Anda di halaman 1dari 3

Perjalanan Hidup

Nasywa Aqilah Putri memiliki arti anak perempuan yang gembira, terhomat, berbudi,
dan pintar. Orang tua saya meletakan doa di dalam nama ini. Lahir pada tanggal delapan
Januari 2003 di Jakarta, Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, pada hari Rabu. Dilahirkan
oleh ibu bernama Dipdha Mayang Mury, dibantu oleh dr. Alam Pohan.

Saya menghabiskan masa kecil di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Keluarga saya
sangat bahagia lengkap dengan kehadiran dua anaknya. Ayah, Ibu, kakak, dan saya. Rumah
seluas 1000 meter dihuni oleh empat orang berstatus keluarga. Waktu kecil, bahagia saya
sangat sederhana. Bermain bola dengan kakak di ruang keluarga lengkap dengan drama-
drama memecahkan kaca, guci, lampu dan lukisan-lukisan yang tergantung di dinding. Kakak
dan saya suka mengumpat di antarsofa jika suara barang pecah terdengar hingga telinga
orangtua.

Saya dan kakak bersekolah di Yayasan Al-Hamid. Saya menamatkan pendidikan


Taman Kanak-Kanak (TK) di sekolah tersebut. Setelah lulus dari TK, saya disekolahkan di
SDN Cibubur 11 Pagi, saat itu merupakan sekolah unggulan terbaik di kawasan tersebut.
Saya meraih peringkat dua belas ketika mengikuti tes masuk sekolah tersebut.

Beruntungnya, Ibu dan Ayah mendidik saya menjadi orang yang pintar. Saya meraih
peringkat dua di setiap semester pertama dan peringkat kedua di setiap semester kedua. Hal
itu selalu berjalan hingga saya kelas dua. Guru yang mengajar saya sewaktu saya kelas satu
bernama Bu Ai, seorang guru berumur. Beliau memiliki sifat sabar, saya mengaguminya.
Berbeda dengan Bu Ai, Pada saat kelas dua, Pak Mulyadi yang merupakan guru muda
mengajari saya dengan cara kreatifnya.

Keluarga saya memutuskan pindah ke daerah Jawa Barat ketika berada di kelas tiga.
SDN Pondok Labu 15 Pagi merupakan sekolah yang saya pilih untuk melanjutkan sekolah.
Sekolah dipinggir Jakarta Selatan. Saya banyak belajar tentang kesederhanaan di sini. Tidak
mewah, sederhana, tapi memiliki murid-murid yang bisa diajak maju bersama oleh pihak
sekolah. Sekolah tersebut bahkan tidak menyandang gelar apapun, tidak mengejar peringkat
teratas sekolah terfavorit, tidak berlomba menjadi sekolah terbersih. Tidak memaksa
siswanya untuk mendapat nilai yang melampaui batas, tetapi perkembangan nilai-nilai sekecil
apapun mampu membuat gurunya bahagia. Bersyukurnya, saya selalu menempati peringkat
satu dan menjabat sebagai ketua kelas dari hari pertama pindah sekolah hingga lulus SD.
Guru yang mengajar saya di sini hanya Pak Hidayat dan Pak Hartono.
Saya memiliki guru favorit yang bernama Hidayat. Seorang guru SD honorer yang
sempat mendapat beasiswa ke Kairo tetapi gagal karena tidak bisa memenuhi berkas. Beliau
adalah guru pertama saya ketika pindah sekolah di masa Sekolah Dasar. Mengajarkan saya
perkalian satu sampai lima belas, mengajarkan sholat dhuha setiap hari, dan mengajarkan
murid-muridnya bermimpi jauh. Waktu SD, saya tidak memiliki kelas, gedungnya tidak
cukup untuk menampung beberapa kelas. Saya belajar di Mushallah setiap hari, menulis
dengan gaya tengkurap, telentang, menghafal sambil lari-larian. Beliau sukses membuat saya
mengerti setiap mata pelajaran yang dipelajari dengan cara-cara unik dan kreatifnya. Kalau
ada penghargaan guru terbaik di Jakarta, saya akan menunjuk beliau pertama kali. Tidak
mengajar dengan papan tulis karena sekolah tidak mampu mencukupi kebutuhan papan tulis
untuk kelas yang tidak mendapat ruangan, tetapi mampu memasuki setiap inchi daya pikir
muridnya. Murid-murid yang nakal akan beliau ikuti lomba-lomba sehingga jabatan nakalnya
hilang. Beliau mengajar satu per satu muridnya seperti guru privat dan memberi kuis-kuis
setiap harinya. Mengatur baris-baris untuk perkalian dan mencatat poin-poin prestasi untuk
muridnya.

