Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PSIKOLOGI KLINIS

‘‘PSYCHOTHERAPY: BEHAVIORAL AND COGNITIVE-BEHAVIORAL


PERSPECTIVES ’

Oleh :

KELOMPOK 8 (Bebek Segitiga)

Jeffry (15-019)

Elvi Samina Nasution (15-045)

Evita Felecia Audrey Manik (15-079)

Arief Rahman (15-107)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017
ASAL PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

Definisi

Tidak ada definisi yang jelas untuk pendekatan behavioristik pada terapi,karena banyaknya asal atau
sumber dari pendekatan ini. Beberapa definisi datang dari termninologi operant conditioning oleh
Skinner ,beberapa berdasarkan teori classical conditioning dan beberapa juga merupakan uraian dari
prinsip umum belajar. Karena banyaknya pengertian yang ada,Goldfried dan Davidson memberi
pendapat mereka. Mereka berpendapat bahwa terapi behavior merupakan penggambaran orientasi
umum dari klinis yang sejalan dengan pendekatan eksperimental secara filosofis untuk mempelajari
perilaku manusia. Asumsi ini berawal dari penjelasan dimana perilaku yang bermasalah dalam konteks
klinis dapat dijelaskan dengan prinsip luas psikologi eksperimen dan prinsip-prinsip ini berpengaruh
terhadap perubahan perilaku dalam ranah klinis.

Sejarah singkat

Sejarah dimulai dengan hasil kerja Watson dan Rayner (1920). Eksperimen ini dilakukan kepada anak
bernama Albert dan seekor tikus untuk menunjukkan pengaruh neurosis pada anak-anak.Dengan
konsep classical conditioning maka Albert dibiarkan bermain dengan tikus dan setiap kali tikus
diberikan, akan dibunyikan suara keras secara terus-menerus.Setelah beberapa kali dilakukan Albert
menjadi takut pada tikus dan benda berbulu lainnya.

Percobaan kedua dilakukan oleh Mary Cover Jones (1924) yang ingin menunjukkan bahwa ketakukan
dapat dihilangkan.Awalnya Peter,anak berusia 3 tahun yang takut pada kelinci ,tikus dan objek mirip
lainnya.Jones membawa kelinci di kandang dan mendekatkannya ke Peter dengan jarak yang semakin
mendekat saat peter sedang makan.Setelah beberapa bulan maka Peter mengasosiasikan ketakutannya
kepada kelinci ke makanan dan ketakutannya hilang.Penting untuk diketahui kalau ketakutan Peter
terhadap Kelinci terlalu besar,maka Peter bisa saja takut untuk makan.

Teori umum untuk menjelaskan terapi behavior adalah Conditioning Pavlov dan teori belajar
Hullian.Pada tahun 1950,Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus serta Hans Eysenck melakukan
eksperimen dengan binantang untuk menghilangkan rasa cemas pada manusia.Percobaan Wolpe
menggunakan konsep systematic desensitization. Salter (1949) membuat Terapi conditioned reflex
berdasarkan konsep classical conditioning
Pada awal terapi behavioristik mengabaikan kondisi mental dan internal dari pasien dan hanya berfokus
pada perilakunya.Pada tahun 1954,Jullian Rotter mendemonstrasikan bagaimana pendekatan
motivation-reinforcement pada psikologi dapat digabungkan dengan pendekatan cognitive-expectancy.
Lalu percobaannya didukung banyak pihak yang percaya bahwa dalam konteks klinis,maka teori
belajar dan teori kognitif dapat digunakan bersama.Pada tahun 1969 ,Albert Bandura melalui aplikasi
social learning berkontribusi terhadap modifikasi perilaku.

TEKNIK TRADISIONAL TERAPI BEHAVIOR.

Hubungan

Dalam penjelasan pada metode kesuksesan terapi ,banyak terapis yang tidak menjelaskan hubungan
sebagai faktor sukses.Untuk menjalankan systematisc desensitization juga diperlukan kerjasama antara
terapis dan klien. Dengan adanya hubungan maka ekspektasi pasien untuk dibantu dapat dikembangkan
sehingga pasien dapat menerima terapi behavioristik .Sebaliknya,Terapi behavior tidak dapat bekerja
dengan baik jika pasien mengganggap terapi itu akan gagal atau berlawanan dengannya.

Spektrum luas dalam perawatan

Terapis behavioristik menggunakan banyak teknik khusus untuk berbagai kondisi.tidak hanya pada
orang yang berbeda tetapi juga pada orang yang sama pada poin proses yang berbeda dalam
keseluruhan perawatan,yang oleh Lazarus dinamakan terapi behavior spektrum luas.Masing-masing
teknik saling berhubungan.Dengan menganalisa atau melakukan asesmen sebelum memberi perlakuan
dapat membantu dalam memberikan perlakuan yang tepat.

Systematic Desensitization

Teknik ini dilakukan kepada pasien yang masih bisa merespon secara verbal tapi mengalami
takut,cemas dan penghindaran.

Teknik dan prosedur yang digunakan

Dimulai dari sejarah masalah pasien.Sejarah masalah didapat dari beberapa kali wawancara dan
pemberian kuisioner.Proses awal penting untuk melihat apakah teknik ini tepat digunakan kepada
pasien.Pasien dengan kemampuan adaptif normal tetapi mengalami ketakutan atau kecemasan cocok
diberikan teknik ini,tetapi pasien dengan kurangnya keahlian terhadap aktivitas tertentu dan mengalami
cemas atau takut,tidak perlu menggunakan teknik ini.Lalu dilakukan penjelasan tentang masalah dan
perlakuan yang akan diberi.Usahakan memberitahukan perlakuan dan masalah dengan perkataan yang
dapat dipahami oleh pasien dengan ramah dan nyaman.Setelah itu maka akan dikenalkan hierarki
kecemasan dan relaksasi

Relaksasi

Terapis behavior biasa menggunakan metode relaksasi Jacobson (1938).Awalnya pasien diajarkan
untuk menegangkan dan merelaksasi otot dan diminta untuk membedakannya.

