Anda di halaman 1dari 8

www.muslim.or.

id

Berbenah Diri Menyambut Bulan Ramadhan


muslim.or.id/4267-berbenah-diri-menyambut-bulan-ramadhan.html

Abdullah Taslim, Lc., MA. 2 Agustus 2010

1/8
Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas sebagian lainnya,
sebagaimana Dia mengutamakan sebagian manusia di atas sebagian lainnya dan sebagian
tempat di atas tempat lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺎن ﻟَ ُﻬ ُﻢ ْاﻟ ِﺨﯿَ َﺮ ُة‬ ُ َ‫َو َرﺑﱡ َﻚ ﯾَ ْﺨﻠُ ُﻖ َﻣﺎ ﯾَ َﺸﺎ ُء َوﯾَ ْﺨﺘ‬
َ ‫ﺎر َﻣﺎ َﻛ‬

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka” (QS al-Qashash:68).

2/8
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata, “(Ayat ini
menjelaskan) menyeluruhnya ciptaan Allah bagi seluruh makhluk-Nya, berlakunya
kehendak-Nya bagi semua ciptaan-Nya, dan kemahaesaan-Nya dalam memilih dan
mengistimewakan apa (yang dikehendaki-Nya), baik itu manusia, waktu (jaman) maupun
tempat”[1].

Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan dan
istimewakan dibanding bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu
dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang merupakan salah satu rukun Islam.

Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang penuh berkah ini dan menjadikannya
sebagai salah satu musim besar untuk menggapai kemuliaan di akhirat kelak, yang
merupakan kesempatan bagi hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa untuk berlomba-
lomba dalam melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri kepada-Nya[2].

Daftar Isi sembunyikan


1. Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?
2. Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan
3. Penutup

Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?


Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan
amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang agung, di buka pintu-pintu
surga dan di tutup pintu-pintu neraka[3].

Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh
orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.

Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan
kedatangan bulan yang penuh berkah ini[4].

Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya,
“Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian
berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup,
dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr)
yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan)
kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”[5].

Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata, “Bagaimana mungkin
orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana
mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah
Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin
orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”[6].

3/8
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa
dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka mencapai bulan yang mulia
ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang
dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf)
berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka
dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan
(berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”[7].

Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama salaf dalam
menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh berdoa dan
mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan
dari Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka akan merasakan kebahagiaan dan
kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang
sempurna dari amal kebaikan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika
berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah”[8].

Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai
macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas
dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara
Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala
dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.

Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk
melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan
dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai
dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena balasan
kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna atau
tidaknya, tergantung dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau
dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam[9].

Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh
seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat, tapi tidak dituliskan baginya dari
(pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya,
seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya,
sepertiganya, atau seperduanya”[10].

Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali
lapar dan dahaga saja”[11].

Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan


Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk mencapai takwa kepada
Allah Ta’ala[12], yang hakikatnya adalah kesucian jiwa dan kebersihan hati[13]. Maka
bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga bagi seorang muslim untuk berbenah
diri guna meraih takwa kepada Allah Ta’ala.

4/8
Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ﯾﻦ ِﻣ ْﻦ َﻗ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠ ُﻘ‬


‫ﻮن‬ ‫ﯾﻦ آَ َﻣﻨُﻮا ُﻛﺘِ َﺐ َﻋﻠَْﯿ ُﻜ ُﻢ ﱢ‬
َ ‫اﻟﺼﯿَﺎ ُم َﻛ َﻤﺎ ُﻛﺘِ َﺐ َﻋﻠَﻰ اﻟﱠ ِﺬ‬ َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬ‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS al-
Baqarah:183).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang
yang beriman dan memerintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang
berarti menahan (diri) dari makan, minum dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas
karena Allah Ta’ala (semata), karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai)
kebersihan dan kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori
hati) dan semua tingkah laku yang tercela”[14].

Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur takwa yang
terkandung dalam ibadah puasa, sebagai berikut:

– Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang diharamkan Allah (ketika
berpuasa), berupa makan, minum, berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua
itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua itu, ini adalah
termasuk takwa (kepada-Nya).

– Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan) muraqabatullah


(selalu merasakan pengawasan Allah Ta’ala), maka dia meninggalkan apa yang
diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu (melakukannya), karena dia mengetahui
Allah maha mengawasi (perbuatan)nya.

– Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri
manusia), karena sesungguhnya setan beredar dalam tubuh manusia di tempat
mengalirnya darah[15], maka dengan berpuasa akan lemah kekuatannya dan berkurang
perbuatan maksiat dari orang tersebut.

– Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada Allah Ta’ala), dan
amal-amal ketaatan merupakan bagian dari takwa.

– Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan berpuasa) maka akan
menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu menolong orang-orang miskin dan
tidak mampu, ini termasuk bagian dari takwa[16].

Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan membiasakan diri
memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya sifat sabar. Sifat ini sangat
agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tanpa adanya sifat sabar berarti iman seorang
hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau,
“Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah seperti
kedudukan kepala (manusia) pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak
ada kehidupan bagi tubuhnya”[17].

5/8
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri adalah
termasuk kesabaran. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits yang shahih menamakan bulan puasa dengan syahrush shabr (bulan kesabaran)
[18]. Bahkan Allah menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat ganda tanpa
batas[19], sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal
(shaleh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan (diberi
ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa
(ganjarannya tidak terbatas), karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan
Akulah yang akan memberikan ganjaran (kebaikan) baginya”[20].

Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas, sebagaimana firman Allah
Ta’ala,

َ َ ‫اﻟﺼﺎﺑ ُﺮ‬
ٍ ‫ون أ ْﺟ َﺮ ُﻫ ْﻢ ﺑِ َﻐ ْﯿ ِﺮ ِﺣ َﺴ‬
{‫ﺎب‬ ِ ‫}إِﻧﱠ َﻤﺎ ﯾُ َﻮ ﱠﻓﻰ ﱠ‬

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala


mereka tanpa batas” (QS az-Zumar:10).

Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar
dalam ucapan beliau,“Sabar itu ada tiga macam: sabar dalam (melaksanakan) ketaatan
kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang diharamkan-Nya, dan sabar
(dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan
(manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena
(dengan) berpuasa (kita harus) bersabar dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah,
dan bersabar dari semua keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang
berpuasa, serta bersabar dalam (menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya
badan yang dialami orang yang berpuasa”[21].

Penutup
Demikianlah nasehat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan, semoga bermanfaat
bagi semua orang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-
Nya, serta memberi motivasi bagi mereka untuk bersemangat menyambut bulan
Ramadhan yang penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam perlombaan untuk
meraih pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh mengisi
bulan Ramadhan dengan ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada setiap malam (di bulan
Ramadhan) ada penyeru (malaikat) yang menyerukan: Wahai orang yang menghendaki
kebaikan hadapkanlah (dirimu), dan wahai orang yang menghendaki keburukan
kurangilah (keburukanmu)!”[22].

‫ وآﺧﺮ دﻋﻮاﻧﺎ أن اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ‬،‫وﺻﻠﻰ اﷲ وﺳﻠﻢ وﺑﺎرك ﻋﻠﻰ ﻧﺒﯿﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﺟﻤﻌﯿﻦ‬

Kota Kendari, 6 Sya’ban 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

6/8
Artikel www.muslim.or.id

[1] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 622).

[2] Lihat kitab “al-‘Ibratu fi syahrish shaum” (hal. 5) tulisan guru kami yang mulia, syaikh
‘Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad – semoga Allah menjaga beliau dalam kebaikan – .

[3] Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR al-Bukhari (no. 3103) dan Muslim (no.
1079).

[4] Lihat keterangan imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal.
174).

[5] HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh
al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-
riwayat lain.

[6] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[7] Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[8] HSR al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (no. 1151).

[9] Lihat kitab “Shifatu shalaatin Nabi r” (hal. 36) tulisan syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani.

[10] HR Ahmad (4/321), Abu Dawud (no. 796) dan Ibnu Hibban (no. 1889), dinyatakan
shahih oleh Ibnu Hibban, al-‘Iraqi dan syaikh al-Albani dalam kitab “Shalaatut taraawiih
(hal. 119).

[11] HR Ibnu Majah (no. 1690), Ahmad (2/373), Ibnu Khuzaimah (no. 1997) dan al-
Hakim (no. 1571) dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim dan syaikh al-
Albani.

[12] Lihat kitab “Tafsiirul Qur’anil kariim” (2/317) tulisan syaikh Muhammad bin Shaleh
al-‘Utsaimin.

[13] Lihat kitab “Manhajul Anbiya’ fii tazkiyatin nufuus” (hal. 19-20).

[14] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/289).

[15] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1933) dan Muslim (no. 2175).

[16] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 86).

[17] Kitab “al-Fawa-id” (hal. 97).

[18] Lihat “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2623).

[19] Lihat kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).

7/8
[20] HSR al-Bukhari (no. 1805) dan Muslim (no. 1151), lafazh ini yang terdapat dalam
“Shahih Muslim”.

[21] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).

[22] HR at-Tirmidzi (no. 682), Ibnu Majah (no. 1642), Ibnu Khuzaimah (no. 1883) dan
Ibnu Hibban (no. 3435), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan
syaikh al-Albani.

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira

ԍ Hadits Tentang Jimat, Cara Dzikir Yang Benar, 5 Kenikmatan Surga, Zakat Mal Dan
Nisabnya, Ceramah Tentang Waktu Dalam Islam

Copyright 2021 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.

8/8

Anda mungkin juga menyukai