fikih, ilmu
nahwu, ilmu bahasa dan kesesastraan. Dalam ilmu Qira’at pada masa ini termasyhur tujuh
bacaan al-Qur’an yang terkenal dengan istilah Qira’ah Sab’ah yang kemudian ditetapkan
menjadi dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang dinisbatkan kepada cara membaca yang
dikemukakan oleh tujuh orang ahli Qira’at. Ahli ilmu Tafsir pada masa ini adalah Ibnu
Abbas, ahli ilmu Hadits Muhammad bin Syihab az-Zuhri, Hasan Basri. Sementara itu ahli
ilmu Nahwu dan merupakan penyusun buku ilmu Nahwu yang pertama adalah Abu Aswad
adDualy, beliau belajar kepada Ali bin Abi Thalib sehingga beberapa ahli sejarah
mengatakan bahwa bapak ilmu nahwu adalah Ali bin Abi Thalib. Pada akhir periode
Umayyah melahirkan sejumlah mujtahid dan muncul dua tokoh imam madzhab yaitu Imam
Abu Hanifah di Kuffah dan Imam Malik di Madinah. Sementara Imam Syafi’i dan Imam
Hambali lahir pada masa pemerintahan Abbasiyah.

Lebih lanjut mengenai pengembangan dan pembinaan ilmu pengetahuan ini pada bagian
kedua dari periode Bani Umaiyah ini dimulailah kegiatan kesenian dan arsitektur. Dari sini
mulailah dakwah melalui sekolah bersistem lokal / kelas, penyebaran para Ulama sebagai
da’i ke berbagai pelosok negeri dan juga ditugaskan melakukan penyeleksian hadits-hadits
serta membersihkan tafsir-tafsir yang menyeleweng.10

f. Bidang Arsitektur

Perkembangan dalam bidang seni arsitektur, salah satu kemajuan seni arsitektur yang
dicapai pada masa Daulah Umayyah adalah berdirinya masjid Umayyah di Damaskus dan
Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem atau yang terkenal dengan Kubah al-Sakha yang
didirikan pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Disamping itu
beberapa peninggalan seni arsitektur menunjukan ketinggian peradaban pada masa itu,
misalnya; Masjid Agung di Kufah, Masjid Batu Karang, Istana Aljaferia di Saragosa dan lain
lain.

g. Bidang Militer

Pada masa ini kemajuan militer bangsa Arab telah mencapai kemajuan signifikan. Mereka
mempelajari berbagai ilmu kemiliteran dari banyaknya ekspedisi militer yang meraka
lakukan termasuk dari metode militer Romawi. Muawiyah melakukan perubahan besar dan

10
Nazaruddin. Op.cit. Hal. 133 (Nazaruddin. Publisistik dan Da’wah (Persamaan dan Perbedaannya), Jakarta:
Erlangga, 1974, hal. 148-149.)
menonjol di dalam pemerintahannya dengan mengandalkan angkatan daratnya yang kuat dan
efisien.

2.3 Kemunduran Daulah Umayyah di Damaskus

Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh Yazid bin
Abdul Malik. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam kenyamanan dan ketentraman juga
kedamaian berubah menjadi kacau. Masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid bin Abdul Malik yang cenderung hidup dalam kemewahan dan kurang
memperhatikan kepentingan rakyat. Kekacauan ini terus berlanjut hingga khalifah terakhir
Daulah Umayyah, Marwan bin Muhammad yang pada akhirnya meninggal di Mesir.
Meninggalnya Marwan bin Muhammad menjadi penanda berakhirnya kekuasaan Daulah
Umayyah yang akhirnya digantikan oleh kekhalifahan Daulah Abbasiyah.

Beberapa faktor yang mengantarkan Daulah Umayyah pada kehancuran antara lain11:

1. Ketidakpuasan pemeluk Islam non Arab, atau sering disebut dengan Mawali. Kaum
Mawali pada masa Daulah Umayyanh merasa dimarginalkan dengan tidak mendapat hak
yang sama dalam hal tunjangan dan beberapa hak lain yang tidak dikabulkan oleh
pemerintahan Daulah Umayyah.

2. Sistem pemilihan Khalifah melalui garis keturunan (monarchi heredities) merupakan


sesuatu yang baru bagi Bangsa Arab, sistem ini pada prakteknya sering menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat untuk berebut kekuasaan dikalangan keluarga, dan
terkadang tidak melalui pertimbangan matang berkaitan dengan faktor pengalaman dan usia.

3. Terjadinya persaingan antara kelompok suku Arab Mudariyah (Arab Utara) dan suku Arab
Himyariyah (Arab Selatan), Daulah Umayyah cenderung memebela kepada salah satu pihak
tersebut.

4. Konflik-konflik dari beberapa golongan yang melatar belakangi terbentuknya Daulah


Umayah pada masa awal pembentukan seperti kaum Syi’ah, Khawarij yang terus
berkembang menjadi gerakan oposisi yang semakin kuat dan mengancam kedaulatan Daulah
Umayyah.

