Anda di halaman 1dari 4

A.

UJI TITIK LEBUR

Untuk menentukan titik lebur suatu zat, zat sebelumnya harus dihaluskan terlebih
dahulu agar titik lebur yang akan didapatkan sesuai. Jika aspirin atau asam benzoate
tidak digerus terlebih dahulu dapat mengakibatkan penurunan titik lebur yang tidak
hanya disebabkan oleh zat pengotor saja, tetapi dapat disebabkan juga oleh besar dan
banyaknya kristal. Setelah digerus maka luas permukaan akan bertambah dan lebih
mudah untuk menyerap panas. Setelah zat digerus atau dihaluskan, zat dimasukkan ke
dalam pipa kapiler dengan cara ditotol-totolkan diatas kertas sampai zat masuk ke
dalam pipa kapiler setinggi 1 cm di dalam pipa. Sebelum pipa kapiler digunakan, salah
satu ujung pipa kapiler harus dibakar terlebih dahulu menggunakan spirtus sampai
salah satu ujungnya tertutup rapat, hal ini dilakukan agar zat yang akan dimasukkan ke
dalam pipa tertahan dan tidak tumpah saat pipa dimasukan ke dalam alat melting point
apparatus. Melting point apparatus adalah alat yang digunakan untuk menentukan suhu
lebur suatu zat. Setelah zat yang akan diamati telah siap di dalam pipa kapiler, melting
point apparatus di set 10 diatas suhu literature.

Pada percobaan yang kedua, zat yang diamati adalah asam benzoate. Suhu literature
asam benzoate sebesar 121 ̊-123 C ̊ ,sedangkan suhu yang kelompok kami dapatkan
sebesar 113 ̊C-139 ̊C dengan jaraklebur 26 C ̊ . Setelah itu kami mencoba menghitung
titik lebur dari campuran asambenzoat dan asam salisilat, suhu yang kami dapatkan
sebesar 122 ̊C-149 C ̊ dengan jarak lebur 27 ̊C. Selisih antara titik leleh dan titik lebur
yang diperoleh berbeda dengan yang terdapat pada literatur. Selisih atau range yang
diperoleh cukup jauh sedangkan yang terdapat dalam literature tidaklah jauh.

Hal ini dapat terjadi karena disebabkan terdapat zat pengotor yang mengganggu
asetosal asam
benzoate ataupun campuran asetosal dan asam benzoat, kemudian penyimpanan
asam asetilsalisilat dan asam benzoate yang cukup lama, karena sam asetilsalisat
stabil pada udara yang kering, tetapi mudah sekali terhidrolisis karena udara yang
lembap dan waktu penyimpanannya yang cukup lama, sehingga range titik
lelehnya lebih lebar dan tidak sama dengan literatur. Selain itu, perbedaan titik
leleh antara literatur dengan yang diperoleh saat praktikum terjadi karena
pengisian kapiler yang berlebih, dimana menurut literature pengisian pipa kapiler
adalah 0,5 cm tetapi kapiler terisi lebih dari yang seharusnya, jadi terdapat
perbedaan titik lebur yang jauh antara literature dan yang diperoleh saat
praktikum. Yang terakhir adalah perbedaan bentuk asam benzoate dan asetosal.
Asetosal atau asam asetil salisilat berbentuk kristal dan asam benzoate berbentuk
jarum atau sisik, besarnya kristal dan jarum tersebut mempengaruhi cepat lambat
berlangsungnya titik lebur. Ketidaksesuaian hasil yang didapatkan juga dapat
disebabkan karena ketidaktelitian pada saat mengamati suhu pada alat melting
point apparatus sehingga dapat menyebabkan range antara titik lebur dan titik
leleh menjadi lebih besar.
Titik leleh yang kami dapat berbeda dengan titik lebur literatur 138 ̊C-
140 ̊C. karena terdapat zat pengotor yang mengganggu struktur kisi asam asetil
salisilat, kemudian dari penyimpanan zatnya yang kemungkinan telah terhidrolisis
akibat lamanya waktu penyimpanan sehingga trayek titik leleh menjadi besar dan
tidak sama dengan literatur. Selain itu, perbedaan titik leleh dimulai dari pengisian
kapiler yang lebih dari 0,5 cm karena menurut literature pengisian pipa kapiler
yaitu 0,5 cm dan apabila lebih atau kurang akan menyebabkan perbedaan titik
leleh.
Kesimpulan
1.
Didapat hasil titik lebur dari asam benzoate, asetosal, dan
campuran (asam benzoate+asetosal) sebesar 113
o
C, 144
o
C, dan
122
o
C
2.
Didapat zat yang paling tinggi kemurniannya adalah asetosa

