Kaki Diabetik Lapsus
Kaki Diabetik Lapsus
Disusun Oleh :
Retno Wulandari
112018003
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Retno Wulandari
112018003
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini telah menjadi tantangan sekaligus
kepuasan tersendiri bagi penulis untuk mengimplimentasikan ilmu yang telah diperolehnya
pada rotasi stase ini. Sangat disadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan doa dari
begitu banyak pihak hingga tugas akhir ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
terselesaikan tugas akhir ini. Melalui kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Susie Setyowati, Sp.PD-KEMD selaku
pembimbing dan mentor yang telah memberikan informasi, kritikan, dan saran yang
membangun untuk untuk dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih banyak kekurangan
karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu dengan kerendahan
hati saya mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca
guna perkembangan saya untuk dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
PENDAHULUAN
Sekitar 425 juta orang orang dewasa berusia 20-79 tahun diseluruh dunia diperkirakan
menderita diabetes. Pada 2017 sekitar 9,5% orang dewasa berusia 20-79 tahun di daerah
Pasifik Barat diperkirakan hidup dengan diabetes, ini setara dengan 158,8 juta jiwa. Pasifik
Barat adalah rumah bagi 37,4% dari total jumlah penderita diabetes di dunia dengan 1,3 juta
kematian di antara orang dewasa. Dari urutan tersebut Indonesia menempati urutan ke 7
dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.4
Jika dalam perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2 yang dibiarkan dan tidak
dikelola dengan baik, diabetes rnelitus akan menyebabkan terjadinya berbagai penyulit akut
maupun komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Komplikasi neuropati perifer adalah yang paling penting dimana hilangnya sensasi
distal. Adanya keluhan dan kernudian ditegakkannya diagnosis neuropati diabetik
rnengharuskan kita untuk berusaha rnengsndalikan konsentrasi glukosa darah sebaik
rnungkin. Hal ini meningkatkan risiko untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Kaki
diabetes dengan ulkus merupakan komplikasi diabetes yang sering terjadi. Ulkus kaki
diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer, penyakit arteri perifer (peripheral arterial
disease), ataupun kombinasi keduanya. Ulkus kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah di
bawah pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan mengurangi kualitas
hidup pasien.5,6
LAPORAN KASUS
II.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 September 2019, pukul 10.30 WIB
alloanamnesis pada tanggal 25 September 2019, pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
Luka pada kaki kiri sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Pengobatan
Metformin 3 x 500mg
Glimepirid 2 x 3mg
Riwayat Sosial
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol
Riwayat Makanan
Frekuensi : 3-4 kali per hari
Jumlah : 8-10 sendok
Variasi : Bervariasi
Nafsu makan : Nafsu makan baik
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 65 Kg
Keadaan gizi : Pre-obese (IMT 23.8 Kg/m2)
Tekanan darah : 122 /76 mmHg
Nadi : 92 kali/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, reguler, abdominotorakal
Suhu : 36,7 oC
Kesadaran : Compos Mentis GCS E4M6V5
Cara berjalan : Normal
Mobilisasi : Aktif
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses piker : Wajar
Kulit
Warna : Kuning langsat (skin pthototype 4)
Effloresensi : Tidak ditemukan kelainan
Jaringan parut : Tidak ada
Pigmentasi : Merata, tidak ditemukan kelainan
Suhu raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Keringat : Umum (+)
Kelembapan : Lembab
Turgor : Baik
Lapisan lemak : Tipis, merata
Ikterus : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Kepala
Wajah : Tampak pucat
Simetri muka : Simetris
Rambut : hitam dan putih, tebal dan tersebar merata
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Mata
Exophthalmus : tidak ada
Enopthalmus : tidak ada
Kelopak : ptosis (-), edema (-), hiperemis (-)