5. Menguatnya kekuatan Abbasiyah dari keturunan Bani Hasyim

11
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agam. Hal. 87-
88
6. Gerakan oposisi kaum Syi’ah. Kelompok Syi’ah tidak bisa melupakan perlakuan orang-
orang Umayyah terhadap Ali dan puteranya Husein. Oleh karena itu mereka melakukan
gerakan oposisi. Mereka membangun aliansi dengan kaum Sunni dari Bani Abbas semenjak
pemerintahan Umar bin Abd. Aziz.

2.4 Sejarah Berdirinya Daulah Umayyah di Andalusia

Spanyol merupakan wilayah bagian Romawi yang sempat dikuasai oleh pasukan Visigoth
atau Gothic Barat dengan berbagai kelaliman dan kekorupannya. Mereka ini adalah suku liar
yang menghuni salah satu provinsi Kekaisaran Roma. Istilah suku liar mengindikasikan
bahwa mereka sebelum berhasil menguasai suatu wilayah, kehidupan mereka berpindah dari
satu wilayah ke wilayah lainnya. Hidup mereka tergantung dengan alam. Tidak jarang pada
saat mereka bertemu dengan suatu perkampungan maka mereka akan melakukan tindakan
brutal dengan merampas dan membunuh penduduk kampung tersebut. Mereka gemar
melakukan peperangan dengan kelompok lain yang mereka anggap sebagai musuh. Pasukan
Gothic yang semena-mena terhadap penduduk spanyol menjadikan mereka rindu akan
kedamaian dan ketentraman, ini menjadi salah satu faktor pasukan Islam dengan mudah
menguasai Spanyol. Sehingga pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Damaskus,
Spanyol berhasil ditaklukkan. Penaklukan Spanyol merupakan peristiwa penting dalam
perjalanan sejarah umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid bin
Abdul Malik.12

Masuknya Islam ke Andalusia menjadi angin segar bagi perkembangan Islam sekaligus
menjadi awal masuknya Islam ke beberapa wilayah lainnya seperti Cordoba, Granada dan
Toledo, ibukota pemerintahan Spanyol. Penaklukkan Andalusia ini terjadi pada masa
pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) yang merupakan khalifah ke
enam Daulah Umayyah di Damaskus.

1. Penaklukan Andalusia

Sebelum Islam masuk ke Andalusia, Islam sudah telebih dahulu berkembang di Afrika
Utara. Afrika Utara dijadikan sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah di Damaskus.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (685-705 M). Pada perkembangan selanjutnya ditunjuklah Musa bin Nusair sebagai

12
Ibid,. Hal. 94
gubernur di Afrika Utara. Sebelum dikuasai Islam, kawasan Afrika Utara telah menjadi basis
kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothic.

Sebenarnya semenjak abad 1 H, tentara Islam sudah mendarat di sana atas undangan dan
permintaan dari Count Julian, Gubernur Spanyol di Ceuta, untuk menghalau panglima
Roderick (Rodrigo) yang merampas kekuasaan dari tangan Raja Gouthia yang bernama
Vitiza pada tahun 710 M. Pada waktu itu Islam dalam kekuasaan Dinasti Umayyah, yakni
khalifah keenam, Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (Al-Walid I) tahun 86 H/705 M.
kesempatan permintaan itu tidak disiasiakan dan diamajukan kepada Gubernur Islam di
Afrika Utara, yakni Musa bin Nushair, demi menentang kezaliman dan membantu keadilan.
Gubernur Musa memperkenankan perminataan itu dengan mengirimkan tentara Islam di
bawah pimpinan Thariq bin Ziyad untuk mengadakan penyerangan ke Andalusia.13

Setelah kawasan Afrika Utara benar-benar dapat dikuasai Islam dan menyatakan
kesetiaannya terhadap pemerintahan Musa bin Nusair, umat Islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukan Andalusia. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu
loncatan bagi pasukan muslim untuk menaklukan Andalusia. Proses penaklukan Andalusia
melalui tahapan yang sangat panjang. Musa bin Nusair sebagai Gubernur Afrika Utara
mengutus Tharif bin Malik untuk menyelidiki keadaan Andalusia saat itu. Tharif membawa
pasukan perang dan 500 pasukan berkuda dan melintasi selat yang terletak diantara Maroko
dan Benua Eropa. Dalam ekspedisi ini Tharif dibantu oleh Raja Julian dengan menaiki empat
buah kapal milik Raja Julian, dan sukses tanpa perlawanan yang berarti.

Melihat keberhasilan Tharif bin Malik dan pasukannya, maka Musa Bin Nusair kembali
melakukan ekspedisi ke Spanyol dengan membawa pasukan dalam jumlah yang lebih besar,
yaitu 7000 ribu pasukan di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Pasukan Thariq bin Ziyad
sebagian besar terdiri dari suku Bar-bar yang didukukng oleh Musa bin Nusair dan orang-
orang Arab yang dikirim oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik.

