Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Diabetik Retinopati

Pembimbing :

Dr. Vanessa Maximiliane Tina, Sp. M

Disusun Oleh :

Melisa
112018129

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT FMC Bogor

Periode 23 November – 26 Desember 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetik retinopati (DR) merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada
usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan
1,2
dibanding non-diabetes. Sekitar hampir seluruh pasien diabetik retinopati merupakan
komplikasi dari pengidap diabetes mellitus tipe 1 dan sebanyak 60% pasien diabetes mellitus tipe
2 mengalaim diabetik retinopati. 1

Diabetes sendiri merupakan kumpulan dari penyakit metabolik yang memiliki gejala
berupa hiperglikemia. Diabetes terjadi akibat adanya masalah pada sekresi insulin yang
dihasilkan oleh sel beta pancreas. Dimana diabetes yang berangsur tahunan dapat menyebabkan
disfungsi berbagai organ, mulai dari ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf dan mata.3

Pada bola mata, terdapat tunika nervosa atau retina yang merupakan lapisan terdalam dari
bola mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina
tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel
tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batangyang berbentuk seperti tongkat pendek dan
3 juta lainnya adalah sel konus(kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih,
dan sangat peka pada sedikit cahaya. Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang
berbeda, yaitu iodopsin yang terdiri dari retinen. 4

Sel kerucut bertanggung jawab untuk  penglihatan di siang hari. Subgrup dari sel kerucut
responsif terhadap Panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah). Sel-
sel initerkonsentrasi di fovea yang bertanggung jawab untuk penglihatan detil sepertimembaca
huruf kecil.Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam. Sel-sel ini sensitif terhadapcahaya
dan tidak memberikan sinyal informasi panjang gelombang (warna). Sel batang menyusun
sebagian besar fotoreseptor di retina bagian lainnya,4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi

Diabetic Retinopati (DR) merupakan penyakit kebutaan yang paling banyak dialami oleh
pasien dengan Diabetes Melliteus (DM) tipe 1. 6 Angka kejadian dari RD meningkat seiring
dengan durasi penyakit dari pasien.3,5 Pasien DR biasa terjadi pada usia 20 hingga 74 tahun dan
jarang terjadi pada usia dibawah 10 tahun.1,2,5 Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic
Retinopathy (WESDR) melaporkan 99% pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan
mengalami retinopati diabetes dalam 20 tahun. DR proliferatif terjadi pada 50% pasien DM tipe
1 dalam 15 tahun.6

Di Indonesia sendiri, menurut riset tahun 2013, sekitar 6,9% remaja usia 15 tahun menderita
DM dan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, DR merupakan komplikasi kedua terbanyak
setelah neuropati.6

Anatomi Retina

Retina merupakan bagian mata yangmengandung reseptor yang menerima rangsangan


cahaya. Retina memiliki 10 lapisan yang berbeda yang terdiri atas epitel pigmen, lapis
fotoreseptor yang merupakan lapisan terluar dan terdiri atas sel batang dan kerucut, membrane
limitan eksterna yan gmerupakan membrane maya, lapisan nucleus luar yang merupakan susunan
lapis nucleus sel kerucut dan batang, dimana ketiga lapisan diatas memiliki sifat avascular dan
mendapat metabolism dari kapiler koroid.5

Selain ketiga lapisan tersebut, terdapat lapis pleksiform luar yang merupakan lapis
aseluler dan merupakan tempat sinapses sel fotoreseptor dengan sel bipolar, lapis nucleus dalam
yang merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller lapis ini mendapat metabolism
dari arteri retina sentral, lapis pleksiform dalamyang merupakan lapis aselular, merupakan
tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengansel ganglion, lapis sel ganglio yan gmerupakan
lapis badan sel daripada neuron kedua, lapis serabut saraf yang merupakan lapis akson sel
ganglion menuju kearah saraf optik dan merupakan tempat Sebagian besar pembuluh retina, dan
membrane limitan interna yang merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.5
Warna retina biasanya jingga, dengan pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang
arteri oftalmika. Arteri retina sentral masuk ke retina melalui papil saraf optik yang akan
memberi nutrisi pada retina dalam.5

Faktor Resiko

1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50% dan
setelah 30 tahun mencapai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan
retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan
kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik,
meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada
masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan
cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan
II.
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi penyakit
ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan
respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

