Anda di halaman 1dari 15

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

Para Mahasiswa yang baik, sampailah kita pada kegiatan belajar IV dengan topik
tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dibanding OJK, LPS telah berdiri lebih dulu. LPS
berdiri sejak tahun 2004, tepatnya 22 September 2004 saat diundangkannya UU No. 24 Tahun
2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS
merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan
dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Meskipun sudah cukup lama berdiri, namun LPS merupakan hal baru dalam industri
perbankan, maupun industri jasa keuangan secara umum di Indonesia. Secara konsep,
keberadaan LPS sangat mempengaruhi stabilitas industri perbankan, yang selanjutnya akan
mempengaruhi kinerja perbankan secara umum. Untuk itu mari para Mahasiswa kita pelajari
seluk beluk LPS dalam menjamin simpanan nasabah perbankan Indonesia.

A. LATAR BELAKANG, FUNGSI DAN TUJUAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN


Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) adalah lembaga yang menjamin simpanan nasabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Tentang Perbankan. Faktor kuat yang mendorong berdirinya LPS adalah fenomena
krisis keuangan yang sangat dahsyat pada tahun 1997/1998.

Latar Belakang LPS


Seperti telah kita pelajari dalam modul II, keberadaan industri perbanakan dalam
perekonomian adalah sangat penting. Secara konsep, peranan industri perbankan dalam
perekonomian meliputi:
1. Sebagai lembaga intermediary,
2. Infrastruktur untuk membangun sistem pembayaran dan mempermudah transaksi
3. Infrastruktur kebijakan moneter.
Karena ketiga fungsi tersebut, maka kestabilan industri perbankan adalah sangat mutlak
diperlukan untuk menjaga keberlangsungan perekonomian suatu negara.
Selain stabilitas, sebagai lembaga intermediary, kepercayaan masyarakat (khususnya
pemilik dana) terhadap industri perbankan adalah sangat penting. Bila kepercayaan ini berkurang
(atau bahkan tidak ada) maka fungsi intermediary tidak akan berjalan, dan akibat selanjutnya,
masyarakat yang mebutuhkan dana akan sulit mendapatkan sumber pendanaan, dan dengan
demikian kegiatan produktif akan tersendat. Hal ini akan berakibat dengan tersendatnya kegiatan
dan kinerja ekonomi masyarakat.
Belajar dari krisis tahun 1997/1998, karena ditutupnya 16 bank, maka kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan sangat menurun. Akibatnya timbul rush terhadap
lembaga perbankan yang masih ada. Hal ini berakibat pada runtuhnya industri perbankan yang
menimbulkan guncangan perekonomian dan diikuti oleh krisis sosial dan politik.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan,
dikeluarkanlan Keputusan Presiden (Keppres) yang menjamin simpanan nasabah dalam jumlah
yang tidak terbatas. Secara bertahap, hal ini mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan, dan kegiatan perekonomian berangsur-angsur pulih kembali.
Namun demikian, penjaminan pemerintah terhadap simpanan masyarakat yang tanpa batas ini
ternyata menimbulkan moral hazard dari para pengelola dan pelaku usaha perbankan. Adanya
penjaminan simpanan ini menjadikan mereka kurang hati-hati dalam mengelola simpanan dan
dana yang dimiliki. Akibatnya banyak muncul skandal yang menimbulkan kerugian negara
maupun masyarakat yang cukup signifikan.
Berdasarkan kondisi di atas, maka dirasa perlu untuk memiliki sistem penjaminan
simpanan bank, yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat (nasabah) untuk menyimpan
uangnya di bank, namun tetap mampu mendorong pengelola bank agar hati-hati (prudent) dan
produktif dalam mengelola dananya, dan tidak melakukan moral hazard. Selain itu, diperlukan
pula dasar pengaturan penjaminan simpanan yang memiliki kekuatan hukum yang tinggi,
sehingga efektif dalam menjamin keamanan dana masyarakat yang disimpan di bank. Kebutuhan
inilah yang mendorong munculnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dijamin dengan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Tujuan dan Fungsi LPS


Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), tujuan dibentuknya LPS adalah:
1. Untuk membangun sistem perbankan yang sehat dan stabil guna menunjang
terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh.
2. Menyempurnakan sistem dan program penjaminan simpanan nasabah bank guna
mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil.
3. Membentuk lembaga yang independen yang mampu melaksanakan program penjaminan
terhadap simpanan nasabah bank.
Atas dasar tujuan tersebut, maka Lembaga Penjamin Simpanan memiliki fungsi sebagai
berikut:
1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan
2. Ikut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Untuk menjalankan fungsinya tersebut, maka LPS mempunyai tugas:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas
sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal
(bank resolution) yang tidak berdampak sistemik.
5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Adapun kewenangan Lembaga Penjamin Ssimpanan untuk dapat menjalankan fungsinya dengan
baik adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan
laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud
pada huruf.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administratif.
Disamping memiliki kewenangan tersebut, khusus untuk menangani Bank Gagal, maka LPS
memiliki kewenangan lain, yaitu:
1. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk
hak dan wewenang RUPS.
2. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan.
3. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang
mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank.
4. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban
bank tanpa persetujuan kreditur.

B. KELEMBAGAAN DAN OPERASIONAL LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Struktur Kelembagaan LPS


Sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS), secara kelembagaan LPS merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab
kepada Presiden. Dalam pasal 62, disebutkan bahwa Organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner
dan Kepala Eksekutif. Dewan Komisioner merupakan pimpinan LPS.
Salah satu tugas Dewan Komisioner adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan
serta melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS. Dewan
Komisioner dipimpin oleh seorang Ketua Dewan Komisioner, dan tata tertib serta tata cara
pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Komisioner ditetapkan dalam Keputusan Dewan
Komisioner.
Sruktur organisasi dalam kelembagaan LPS dapat dicermati pada bagan yang
ditunjukkan dalam gambar 1 sebagai berikut:
Sumber: Lampiran Peraturan Dewan Komisioner LPS No. 15 Thn 2017

Gambar... Struktur organisasi Lembaga Penjamin Simpanan

Dari gambar tersebut dapat ditunjukkan bahwa, kepemimpinan LPS bersifat kolegial, dimana
Dewan Komisioner terdiri dari banyak person (6 person) dan merupakan puncak kepemimpinan
tertinggi. Sesuai peraturan, keputusan Dewan Komisioner diputuskan secara bersama.

Operasional LPS
Untuk melakukan operasionalnya, LPS diberikan modal awal oleh Pemerintah melalui
APBN. Sesuai pasal 81 UU No. 24 Tahun 2004, ditetapkan bahwa modal awal LPS ditetapkan
sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah) dan sebesarbesarnya
Rp8.000.000.000.000,00 (delapan triliun rupiah).
Selain mendapatkan modal awal, LPS berhak menerima iuran kepesertaan Bank-Bank
peserta LPS, dan menerima premi atas simpanan yang dijaminkan. Secara operasional prinsip
penjaminan LPS adalah semacam asuransi simpanan, dan oleh karena itu Bank peserta LPS
wajib membayar premi atas simpanan yang dijaminkan. Besarnya premi ditentukan sesuai
kelompok Bank, yaitu Bank Umum, Bank Syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan BPR
Syariah.
Dari sistem pendanaan tersebut, penggunaannya diatur dalam pasal 83 UU No. 24
Tahun 2004. Surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun harus
dialokasikan, 20% (dua puluh perseratus) untuk cadangan tujuan; dan (delapan puluh perseratus)
diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan. Jika LPS sampai mengalami defisit karena proses
penanganan Bank gagal, maka defisit itu menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Dari sisi jenis simpanan, tidak semua simpanan dijamin tanpa batas. Terdapat beberapa
ketentuan dan persyaratan tentang simpanan yang di jamin (www.lps.go.id ).
1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi:
a. Giro berdasarkan Prinsip Wadiah;
b. Giro berdasarkan Prinsip Mudharabah;
c. Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah;
d. Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah
muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank;
e. Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah
muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/atau
f. Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah
mendapat pertimbangan LPP.
3. Simpanan yang dijamin mencakup pula simpanan yang berasal dari bank lain.
4. Nilai Simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha
Bank.
5. Saldo tersebut berupa:
a. Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang
memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah;
b. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki
komponen bunga;
c. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto
yang tercatat pada bilyet, untuk Simpanan yang memiliki komponen diskonto.
6. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah hasil penjumlahan saldo
seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut, baik rekening tunggal maupun
rekening gabungan (joint account);
7. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu
nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah
pemilik rekening
8. Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungan (joint account), saldo
rekening yang terlebih dahulu diperhitungkan adalah saldo rekening tunggal.
9. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi
kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai
saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan
10. Sejak 13 Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah
paling banyak sebesar Rp 2 Milyar
Dalam menjalankan tugasnya, LPS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga
dalam negeri dan luar negeri. Selain itu, LPS dapat bertindak sebagai anggota dari organisasi
atau lembaga internasional mewakili Negara Republik Indonesia apabila terdapat ketentuan
bahwa anggota dari organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama
Negara.