Tahriq bin Ziyad membawa pasukannya menyebrangi selat yang kemudian terkenal
dengan selat Gibraltar (Jabal Thariq). Thariq berhasil dengan gemilang dan berturut-turut
berhasil menaklukan berbagai wilayah penting di Eropa seperti Cordoba, Granada dan Toledo
(ibukota kerajaan Gothic saat itu). Dengan ditaklukkannya Andalusia, maka periode pertama
Pemerintahan Daulah Umayyah Andalusia dimulai, dengan pusat pemerintahan di Damaskus.
13
Refileli. PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA). Tsaqofah & Tarikh Vol. 2 No. 2
Juli-Desember 2017. Hal. 154
Periode pertama ini Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Daulah Umayyah yang masih berpusat di Damaskus.14

Pada periode pertama ini, situsai politik dan perekonomian belum tertata dengan baik.
Sering terjadi konflik internal yang mengakibatkan melambatnya kemajuan di segala bidang.
Konflik internal yang terjadi disebabkan antara lain oleh perbedaan etnis dan golongan juga
terdapat perbedaan pandangan antara khalifah yang berpusat di Damaskus dengan Gubernur
Afrika Utara. Periode pertama ini, Islam di Andalusia belum memasuki kegiatan
pembangunan dalam bidang peradaban dan kebudayaan.

2. Peran Abdurrahman I

Keruntuhan Daulah Umayyah di Damaskus dan digantikan oleh Daulah Abbasiyah di


Baghdad, menyisakan satu orang keturunan dari Daulah Umayyah yaitu Abdurrahman I yang
bergelar ad-Dakhil. Abdurrahman ad-Dakhil berhasil lolos dari kejaran tentara Bani
Abbasiyah yang berhasil menaklukkan Daulah Umayyah di Damaskus. Islam mulai babak
baru dengan datangnya Abdurrahman ad-Dakhil ke Andalusia. Abdurrahman mengambil
kekuasaan di Andalusia pada masa Gubernur Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan
berdirinya Daulah Umayyah di Andalusia sebagai kelanjutan dari Daulah Umayyah di
Damaskus.15

Oleh ahli sejarah periode ini disebut dengan periode kedua pemerintahan Daulah
Umayyah, periode kedua ini terjadi antara tahun 755-912 M. Pada periode ini umat Islam
dibawah kekuasaan para Amir dan mulai memperoleh kemajuan, baik dalam bidang politik
maupun peradaban. Amir pertama pada periode kedua ini adalah Abdurrahman ad-Dakhil. Ia
berhasil membawa kegemilangan Islam dan sukses mendirikan masjid Cordoba dan sekolah-
sekolah di kota-kota besar Andalusia.

2.5 Perkembangan Perdaban dan Ilmu Pengetahuan Daulah Umayyah di Andalusia

Abdurrahman ad-Dakhil berhasil meletakkan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya
Daulah Umayyah di Andalusia. Selama kurang lebih 32 tahun masa pemerintahannya ia
mampu mengatasi berbagai tekanan dan ancaman dari dalam negeri maupun serangan dari
luar. Karena ketangguhannya itu ia dijuluki Rajawali Quraisy. Daulah Umayyah di Andalusia

14
Ibid,. Hal. 95-96
15
Ibid,. Hal. 96
yang dipelopori oleh Abdurrahman Ad-Dakhil berhasil mengalami masa kejayaan selama
kurun waktu tujuh setengah abad (756-1492 M) dengan amir-amir sebagai berikut16:

1. Abdurrahman Ad-Dakhil (756-788 M)

2. Hisyam bin Abdurrahman (788-796 M)

3. Al-Hakim bin Hisyam (796-822 M)

4. Abdurrahman al-Ausath (822-852 M)

5. Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)

6. Munzir bin Abdurrahman (886-912 M)

7. Abdurrahman an-Nasir (912-961 M)

8. Hakam al-Muntasir (961-976 M)

9. Hisyam II (976-1009 M)

10. Muhammad II (1009-1010 M)

11. Sulaiman (1013-1016 M)

12. Abdurrahman IV (1016-1018 M)

13. Abdurrahman V (1018-1023 M)

14. Muhammmad III (1023-1025 M)

15. Hisyam III (1027-1031 M)

Perkembangan Pertadaban Islam di Andalusia Selama Islam berada di Andalusia,


yakni ± 7,5 abad, Islam telah memainkan peranan yang sangat besar dan dapat membuat
sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Andalusia sebagai yang paling mengesankan.
Pemerintah Amawiyah merupakan inti dan jantungnya yang telah menghayati dan
menghidupkan kebudayaan dan peradaban besar. Pada umumnya ahli sejarah membagi
zaman yang panjang itu dalam 6 periode, yakni17 :