Hierarki Kecemasan

Terapis dan pasien mengkonstruksi hirarki kecemasan mereka.Pada pembuatannya, pasien diminta
menuliskan hal yang membuat mereka sedikit khawatir atau cemas atau takut ke yang paling khawatir
atau cemas atau takut.Pasien lalu diminta membayangkan sebuah konsidi yang dibuat terapis dari
hierarki tadi,sekitar 2 sampai 5 poin selama 10 detik.Ketika pasien mulai menimbulkan perasaan
khawatir atau cemas atau takut,ia diminta memberi kode dan ia akan diminta untuk rileks
lagi.Percobaan diulang sampai pasien tidak merasakan apa-apa pada poin yang tertinggi.

Rationale

Banyak penjelasan yang diberikan untuk menjelaskan proses systematic desensitization. Walaupun
menurut Wolpe,kesuksesan teknik ini berasal dari prinsip counterconditioning.Beberapa peneliti
lainnya mengatakan bahwa proses asli yang terjadi adalah extinction karena pasien saat
mengvisualisasikan sesuatu yang membuatnya khawatir tidak diikuti dengan pengalaman
buruk.Mathew (1971) mengatakan bahwa yang terjadi adalah proses habituasi,ada yang berpendapat
adanya proses kognitif dalam teknik ini seperti ekspektasi bahwa pasien akan merasa kurang cemas
pada situasi yang diberi.

Ekspektasi pasien untuk lebih baik dapat memberi pengaruh ke proses.Terapis juga harus memberi
reinforcement positif sejalan dengan laporan tentang berkurangnhya kekhawatiran,perkembangan
diluar ruang konsultasi dan penyelesaian hierarki kecemasan.

Exposure Therapy

Istilah exposure therapy menjelaskan teknik terapi perilaku yang merupakan penyempurnaan
dari satu set prosedur awalnya dikenal sebagai flooding atau implosion. Akar dari exposure therapy
dapat ditelusuri pada Masserman (1943), yang mempelajari reaksi kecemasan dan perilaku menghindar
pada kucing. Studi Masserman yang terlibat mendorong "perilaku neurotik" pada kucing dengan
pemberian kejutan dalam kondisi lingkungan tertentu. Ia kemudian menemukan bahwa perilaku
penghindaran bisa padam jika kucing dipaksa untuk tetap berada di situasi di mana mereka sebelumnya
telah terkejut. Temuan ini adalah dasar untuk mengembangkan pengobatan kecemasan bagi manusia.
Ada dukungan empiris untuk kemanjuran exposure treatments untuk specific phobias, panic disorder,
agoraphobia, social phobia, post-traumatic stress disorder, dan obsessive-compulsive disorder. Dalam
exposure therapy, pasien membuka diri terhadap rangsangan atau situasi yang sebelumnya ditakuti dan
dihindari. "Paparan" bisa dalam kehidupan nyata (in vivo) atau dalam fantasi (in imagino). Dalam versi
terakhir, pasien diminta untuk membayangkan diri mereka di hadapan pada stimulus takut (misalnya,
laba-laba) atau dalam situasi kecemasan-merangsang (misalnya, berbicara di depan penonton).
Beberapa peneliti menyarankan bahwa ciri tertentu harus hadir dalam exposure treatments bagi pasien
untuk mencapai manfaat maksimal (Barlow & Cerny, 1988):

1. Exposure should be of long rather than short duration.


2. Exposure should be repeated until all fear / anxiety is eliminated.
3. Exposure should be graduated, starting with low-anxiety stimuli / situations and progressing to
high-anxiety stimuli / situations.
4. Patients must attend to the feared stimulus and interact with it as much as possible.
5. Exposure must provoke anxiety.

Seperti terapi perilaku lainnya yang jelaskan dalam bab ini, exposure treatment dapat digunakan
sebagai self-contained treatment atau sebagai salah satu komponen multimodal treatment. Barlow dan
Cerny (1988) menggambarkan perawatan psikologis untuk gangguan panik yang mencakup relaksasi,
restrukturisasi kognitif, dan exposure components. Individu yang menderita gangguan panik biasanya
melaporkan bahwa serangan panik mereka tidak bisa ditebak dan "come out of the blue". Craske,
Rowe, Lewin, dan Noriega-Dimitri (1997) membandingkan efektivitas dua bentuk pengobatan untuk
gangguan panik dengan agoraphobia. Hasil menunjukkan bahwa pasien gangguan panik yang
menerima interoceptive exposure component dilaporkan berkurangnya gangguan dan serangan panik
yang lebih sedikit di pasca-perawatan. Dengan demikian, penambahan interoceptive exposure
component memiliki beberapa efek yang menguntungkan.
Behavior Rehearsal

Behavior rehearsal bukanlah konsep baru, telah ada dalam satu bentuk atau lain selama
bertahun-tahun. Misalnya, Moreno (1947) mengembangkan psikodrama, bentuk dari role-playing,
untuk membantu memecahkan masalah pasien, dan Kelly (1955) menggunakan fixed-role therapy.
Namun, penting untuk dicatat bahwa bentuk-bentuk role-playing atau behavior rehearsal memiliki
maksud yang berangkat dari tujuan perilaku. Untuk Moreno, role-playing yang tersedia mengeluarkan
terapi emosi yang juga diagnostik (menentukan jenis penyakit) dalam mengidentifikasi penyebab
masalah pasien. Untuk Kelly, role-playing adalah metode mengubah struktur kognitif pasien.