C. PENANGANAN BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN


Ketentuan tentang status Bank gagal, adalah kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Bila OJK sidah menentukan bahwa Bank X adalah merupakan Bank bermasalah, maka
selanjutnya OJK akan memberitahukan kepada LPS tentang Bank gagal tersebut. Dengan
pemeberitahuan ini, selanjutnya LPS menentukan langkah-langkah sesuai dengan UU No. 24
Tahun 2004. Langkah tersebut bisa berupa tindakan penyehatan (untuk yang masih bisa
diselamatkan) dan likuidasi untuk Bank yang sudah masuk kriteria Bank gagal. Langkah teknis
dalam melakukan likuidasi Bank gagal yang berlaku saat ini adalah Peraturan LPS No. 1 Tahun
2015.
Untuk Bank gagal yang harus dilikuidasi, dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Bank
gagal yang berdampak sistemik, dan Bank gagal yang tidak berdampak sistemik. Penyelesaian
Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau
tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud. Keputusan untuk melakukan
penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu Bank Gagal ditetapkan oleh LPS,
dengan paling tidak, didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak
melakukan penyelamatan Bank Gagal dimaksud.
Jika Bank Gagal tersebut harus dilikuidasi, maka Bank Gagal yang dicabut izin
usahanya, LPS melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Melakukan kewenangan:
1) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk hak dan wewenang RUPS.
2) Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan.
3) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak
yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang
merugikan bank.
4) Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
b. Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan pesangon
pegawai sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan
c. Melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset bank sebelum proses
likuidasi dimulai; dan memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim
likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi.
Untuk Bank Gagal yang berdampak sistemik, tindakan yang dilakukan adalah dengan
melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa
mengikutsertakan pemegang saham lama. Adapun langkah yang harus diambil LPS dalam
penyelamatan Bank gagal berdampak sistemik, LPS mengambil alih segala hak dan wewenang
RUPS, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan lain pada bank tersebut. Pemegang
saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk oleh LPS dalam
hal penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