16
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agam. Hal. 97-
98
17
Refileli. PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA). Tsaqofah & Tarikh Vol. 2 No. 2
Juli-Desember 2017. Hal. 154-158
1. Periode pertama (711-755)

Andalusia pada periode ini dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
khalifah BaniUmayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik negeri Spanyol pada
waktu itu belum tercapai secara sempurna karena adanya gangguan-gangguan yang masih
terjadi, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam berupa
perselisihan antara etnis dan golongan serta perbedaan pandangan antara khalifah di
Damaskus dan Gubernur di Afrika Utara uyang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang berhak menguasai daerah Spanyol ini. Gangguan dari
luar datang dari sisasisa musuh Islam di Spanbyol yang bertempat tinggal di daerah-
daerahdaerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada Pemerintah Islam.
Pada periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang
peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman ad-
Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/ 755 M.

2. Periode Kedua (755-912 M)

Andalusia pada periode ini berbeda di bawah pemerintahan seiorang yang bergelar
Amir (panglima atau gubernur) yang bernama Abdurrahman yang datang dari jauh, dan
Timur, pada tahun 138 H / 755 M, lalu mendirikan pemerintahan otonom yang tidak ada
hubungannya dengan pemerintahan pusat Abbasiyah di Bagdad. Pada periode ini umat
Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun
dalam bidang peradaban, antara lain :

1. Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota


besar Spanyol.

2. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam.

3. Hakam dikenal sebagai pembaharuan dalam bidang kemiliteran.

4. Abdul Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu dan yang ditekuni
adalah pemikiran filsafat.

Walaupun demikian, pada pertengah abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan. Namun gerakan ini tidak
mendapatkan dukungan dari gereja Kristen lainya di spayol, karena pemerintah Islam
mengembangkan kebebasan beragama. Justru gangungan politik yang paling serius pada
periode ini datang daru imat Islam sendiri, seperti golongan pemberontak di Toledo pada
tahun 825 M. membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Yang
terpenting di antaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya
yang berpusat dipengungunagn dekat Malaga.

3. Periode ketiga (912-1013 M)

Pada periode ini berkembang pemerintah abdul Ar-Rahman III yang bergelar Ar-
Nasir, sampai munculnya raja–raja kelompok yang dikenal dengan Muluk al-Thawaif.
Pemerintah pada periode ini mengunganakan gelar khalfah. Gelar khalifah ini bermula
dari berita yang sampai kepada Abdurahman III yang mendengar bahwa Al-Muktadir,
khalifah Daulah Abbasiyah di Bagdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya
sendiri. Menurut Abdurahman III, ini merupakan saat yang tepat untuk memekai gelar
khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayah selama ± 150 tahun.

Pada periode ini umat Islam mencapai puncak kemauan dan kejayaan yang
menyayingi kejayaan daulah Abbasiyah di Bagdad, seperti :

1. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaan memiliki


ribuan koleksi buku.

2. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini
masyarakat dapat menikmati kesejateraan dan kemakmuran, dan pembangunan kota
berlangsung cepat.

Awal dari kehancuran khalifah bani Umayyah di Spayol adalah ketika Hisyam naik
tahta dalam usia 11 tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada ditangan para
penjabat. Pada tahun 981 M. Khalifah menunjuk Ibn Abi amir sebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak, sementara dia sebagai seorang yang ambisius berhasil
menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayhnya kekuasaan Islam dengan
menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-sainganya. Atas keberhasilankeberhasilannya ia
mendapat gelar Al Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M. dan diganti oleh anak
nya Al-Mazaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi
setelah wafat pada tahun 1008 M. ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas
bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja negara dilanda kekacauan dan akhirnya
kehancuran total.
Pada tahun 1009 M. khalifah mengundurkan diri dan beberapa orang yang dicoba
untuk menduduki keadaan. Pada tahun 1013 M. jabatan, khalifah-pun dihapuskan dan
Spanyol sudah terpecah dalam negara-negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

4. Periode keempat (1031-1086 M)

Spanyol pada periode ini terpecahpecah lebih dari 30 negara kecil dibawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al Mulukut Thawaif (dianasti-dinasti kecil) antara
lain :

1. Bani Abbad di Sevilla

2. Bani Hud di Saragosa

3. Bani Zun Nun di Toledo

4. Bani Ziri di Granada

5. Bani Hammud di Cordoba dan Malaga.

Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Anehnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai meminta
bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat keadaan itu orang-ortang Kristen mengambil
inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang.

5. Periode kelima (1086-1248 M)

Pada periode ini walau Islam Spanyol masih terpecah dalam beberapa negara, tetap
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Muwahhidun (1146-1235).
Dinasti Muwahhidun pada mulanya adalah sebua gerakan agama yang didirikan oleh
Yusuf Ibnu Tasyfin di Afrika Utara. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-
penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat dalam mempertahankan negara
dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Pada tahun 1086 M berhasil mengalahkan
pasukan Castilia.penguasa-penguasa sesudah Ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah dan
pada ttahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di
Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.