B. UJI INDEKS BIAS

Percobaan yang dilakukan pada kali ini yaitu menentukan konsentrasi suatu larutan gula
melalui kurva kalibrasi. Percobaan ini berdasarkan pada prinsip bahwa penentuan kadar atau
konsentrasi larutan gula  didasarkan  indeks bias larutan gula dengan menggunakan alat
refraktometer. Refraktometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau
konsentrasi bahan terlarut dengan memanfaatkan reaksi cahaya. Prinsip kerja dari alat tersebut
adalah jika cahaya yang masuk melalui prisma cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara
cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam batas-batas tertentu yang
ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas.
Perbandingan cepat rambat cahaya dalam ruang hampa (c) dengan cepat rambat cahaya
dalam medium (v) disebut indeks bias mutlak dari medium (n). Cepat rambat cahaya dalam
medium (v) lebih kecil dibandingkan cepat rambat cahaya dalam ruang hampa (c).Hal ini
disebabkan oleh redaman osilasi dari atom-atom dalm medium tersebut. Atau dengan kata lain
bahwa cepat rambat cahaya (v) ditentukan oleh atom-atom dalam medium dan ini berakibat pada
harga indeks biasnya. Pembiasan cahaya merupakan peristiwa penyimpangan atau pembelokan
cahaya karena melalui dua medium yang memiliki kerapatan optik yang berbeda. Arah
pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam, yakni: mendekati garis normal, dimana
cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium yang optiknya
kurang rapat kemedium optik yang lebih rapat, contohnya cahaya merambat darri udara kedalam
air. Dan menjauhi garis normal, dimana cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya
merambat dari medium yang optiknya lebih rapat kemedium optik yang kurang rapat, contohnya
cahaya merambat dari dalam air keudara. Pembiasan cahaya dapat terjadi apabila perbedaan
cahaya pada mediumyang rapat lebih kecil dibanding dengan laju cahaya pada medium yang
kurang rapat.
Perbedaan indeks bias dari tiap-tiap sampel disebabkan karena kecepatan cahaya pada masing-

masing medium atau sampel berbeda-beda, dimana laju cahaya pada kecepatan vakum lebih cepat dari pada

laju cahaya ketika sudah melewati suatu medium. Perlambatan ini terjadi karena dalam medium terjadi
penyerapan atau absorbs dan hamburan cahaya saat bergerak dari atom ke atom.Untukpenentuan  konsentrasi

sampel maka digunakan grafik hubungan antara konsentrasi dengan nilai indeks bias. Dan untuk mencari

konsentrasi nilai x digunakan persamaan y = Ax + B.


Percobaan kali ini digunakan tujuh sampel gula yang berbeda-beda konsentrasinya
yakni 0% untuk 20 mL aquades, 5% untuk 19 mL aquades dan 1 gram gula, 10% dari 18 mL
aquades dan 2 gram gula, 15% dari 17 mL aquades dan 3 gram gula, 20% dari 16 mL aquades
dan 4 gram gula, 25% dari 15 mL aquades dan 5 gram gula, dan sampel x yang belum diketahui
konsentrasinya. Indeks bias dari ketujuh sampel tersebut berturut-turut adalah 0; 4,9 ; 8,7 ; 13,9 ;
17,3 ; 22,2 ; 0,2 ; dan 22,1 untuk sampel (X).
Hasil ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi gulanya maka semakin besar
pula indeks biasnya, ini di pengaruhi oleh kekentalan zat cair, dimana semakin kental zat cair,
indeks biasnya semakin besar. Begitu pula sebaliknya, semakin encer zat cair maka indeks
biasnya semakin kecil; kecepatan rambat cahaya, dimana semakin besar cepat rambat cahaya
dalam medium, maka indeks biasnya semakin besar; suhu, dimana semakin besar suhu maka
indeks biasnya semakin kecil; panjang gelombang, dimana semakin besar panjang gelombang
maka indeks biasnya semakin kecil, tekanan udara permukaan, dimana semakin besar tekanan
udara permukaan maka indeks biasnya semakin besar, dan konsentrasi larutan, dimana semakin
besar konsentrasi larutan maka indeks bias semakin besar, sebaliknya jika semakin kecil
konsentrasi larutan maka indeks biasnya juga semakin kecil.
hasil pengamatan diketahui bahwa kadar gula yang terdapat dalam sampel berbanding
lurus dengan indeks biasnya sehingga Makin besar atau tinggi kadar gula yang terdapat dalam
minuman makin besar pula indeks biasnya.Dan untuk sampel X merupakan larutan yang belum
diketahui konsentrasinya. Sehingga konsentrasinya dicari dengan kurva kalibrasi, sehingga
diperoleh konsentrasi untuk sampel X yaitu 25,0183%.

Anda mungkin juga menyukai