The Technique

Menurut goldfried dan davison (1994), penggunaan behavior rehearsal melibatkan empat tahap. Tahap
pertama adalah untuk mempersiapkan pasien dengan menjelaskan kebutuhan untuk memperoleh
perilaku baru, mendapatkan pasien untuk menerima latihan perilaku sebagai perangkat yang berguna,
dan mengurangi kecemasan atas prospek role-playing. Tahap kedua melibatkan pemilihan situasi
sasaran. Pada saat ini, banyak terapis akan menyusun hierarki harus berhubungan langsung dengan
situasi di mana pasien telah mengalami kesulitan. Hirarki sampel pada situasi sasaran sebagai berikut:

1. You ask a secretary for information about a class.

2. You ask a student in class about last week’s assignment.

3. After class, you approach the instructor with a question about the lecture.

4. You go to the instructor’s office and engage her in conversation about a certain point.

5. You purposely engage another student, who you know disagrees with you, in a minor debate
about some issue.

Tahap ketiga adalah actual behavior rehearsal. Terkadang videotaped replays digunakan sebagai
bantuan. Dalam kasus lain, terapis bertukar peran dengan pasien untuk memberikan model yang tepat.
Ketika pasien mengembangkan kemampuan dalam satu situasi sasaran, mereka bergerak ke hirarki.
Tahap terakhir adalah pemanfaatan aktual pasien dari keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi
kehidupan nyata.
Assertiveness Training

Satu aplikasi dari behavioral rehearsal adalah assertiveness training. Wolpe menganggap tanggapan
tegas sebagai contoh karya penghambatan bagaimana timbal balik. Yaitu, tidak mungkin untuk
bersikap tegas dan pasif secara bersamaan. Situasi yang pernah membangkitkan kecemasan tidak akan
lagi melakukannya karena perilaku asertif menghambat kecemasan. Awalnya, assertiveness training
dirancang sebagai pengobatan untuk orang yang kecemasan tampaknya berasal dari cara takut mereka
dalam mengatasi situasi. Berbagai program pelatihan ketegasan telah dikembangkan secara khusus
untuk individu dalam mengatasi sikap destructive passivity. Tetapi assertiveness training juga telah
digunakan dalam mengobati masalah seksual, depresi, dan konflik perkawinan. Penting untuk dicatat
bahwa pernyataan diri kognitif (misalnya, "I was thinking that I am perfectly free to say no") dapat
meningkatkan efek assertiveness training. Pada kenyataannya, banyak prosedur dapat digunakan untuk
meningkatkan ketegasan. Behavior rehearsal mungkin adalah salah satu yang paling jelas. Kurangnya
ketegasan mungkin berasal dari berbagai sumber. Dalam beberapa kasus, penyebabnya mungkin
kurangnya informasi sederhana, dalam hal pengobatan mungkin berpusat sebagian besar pada
penyediaan informasi. individu lain mungkin memiliki harapan yang tidak realistis tentang apa yang
akan terjadi jika mereka menjadi tegas. Beberapa dokter akan berurusan dengan harapan tersebut
melalui interpretasi atau teknik rational-emotive. Teknik serupa bisa diterapkan untuk pasien yang
merasa bahwa ketegasan adalah salah. Akhirnya, ada pasien yang kekurangan ketegasan melibatkan
defisit perilaku; mereka tidak tahu bagaimana harus bersikap tegas. Assetiveness training tidak sama
dengan mencoba untuk mengajarkan orang untuk menjadi agresif. Itu benar-benar sebuah metode
melatih orang-orang untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan tanpa menginjak-injak hak
orang lain dalam proses (Wolpe & Lazarus, 1966).

Contingency Management

Berbagai teknik Skinnerian atau operan semua disebut sebagai prosedur continguency
management. Mereka berbagi tujuan bersama mengendalikan perilaku dengan memanipulasi
konsekuensinya. Karena banyak anak-anak yang dibawa oleh orang tua mereka untuk menerima
perawatan psikologis, terutama untuk “acting-out” atau perilaku rule-breaking, teknik contingency
management digunakan sangat umum pada anak dan pasien remaja. Contingency management dapat
mengambil banyak bentuk, yang berikut ini adalah beberapa contoh:
1. Shaping: Perilaku yang diinginkan dikembangkan oleh keuntungan pertama setiap perilaku
yang mendekati itu. Secara bertahap, melalui penguatan selektif perilaku yang lebih dan lebih
dekat menyerupai perilaku yang diinginkan, perilaku akhir terbentuk.

2. Time-out: Perilaku yang tidak diinginkan dipadamkan dengan menghapus sementara orang dari
situasi di mana perilaku diperkuat. Seorang anak dengan perilaku yang mengganggu tidak bisa
diperkuat oleh perhatian orang lain.

3. Contingency contracting: Perjanjian atau kontrak resmi melanda antara terapis dan pasien,
menentukan konsekuensi dari perilaku tertentu pada keduanya

4. “Grandma’s rule”: ide dasarnya adalah mirip dengan nasihat nenek. "First you work, then you
play!" itu berarti bahwa aktivitas yang diinginkan diperkuat dengan memungkinkan hak
individu untuk terlibat dalam perilaku yang lebih menarik. Misalnya, anak diperbolehkan untuk
bermain bola setelah pekerjaan selesai.