Dinasti Muwahhidun. Didirikan oleh Muhammad Ibnu Tumart (W. 1128) dan dinasti
ini datang ke Sapanyol di bawah pimpinan Abd Al-Mun’im. Pada tahun 114 dan 1154 M.
lota-kota muslim penting, Cardova, Almeria dan Granada jatuh kebawag kekuasaanya.
Untuk jangka bebarapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan,
sehinggakekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah
itu mengalami keambrukan dari perlawanan tentara Kristen. Akibat kekalahan ini
Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. keadaan
Sepanyol kembali berada di bawah penguasa-penguasa kecil yang membuat orang-orang
Kristen mudah untuk mengadakan penyerangan. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan
penguasa Kristen. Tahun 1248 M. Sevilla pun dapat dikuasai. Akibatnya seluruh Spanyol
kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.

6. Periode keenam (1248-1492 M)

Tinggalah Granada yang masih dalam kekuasaan Islam di bawah pimpinan dinasti
bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban pada periode ini mengalami kemajuan kembali,
namun hanya diwilayah yang kecil. Akan tetapi pertahanan Islam di Spanyol ini berakhir
karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.

Abdu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena


menunjukanaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Kemudian dia
memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya
terbunuh dan digantikan oleh Muhammad Ibn Sa’ad. Kemudian Abu Abdullah meminta
bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Dengan adanya itu,
ferdinand dan Isabella mempersatukan kekuatan untuk merebut kekuasaan terakhir Islam
di Spanyol. Pada tahun 1492 M. Islam mengaku kalah dan kembali ke Afrika Utara.
dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol. Abu Abdilla bersama sanak
keluarganya dikeluarkan dari Andalusia dan menyerahkan kerajaan yang didirikan oleh
nenek moyangnya dengan jiwa dan pedangnya kepada musuhnya.

Pusat-pusat peradaban Islam di Andalusia

Ketika Islam Jaya di Andalusia, maka terdapatlah pusat-pusat peradaban Islam baik
yang bersifat fisik maupun yang bersifat ilmu pengetahuan. Termpat tempat tersebut
antara lain:

a. Toledo
Menurut Musyrifah Sunanto, di Toledo terdapat banyak tempat-tempat untuk ilmu
pengetahuan, yaitu:

1. Perguruan Baitul Hikmah

2. Kutubul Hannah, untuk menampung terjemahan-terjemahan ilmu pengetahuan.

3. Rumah sakit, laboratorium dan istana.

b. Cordova

Cordova merupakan ibu kota Spanyol. Setelah Spanyol/Andalusia menjadi wilayah


Islam, maka bangunannya diberi gaya seni bangunan Islam. Sehingga Andalusia
kemudian terkenal dengan kota-kotanya yang indah, masjid-masjid yang cantik, demikian
juga taman-taman dan rumah-rumah rakyatya. Harun Nasution mengatakan bahwa,
Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di Baragt, sebagai tandingan
Bagdad di Tiur. Kalau di Bagdad terdapat Bait Al-Hikmah serta \Madrasah Nizamiah dan
di Cairo terdapat Al-Azhar serta Dar Al-Hikmah, di Cordova terdapat Universitas
Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Abd Al-Rahman III (929
M961 M).

Selain itu di Cordova terdapat kotakota kecil mungil yang menjadi satelitnya, antara
lain:

1. Al-Qashrul Kabir (Kota Raja)

Al-Qashrul Kabir adalah salah satu pertanda zaman yang sangat mengagumkan. Kota
raja tersebut dibangun oleh Abdurrahman ad-Dakhil pada pertengahan abad ke II H. Di
tengah-tengah kota raja tersebut di bangun sebanyak 430 gedung yang diantaranya
terdapat istana-istana yang besar dan agung yang masing-masing diberi nama khusus,
seperti Kamil Mujaddid, Haair, Raudhah, Ma’syuq, Mubarak, Rasyiq, Surur dan Badi.

2. Az-Zahra (Kota Az-Zahra) Qashru Az-Zahra ini dibangun oleh Khalifah Nashir pada
tahun 325 H. Dalam kota Zahra terdapat sebuah

masjid besar, istana-istana dan tamantaman indah, bahkan pilarnya ada 4300 buah yang
sebagiannya didatangkan dari Roma dan Tunisia.
3. Zahira Zahira adalah kota yang didirikan oleh Khalifah Mansur bin Abi Amir. Zahira
ini digunakan sebagai benteng yang kuat untuk mempertahankan diri dari serangan
musuh.
c. Granada

Granada merupakan kota nomor dua di Andalusia, dinamakan orang dengan kota
Damaskus di Barat atau “Damaskusnya Andalusia”, karena banyak aneka buah-buah anggur,
apel dan lain sebagainya. Di samping itu di Granada terkenal dengan arsitektur-arsitektur
bangunannya di Eropa, seperti al-Hambra yang merupakan istana yang indah dan megah serta
dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.