RANGKUMAN
LPS merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah
penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya. Latar belakang berdirinya LPS adalah pentingnya keberadaan industri
perbanakan dalam perekonomian. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankankan adalah mutlak diperlukan.
Belajar dari krisis tahun 1997/1998, di mana kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan sangat menurun, mengakibatkan timbulnya rush terhadap lembaga perbankan. Hal ini
berakibat pada runtuhnya industri perbankan yang menimbulkan guncangan perekonomian dan
diikuti oleh krisis sosial dan politik. Berdasarkan hal ini maka diperlukan memiliki sistem
penjaminan simpanan bank, yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat (nasabah) untuk
menyimpan uangnya di bank, namun tetap mampu mendorong pengelola bank agar hati-hati
(prudent) dan produktif dalam mengelola dananya, dan tidak melakukan moral hazard.
Kebutuhan inilah yang mendorong munculnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dijamin
dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Fungsi LPS adalah: menjamin simpanan nasabah penyimpan dan ikut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Secara kelembagaan LPS
merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab kepada Presiden. Untuk menjalankan
operasionalnya, mendapatkan modal awal dari Pemerintah. Selain itu, LPS berhak menerima
iuran kepesertaan Bank-Bank peserta LPS, dan menerima premi atas simpanan yang dijaminkan.
Secara operasional prinsip penjaminan LPS adalah semacam asuransi simpanan, dan oleh karena
itu Bank peserta LPS wajib membayar premi atas simpanan yang dijaminkan.
Jika terjadi Bank bermasalah, penanganan LPS dibedakan berdasarkan dampak yang
ditimbulkan. Untuk Bank yang tidak menimbulkan dampak sistemik, maka ada dua
kemungkinan, yaitu dilakukan penyehatan atau dilikuidasi. Pilihan ini tergantung dari kalkulasi
biaya (untung dan rugi) yang dilakukan oleh LPS. Sebaliknya, untuk Bank yang berdampak
sistemik, maka hanya ada satu penanganan, yaitu penyehatan dengan atau tanpa pemegang
saham lama.

LATIHAN
1. Mengapa dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan?
2. Apa fungsi dari LPS?
3. Bagaimana pendanaan LPS untuk membiayai operasionalnya?
4. Jika terjadi Bank bermasalah, bagaimana tindakan LPS?
5. Apa kewnangan LPS terhadap Bank Gagal?

Petunjuk menjawab:
1. Belajar dari krisis tahun 1997/1998, di mana kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan sangat menurun, mengakibatkan timbulnya rush terhadap lembaga perbankan.
Hal ini berakibat pada runtuhnya industri perbankan yang menimbulkan guncangan
perekonomian dan diikuti oleh krisis sosial dan politik. Berdasarkan hal ini maka diperlukan
memiliki sistem penjaminan simpanan bank, yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat
(nasabah) untuk menyimpan uangnya di bank, namun tetap mampu mendorong pengelola
bank agar hati-hati (prudent) dan produktif dalam mengelola dananya, dan tidak melakukan
moral hazard. Kebutuhan inilah yang mendorong munculnya Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) yang dijamin dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
2. Fungsi LPS adalah: menjamin simpanan nasabah penyimpan dan ikut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
3. Untuk menjalankan operasionalnya, mendapatkan modal awal dari Pemerintah. Selain itu,
LPS berhak menerima iuran kepesertaan Bank-Bank peserta LPS, dan menerima premi atas
simpanan yang dijaminkan. Secara operasional prinsip penjaminan LPS adalah semacam
asuransi simpanan, dan oleh karena itu Bank peserta LPS wajib membayar premi atas
simpanan yang dijaminkan.
4. Jika terjadi Bank bermasalah, penanganan LPS dibedakan berdasarkan dampak yang
ditimbulkan. Untuk Bank yang tidak menimbulkan dampak sistemik, maka ada dua
kemungkinan, yaitu dilakukan penyehatan atau dilikuidasi. Pilihan ini tergantung dari
kalkulasi biaya (untung dan rugi) yang dilakukan oleh LPS. Sebaliknya, untuk Bank yang
berdampak sistemik, maka hanya ada satu penanganan, yaitu penyehatan dengan atau tanpa
pemegang saham lama.
5. Jika Bank Gagal tersebut harus dilikuidasi, maka Bank Gagal yang dicabut izin usahanya,
LPS melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Melakukan kewenangan:
1) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk hak dan wewenang RUPS.
2) Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan.
3) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak
yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang
merugikan bank.
4) Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
d. Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan
pesangon pegawai sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan
e. Melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset bank sebelum
proses likuidasi dimulai; dan memutuskan pembubaran badan hukum bank,
membentuk tim likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi.
TES FORMATIF