Token Economies

Operant approach ini paling sering digunakan oleh orang tua yang ingin mengajar anak-anak mereka
untuk terlibat dalam perilaku yang sesuai. Namun, teknik ini juga dapat digunakan di antara orang
dewasa dan remaja yang berada di perawatan perumahan (misalnya, individu dengan keterbelakangan
mental atau penyakit mental kronis). Program tersebut dapat membuat institusi tempat yang lebih layak
huni yang pada akhirnya lebih konduktif untuk keuntungan terapi. Dalam membangun token economy,
ada tiga pertimbangan utama. Pertama, harus ada spesifikasi yang jelas dan hati-hati dari perilaku yang
diinginkan yang akan diperkuat. Kedua, penguat yang jelas (atau media pertukaran; misalnya, chips
poker berwarna, kartu, atau koin) harus diputuskan. Ketiga, penguat cadangan ditetapkan. Token
economies digunakan untuk mempromosikan perilaku yang diinginkan melalui pengendalian bala
bantuan. Apakah perilaku yang diinginkan meningkat kerapian, partisipasi sosial yang lebih besar, atau
performa yang ditingkatkan pekerjaan, probabilitas kejadian yang dapat ditingkatkan dengan
pemberian token dari berbagai nilai. Efek dari penguatan lebih besar jika penguatan terjadi segera
setelah perilaku terjadi.

Aversion Therapy

Salah satu yang paling kontroversial dari semua perawatan adalah aversion therapy.
Sebenarnya, ini bukan terapi tunggal melainkan serangkaian prosedur yang berbeda diterapkan untuk
perilaku yang dianggap sebagai yang tidak diinginkan. Aplikasi ini didasarkan pada prinsip yang
tampaknya sederhana bahwa ketika respon yang diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan
(misalnya, hukuman atau nyeri), kekuatannya akan berkurang. Wolpe (1973) mengatakan, "aversion
therapy consists, operationally, of administering an aversive stimulus to inhibit an unwanted emotional
response, thereby diminishing its habit strength". Suatu stimulus yang tidak menyenangkan
ditempatkan pada hubungan sementara dengan perilaku yang tidak diinginkan. Idenya adalah bahwa
hubungan yang permanen antara perilaku yang tidak diinginkan dan stimulus tidak menyenangkan akan
ditempa, dan conditioning akan berlangsung. Hukuman yang diterapkan oleh orang tua sering sangat
tidak konsisten. kadang-kadang perilaku yang tidak diinginkan dari anak tersebut segera dihukum. Tapi
sangat sering, orang tua lupa atau terganggu, terlalu lelah, atau apa pun untuk menanggapi. Sebagai
hasilnya, anak belajar bahwa kadang-kadang perilaku ini diabaikan, dan dengan demikian extinction
gagal terjadi. Sebagai prosedur klinis formal, teknik ini telah diterapkan paling sering untuk membantu
pasien mengembangkan peningkatan kontrol diri. Mereka telah digunakan untuk mengatasi masalah
obesitas, merokok, pecandu alkohol, dan penyimpangan seksual.

Aversive Agents

Antara aversive agents yang telah digunakan paling sering adalah rangsangan listrik dan obat-obatan.
Misalnya, strong emetric drugs telah digunakan selama bertahun-tahun, terutama dalam pengobatan
alkoholisme. Pasien diberikan obat yang menghasilkan mual atau muntah dan kemudian mengambil
minuman (atau obat yang dapat dicampur dengan minuman). Pasien segera menjadi sakit. Kombinasi
alkohol dan muntah diberikan selama seminggu sampai 10 hari. Akhirnya, hanya melihat minum cukup
untuk menginduksi mual dan ketidaknyamanan.

Covert Sensitization

Cautela (1976) mengembangkan satu set prosedur, dikenal sebagai covert sensitization, yang
mengandalkan citra ketimbang penggunaan sebenarnya pada hukuman, obat-obatan, atau rangsangan.
Pasien diminta untuk membayangkan diri mereka terlibat dalam perilaku yang mereka ingin hilangkan.
Setelah mereka memiliki perilaku yang tidak diinginkan jelas dalam pikiran, mereka diinstruksikan
untuk membayangkan peristiwa yang sangat tidak menyenangkan.

Other Techniques

Teknik terapi perilaku lainnya, sedangkan bentuk teknis dianggap aversion therapy of punishment, are
less extreme that the administration of aversive agents of covert sensitization. Misalnya, biaya respon
adalah teknik di mana dorongan yang positif (misalnya, tokens dalam token economy system) yang
megeluarkan susulan respon yang tidak diinginkan (misalnya, marah mengamuk) yang dibuat oleh
seorang pasien. Contoh lain adalah teknik yang disebut overcorrection. di sini, idenya adalah bahwa
memiliki pasien atau klien "overcorrect" konsekuensi dari suatu tindakan akan membuat perilaku
cenderung kambuh.

Second Thougths

Behavioris yang terkemuka (misalnya, Skinner) telah mempertanyakan efektivitas hukuman dalam
mempengaruhi dan mengendalikan perilaku, dan banyak dokter telah memakai metode keengganan
dalam pendekatan terapi perilaku mereka. Lazarus (1971a) misalnya, menyatakan bahwa
pembangunandaftar respon yang lebih baik dan pengurangan kecemasan menghasilkan hasil yang lebih
tahan daripada aversion techniques. Banyak kritikus, baik di dalam dan tanpa gerakan terapi perilaku,
telah sangat kritis terhadap aversion therapy. Orang lain, bagaimanapun, mempertahankan aversive
techniques, digunakan dalam cara sensitif oleh profesi terkemuka, memiliki manfaat yang nyata. Paling
sering, aversive techniques digunakan setelah segala sesuatu yang lain telah gagal.

COGNITIVE-BEHAVIORAL THERAPY

Latar belakang

Sebuah perspektif kognitif pada masalah klinis yang menekankan peran proses berpikir dalam
merumuskan dan megatur masalah. Terapi kognitif berusaha untuk melakukan modifikasi atau
mengubah pola berpikir yang diyakini akan berkontribusi untuk masalah pada klien. Teknik ini
memiliki banyak dukungan empiris disertai dengan penggabungan dengan pendekatan behavioral.
Teknik ini juga diyakini menjadi intervensi terbaik dari segala intervensi psikologi. Menurut para ahli
dibidang psikoterapi penggabungan kedua pendekatan ini sangat efektif dilakukan bersama-sama
daripada digunakan terpisah.