Puncak kejayaan Islam di Andalusia terjadi pada periode ketiga (912-1013 M) dimulai
dari pemerintahan Abdurrahman III yang brgelar an-Nasir, pada periode ini Islam di
Andalusia mencapai puncak kejayaan dan kemajuan, menyaingi kejayaan Daulah Abbasiyah
di Baghdad. Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain18:

1. Ilmu Pengetahuan dan Sains

Spanyol adalah kota yang subur, kesuburannya mendatangkan penghasilan ekonomi yang
tinggi dan banyak menghasilkan pemikir-pemikir berkualitas. Masyarakat muslim Spanyol
merupakan masyarakat yang majemuk terdiri dari berbagai komunitas, antara lain; al-
Muwalladun (orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (orang Islam yang berasal dari
Afrika Utara), ash-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Burgaria yang
menjadi tawanan Jerman dan kemudian dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb
yang berbudaya Arab. Semua komunitas itu memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan
pembangunan fisik di Spanyol. Kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang dicapai pada
masa ini, antara lain:

a. Filsafat

Atas inisiatif Hakam II, karya-karya ilmiah dan filsafat diimpor dari Timur dalam jumlah
besar, sehingga Cordoba dengan perpustakaan dan universitasnya yang lengkap mampu
menyaingi kemajuan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Tokoh pertama dalam sejarah Filsafat
Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn asSayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajah,

18
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agam. Hal. 99-
101
ia tinggal di Granada dengan karyanya yang terkenal tadbir al-Mutawahid. Pada masa itu di
Timur ada al-Farabi dan Ibnu Sina. Tokoh kedua adalah Abu bakar Ibnu Tufail yang berasal
dari Wady sebuah kota kecil di Timur Granada, ia banyak menulis masalah filsafat,
astronomi dan juga kedokteran. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Tokoh lain yaitu Ibu Rusyd dari Cordoba, yang menjadi ciri khas dari Ibnu Rusyd adalah
kecermatannya dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan
agama. Karya-karyanya yang terkenal adalah Mabadi Falasifah, Kulliyat, Tafsir Urjuza,
Kasfu Afillah. Selain ahli filsafat, ia juga seorang ahli Fikih dengan karya besarnya Bidayah
al-Mujtahid, dan karya dalam bidang kedokteran dengan judul al-Hawi.

b. Sains

Dalam hal sains pada masa ini banyak bermunculan ilmu-ilmu seperti; kedokteran,
matematika, kimia, astronomi, dan geografi. Abbas ibn Fams terkenal sebagai ahli dalam
ilmu kimia dan astronomi sekaligus sebagai orang yang pertama kali menemukan pembuatan
kaca dari batu. Ahmad bin Ibas ahli dalam bidang obat-obatan, dalam ilmu Geografi ilmuwan
yang terkenal adalah Ibu Jubair yang menulis tentang Negeri-negeri Muslim Mediterania dan
Sicilia. Ibnu Batutah juga salah satu ilmuwan yang terkenal hingga Samudra Pasai dan Cina.
Dalam bidang matematika, melalui buku terjemahan karya Ibrahim al-Fazari, seorang pakar
matematika bernama Nasawi berhasil memperkenalkan angka-angka India seperti 0,1,2
hingga 9, hingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal dengan angka Arab. Para ahli
dalam bidang kedokteran antara lain:

1. Thabib ibn Qurra’ ia dianggap sebagai bapak ilmu Kimia

2. Ar-Razi atau Razes, karyanya yang terkenal dalam bidang penyakit campak dan cacar
yang diterjemahkan dalam bahasa latin

3. Ibnu Sina, di Eropa disebut dengan Avicena, selain sebagai filosof juga seorang dokter
dan ahli musik. Karyanya yang terkenal adalah Shafa, Najat, Sadidiya, Danes Nomeh dan
al-Qanuun fi at-Thib (buku tentang kedokteran yang diterjemahkan kedalam bahasa
latin).

c. Fikih

Dalam bidang fikih, Islam di Spanyol menganut Madzhab Maliki yang diperkenalkan
pertama kali oleh Ziyad bin Abd ar-Rahman. Dalam perkembangannya dipegang oleh
seorang Qadhi yaitu Ibnu Yahya. Ahli-ahli Fiqh lainnya adalah Abu Bakar ibn al-
Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan Hazm.

d. Sejarah

Orang yang pertama kali mengemukakan teori perkembangan sejarah adalah Ibnu
Khaldun melalui karyanya yang berjudul Muqaddimah. Buku ini menjadi tumpuan studi
ilmuwan-ilmuwan barat, beliau juga merupakan perumus filsafat sejarah. Karya-karya Ibu
Khaldun mampu memberikan sumbangan dan pengaruh dalam pemikiran-pemikiran
ilmuwan barat. Ahli sejarah lainnya adalah Yahya bin Hakam seorang penyair yang
dikenal dengan al-Gazzal, juga Abu Bakar Ibn Muhammad yang terkenal dengan Ibn al-
Quthiyah dengan karyanya berjudul Tarikh Iftitah alAndalus memiliki nilai tersendiri,
karena penafsirannya mengenai peristiwaperistiwa di Spanyol yang sebelumnya tidak
diketahui oleh orang Arab.

