NIM : 41801009
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir
dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus)
sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika
dilakukan secara tunai.”.
Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya (rupiah
dengan rupiah atau dollar dengan dollar) kecuali sama jumlahnya dan tidak boleh ada
penambahan pada salah satu jenisnya, harus dilakukan secara tunai (obyek yang
dipertukarkan atau yang
diperjualbelikan ada di tempat jual beli itu dilakukan).
Hukum Bai’Munaqosah
Adapun mengenai tender pada substansinya tidak jauh berbeda ketentuan
hukumnya dari lelang karena sama-sama penawaran suatu barang/jasa untuk
mendapatkan harga yang dikehendaki dengan kondisi barang/jasa sebagaimana
diminati. Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran
hak, norma dan etika dalam praktik lelang maupun tender, syariat Islam memberikan
panduan dan kriteria umum sebagai guide line yaitu di antaranya:
1. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela (‘an
taradhin)
2. objek lelang dan tender harus halal dan bermanfaat,
3. kepemilikan penuh pada barang atau jasa yang dijual,
4. kejelasan dan transparansi barang/jasa yang dilelang atau dutenderkan tanpa adanya
manipulasi seperti window dressing atau lainnya
5. kesanggupan penyerahan barang dari penjual,
6. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan
perselisihan.
7. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memangkan
tender dan tawaran.
Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam
praktik lelang maupun tender dikategorikan para ulama dalam
praktik Najasy (komplotan/trik kotor tender dan lelang) yang diharamkan Nabi saw.
(HR. Bukhari dan Muslim) atau juga dapat dimasukkan dalam
kategori Risywah (sogok) bila penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilitas
ataupun service untuk memenangkan tender ataupun lelang yang sebenranya tidak
memenuhi kriteria yang dikehendaki mitranya bisnisnya.
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara Al-‘Inah dan kalian telah ridha
dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekorekor sapi dan kalian
meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan
yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”.
(HR. Abu Daud).
Hadist di atas mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli ‘inah,
diungkapkan oleh beliau bahwa akibat bagi pelaku jual beli ‘inah ini adalah kehinaan
yang tidak pernah dilepaskan oleh Allah Swt.Diantara cara jual beli ‘inah yang
populer di dalam tulisan para ahli fikih adalah seseorang menjual suatu barang yang
pembayarannya (ditangguhkan), lalu penjual tersebut segera membelinya (barang
tadi) secara tunai dengan harga yang lebih rendah (dari yang ditawarkan). Lebih
jelasnya bisa diilustrasikan berikut:Misalnya; bapak A menjual sebuah mobil kepada
ibu B seharga 100 juta rupiah secara tangguh (kredit), yang berarti mobil langsung
diserahkan kepada ibu B (pada waktu terjadi akad) sedangkan uang akan diserahkan
pada enam bulan mendatang, kemudian di waktu yang sama bapak A membeli
kembali mobil tersebut dari ibu B seharga 80 juta rupiah dibayar secara tunai, yang
berarti mobil tadi kembali kepemilikannya kepada bapak A. Sedangkan ibu B
memperoleh uang tunai saat ini sejumlah 80 juta rupiah, tetapi masih mempunyai
kewajiban membayar hutang pada bapak A sejumlah 100 juta pada enam bulan
mendatang. Bentuk akad seperti ini dikenal oleh kalangan ahli fikih sebagai jual beli
‘inah.
6. Jual beli tawaruq
Tawarruq (bahasa Arab) berasal dari kata wariq, artinya karakter atau simbol
dari perak. Dalam kamus Muhiith kata tawarruq berasal dari kata kertas dan koin
dirham yang terbuat dari perak atau uang yang terbuat dari dirham. Jamak dari
tawarruq adalah awraaq yaitu kertas yang berfungsi menggantikan uang atau uang
kertas. Kata tawarruq ini digunakan untuk mengartikan mencari perak, sama dengan
kata ta’allum, yang artinya mencari ilmu, yaitu belajar atau sekolah. Kemudian
diartikan lebih luas lagi menjadi mencari uang tunai dengan berbagai cara, yaitu bisa
dengan mencari perak, emas atau semacamnya (Al-Fairuzi).
Bai’ tawarruq adalah bentuk akad jual beli yang melibatkan beberapa pihak,
ketika pemilik barang menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan cara
pembayaran tunda (kredit), kemudian pembeli pertama menjual kembali barang
tersebut kepada pembeli lain dengan tunai.
Pada asalnya, bai’ tawarruq terjadi ketika seseorang dalam keadaan dhoruroh
memerlukan uang tunai (likuiditas), kemudian membeli barang dari pihak I dengan
cara cicilan (credit) dan tempo waktu kredit telah ditentukan. Kemudian ia menjual
kembali barang tersebut kepada pihak III dengan harga lebih rendah secara tunai
(cash).
Dewi, T. R., Rohmah, M., & Kurniawan, R. (2020). KANTIN KEJUJURAN SEBAGAI SARANA
PENANAMAN SIFAT JUJUR PADA PESERTA DIDIK DI SEKOLAH TINGKAT DASAR. MIDA:
Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 3(1), 44-52.
Dita, T. S. (2019). Praktik jual beli kantin kekujuran di kampus III UIN Walisongo Semarang
kaitannya dengan konsep ba’i mu’āṭāh menurut Wahbah Az-Zuhaili (Doctoral dissertation, UIN
Walisongo).
Mulyawisdawati, R. A., & Afif, M. (2018). Jual Beli Model ‘Inah di Lembaga Keuangan Syariah:
Tinjauan Konsep, Hukum dan Implementasi. Falah: Jurnal Ekonomi Syariah, 3(1), 67-77.
Nik, M. Z. A. R., & Suliaman, I. (2011). Analisis pendekatan ulama Hadith terhadap Hadith Bay’Al-
Nasi’ah Dalam Sharh Sahih Al-Bukhari.
LARASATI, N., & Diana, Z. (2020). ANALISIS JUAL BELI FOLLOWERS DI INSTAGRAM DA.
LAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NO. 110/DSN-MUI/IX/2017 TENTANG AKAD JUAL
BELI (Doctoral dissertation, IAIN SURAKARTA).
Ab Rahman, A., Mohamad, S., & Salleh, I. M. (2019). Bay ‘al-tawarruq dan Aplikasinya dalam
Pembiayaan Peribadi di Bank Islam Malaysia Berhad. Jurnal Syariah, 18(2), 333-360.
Rachmawati, E. N. (2015). Akad jual beli dalam perspektif fikih dan praktiknya di pasar modal
Indonesia. Al-'Adalah, 12(2), 785-806.