The Move Toward Cognitive-Behavioral Therapy

Meskipun telah ditemukan beberapa treatment yang efektif yang berdasarkan prinsip belajar yang
tradisional dan telah dikembangkan pada awal 1970an dan permasalahan pada saat itu jelas bahwa
sejumlah kondisi klinis yang sering ditemui (misalnya, depresi) yang sulit ditangani oleh treatment
yang didasarkan oleh classical conditioning maupun operant conditioning. Munculnya campuran
ataupu perpaduan antara metode behavioral dan kognitif didorong dan didasari oleh masing-masing
batasan psikodinamik dan behaviorisme.

The Role of Social Learning Theory

Secara khusus, teori pembelajaran sosial dari Rotter telah membantu untuk menjembatani jurang antara
praktek klinis psikodinamik tradisional dan teori belajar. Teorinya adalah teori yang menjelaskan
perilaku sebagai produk yang dihasilkan dari kedua penguatan dan harapan atau sesuatu yang
seharusnya dituju. Orang-orang cenderung memilih untuk berprilaku yang sesuai dengan apa yang
diinginkannya karena menganggap bahwa apa yang dilakukannya akan menghasilkan atau
membawanya kepada hal yang diinginkannya atau yang menjadi tujuannya.

Adanya kehadiran teori pembelajaran sosial memberikan dua efek terhadap perkembangan terapi
behavioral. Pertama, dapat membantu pembentukan sejumlah clinicians yang siap menerima teknik
behavioral baru beserta sudut pandang teoritisnya yang akan membantu untuk mempersatukan teknik-
teknik tersebut dengan teknik kognitif yang baru juga. Ada beberapa implikasi yang perlu diperhatikan
dalam melakukan evaluasi kerelevansian teori pembelajaran sosial ini dalam menggunakannya pada
praktik psikoterapi tradisional dan behavioral, yaitu:

1. Psikoterapi dianggap sebagai situasi pembelajaran, dan peran dari therapist adalah untuk
membantu klien atau pasien untuk mencapai tujuan perilaku yang telah berubah sesuai target
yang sudah ditetapkan dan dilihat dari perilaku yang bisa diamati dan pola pikirnya.
2. Membuat keragka pemecahan masalah untuk melihat dimanakah pasien mengalami kesulitan
3. Seringkali therapist berperan dalam mengarahkan proses teaming. Maka dari itu tidak hanya
perilaku yang tidak diinginkan dan sikap yang tidak diinginkan dilemahkan tetapi perilaku yang
memuaskan dan terkonstruktif juga bisa dipelajari.
4. Terkadang diperlukan untuk mengubah harapan yang tidak realistis. Dengan begitu kita harus
menyadari bahwa beberapa perilaku dan harapan tidak sesuai dari awal sehingga harus
dihentikan.
5. Dalam proses terapi pasien juga harus belajar memahami perasaan, harapan, tujuan dan
kebutuhan orang lain.
6. Pengalaman yang dialami seseorang dikehidupan nyata akan lebih efektif daripada yang muncul
pada saat proses terapi berlangsung
7. Umumnya, terapi adalah semacam bentuk interaksi sosial
Ada kontribusi lain yang cukup signifikan yang berperan dalam cognitive swing didalam terapi
kognitif. Salah satunya yang dikemukakan oleh Bandura (1969). Bandura menjelaskan betap
pentingnya vicarious learning dan peran dari mediator kognitif yang saling mempengaruhi dan bekerja
sama. Bandura menekankan di area mana saja beberapa jenis treatment dapat dilakukan meningkatkan
self-efficacy seorang pasien yang mempengaruhi perilaku dan kognitifnya. Pada teorinya, Bandura
menyatakan bahwa harapan dari peningkatan efficacy personal seseorang dipengaruhi oleh pencapaian
seseorang, persuasi verbal, pengalaman vicariousnya, dan tingkatan psikologisnya. Beberapa jenis
terapi terlihat sangat produktif dalam membantu pasien meningkatkan kepercayaan mereka terhadap
personal efficacy mereka.

Teori belajar sosial seperti yang dikemukakan oleh Rotter, Bandura, dan yang lain menandai bahwa inti
dari belajar itu adalah proses yang aktif bukan pasif. Maka dari itu, sebagai pemegang kendali,
karakteristik personal dan proses kognitif akan mempengaruhi perilaku, situasi dan penguatan. Oleh
karena itu tetap dilakukan penelitian untuk menemukan pengaru baru yang memperngaruhi perilaku,
dan treatmentnya juga dikembangkan. Pada bagian ini juga kita akan membahas beberapa treatment
dengan pendekatan cognitive-behavioral lainnya.

Modelling

Bandura (1969, 1971) telah menyarankan bagaimana penggunaan dari modelling, atau observational
learning, sebagai treatmen untuk mengubah perilaku, yang biasanya diaplikasikan pada anak-anak.
Imitation, modeling, atau observation adalah teknik yang efisien untuk belajar daripada penggunaan
sederhana dari punishment pada respon yang salah dan reward untuk respon yang benar. Perilaku
mengamati lebih efisien untuk menerima kemampuan baru atau perilaku baru yang akan dipelajari.
Karena dengan melihat seseorang telah melakukan hal tersebut dapat mengurangi rasa takut atau cemas
untuk mempelajarinya. Untuk mengatasi phobia khususnya phobia terhadap ular dapat menggunakan
teknik modelling.