2. Pembangunan

Banyaknya peninggalan monumental yang hingga sekarang masih bisa dilihat,


menjadi saksi sejarah akan perhatian yang sangat besar dari pemerintahan Daulah
Umayyah Andalusia terhadap kemajuan pembangunan fisik, salah satunya adalah sebagai
berikut:

a. Cordoba

Cordoba merupakan ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian dikuasai oleh
Daulah Umayyah. Kota ini dibangun dan diperindah. Taman dan jembatan dibangun
dengan indah di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Di sekitar ibukota berdiri
istana-istana megah yang semakin mempercantik kota Cordoba. Di Cordoba dibangun
masjid raya Cordoba, ada juga Istana Damsyik disana. Keindahan Cordoba semakin nyata
manakala fasilitas-fasilitas umum dibangun dengan rapih dan dilengkapi dengan saluran
air yang panjangnya mencapai 80 km. terdapat juga Al-Qasr al-Kabir yang didalamnya
terdapat gedung-gedung istana yang megah, Rushafat, merupakan Istana yang dikelilingi
oleh taman yang berada disebelah barat laut Cordoba.

b. Granada

Granada merupakan pusat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Arsitektur


bangunannya sangat terkenal di seluruh Eropa. Disana terdapat Istana al-Hambra yang
indah dan megah merupakan pusat dan puncak ketinggian arsitektur di Spanyol kala itu.
Kisah tentang kemajuan seni arsitektur terlihat juga dengan bangunan istana-istana megah
lainnya seperti, Istana al-Gaza, Menara Girilda, al Zahra kota satelit di bukit Sierra
Monera, kota ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap dan air mengalir ditengah masjid
sangat unik dan indah.

Kemajuan yang dicapai di Andalusia bukan datang dengan tiba-tiba, melainkan


banyak faktor yang menjadi pendukungnya, yaitu:

1. Heterogenitas komposisi masyarakat tadi Andalusia mendorong terciptanya iklim


intelektual yang maju. Islam datang dengan semangat toleransi yang begitu tinggi,
dengan semangat itu telah mengakhiri kezaliman keagamaan yang sudah berlangsung
sebelumnya.

2. Adanya semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran ulama dan para
ilmuwan.

3. Persaiangan antara Mulk at-Tawaif (kerajaan-kerajaan kecil) justru menyebabkan


perkembangan peradaban di sekitar Cordoba. Semuanya bersaing ingin menandingi
Cordoba dalam hal ilmu pengetahuan, satra, seni dan kebudayaan. Adanya dorongan dari
para penguasa yang mempelopori kegiatan ilmiyah, sehingga muncul ilmuwan-ilmuwan
yang kompeten dalam bidangnya.

2.6 Kemunduran Daulah Umayyah di Andalusia

Masyarakat Andalusia masih menganggap kehadiran Islam di Negara mereka


merupakan ancaman dan juga penjajah bagi mereka, keadaan ini memperkuat
nasionalisme masyarakat Kristen Andalusia. Akhirnya setelah kurun waktu tujuh
setengah abad Daulah Umayyah berkuasa mulai mengalami masa kelemahan, disamping
faktor diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab runtuhnya Daulah Umayyah di
Andalusia19:

1. Tidak adanya Ideologi Pemersatu. Orang-orang pribumi enggan untuk menerima para
muallaf menjadi bagian dari mereka. Akibatnya kelompok etnis non Arab sperti etnis
Salvia dan Barbar sering menggrogoti dan merusak perdamaian. Hal itu