Konjungtiva : anemis +/+
Sklera : ikterik -/-
Lensa : Jernih
Visus : tidak diperiksa
Gerak bola mata : Normal
Lapang pandang : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Deviatio conjugae : tidak ada
Nistagmus : tidak ada
Telinga
Tuli : Normotia Selaput : Utuh
Liang : lapang
pendengaran
Serumen : +/+ Penyumbatan : tidak ada
Cairan : -/- Perdarahan : tidak ada
Mulut
Bibir : Normal Tonsil : T1-T1, tenang
Langit – langit : tidak ada celah Bau pernafasan : tidak berbau khas
Faring : tidak hiperemis Trismus : tidak ada
Lidah : merah muda Selaput lendir : Normal
Leher
Tekanan vena jugularis : 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : datar, simetris
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Buah dada : simetris, tidak ditemukan kelainan
Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Gerak dada simetris saat statis Gerak dada simetris saat statis
dan dinamis dan dinamis,
Kanan Gerak dada simetris saat statis Gerak dada simetris saat statis
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikularis
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : -Batas kanan sela iga 3 linea parasternalis dextra
-Batas kiri sela iga sela iga 5, linea aksillaris anterior sinistra
-Batas atas sela iga 2 linea parasternalis kiri
-Batas bawah sela iga 6 linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh darah
Arteri temporalis : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri karotis : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri brakhialis : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri radialis : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri femoralis : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri poplitea : teraba pulsasi, kuat, regular
Arteri tibialis posterior : - dextra, tidak teraba pulsasi
- sinistra, tidak teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : - dextra, tidak teraba pulsasi
- sinistra, tidak teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, simetris, bekas operasi (-), massa (-), caput
medusae (-), spider nevi (-), jaringan parut (-)
Palpasi
Dinding perut : Supel (+), nyeri tekan (-), massa (-)
Hati : Tidak teraba membesar
Limpa : Tidak teraba membesar
Lengan
Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normotrofi Normotrofi
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Lain – lain - -
Lain – lain Regio pedis dextra baal, Regio pedis sinistra baal,
nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Kanan Kiri
Bicep + +
Tricep + +
Patella + +
Seorang perempuan usia 40 tahun dengan keluhan luka pada kaki kiri sejak 1 minggu
SMRS, luka berbau tidak sedap, luka tidak nyeri, tampak kemerahan dan pus. Kedua kaki
pasien juga terasa baal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak 2 minggu SMRS. Lemas
dirasakan sepanjang hari dan tidak berkurang saat istirahat. Demam (+) sejak +- 1 minggu
SMRS. Keluhan lain (-)
Pemeriksaan Fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, status generalis pada mata
konjutiva anemis +/+, pada ekstremitas bawah sinistra tampak ulkus pedis dengan ukuran
6x5cm dengan dasar kemerahan, dan tampak jaringan nekrotik dengan pus dimetatarsal digiti
II.
Pemeriksaan Penunjang hematologi rutin didapatkan, HB 7.6, HT 24.7, Leukosit
16.000, Trombosit 327.000, MCV/MCH/MCHC 85/28/33, GDS 303, Na/K/cl 132/3.7/98
Dasar diagnosis
Anamnesis : -
Pemeriksaan Fisik : Klasifikasi PEDIS : tampak ulkus pada dorsum pedis
sinistra tanpa gangguan perfusi dengan ukuran
6x5x1cm, serta terdapat tanda-tanda infeksi berupa
kemerahan, demam, leukositosis dan terdapat
gangguan sensibilitas pada plantar dan dorsum pedis
sinistra.
Pemeriksaan penunjang : GDS 303mg/dl
Rencana diagnosis : HbA1c, GDP, GD2PP
Rencana monitoring : KGDH Senin-Kamis
Rencana terapi : Metformin 3x500mg, Glimepirid 2x2mg, Inj Insulin
Glargin 1x14 unit
Edukasi dan rehabilitasi : Rutin minum obat dan kontrol
Jaga kalori makanan
Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Dasar diagnosis
Dasar diagnosis
Anamnesis : Pasien merasa lemas sejak 2minggu SMRS, lemas
tidak berkurang walau sudah beristirahat.