Ada empat kondisi terbaik ketika kita ingin menggunakan observational learning:

1. Pasien memperhatikan model


2. Pasien mengerti instruksi yang diberikan model
3. Pasien harus meniru model
4. Pasien harus melakukan apa yang dilakukan model berulang kali serta diberikan motivasi.
Rational Structuring

Menurut Albert Ellis (1962), Goldfried dan Davison (1994) banyak perilaku maladptif disebabkan oleh
bagaimana cara seseorang menafsirkan dunia mereka atau apa asumsi yang mereka buat. Jika situasi
yang disebutkan benar adanya, maka para therapist harus membantu para klien untuk mengenali
lingkungan mereka dengan lebih realistis lagi. Diskusi dan menggunakan pendapatnya saat pasien
berkonsultasi akan membantu pasien dalam melihat apa yang mereka percayain lebih rasional lagi.
Salah satu restrukturisasi rasional terbaik adalah milik Ellis (1962) yaitu Rational-Emotive theraphy
(RET). RET bertujuan untuk perilaku dengan cara mengubah pandangan atau pemikiran yang ada
dalam pikiran seseorang. Menurut Ellis permasalahan tentang perilaku maladjusted sesungguhnya
berasal dari pola pemikiran seseorang dan bagaimana ia menginterpretasikan suatu keadaan bukan
berasal atau disebabkan oleh lingkungannya.

Stress Inoculation Training

Pasien dapat menggunakan self-talk ataupun self-instruction untuk dapat mengubah perilaku mereka
dan therapist dapat mengubah self-talk mereka. Pada tahun 1977 Meichenbaum mengembakan suatu
latihan yang dinamai dengan Stress Inoculation Training (SIT). SIT dirancang untuk melatih individu
menggunakan strategi pertahanan stress. Yang tediri dari 3 fase yang berhubungan:

1. Conceptualization phase
Fase dimana klien akan diajari untuk mengenali emosi mereka dan juga membentuk dan
mengetahui bentuk-bentuk keadaan yang mengancam
2. Skill acquisition and rehearsel phase
Klien akan dilihat dan diajari bagaimana caranya ia menyelesaikan masalahnya dengan banyak
kemungkinan
3. Application phase
Dari sekian banyaknya kemungkinan untuk menyelesaikan masalah maka akan dilihat
bagaimana cara si klien menyelesaikan masalah sesuai apa yang telah ia ketahui dan juga dapat
membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah yang mirip dengan masalahnya.

SIT sering digunakan untuk mengobati pasien yang trauma seperti korban pemerkosaan, gangguan
setelah trauma dan amarah yang tidak terkontrol. Prosedur ini pada dasarnya melibatkan proses kognitif
seseorang agar dapat membedakan hal apa yang sebenarnya membuatnya tidak nyaman, belajar
membedakan kebenarannya, amarahnya dan mengenali tanda-tanda apa yang muncul ketika ia akan
mengalami suatu trauma ataupun gangguan tersebut.

Beck’s Cognitive Theory

Aaron Beck dikenal sebagai pelopor dalam perkembangan terapi cogntive-behavioral modern yang
banyak digunakan untuk mengatasi banyak permasalahan klinis. Model intervensi ini mengandalkan
perpaduan antara teknik kognitif dan behavioral untuk mengubah pola pikir yang tidak baik dan
merupakan sumber penyebab masalah ataupun gangguan. Contohnya, depresi. Depresi diyakini terjadi
ketika seseorang memiliki konsep diri yang negatif tentang diri mereka sendiri, dunia mereka dan
bahkan masa depan mereka.

Cognitive Therapy (CT) dapat digunakan dalam mengobati masalah depresi. Dengan cara:

1. Membuat jadwal untuk melakukan aktivitas yangmembuat mereka melupakan perasaan


depresinya
2. Membuat dan meingkatkan banyak aktifitas yang megandung kesenangan
3. Melakukan latihan kognitif
4. Melatih ketegasan
5. Melakukan pengenalan yang cepat terhadap suatu pemikiran yang otomatis
6. Melakukan uji realita atau keakuratan
7. Mulai melakukan tindakan penyalahan terhadap sumber yang tepat
8. Membantu pasien mencari solusi lain yang dapat digunakannya untuk menyelesaikan
masalahnya

Dialectical Behavior Therapy

Dialectical Behavioral Therapy (DBT) adalah treatment baru bagi penderita borderline personality
disorder (BPD) dan kondisi lain yang terkait dengan disregulasi emosi dan perilaku impulsif. DBT
melatih kemampuan pada teknik penyelesaian masalah, pengaturan emosi, dan kemampuan
interpersonal. Semua pelatihan ini dilakukan pada lingkungan terapi. Ada empat pelatihan keterampilan
yang diikuti oleh klien DBT, yaitu:

1. Mindfulness
Kemampuan menyadari suatu kejadian, tenang, dan harus dapat menilai sesuatu
2. Emotional regulation
Mengenali emosi, dapat membedakan emosi diri dan orang lain serta memahaminya. Kemudian
belajar untu menghilangkan emosi negatif dan lebih condong belajar untuk meningkatkan emosi
positif
3. Distress tolerance
Mulai belajar mengenali dan mengatasi situasi stress serta mampu menenangkan dirinya
4. Interpersonal effectiveness
Mulai belajar untuk mengetahui bagaimana interaksi interpersonal yang baik. menyesuaikan
diri terhadap apa yang orang lain butuhkan dan mulai memilah permintaan yang dapat
dilakukan baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan.

EVALUASI DARI BEHAVIOR THERAPY

Para pendukung CBT melihat kemajuan mereka sebagai bukti nyata dari apa yang dapat dicapai
ketika mentalistik, subjektif, dan tidak ilmiah " mumbo jumbo " dalam psyhodynamics atau
fenomenologi. Namun kritikan di sisi lain, melihat CBT dangkal, sok ilmiah, dan bahkan tidak
manusiawi dalam upaya mekanistik untuk mengubah perilaku manusia. Memang, kritik ini
mencerminkan banyak "mitos" tentang CBT (Goldfriend & Davison, 1994). Dalam kasus apapun,
psikolog klinis yang lebih menggambarkan orientasinya sebagai kognitif atau perilaku daripada
orientasi lain (Norcross, Karpiak, & Santoro, 2005).