Patofisiologi
Retina merupakan bagian dari sistem saraf , dengan sifat blood-retinal barrier (BRB)
yang menyerupai karakter blood-brain barrier (BBB). Retina sendiri terdiri atas 10 lapisan yang
berbeda.5 Melalui lapisan-lapisan retina tersebut, pembuluh darah akan memberi nutrisi dan
oksigen, dan dapat dibagi menjadi lapisan mikrovaskuler superfisial (arteriol dan venul), lapisan
kapiler medial, dan lapisan kapiler dalam.6,7
Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara
sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang yang dan 3 juta lainnya adalah sel
konus(kerucut). Sel batang berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada
sedikit cahaya. Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu
iodopsin yang terdiri dari retinen. 4

Mekanisme terjadinya Retinopati diabetes masih belum jelas, namun keadaan hiperglikemia
dalam jangka lama dapat mengubah fisiologi dan biokimia, sehingga terjadi kerusakan
endotelial.6 Hiperglikemia akibat faktor genetik merupakan penyebab dari penyakit
mikrovaskular seperti RD. Terdapat beberapa mekanisme yang diduga memiliki peran pada
kerusakan mikrovaskuler retina dan retinopati diabetes, antara lain: polyol pathway, glikasi non-
enzimatik, aktivasi protein kinase C (PKC), faktor genetik, inflamasi, dan stres oksidasi.6,8

A. Polyol Pathway

Aldose reductase akan mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate (NADPH). Kemudian sorbitol akan diubah menjadi fruktosa
oleh sorbitol dehydroginase (SDH).6 Sorbitol memiliki sifat hidrofilik dan tidak dapat berdifusi
ke dalam membran sel, sehingga terjadi akumulasi yang menyebabkan kerusakan osmotik
endotel pembuluh darah retina, kehilangan perisit, dan penebalan membran basement (Gambar
2.1). Fruktosa berikatan dengan fosfat menjadi fructose-3-phosphate dan kemudian dipecah
menjadi 3-deoxyglucosone, yang nantinya dibentuk menjadi advanced glycation end products
(AGEs).6,8
Gambar A Polyol Pathway6

B. Advanced Glycation End Products (AGEs)

AGE merupakan protein yang dihasilkan dari reaksi glikasi non-enzimatik dan oksidasi
setelah terpapar gula aldose.6 Produk awal reaksi non-enzimatik adalah schiff base, yang
kemudian spontan berubah menjadi Amadori product. Proses glikasi protein dan lemak
menyebabkan perubahan molekuler yang menghasilkan AGE. AGE ditemukan di pembuluh
darah retina dengan kadar serum yang berkorelasi dengan derajat keparahan retinopati. AGE
dapat berikatan dengan reseptor permukaan sel seperti RAGE, galectin-3, CD36, dan reseptor
makrofag.9 AGE memodifikasi hormon, sitokin, dan matriks ekstraseluler, sehingga terjadi
kerusakan vaskuler. Selain itu, AGE juga menghambat sintesis DNA, meningkatkan mRNA
VEGF, meningkatkan NF-kB di endotelium vaskuler, dan memicu apoptosis perisit retina
(Gambar 2.2).6,7

Gambar B Formasi Advanced Glycation End Products (AGEs).6

C. Protein Kinase C (PKC) Pathway


Meningkatnya permeabilitas vascular dan neovaskularisasi eksesif merupakan awal dari
disfungsi endotelial yang akan menyebabkan diabetik makula edema dan retinopati diabetik
proliferasi.10 Perubahan struktur mikrovaskular dari pasien dengan diabetes terjadi akibat
hiperglikemia yang meginduksi aktivasi Protein Kinase C.6,10 PKC merupakan serine kinase yang
memiliki peran dalam transduksi hormonal, neuronal, dan stimulus dari growth factor. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG), yang merupakan aktivator
PKC. PKC β1/2 berperan dalam vascular endothelial growth factor (VEGF) yang akhirnya
menyebabkan retinopati proliferative (Gambar 2.3).6,11
Gambar C Patofisiologi Retinopati dari PKC β1/2 6

D. Faktor Genetik
Pada retinopati diabetic, faktor genetic juga memberikan pengaruh penting dalam
penyakit ini. Gen aldo-keto reductase family 1 member B1 (AKR1B1) memiliki kaitan dengan
komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati.6,7

E. Inflamasi

Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi yang berperan dalam meningkatkan


sintesis nitrit oksida (iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX2). 7 Respons inflamasi
akibat hiperglikemia akan memperburuk proses inflamasi pada pathway lainnya melalui sitokin,
adhesi molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan perubahan regulasi nitric oxide. Pengobatan
anti-inflamasi seperti intravitreal triamcinolone acetonide (IVTA) dan obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID) dapat menurunkan aktivasi VEGF, memperbaiki permeabilitas endotel,
menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan meningkatkan tajam penglihatan .6,7 AntiTNF α dalam
proses penelitian fase III untuk menurunkan ketebalan makula.6