Saya lulus SD dengan nem 28,5 dan melanjutkan jenjang selanjutnya di SMPN 85
Jakarta. Di sekolah ini, saya bertemu bermacam-macam karakter. Ketika kelas sembilan, saya
memasuki kelas unggul dengan jumlah laki-laki lima orang dan perempuan 31 orang. Ada
rasa siap – tidak siap untuk menghadapi ujian nasional. Akan tetapi, saya bisa menjalaninya
dan mendapat nem cukup memuaskan, yaitu 36,15. Guru SMP 85 merupakan guru
berkualitas. Salah satu guru kesukaan saya adalah Pak Darsetyo, beliau mengajar dengan
mengenalkan konsep-konsep pemikiran lebih dahulu, tidak tergantungan dengan jadwal
kurikulum dengan gaya ajarnya yang unik. Oleh sebab itu, nilai rata-rata matematika saya
adalah 98, hampir sempurna. Beliau berjasa untuk saya.

SMAN 34, sekolah pilihan pertama saya ketika PPDB. Pengalaman saya di sekolah
ini tidak begitu berkesan. Sampai saya menginjak semester akhir pun, saya masih mencoba
beradaptasi. Hal baru bagi saya yang dihadapkan dengan guru-guru berumur sehingga
hubungan antara guru dengan murid tidak begitu baik akibat jarak usia yang terlalu jauh.
Bagaimana sekolah memprioritaskan nilai yang baik dengan sedikit usaha dalam
pengajarannya. Namun, beruntung bahwa saya dianugerahi wali kelas yang baik, yaitu Pak
Tatang, Pak Eka, dan Miss Deini.
Saya bengga dengan apa yang saya capai. Saya selalu peringkat satu waktu Sekolah
Dasar, menjuari FLS2N bidang gambar bercerita tingkat Kabupaten/kota, memasuki babak
penyisihan Olimpiade Sains Quark, mengikuti Berani Kidentrepreneur Camp, menjadi ketua
Paduan Suara SMP, dan mampu mendampingi tim Paduan Suara saya untuk menjuarai piala
bergilir kementerian pendidikan dengan peringkat harapan satu.

Ayah saya bernama Mohamad Jauhari. Beliau memiliki latar belakang Pendidikan
komputer sehingga pekerjaannya tidak jauh-jauh dengan bidang yang dikuasai.. Ibu saya
bernama Dipdha Mayang Mury, sama seperti Ayah, Ibu juga memiliki latar belakang
komputer. Namun, berakhir menjadi ibu rumah tangga. Kakak saya mengikuti jejak orangtua
saya. Beliau adalah mahasiswa tingkat akhir Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Komputer.
Kakak saya sedang sibuk menyiapkan wisudanya pada bulan Agustus.

Pengalaman paling berkesan dalam hidup saya adalah memasuki SDN Pondok Labu
15 Pagi, bertransformasi dari murid sekolah favorit dengan berbagai fasilitasnya lalu berakhir
di sekolah pinggiran yang saya kira akan menjadi bencana bagi saya. Bukan bencana,
melainkan pelajaran dan kesan bagi saya dimana kesederhanaan dengan mimpi yang tinggi
dapat menghasilkan kualitas yang baik. Sekolah tersebut mengajarkan saya untuk tidak
merasa tinggi, bersyukur, dan terus berusaha. Tiga tahun di sana adalah hal terbaik dalam
hidup saya. Saya masih merasakan semangat dan gairah 6 tahun lalu setiap saya
menceritakannya. Saya akan terus mengingat bahwa saya pernah memiliki guru terbaik, Pak
Hidayat, anak muda bersemangat tinggi yang selalu mengingatkan anak didiknya untuk terus
bermimpi walau daalam kondisi kesederhanaan.

Anda mungkin juga menyukai