Strengths
Dalam banyak hal, CBT telah mengubah bidang psikoterapi dan psikologi klinis (Wilson,
1997). Beberapa cara utama CBT dan memiliki dampak sebagai berikut:
Efficacy
Efek ukuran terpisah dihitung dalam RET, non-RET cognitive therapies, systematic
desensitization, behavior modification, and cognitive behavioral therapy menunjukkan rata-rata,
seorang klien yang menerima bentuk-bentuk terapi perilaku yang berfungsi lebih baik 75% dari mereka
yang tidak menerima pengobatan apapun. Meta-analisis telah mencapai kesimpulan yang sama di
berbagai gangguan. Sebagian besar studi meta-analisis yang telah membandingkan efektivitas teknik
perilaku atau cognitive behavioral dengan bentuk-bentuk psikoterapi (misalnya, pcyhodynamic atau
berpusat pada klien) telah menemukan keunggulan dan konsisten dalam perilaku dan metode cognitive
behavioral (Hollon & Beck, 2004; Svartberg & Stiles, 1991; Tolin, 2010).
Efficiency
Gerakan CBT juga membawa serangkaian teknik yang lebih pendek dan lebih efisien. Jumlah
berkesudahan dari 50 menit psikoterapi digantikan oleh serangkaian jauh lebih pendek dari konsultasi
yang berfokus pada keluhan pasien tertentu. Serangkaian prosedur tertentu diterapkan sama, dan
seluruh proses dihentikan ketika keluhan pasien tidak ada lagi. Dengan" rooting out " patologi yang
mendasari, memilah sejarah pasien, dan pencarian wawasan luas. Di tempat mereka datang penekanan
pada masa sekarang dan pragmatisme yang ditandai dengan penggunaan teknik-teknik khusus untuk
masalah tertentu. Karena efisiensi, CBT mungkin sangat cocok untuk lingkungan managed care.
Beberapa teknik CBT dapat diimplementasikan oleh teknisi yang terlatih bekerja di bawah
pengawasan clinical tingkat doktor. Dengan demikian, tidak setiap komponen CBT perlu dijalankan
oleh Ph.D. personil. Program terapi perilaku harus dibentuk oleh para profesional terlatih, tetapi
ketentuan ada di tangan teknisi, paraprofesional, perawat, dan lain-lain. Hal ini merupakan
penghematan yang cukup besar dalam tenaga kesehatan mental dan memungkinkan populasi pasien
yang lebih besar untuk dicapai yang bisa diobati dengan mendalam, dan secara eksklusif pada prosedur
pendekatan psikodinamik.

An Array of Evidence-Based techniques

CBT adalah prosedur koleksi yang sangat aktif yang melibatkan penilaian, perencanaan,
keputusan, dan teknik. Dalam beberapa hal, mungkin ditafsirkan sebagai teknologi yang kompleks.
Sebuah teknologi yang harus dipandu dengan hati-hati dan dengan perhatian besar terhadap detail.
Semuanya harus bekerja dengan hati-hati dari awal. Hal ini penting untuk menentukan apakah pasien
memiliki defisit perilaku "asli" dalam masalah kecemasan karena implikasi terapeutik sangat berbeda
dalam dua kasus, mendorong untuk beberapa pasien (dalam kontrak pasif, kontemplatif, psikoterapis
tanpa komitmen atau menyarankan). Teknik didukung secara empiris dapat diberikan secara standar.
Dan tidak hanya memfasilitasi dalam melakukan penelitian dan memberikan pengobatan yang efektif
tetapi juga memfasilitasi pelatihan psikolog klinis di masa depan untuk mengelola pengobatan yang
efektif.

Symptom Substitution

CBT akan memiliki posisi aman dan dihargai dalam sejarah psikologi karena membantu
menenangkan keluhan pikiran dalam Symptom Substitution. Ini tidak hanya menunjukkan bahwa ada
alternatif untuk tampilan psikodinamik patologi tetapi juga secara efektif menyerang model medis
patologi dan dihargainya penyakit dan gejala. Setelah tahun penelitian dan pengalaman klinis, sekarang
jelas bahwa keluhan tidak setiap pasien dapat diberi label sebagai gejala dari beberapa psikoclinical
yang mendasari penyakit yang pasti akan kembali dalam bentuk gejala lain jika yang sekarang dihapus
tanpa didasari patologi.

Breadth of Application

Penerapan psikoterapi therapy dulu disediakan untuk kelas menengah dan atas yang memiliki
waktu dan uang untuk mengubah perilaku psikologis. Namun sekarang, individu dengan tingkat sosial
ekonomi rendah dan keterbelakangan mental atau penyakit mental kronis dapat dibantu oleh orang-
orang therapy.

Scientist-Practitioner and Clinical Scientist

Bagi mereka yang mendukung ilmuwan-praktisi atau model ilmuwan klinis psikologi klinis,
CBT adalah sebuah pendekatan campuran yang mendorong dari dua CBT dalam peran tradisional
yaitu eksperimental dan orientasi penelitian.

Linking Practice to Science

Untuk beberapa tahun, gerakan CBT naik puncak gelombang kehormatan ilmiah. Banyak
behavioris, terutama berbagai radikal, prinsip-prinsip ilmiah dalam teori belajar. Pendekatan
psikodinamik, sebaliknya, dikatakan ekstrapolasi mentah dari mentalism hanya sedikit dihapus dari
ilmu sihir. Tetapi penelitian telah dilakukan untuk "membongkar" teknik CBT dalam menentukan
komponen yang paling efektif dari pendekatan ini yang tampaknya paling kuat terkait dengan
pengurangan gejalanya.