F. Stres Oksidasi

Ketidakseimbangan antara pembentukan dan eliminasi reactive oxygen species (ROS)


adalah salah satu penyebab retinopati diabetik. Secara normal, ROS membantu tubuh untuk
merusak mikroorganisme asing dalam tubuh. Akan tetapi, kadar ROS yang tinggi dapat merusak
sel melalui peroksidase lipid, modifikasi DNA, destruksi protein, dan kerusakan mitokondria.
ROS mengaktifkan poly-(ADP-ribose)-polymerase (PARP). PARP menghambat glyceraldehyde
phosphate dehydrogenase (GAPDH), sehingga terjadi akumulasi metabolit glikolitik. Metabolit
Glikolitk kemudian mengaktifkan pathway lainnya yang merusak mikrovaskularisasi retina
seperti AGE, PKC, polyol, dan hexosamine pathway, sehingga memperburuk keadaan retinopat.6

Manifestasi Klinis
Retinopati diabetic memiliki gejala yang asimtomatik dan semakin memburuk seiring
dengan jangka waktu yang lama.12 RD terjadi penurunan secara perlahan tajam penglihatan
tanpa disertai mata merah. Gangguan tajam penglihatan dapat dikaitkan dengan keadaan
kebocoran kapiler, oklusi kapiler, dan neovaskulerisas. 6 Bila pembuluh darah rusak dan bocor,
dan masuknya lipid ke macula, maka macula akan edem dan penglihatan akan menurun.5
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :

 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala objektif yang terjadi pada retina, penderita RD akan ditemui beberapa tanda yaitu:5

 Mikroaneurisma mata yang merupakan penonjolan dinding kapilar, terutama daerah bena
dengan bentuk berupa bintik merah kecilyang teretak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior. Mikroaneurisma awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan
dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma.

Gambar 1 pada funduskopi tampak mikroanurisma dan hemorhages 13

Gambar 2 pada Fluorescien Angiography menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan


mikroanurisma non-trombosis13
 Perdarahan dalam bentuk titik yang biasanya terletak dengan nikroaenurima mata di
polus posterior. Perdarahan yang luas akan memberikan prognosis yang lebih buruk.
 Dilatasi pembuluh darah balik dan lumen yang irregular dan berkelok-kelok seperti
sausage-like.

Gambar 3 dilatasi vena13

 Hard exudate yang merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khas yaitu
ireguler, kekuningnan.

Gambar 4 Hard Exsudate13

Gambar 5 FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens13

 Soft exudate yang sering disebuti cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
danberwarna putih dna terletak di dtepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
Gambar 8 Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA13

 Neovaskularisasi pada retina yang terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah.
Tampak pembulh darah berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok dengan bentuk
ireguler.

Gambar 9 NVD severe dan NVE severe13

Gambar 10 Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus 13

 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula.
Gambar 11 Edema Retina13

 Hiperlipedemia yang sangat jarang terjadi dan akan segera hilang bila dengan
pengobatan.

Klasifikasi

Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina.1
Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.
Diangnosis
Anamnesis
Durasi diabetes, control HbA1c, obat-obatan, riwayat medis (misalnya : obesitas, penyakit ginjal,
hipertensi sistemik, kadar lipid serum, kehamilan, neuropati), riwayat okuler (misalnya : trauma,
penyakit mata lainnya, suntukan ocular, operasi, termasuk laser retina perawatan dan operasi
refraksi)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mencakup ketajaman visual, slit lamp, TIO, gonioskopi sebelum diberikan
midriatitil (untuk mrnilai adanya neovaskularisasi iris), penilaian pupil (untuk menilai disfungsi
syaraf optic), funduskopi dengan dilatasi pupil, meliputi penilaian bagian perifer retina dan
vitreus, adanya edema makula, tanda NPDR berat (hemorrhages retina / mikroaneurisma
ekstensif, manik-manik vena, dan IRMA), neovaskularisasi saraf saraf optik dan / atau
neovaskularisasi di tempat lain, perdarahan vitreus atau preretinal10,11

Pemeriksaan Penunjang Tambahan

a. Color Fundus Photography

Fundus fotografi digunakan untuk mengdeteksi DR dan telah digunakan


secara luas pada berbagai seting klinis. Pemeriksaan ini berguna untuk
mengdokumentasi tingkat keparahan diabetes, adanya neovaskularisasi, respon
terhadap pengobatan dan kebutuhan pengobatan tambahan pada kunjungan
berikutnya.10,11

b. Optical Coherence Tomography (OCT)


Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai tingkat penebalan retina, monitor
edema makula, mengidentifikasi traksi viteromakular, dan mengdeteksi penyakit
makular lain pada pasien diabetik edema makula.

c. Fluorescien Angiography (FA)

FA rutin tidak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin pasien DM. FA


membantu dalam mendeteksi kelainan dari pembuluh darah pada diabetik retinopati
dan
membantu dalam tindakan terapi laser. FA juga berguna untuk membedakan edema
makula DM dengan penyakit makula lainnya. Selain itu, FA dapat mengidentifikasi
kapiler makula non-perfusi di foveal atau bahkan di seluruh wilayah makula yang
dapat menjelaskan kehilangan visus yang tidak membaik dengan pengobatan. 10,11

d. Ocular Ultrasonography

Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya


terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi. Ultrasonografi B-
scan dapat membantu untuk menentukan tingkat dan tingkat keparahan traksi
vitreoretinal, terutama pada makula pada pasien DM. 10,11
Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferative. Diketahui bahwa hampir seluruh penderita
diabetes mellitus tipe 1 akan mengalami retinopati diabetik dalam jangka wakut 20 tahun, dan
sekitar 60% dari penderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami penyakit ini. Pasien akan
dianjurkan untuk menurunkan kadar HbA1C sekitar 6,5 hingga 7% secara perlahan, namun tidak
dianjurkan untuk menurunkan kadar gula secara cepat karena akan menambah buruk retinopati.
Menurut The Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes (ACCORD), pasien dengan
retinopati akibat diabetes mellitus tipe 2 dapat menurunkan progresivitas penyakitnya dengan
kontrol kadar gula dan profil lipid secara intensif ditambah dengan kontrol tekanan darah secara
rutin. Pasien juga disarankan untuk berhenti merokok untuk menurunkan kerusakan
mikrovaskular di mata.13

Fotokoagulasi

Terapi laser biasanya digunakan untuk RD nonproliferatif disertai makula edema dan
retinopati diabetes proliferatif. Tujuan dari penggunaan laser fotokoagulasi adalah untuk
mencegah kebocoran mikroaneurisma dan menghambat ekstravasasi cairan ke makula.
Penggunaan laser fotokoagulasi pada clinically significant macular edema (CSME)
menunjukkan perbaikan hasil dengan sisa gangguan visus penglihatan sedang (moderate visual
loss, MVL). Terapi kombinasi laser disertai injeksi intravitreal secara signifikan dapat
memperbaiki tajam penglihatan dan penurunan ketebalan makula (anatomi) dibandingkan
dengan monoterapi laser dalam 6-24 bulan. 6

Injeksi Anti-VEGF

VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga menjadi salah satu target
terapi terutama neovaskulerisasi. Anti-VEGF yang tersedia saat ini renibizumab, bevacizumab,
pegatanib, dan aflibercept.6,8

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid dapat diberikan kepada pasien yang kurang responsive terhadap
pemberian anti-VEGF.8 Triamsinolon asetonid intravitreal memiliki manfaat untuk edema
makula. Selain Triamisolon, pasien dapat diberikan implan intravitreal deksametason 0,7 mg
(DEX implant). Namun perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan
intraokular dan katarak.6,8

Vitrektomi

Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan
yang mengalami neovaskularisasi aktif.

Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan
vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan (menetap lebih 1-6 bulan).6

Gambar 12 Vitrektomi
Pencegahan
Mengatur kadar gula darah dengan baik adalah salah satu cara menghindari hilangnya
penglihatan dan melakukan skrining rutin.

Berikut adalah langkah-langkah lain yang bisa dilakukan:

 Lakukan kegiatan aerobik, seperti jalan kaki setidaknya selama dua setengah jam setiap
minggu.
 Memulai diet makan yang sehat dan berimbang yang sesuai dengan kondisi Anda.
Kurangi juga asupan gula, garam, dan lemak.
 Mengurangi berat badan, bagi pemilik kondisi obesitas.
 Berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.
 Berhenti merokok atau menghisap tembakau

Komplikasi
1. Diabetic Macular Edema

Diabetic Macular Edema (DME) merupakan suatu komplikasi dari diabetik


retinopati yang sering ditemukan. Patogenesis dari diabetik retinopati yang
menyangkut kerusakan dari endotel pembuluh darah di retina, kerusakan blood-
retinal barrier, dan hilangnya sel perisit menyebabkan kebocoran vaskular dan
plasma. Tekanan darah yang tinggi dan aktivasi VEGF juga menghasilkan sel-sel
pro- inflamasi juga berperan dalam merusak blood-retinal barrier dan menyebabkan
kebocoran plasma yang akhirnya membuat edema pada makular.