Pemeriksaan fisik : - Konjungtiva anemis +/+
Pemeriksaan penunjang : - Hematologi
Hemoglobin 7.3 g/dL anemia
Hematokrit 22 %
Eritrosit 2.6 juta/µL
Leukosit 18.450 /µL leukositosis
Trombosit 332000 /µL
MCV 85 fL normositik
MCH 28 pg normokromik
MCHC 33 g/dl
GDS: 303mg/dl
Rencana diagnosis : - Retikulosit
- Sediaan darah tepi
Rencana monitoring : Pemeriksaan hematologi rutin dalam 2 – 4 minggu
Rencana terapi : Mencari etiologi penyebab terlebih dahulu
Edukasi dan rehabilitasi - Edukasi kondisi, pemeriksaan, dan tujuan
:
tatalaksana pada saat ini
Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang menurun
tanpa sebab yang jelas. Gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit
sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila
ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabila sudah tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.5
Kadang ketika penyakit telah terjadi beberapa saat, pasien dengan diabetes tipe 2 akan
menunjukkan bukti komplikasi neuropati atau kardiovaskular saat gejala muncul. Infeksi
kulit kronik sering terjadi. Pruritus umum dan gejala vaginitis sering merupakan keluhan
awal wanita dengan diabetes tipe 2. 8,9
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang,
sesuai dengan kebutuhan kalori masing- masing individu, dengan memperhatikan
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%,
- Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
Menurut WHO lesi-lesi yang sering menyebabkan ulserasi kronis dan amputasi disebut
dengan istilah kaki diabetik. Lesi ini digambarkan sebagai infeksi, ulserasi dan rusaknya
jaringan yang lebih dalam yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan vaskular pada
tungkai. Ulkus kaki diabetik adalah sebuah kerusakan komponen akibat perjalanan penyakit
diabetes dan disebabkan karena penurunan kontrol DM, neuropati perifer, dan penyakit
vaskular perifer. Ulkus kaki diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati.
Ulkus diabetik mudah sekali menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan
adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat strategis untuk pertumbuhan kuman.1
3.3.1 Epidemiologi
Pasien DM memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang
sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah, keadaan ini memberi beban
sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Peningkatan populasi penderita DM
berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM,
dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup
mereka. Sedangkan di Indonesia, prevalensi ulkus diabetik juga hampir sama, yaitu mencapai
angka 15% dari seluruh penderita DM.12
3.3.2 Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi.
Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi
nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi
otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan
mengganggu aliran darah ke kaki penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan
dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati.12
3.3.3 Patofisiologi
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah
para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat di dunia. Dengan
klasifikasi PEDlS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi
atau neuropatik, sehingga arah pengelolaanpun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya
suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan
untuk mengevaluasi dan memperbaikikeadaanvaskulamya dahulu. Sebaliknya kalau faktor
infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau fakort
mekanik yang dominan, tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.5
Impaired 1 = None
Perfusion
2 = PAD + but not critical
lmpaired 1 = Absent
Sensation
2 = Present
Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1. Umur ≥ 60 tahun.
3.3.6 Talaksanaan
Tujuan utama pengelolahan ulkus kaki diabetik yaitu untuk mengakses proses kearah
penyembuhan luka secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus kaki dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-matian pasien diabetes. Secara umum pengelolaan
ulkus kaki diabetik meliputi penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka, menurunkan
tekanan plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbiditas dan
menurunkan risiko kekambuha serta pengelolaan infeksi.15
a. Penanganan iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dini- lai
awal pada pasien UKD. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD seringkali
memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI angiogram, doppler maupun
angiografi. Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis
posterior dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai
edema ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan
dapat menyerang tempat lain dikemudian hari bila penyempitan pembuluh darah kaki
tidak diatasi.17 Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya
penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkatkan prognosis dan
selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas atau amputasi parsial.
Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan antara lain angioplasti
b. Debridement
c. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau
menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab.27 Bila ulkus memroduksi sekret
banyak maka untuk pembalut (dress- ing) digunakan yang bersifat absorben. Sebaliknya
bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus
cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.15
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga
selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus. Untuk pembalut
ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang dilembabkan dengan
NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut
modern yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,
calcium alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan
hendaknya senantiasa mempertimbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi
pasien.15
d. Penanganan bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan elektif
ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur tulang,
hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah
terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati dengan
Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi kaki. Pasien
diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari,
menggunakan alas kaki yang tepat, meng- obati segera jika terdapat luka, pemeriksaan
rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke
dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki dan kotak yang melindungi kaki
berisiko tinggi merupakan elemen penting dari program pencegahan.15
Secara umum, anemia dibagi kedalam dua bagian yaitu pasien dengan anemia
defisiensi besi dan anemia penyakit kronik. Anemia defisiensi besi diklasifikasi dengan
gambaran anemia mikrositik hipokromik, tetapi anemia penyakit kronik dapat menjadi sulit
untuk didiagnosis. Hal ini karena inflamasi berhubungan dengan peningkatan kadar ferritin
sebagai respon fase akut. Seringnya, penyakit kronik seperti DM disertai anemia ringan
hingga sedang yang disebut dengan anemia inflamasi atau anemia infeksi atau anemia
penyakit kronik. Seperti pada penyakit kronis lainnya, anemia juga ditemukan pada diabetes
tapi sering tidak terindentifikasi. Penelitian menunjukkan bawa anemia terjadi dua kali lebih
banyak pada pasien dengan diabetes dibandingkan pada pasien tanpa diabetes. Perkembangan
anemia menjadi beban tambahan untuk komplikasi mikrovaskular pada diabetes. 17,18
Penelitian Wright dkk menunjukkan kejadian anemia yang tinggi pada pasien ulkus
kaki diabetes yang berat. Hasil penelitian mereka menunjukkan para pasien dengan ulkus
kaki diabetes memiliki anemia yang sesuai dengan literatur dimana pada pasien diabetes
dengan penyakit arteri perifer, kadar hemoglobin menurun seiring dengan gejala klinis dan
perkembangan penyakit. Dalam penelitian Barbieri dkk ditemukan adanya penurunnan kadar
hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah pada pasien anemia yang dihubungkan dengan
anemanormositik normokrom yang menjadi karakteristik anemia penyakit kronik. Anemia
RSPAD GATOT SOEBROTO 32
penyakit kronik adalah anemia ringan hingga sedang yang memperpendek kelangsungan
hidup sel darah merah (sekitar 80 hari, bukan 120 hari normal). Fenomena ini dihubungkan
dengan keadaan hiperaktif system fagosit mononuclear yang dipicu oleh proses infeksi,
inflamasi, atau neoplastik yang menyebabkan ke penghancuran dini sel darah merah yang
beredar di dalam tubuh. Respon sumsum tulang yang tidak adekuat pada dasarnya disebabkan
oleh rendahnya sekresi eritropoietin, penurunan respon sumsum tulang terhadap eritropoietin,
dan menurunnya suplai besi ke sumsum tulang.17,18
Penjelasan tentang respon sumsum tulang ini berkaitan dengan aktivasi makrofag dan
pelepasan sitokin inlamasi khususnya IL-1, IL-6, tumor nekrosis faktor (TNF-α), dan
interferon gamma (INF-g) yang berkerja dengan menghambat proliferasi prekursor eritroid
dan karena itu menghambat eritropoiesis. IL-6 mengaktivasi sel – sel retikuloendotelial di
hati untuk menghasilkan hepsidin. Hepsidin akan berinteraksi dengan feropontin, yakni
protein membrane yang akan menghambat absorbsi besi di usus halus, disamping itu hepsidin
juga akan menurunkan pelepasan besi dalam oleh makrofag. Akibat kedua efek hepsidin
tersebut, maka kadar besi dalam plasma akan menurun (hipo-feremia) yang menjadi
karakteristik anemia penyakit kronik. Selain itu, aksi supresi oleh sitokin tersebut pafa
stimulasi eritropoiesis mengalagkan aksi sekresi eritropoietin dan menyebabkan penurunan
respon sumsum tulang terhadap eritropoietin dan eritropoiesis. Meskipun sumsum tulang