Dehumanizing?

Di antara penokohan lebih tahan lama dari gerakan perilaku yang "steril", "mekanistik", dan
"manusiawi". Untuk menunjukkan bahwa ada bias label nyata beroperasi di sini, Woolfolk, Woolfolk,
dan Wilson (1977) meminta dua kelompok mahasiswa untuk melihat rekaman video yang identik dari
seorang guru menggunakan metode penguatan. Kelompok pertama diberitahu bahwa rekaman itu
digambarkan modifikasi perilaku; untuk kelompok kedua, rekaman itu dicap sebagai ilustrasi
pendidikan humanistik. Kuesioner selanjutnya mengungkapkan bahwa ketika rekaman itu dijelaskan
dalam hal humanistik, guru pada pita menerima peringkat secara signifikan lebih baik dan metode
pengajaran yang digambarkan terlihat secara signifikan lebih mungkin untuk mempromosikan
pembelajaran dan pertumbuhan emosional.
Penggunaan istilah mekanistik yang terdengar seperti respon, stimulus, penguatan, dan operan
tidak perlu menyiratkan bahwa baik terapis atau metode yang terlepas, steril, atau merendahkan
martabat manusia. Penggunaan sistematis prinsip-prinsip pembelajaran dan pemeriksaan analog hewan
untuk ilustrasi sederhana atau menyoroti sifat belajar manusia seharusnya tidak mengarah pada
kesimpulan lancar yang terapis perilaku dingin, memanipulasi robot yang kepentingannya terletak lebih
dalam prinsip-prinsip pembelajaran mereka kemudian di klien mereka. Idealnya, dengan orientasi
kognitif meningkat, gambar yang keliru tersebut akan mulai memudar.

Inner Growth

CBT dikritik bersifat memperbaiki tapi tidak produktif dalam setiap inner growth. kritik
tersebut kurang tepat untuk aspek kognitif dari CBT, penekanan yang melakukan kesepakatan dengan
mediasi variabel seperti harapan dan konsep diri selama ini secara objektif dideskripsikan dan
disimpulkan dari rangsangan dan tanggapan tertentu.

Manipulation and control

Salah satu yang paling stabil, emosi di kritik dari CBT berpusat pada isu maipulation dan
kontrol. Argumen tampaknya bahwa terapi kognitif-perilaku mewakili serangan berbahaya dan sering
langsung pada kemampuan pasien untuk membuat keputusan, bertanggung jawab, dan menjaga
martabat dan integritas. Tetapi pasien biasanya mencari bantuan profesional secara sukarela, sehingga
mengakui kebutuhan mereka untuk bantuan dan bimbingan dalam mengubah kehidupan mereka.
Dengan demikian, pasien tidak memiliki kesempatan untuk menerima atau menolak prosedur
ditawarkan (meskipun pertahanan ini mungkin tidak berlaku juga dalam pengaturan kelembagaan).
Selanjutnya, banyak teknik CBT bertujuan untuk membantu pasien membangun keterampilan yang
akan mengarah ke arah diri yang lebih besar dan pengendalian diri (Goldfried & Davison, 1994).

Generalization

Kritik sangat merusak beberapa bentuk CBT menyangkut efektivitas mereka dalam pengaturan
selain yang mereka lakukan. Dengan kata lain, efek dari program CBT generalisasi di luar situasi di
mana mereka berlatih? harus menunjukkan bahwa sebagian besar bentuk psikoterapi tunduk pada
pertanyaan yang sama. Sebagai contoh, beberapa pasien menunjukkan peningkatan yang nyata atau
penyesuaian dalam situasi psikoterapi meskipun penyesuaian ini gagal untuk menggeneralisasi ke
pengaturan nontherapy.
Lack of a Unifyning Theory

Masalah terakhir dengan terapi perilaku mungkin potensi kekacauan teoritis. Apa yang
dibutuhkan adalah posisi teoritis sistematis yang akan menggabungkan teknik, mengklasifikasikan
mereka, dan membantu dokter memutuskan kapan dan dalam kondisi apa untuk menggunakan salah
satu teknik daripada yang lain. kerangka teori tersebut akan jauh lebih efisien daripada beberapa aturan
praktis.

The Future

Lebih dari satu dekade yang lalu, Wilson (1997) tercermin pada masa lalu CBT dan menyoroti
beberapa tantangan untuk masa depan. refleksi dan keprihatinan masih relevan dengan CBT seperti
yang dipraktekkan saat ini. Wilson mencatat kebutuhan untuk penyebaran yang lebih luas dan adopsi
CBT; memberikan dukungan empiris yang kuat, agak mengherankan bahwa teknik ini tidak lebih
banyak digunakan. Selain itu, Wilson (1997) khawatir bahwa CBT tetap tegas terkait dengan kemajuan
ilmu psikologi:

Untuk memenuhi janji aslinya menghubungkan praktek klinis untuk kemajuan dalam penelitian
ilmiah, terapi perilaku harus responsif terhadap perkembangan baik dalam psikologi eksperimental dan
biologi. Terobosan dramatis dalam genetika dan ilmu saraf telah merevolusi ilmu biologi, dan
kemajuan kemungkinan akan terus membuka rahasia otak. Pemahaman yang lebih baik tentang peran
mekanisme otak dalam pengembangan dan pemeliharaan gangguan klinis, dan dalam modifikasi
gangguan ini baik melalui metode farmakologis dan perilaku, bisa dibilang akan meningkatkan teori
kita tentang perubahan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA

Trull, T. J., & Prinstein. M. J. (2005). Clinical Psychology, Ed8. Canada: Wadsworth

Anda mungkin juga menyukai