2. Rubeosis Iridis & glaukoma neovaskular

Neovaskularisasi pada iris merupakan suatu respon terhadap adanya


hipoksia dan iskemia retina akibat diabetik retinopati. Komplikasi ini sering terjadi
pada pasien PDR, dan jika memberat dapat menyebabkan glaukoma neovaskular.
Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan trabecular meshwork
yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan
intraokular. 15,16

3. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan
cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur. 15,16
Prognosis
Pada pasien yang mempertahankan kadar gula darah dan tekanan darah yang baik
secara jangka waktu lama dapat mempertahankan atau menunda perburukan dari diabetik
retinopati. Pencegahan melalui skrining HbA1c dan deteksi segera akan memberikan
hasil yang lebih baik. Namun pada pasien yang telah terjadi severe nonproliferative
ataupun proliferative diabetik retinopati memiliki prognosis yang buruk dan dapat terjadi
perburukan dengan cepat. Tanpa pengobatan yang adekuat, diabetik retinopati akan
menyebabkan berbagai kompliksi yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan visual
yang berat atau kebutaan secara permanen.
BAB III
KESIMPULAN
Diabetik retinopati (DR) merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada
usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan
dibanding non-diabetes. Penyakit ini dialami hampir seluruh pasien dengan diabetes mellitus tipe
1 dan 60% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Retina sendiri terdriri dari 10 lapisan dan
memerlukan nutrisi dengan mikrovaskular di retina tersebut. Hiperglikemi yang tidak terkontrol
menyebabkan beberapa pathway penyebab retinopati. Diagnosis dapat ditegakan dengan
anmnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dari penyakit ini bisa
dengan cara modifikasi gaya hidup, anti-VEGF, fotokoagulasi, kortikosteroid, dan virektomi.
Pasien bisa mengalami ablasio retina dan edema makula hingga kebutaan. Prognosis baik jika
didapatkan skrining dan HbA1c yang dapat diturunkan secara perlahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zing-Ma J, X-hang S. Endogenous angiogenic inhibitors in diabetic retinopathy. in:
ccular angiogenesis disease. New Jersey : Humana Press . 2006.
2. Lee R, Wong TY, Sabanayagam C. Epidemiology of diabetic retinopathy, diabetic
macular edema and related vision loss. Eye and Vis.2015 Sept ;2(7). 1-25.
3. American Diabetes Association. Diagnosis and classsification of diabetes mellitus.
Diabetes Care. 2005 Jan. 28(1). 37-42.

4. Utami, HP. Mengenal cahaya dan optik. Jakarta: Penerbit Ganeca Exact. 2003, h.22-5.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
6. Elvira, Suryawijaya EE. Retinopati diabetes. Cermin Dunia Kedokteran.2019;46(3). 220-
224.
7. Eshaq RS, Aldalati AMZ, Alexander JS, Harris NR. Diabetic retinopathy: Breaking the
barrier. Pathophysiology. 2017;24(4):229-41.
8. Wang L, Lo ACY. Diabetic retinopathy: pathophysiology and treatments. Int. J. Mol.
Sci2018 Jun.19(6).1816-1830.
9. Cen S, Hsu Y, Lin Y, Huang YC, Chen CJ, Lin WD, et al. Current concepts regarding
developmental mechanisms in diabetic retinopathy in Taiwan. Biomedicine. 2016; 6:1-8
10. Safi SZ, Qvist R, Kumar S., Batumalaie K, Ismail ISB. . Molecular Mechanisms of
Diabetic Retinopathy, General Preventive Strategies, and Novel Therapeutic Targets.
BioMed Research International. 2014 May; 1–18
11. Joanna M. Tarr, Kirti Kaul, et al. Review Article: Pathophysiology of Diabetic
Retinopathy. Hindawi Publishing Corporation. 2013.
12. Pandelaki K, Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors.
Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
13. Olver J, Cassidy L, Jutley G, Crawley L. Ophtalmology at glance. 2 nd ed. UK: Blackwell
Science Ltd. 2014.
14. Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 18th ed.
New York: Mc Graw Hill. 2011.
15. Wong TY, Cheung CMG, Larsen M, Sharma S, Simo R. Diabetic retinopathy. Nature
Reviews. 2016.
16. Nentwich MM, Ulbig MW. Diabetic retinopathy-ocular complications of diabetes
mellitus. World Journal of Diabetes. 2015.

Anda mungkin juga menyukai