normal dapat mengkompensasi pemendekan masa hidup eritrosit, diperlukan stimulus
eritropoietin oleh hipoksia karena anemia. Pada penyakit kronis, kompensasi yang terjadi
kurang dari yang diharapkan akibat berkurangnya pelepasan atau respon terhadap
eritropoietin. Hal ini disebabkan oleh IL-1 dan TNF-α yang dikeluarkan oleh sel yang
cedera.18 Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya
gangguaun metabolism zat besi pada penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep bahwa
anemia disebabkan penurunan kemampuan FE dalam sintesis HB.5
Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh. Keseimbangan
natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme pengatur yaitu kadar natrium
yang sudah tetap pada batas tertentu (Set-Point) dan keseimibangan natrium yang masuk dan
keluar (Steady-State). Hiponatremia terjadi bila jumlah asupan air melebihi kemampuan
ekskresi, ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui
saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hari atau pada SIADH. Penatalaksanaan
hiponatremia dengan cara anmanesis yang teliti riwayat muntah, penggunaan diuresis, dan
BAB IV
Luka pada telapak kaki kiri pasien diperkirakan merupakan komplikasi lebih lanjut dari
diabetes melitus telah dialami pasien selama 16 tahun yang dimana dicurigai telah terjadinya
neuropati perifer yang menyebabkan pasien tidak sadar atau merasakan nyeri saat kaki
muncul luka. Pada pemeriksaan fisik sendiri ditemukan ulkus pada dorsum pedis sinistra
ukuran 6x5 cm dengan dasar kemerahan, dan terdapat jaringan nekrotik dengan pus di
metatarsal digiti II. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis 18.450/µL.
Tatalaksana pada ulkus diabetes sendiri meliputi penanganan iskemia pembuluh arteri perifer
dengan penggunaan antiplatelet ditujukan terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk
memperlambat progresifitas sumbatan dan kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.15 Pada
pasien ini tidak diberikan antiplatelet dengan pertimbangan adanya anemia dan risiko
perdarahan. Selain penanganan iskemia tatalaksana ulkus diabetes juga dilakukan
debridemen. Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik,
karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula.
Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka. 15,16 Selain
debridemen pada pasien ini diberikan ampicillin sulbactam 4x1.5g untuk infeksi yang
ditandai dengan demam dan adanya pus pada luka dan mulai munculnya gejala inflamasi
sistemik pada pasien berupa leukositosis. Diperlukan edukasi pada pasien tentang cara
menjaga dan merawat kaki untuk mencegah perburukan ulkus atau munculnya ulkus baru.
Pada pasien ditemukan anemia dengan gejala lemas. Pasien memiliki riwayat diabetes
melitus sejak 16 tahun yang lalu dan riwayat ulkus sejak 1 Minggu SMRS. Pada pemeriksaan
konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan penunjang menunjukkan anemi normositik
normokrom Berdasarkan dengan HB 7.3, HT 22, Eritrosit 2.6, Leukosit 18.450, Trombosit
BAB V
KESIMPULAN
RSPAD GATOT SOEBROTO 36
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.
Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus polidipsisa, poliuria, polydipsia,
penurunan berat badan, dan kesemutan, Penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non
farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik,
kegiatas jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila
dengan langkah - langkah pendekatan non farmakologik tersebut belum mampu mencapai
sasaran pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan terapi
medikamentosa atau intervensi farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan
dan aktivitas fisik yang sesuai.
Ulkus kaki diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan
adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati. Ulkus diabetik
mudah sekali menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah
yang tinggi menjadi tempat strategis untuk pertumbuhan kuman. Tujuan utama pengelolahan
ulkus kaki diabetik yaitu untuk mengakses proses kearah penyembuhan luka secepat mungkin
karena perbaikan dari ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan
ke-matian pasien diabetes. Secara umum pengelolaan ulkus kaki diabetik meliputi
penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-
loading), penanganan bedah, penanganan komorbiditas dan menurunkan risiko kekambuha
serta pengelolaan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. Edisi ke – 31. Mahode AA, Arfan A,
Intansari DM, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2010. h594.