1. Berikut adalah fungsi LPS, kecuali


A. Menjamin simpanan nasabah penyimpan
B. Ikut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya
C. A dan B betul
D. A dan B salah
Jawab: C

2. Tujuan dibentuknya LPS adalah


A. Untuk membangun sistem perbankan yang sehat dan stabil guna menunjang
terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh.
B. Menyempurnakan sistem dan program penjaminan simpanan nasabah bank guna
mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil.
C. Membentuk lembaga yang independen yang mampu melaksanakan program
penjaminan terhadap simpanan nasabah bank.
D. Semua jawaban betul
Jawab: D

3. Situasi yang mendorong berdirinya LPS adalah


A. Krisis ekonomi 1933
B. Krisis ekonomi 1997/1998
C. Krisis ekonomi 2008
D. Globalisasi ekonomi
Jawab: B

4. Berikut adalah tugas dari LPS:


A. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
B. Melaksanakan penjaminan simpanan.
C. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal
(bank resolution) yang tidak berdampak sistemik.
D. Semuanya benar
Jawab: D

5. Berikut adalah sumber pendanaan untuk operasional LPS:


A. Modal awal dari Pemerintah
B. Iuran Bank anggota
C. Premi jaminan kredit
D. Premi simpanan yang dijaminkan
Jawab: C

6. Simpanan yang dijamin meliputi LPS adalah:


A. Giro, tabungan, dan kredit
B. Giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
C. Sertifikat deposito, tabungan, dan Sertifikat Bank Indonesia
D. Semuanya benar
Jawab: B

7. Jika terjadi Bank bermasalah, penanganan LPS dibedakan berdasarkan dampak yang
ditimbulkan.
A. Untuk Bank yang tidak menimbulkan dampak sistemik, maka ada dua
kemungkinan, yaitu dilakukan penyehatan atau dilikuidasi.
B. Untuk Bank yang menimbulkan dampak sistemik, maka ada dua kemungkinan,
yaitu dilakukan penyehatan atau dilikuidasi.
C. Semua benar
D. Semua salah
Jawab: A

8. Berikut adalah kewenangan LPS bila terjadi Bank Gagal, kecuali:


A. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk hak dan wewenang RUPS.
B. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan.
C. Menentukan status Bank Gagal
D. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
Jawab: C

9. Untuk Bank yang berdampak sistemik, maka bila terjadi masalah, tindakan yang dilakukan
LPS:
A. Penyehatan
B. Likuidasi
C. Semua benar
D. Semua salah
Jawab: A

10. Salah satu pertimbangan yang digunakan LPS untuk menentukan apakah Bank yang
bermasalah perlu dilikudasi atau tidak adalah:
A. Jumlah karyawan
B. Kalkulasi biaya
C. Jumlah aset
D. Jumlah omset
Jawab: B
DAFTAR PUSTAKA

1. Bank Indonesia, 2003, Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Tinjauan
Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi, Edisi 1, Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan, Jakarta
2. Bank Indonesia, 2011, Laporan Tahunan Bank Indonesia, Jakarta
3. Bank Indonesia, 2012, Bagaimana Bekerjanya Kebijakan Moneter?, www.bi.go.id
4. Insukindro, 1994, Ekonomi Uang dan Bank, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta
5. Kusbianto, Firman, 2013, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan
Kegiatan Sektor Jasa Keuangan, Thesis Magister Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta
6. Musium Bank Indonesia, www.bi.go.id
7. Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan No. 1 Tahun 2015 Tentang Likuidasi Bank Gagal
8. Saunders, Anthony; dan Cornett, Marcia Millon; 2011, Financial Institution Management: A
Risk Management Approach, Seven Edition, McGraw-Hill Int. Edition
9. Struktur organisasi Bank Indonesia, www.bi.go.id
10. Struktur Kelambagaan Bank Indonesia, 2018, www.bi.go.id
11. Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia,2018, www.bi.go.id
12. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
13. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
14. Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
15. Undang-Undang Nomer 6 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun
1999
16. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
17. www.lps.go.id

Anda mungkin juga menyukai