19
Elfa Tsuroyya. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agam. Hal. 102-
103
mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosial dan ekonomi negeri tersebut, ini
menunjukan tidak adanya idiologi yang member makna persatuan, disamping juga
tidak adanya figure yang menjadi pengaut idiologi tersebut.
2. Keterpurukan Ekonomi. Kegigihan para penguasa mengembangkan ilmu pengetahuan
dan sedikit mengabaikan perkembangan perekonomian mengakibatkan timbul
kesulitas ekonomi yang memberatkan dan berpengaruh terhadap perkembangan
politik dan militer.
3. Terasing. Islam di Andalusia bagaikan negeri kecil yang terpencil dan terasing, ia
jarang mendapatkan perhatian dan bantuan kecuali dari Afrika Utara. Hal ini
mengakibatkan tidak ada yang membantu membendung kebangkitan Kristen di
wilayah Andalusia. Kekuatan Kristen inilah yang lambat laun mulai menggrogoti
Islam di Andalusia.
4. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Tidak adanya peraturan tentang pola
pemilihan dan pengalihan kepemimpinan menyebabkan perebutan kekuasaan diantara
ahli waris. Sistem monarki membuat masing-masing ahli waris merasa berhak untuk
menjabat sebagai pemimpin setiap ada kekosongan kepemimpinan. Karena faktor
itulah muncul kerajaan-kerajaan dan kekuatan kecil di sekitar Andalusia, munculnya
Muluk at-Tawaif ini juga yang memperparah keadaan sehingga Granada sebagai pusat
kekuasaan Islam terakhir di Andalusia, jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella.
5. Adanya Persatuan dari umat Kristen. Ketika umat Islam sedang dalam keadaan knflik,
maka umat Kristen justru bersatu. Pada tahun 1969 kerajaan ferdinand dari Arogan
dan kerajaan Isabella dari Castilia bersatu menyerang kekuatan islam dibawah
kekuasaan dinasti Ahmar di Granada yang terkenal dengan Al-Hamra. Pada tanggal 2
januari 1492 / 12 Rabi’ul Awal 897 H, ibu kota Granada dikepung dan ditaklukkan
oleh penguasa Kristen.20

2.7 Hikmah Mempelajari Sejarah Peradaban Islam pada masa Daulah Umayyah
- Menambah wawasan khasanah Islam dalam bidang sejarah
- Memberikan penghayatan dari kisah sejarah sehingga dapat diperoleh
pelajaran dan nilai dari setiap periode kepemimpinan masing-masing amir
Daulah Umayyah

20
Refileli. Peradaban Islam Di Andalusia (Perspektif Sosial Budaya). Tsaqofah & Tarikh Vol. 2 No. 2 Juli-
Desember 2017. Hal. 161
- Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah
dicapai umat terdahulu untuk dikembangkan di kehidupan sekarang dan yang
akan datang
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sejarah lahirnya Daulah Umayyah di Damaskus diawali dengan terjadinya perang
Shiffin antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib yang berakhir dengan pengangkatan
mushaf sebagai tanda perdamaian. Kemudian disepakatilah perjanjian Tahkim yang
memperkuat posisi Umayyah. Kemudian pasca kematian Ali oleh kekejaman
Khawarij, terjadilah peristiwa Amul Jama’ah yaitu penyerahan kekuasaan kepada
Muawiyah dari Hasan bin Ali yang menjadi pewaris tahta Khalifah Ali. Akhirnya
terbentuk Daulah Umayyah dengan pemimpin utama Muawiyah. Sampai nantinya
diteruskan di Andalusia sampai pada kepemimpinan Hisyam (1027-1031 M).
2. Ada 39 pemimpin selama berkembangnya Daulah Umayyah di Damaskus dan
Andalusia yang memiliki visi/misi masing-masing yang menghasilkan kebijakan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan mulai dari aspek pembangunan,
ekonomi dan pemerintahan, sains, pendidikan sampai pada perkembangan arsitektur
dan budaya sosial.
3. Kemunduran Daulah Umayyah di Damaskus disebabkan oleh ketidakpuasan orang-
orang non-arab (Mawali), sistem pemilihan pemimpin monarki, terjadinya
perselisihan antar suku arab, dan adanya oposisi kaum Syi’ah dengan Sunni sebagai
wujud kekecewaan. Kemudian kemunduran yang dialami di Andalusia disebabkan
oleh tidak adanya ideologi pemersatu, keterpurukan ekonomi, ketidakjelasan dalam
pergantian kekuasaan, adanya persatuan umat Kristen.
4. Setelah mempelajari sejarah peradaban Islam pada masa Daulah Umayyah, kita dapat
mengambil hikmah dari sejarah yaitu:

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah yang selanjutnya.
Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap akan bermanfaat bagi pembaca maupun
penulis dalam menambah wawasan terkait topik yang telah kami jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Tsuroyya Elfa. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam /Kementerian Agama. Jakarta : Kementerian Agama.

Rahmadi Fuji. DINASTI UMAYYAH (Kajian Sejarah dan Kemajuannya). Volume III No. 2 Januari-Juni
2018. Medan: Al Hadi.

Mubarok Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Bani Quraisy.2005)

Sari Kartika. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Bangka: Siddiq Press.

Refileli. Peradaban Islam di Andalusia (Perspektif Sosial Budaya). Tsaqofah & Tarikh Vol. 2 No. 2 Juli-
Desember 2017.

Rachman Taufik. Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan dan Kemunduran).
Jurnal Sejarah Peradaban Islam. Vol. 2 No. 1 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai