Anda di halaman 1dari 8

ORLI Vol. 45 No.

1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

Laporan Kasus

Maksilektomi medial endoskopik


Abdul Qadar Punagi
Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar

ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan endoskop memberikan spesifisitas yang tinggi dalam membedakan
mukosa yang tidak sehat dengan yang sehat sehingga preservasi mukosa sehat dapat dioptimalkan dan
fisiologi mukosiliar dapat dipertahankan. Maksilektomi medial endoskopik adalah prosedur penanganan
tumor jinak untuk mengurangi morbiditas yang ditimbulkan oleh prosedur operasi terbuka. Tujuan:
Untuk mengurangi morbiditas dan tingkat kekambuhan pada penanganan tumor jinak sinonasal.
Kasus: Dilaporkan 2 kasus tumor jinak sinonasal, yaitu inverted papilloma dan schwannoma yang
ditangani secara maksilektomi medial endoskopik dengan mengoptimalkan preservasi mukosa dan
patensi duktus nasolakrimal. Teknik marsupialisasi endoskopik dilakukan untuk menjamin patensi duktus
nasolakrimal dengan bantuan sonde Bowman. Penatalaksanaan: Maksilektomi medial endoskopik dan
marsupialisasi duktus nasolakrimal. Kesimpulan: Maksilektomi medial endoskopik dapat menjadi pilihan
pada penatalaksaan tumor jinak sinonasal karena memberikan keuntungan pada pasien yaitu tidak adanya
sikatriks pada wajah dan preservasi mukosa sehat lebih optimal.

Kata kunci: maksilektomi medial endoskopik, tumor sinonasal, patensi duktus nasolakrimal

ABSTRACT
Background: The use of endoscope provides high specificity in distinguishing healthy and unhealthy
mucosa thus the preservation of healthy mucosa could be optimized and physiologic mucocilliary
transport system could be maintained. Endoscopic medial maxillectomy is a procedure for treating benign
sinonasal tumor, aimed to reduce the morbidity caused by open surgical procedure. Purpose: To reduce
the morbidity and the recurrence rates in the treatment of benign sinonasal tumors. Case report: Two
cases of benign sinonasal tumor which were inverted papilloma and schwannoma, treated by endoscopic
medial maxillectomy with optimal mucosal preservation and nasolacrimal duct patency. Marsupialization
endoscopic technique was performed to ensure the patency of nasolacrimal duct supporting by Bowman
sonde. Management: Endoscopic medial maxillectomy with marsupialization of nasolacrimal duct.
Conclusion: Endoscopic medial maxillectomy could be an optional treatment for benign sinonasal tumor
because the procedure has less facial cicatrix and optimal preservation of healthy mucosa, which are
advantages for the patient.

Keywords: endoscopic maxillectomymedial, sinonasal tumor, nasolacrimalduct patency


Alamat korespondensi: Abdul Qadar Punagi, Email: qa_dar@yahoo.co.id

67
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

PENDAHULUAN Prosedur maksilektomi medial endoskopik


tidak disarankan jika ada perluasan jaringan
Sebelum era endoskopik, penanganan
lunak atau kulit di luar daerah sinonasal.
penyakit tumor jinak sinonasal seperti
Pemeriksaan lengkap tentang tumor dan
inverted papilloma ditangani dengan
anatomi sekitar harus dilakukan sebelum
prosedur operasi terbuka. Walaupun prosedur
merekomendasikan penggunaan teknik
operasi terbuka seperti rinotomi lateral atau
ini. Visualisasi yang sangat baik dan
maksilektomi medial memberikan paparan
dapat diperlihatkan oleh endoskop sangat
yang baik terhadap dinding lateral hidung,
membantu dalam identifikasi mukosa yang
tetapi metode ini memberikan morbiditas
sehat sehingga preservasi mukosa dapat
yang cukup signifikan bagi pasien. Portman
dilakukan sebanyak mungkin dibandingkan
pada tahun 1927 memperkenalkan teknik
dengan prosedur terbuka.3
operasi midfacial degloving yang lebih
sedikit memberikan morbiditas sikatriks Pemeriksaan Computed Tomography
wajah, namun penyembuhan pascaoperasi (CT) scan atau Magnetic Resonance
yang lama menjadikan prosedur ini kurang Imaging (MRI) harus dilakukan. CT scan
diminati. memberikan informasi tentang status
tulang sekitar tumor. CT scan juga akan
Saat ini, dengan perkembangan
memberikan gambaran lokasi dan ada
penggunaan teknik endoskopik yang semakin
tidaknya erosi atau hiperostosis tulang.
luas, penggunanan endoskop memberikan
Hiperostosis akan menunjukkan lokasi asal
spesifisitas yang tinggi dalam membedakan
tumor pada inverted papilloma, dan inspeksi
mukosa yang tidak sehat dan sehat sehingga
lebih jelas terhadap lamina papyracea
preservasi mukosa sehat dapat dioptimalkan
dan dinding sinus maksila. Terdapatnya
dan fisiologi sistem transpor mukosiliar
destruksi tulang menunjukkan adanya
dapat dipertahankan. Penanganan tumor
proses keganasan. Biopsi dengan panduan
jinak sinonasal sudah banyak dilakukan
nasoendoskopi dilakukan untuk menentukan
dengan prosedur endoskopik.1
tipe tumor dan sebaiknya spesimen untuk
Prosedur operasi maksilektomi medial pemeriksaan patologi anatomi diambil
baik dengan teknik terbuka ataupun sebanyak-banyaknya.1
endoskopik dapat menjamin reseksi komplit
Tujuan dipresentasikan kasus ini adalah
tumor dari sinus etmoid dan maksila serta
agar maksilektomi medial endoskopik dapat
reseksi en bloc tumor dari dinding lateral
digunakan sebagai prosedur pengangkatan
kavum nasi dengan tepi yang bersih dari
tumor dan diharapkan selalu bisa menjadi
tumor.2
pilihan untuk penatalaksanaan tumor jinak
Indikasi maksilektomi medial sinonasal. Tidak adanya insisi eksternal
endoskopik hampir sama dengan yang memberikan morbiditas sikatriks
maksilektomi medial terbuka atau prosedur wajah, membuat teknik ini lebih disukai dan
terbuka lainnya, yaitu tumor jinak sinonasal menguntungkan bagi pasien.
seperti inverted papilloma dan penyakit
inflamasi sinonasal berulang. Penanganan
endoskopik keganasan sinonasal masih LAPORAN KASUS
kontroversial, sehingga tetap dianjurkan Kasus 1
dengan indikasi yang sangat selektif, dan
tergantung pada ketersediaan fasilitas, sumber Seorang perempuan berusia 52 tahun,
daya manusia serta kerjasama yang baik berasal dari Makassar datang ke Poliklinik
dari pasien untuk evaluasi jangka panjang. THT-KL RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo

68
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

dengan obstruksi nasi sebelah kiri dan dan mudah berdarah. Asal tumor tidak jelas.
kanan sejak 1 tahun lalu dan terasa semakin Pemeriksaan THT yang lain tidak ditemukan
memberat dalam 6 bulan terakhir. Obstruksi kelainan.
nasi dirasakan memberat secara perlahan, Pemeriksaan laboratorium dan
terus menerus, dan tidak dipengaruhi oleh foto toraks dalam batas normal. Hasil
perubahan cuaca atau debu. Sefalgia terutama pemeriksaan histopatologis sebelum operasi
pada daerah wajah dan terdapat hiposmia. adalah inverted papilloma. Pada CT scan
Tidak ada keluhan lain seperti rinore, ingus potongan koronal tampak massa dengan
belakang hidung (post nasal drip), bersin, densitas 45 HU pada seluruh sinus paranasal
epistaksis, dan ingus bercampur darah. dan kavum nasi kanan disertai osifikasi yang
Riwayat operasi Caldwell-Luc kanan tahun mendestruksi dinding medial orbita bilateral,
1999. Pada inspeksi tidak tampak deformitas konka nasi kiri atrofi, kompleks ostiomeatal
pada hidung atau wajah. Pada palpasi tidak non paten, deviasi septum nasi ke kiri, bulbus
ada nyeri tekan ataupun krepitasi. Pada okuli dan orbita dalam batas normal. Tulang-
rinoskopi anterior tampak massa warna tulang lain utuh. Tidak tampak perluasan ke
putih agak hiperemis yang mengisi separuh intrakranial. Kesan adalah massa sinonasal
kavum nasi kanan dan kiri, permukaan disertai kalsifikasi dan destruksi dinding
licin, konsistensi lunak, tidak nyeri tekan, medial orbita bilateral (Gambar 1).
dan tidak mudah berdarah. Diduga suatu
polip nasi. Pemeriksaan nasoendoskopi Ditegakkan diagnosis inverted
kavum nasi kiri tidak ada kelainan, kavum papilloma dan dilakukan tindakan ekstirpasi
nasi kanan tampak massa seperti polip yang tumor dengan maksilektomi medial
menutupi kavum nasi bagian posterior, endoskopik.
massa bergranul, permukaaan tidak rata,

Gambar 1. CT scan potongan koronal tampak perselubungan dengan densitas 45HU pada sinus etmoid dan
maksila bilateral disertai gambaran hiperostosis pada lamina papyracea, prosesus unsinatus, bula etmoid, dan
konka media kanan (tanda lingkaran)

Kasus 2 obstruksi nasi sebelah kanan sejak 7 bulan


lalu dan terasa semakin memberat dalam 3
Seorang perempuan berusia 27 tahun,
bulan terakhir. Riwayat epistaksis 3 minggu
berasal dari Kendari datang ke poliklinik THT-
terakhir, tidak terus-menerus dan tidak
KL RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dengan
masif. Riwayat ingus bercampur darah sejak

69
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

1 bulan terakhir dan terdapat ingus belakang Ditegakkan diagnosis polip nasi
hidung. Sefalgia terutama pada kepala inflamasi kanan dengan diagnosis banding
sebelah kanan dan terdapat hiposmia. Tidak inverted papilloma. Dilakukan tindakan
ada keluhan lain seperti rinore dan bersin. ekstirpasi tumor dengan maksilektomi
medial endoskopik.
Pada inspeksi tidak tampak deformitas
pada hidung ataupun wajah. Pada palpasi
tidak ada nyeri tekan atau krepitasi. Pada DISKUSI
rinoskopi anterior tampak massa yang
mengisi seluruh kavum nasi kiri, warna putih Pada kedua kasus diatas, prinsip teknik
kelabu, permukaan licin, konsistensi lunak, dan pendekatan operasi yang dilakukan
tidak nyeri tekan, dan mudah berdarah. hampir sama. Debulking dengan tang polip
Pemeriksaan nasoendoskopi kavum nasi dan dilanjutkan dengan menggunakan
kanan tampak massa seperti polip yang microdebrider. Evaluasi kavum nasi
menutupi seluruh kavum nasi kanan, dilakukan untuk menilai pelekatan dan asal
permukaaan licin dan mudah berdarah. Asal tumor. Kedua kasus tersebut diputuskan
tumor tidak jelas. Pemeriksaan THT yang dilakukan tindakan maksilektomi medial
lain tidak ditemukan kelainan. setelah melihat massa sudah melekat pada
dinding nasoantral sesuai dengan sifat
Pemeriksaan laboratorium dan foto inverted papilloma dan ideal untuk dilakukan
toraks dalam batas normal. Biopsi telah prosedur tersebut.
dilakukan sebelum operasi dan hasil
pemeriksaan histopatologis menunjukkan Maksilektomi medial endoskopik
polip inflamasi. dilakukan dalam keadaan anestesi umum.
Hidung diberikan dekongestan topikal
Pada CT scan potongan koronal tampak berupa oxymetazolin. Pengamatan awal
massa isodens dengan densitas 23,75 dilakukan menggunakan endoskop 0 derajat
HU pada kavum nasi kanan meluas ke menilai besar dan perluasan tumor, konka
etmoid dan tidak didapatkan perluasan ke media, septum nasi, dan konka inferior.
nasofaring dan intrakranial serta tidak ada Tahap pertama adalah debulking untuk
tanda destruksi tulang sekitar. Konka media mengecilkan tumor dan menentukan asal
dan inferior tampak atrofi dengan kompleks serta pelekatan tumor. Jika tumor berasal
ostiomeatal paten. Tulang lain kesan utuh. dari etmoid dan meluas ke sinus maksila,
Kesan adalah massa sinonasal (Gambar 2). ataupun sebaliknya, debulking dilakukan
menggunakan microdebrider dengan
memperhatikan mukosa septum dan konka
inferior. Saat debulking, secara periodik
dilakukan inspeksi untuk mengamati
pelekatan tumor dan struktur sebelumnya,
tumor dan tempat pelekatannya harus
direseksi komplit.1,4
Tahap kedua adalah identifikasi
ostium sinus maksila dengan melakukan
unsinektomi sehingga ostium alamiah
Gambar 2. CT scan potongan koronal tampak sinus maksila terlihat. Ostium alamiah
massa isodens dengan densitas 23,75 HU pada kavum
nasi kanan meluas ke etmoid dan tidak didapatkan
dilebarkan dan inspeksi dilakukan kembali
perluasan ke nasofaring dan intrakranial serta tidak untuk melihat ada atau tidaknya pelekatan
ada tanda destruksi tulang sekitar. tumor pada struktur ini. Setelah dilakukan

70
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

antrostomi, dilakukan identifikasi valvula Pada kasus pertama setelah debulking,


Hasner, yang terletak di meatus inferior. asal tumor dapat diketahui, berasal dari
Valvula ini terletak sekitar 30–35 mm sinus etmoid anterior. Sesudah itu, dilakukan
posterior limen nasi dan harus diidentifikasi unsinektomi dan pelebaran ostium sinus
sebelum dilakuan maksilektomi untuk maksila. Evaluasi sinus maksila dilakukan
mencegah terjadinya trauma atau cedera dengan nasoendoskop bersudut 30o dan
pada aparatus lakrimalis.1,4 tampak massa tumor di dalam sinus. Massa
tumor diekstirpasi dengan ikut mengambil
Tahap ketiga adalah turbinektomi
sebagian mukosa yang sehat. Antrostomi
inferior, hanya pada bagian sepertiga
dilakukan untuk evaluasi rongga sinus, tidak
tengah. Konka inferior diinsisi antara bagian
tampak massa tumor dan mukosa sinus
sepertiga anterior dan duapertiga posterior
bersih. Dilakukan etmoidektomi posterior
tepat di belakang valvula Hasner. Jika tumor
dan tampak mukosa sinus etmoid posterior
telah menginvasi duktus nasolakrimal, maka
bersih, massa tidak ada.
dilakukan dakriosistorinostomi pada akhir
prosedur untuk mencegah epifora. Pada kasus kedua setelah debulking,
tampak massa berasal dari sinus etmoid
Tahap selanjutnya adalah mukosa
anterior dan terdapat juga massa pada septum
meatus inferior dan dasar kavum nasi
nasi. Massa tumor diambil menggunakan
dielevasi ke arah septum, kemudian
forsep lurus. Setelah antrostomi, dilakukan
dilakukan reseksi dinding maksila medial
maksilektomi medial berupa turbinektomi
sampai ke dasar kavum nasi. Pada tahap ini
inferior pada duapertiga posterior yang
sinus maksila akan terbuka ke arah kavum
diperluas ke dasar kavum nasi. Prosesus
nasi dan dinding maksila medial hampir
maksila os palatina yang menjadi batas
seluruhnya terangkat sehingga inspeksi
inferior dinding medial sinus maksila dan
dengan endoskop bersudut (30o atau 45o) ke
dinding lateral rongga hidung dipahat
dalam sinus maksila dilakukan dengan lebih
agar sinus maksila lebih terbuka. Evaluasi
mudah untuk menilai perlekatan tumor.
sinus maksila tidak tampak massa tumor
Jika masih terdapat sisa tumor dalam sinus
(Gambar 3). Bagian superior dinding
maksila, tumor diekstripasi dengan turut
maksila diangkat setinggi konka media,
mengangkat mukosa sekitar.1,4
dilakukan etmoidektomi anterior dan
Tumor yang telah menginvasi sinus posterior, juga konka media turut diangkat
etmoid juga direseksi dan jika perlu konka setelah resesus frontalis dibuka. Tahap
media turut diangkat. Jika tumor melekat akhir dilakukan marsupialisasi endoskopik
pada lamina papyracea, bagian tersebut juga muara duktus nasolakrimal dengan bantuan
turut direseksi bersama tumor. Penggunaan sonde Bowman no. 000 untuk menjamin
nasoendoskop memungkinkan inspeksi patensi duktus lakrimal (Gambar 4). Pada
lebih baik ke dalam etmoid dan resesus kedua kasus massa tumor dikirim untuk
frontal dibandingkan prosedur terbuka.1,4 pemeriksaan histopatologi. Pascaoperasi
Tepi dari pelekatan tumor harus ikut diberikan antibiotik, kortikosteroid, dan anti
diangkat untuk menjamin reseksi komplit. inflamasi.
Jika tepi pelekatan tidak dapat direseksi Pemeriksaan histopatologis setelah
secara endoskopik, maka harus segera operasi pada kasus 1 adalah inverted
dipertimbangkan untuk dilakukan prosedur papilloma dan pada kasus 2 adalah
terbuka. Tahap akhir adalah inspeksi secara Schwannoma.
menyeluruh, sinus maksila diirigasi, inspeksi
ulang, dan dilakukan pemasangan tampon.4

71
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

CT scan yang memperlihatkan tidak adanya


destruksi tulang yang lebih jauh dan hasil
Sinus biopsi yang menunjukkan tumor jinak. Pada
Maksila kasus 1, hasil pemeriksaan histopatologi
sebelum dan sesudah operasi adalah inverted
papilloma. Inverted papilloma adalah tumor
jinak yang mewakili kurang dari 4% dari
tumor sinonasal dengan angka kekambuhan
yang tinggi dan kecenderungan menjadi
ganas.
Angka kekambuhan rata-rata yang
Gambar 3. Maksilektomi medial berupa turbinektomi dilaporkan mulai dari 4% setelah eksisi
inferior pada duapertiga posterior yang diperluas ke
dasar kavum nasi. Tampak sinus maksila terbuka
ekstranasal radikal sampai 66% setelah
hingga dasar kavum nasi.
eksisi endonasal non-endoskopik.
Sementara, kecenderungan untuk
mengalami transformasi maligna mencapai
9%.5 Sehingga, adanya visualisasi yang
baik terhadap tepi mukosa yang bebas
tumor sangat membantu dalam mencegah
kekambuhan dan bisa dioptimalkan dengan
penggunaan endoskop.

Gambar 4. a. Insersi sonde Bowman no. 000 Evaluasi dilakukan dua minggu setelah
melalui punktum superior duktus nasolakrimal. b. operasi secara endoskopik. Tidak tampak
Ujung sonde Bowman pada kavum nasi yang keluar adanya pertumbuhan massa tumor yang
melalui lubang yang dibuat pada sakus lakrimal baru dan mukosa sinonasal baik. Follow
(marsupialisasi) up pascaoperasi sangat diperlukan untuk
mengatasi komplikasi yang timbul dan untuk
mengetahui rekurensi secara cepat sehingga
Teknik maksilektomi medial endoskopik dapat direseksi segera. Busquets dan Hwang6
untuk penanganan tumor jinak sinonasal menyatakan bahwa mayoritas kekambuhan
sangat disukai untuk meminimalisasi terjadi pada 2 tahun pertama dan evaluasi
morbiditas dan rekurensi tumor. Keuntungan dengan endoskopi dapat membantu dalam
dari pendekatan secara endoskopik adalah mendeteksi kambuhnya inverted papilloma
jaringan yang berdekatan dapat secara secara lebih cepat.
seksama dievaluasi dan dibedakan dengan
mukosa sehat. Keuntungan lainnya adalah Pada kasus 2, hasil biopsi setelah operasi
visualisasi bersudut dan pembesaran adalah Schwannoma yang merupakan tunor
lapangan operasi yang memungkinkan jinak yang berasal dari sel Schwann pada
paparan lebih jelas ke dalam rongga selubung saraf. Scwhannoma dapat terjadi
hidung dan sinus paranasal. Keterbatasan pada seluruh tubuh, tetapi paling banyak
pendekatan endoskopik adalah saat massa ditemukan pada daerah kepala dan leher.
tumor meluas ke ekstranasal atau lokasi tumor Schwannoma sinonasal sangat jarang terjadi,
berada pada daerah yang sulit dijangkau oleh berkisar 4% dari keselurahan Schwannoma
instrumen endoskopik. Pemilihan prosedur yang terjadi di kepala leher. Schwannoma
maksilektomi medial endoskopik kedua sinonasal bisa berasal dari sinus atau
kasus ini didasarkan pada hasil pemeriksaan septum.5,7 Namun, pada kasus ini asal tumor
tidak bisa ditentukan karena massa tumor

72
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

melekat pada sinus dan septum.


Gejala dan gambaran klinis
Schwannoma tidak khas, sama dengan Sinus
gejala tumor sinonasal lainya. Pemeriksaan Maksila
CT scan juga tidak dapat memberikan Nasofaring
gambaran yang berbeda dengan jenis tumor
sinonasal lainnya.8
Pada kasus ini, keluhan dan gejala
Gambar 5. Tampak tidak ada sisa tumor dan sinus
klinis serupa dengan polip dan pemeriksaan maksila terbuka lebar
CT scan hanya menunjukkan tumor
sinonasal kanan. Tumor memenuhi seluruh
kavum nasi kanan, melekat pada dinding Penggunaan prosedur maksilektomi
nasoantral, sangat rapuh, dan perdarahan endoskopik telah mulai dikembangkan
selama operasi cukup banyak. Pada kasus di sentra kami yang bekerjasama dengan
ini dilakukan marsupialisasi endoskopik subdivisi Onkologi sehingga kedepannya
muara duktus lakrimal untuk patensi duktus penanganan tumor jinak sinoanasal secara
nasolakrimal dan mencegah terjadinya endoskopik bisa lebih berkembang dan
komplikasi dakriosistitis dan epifora. menguntungkan bagi pasien.
Penggunaan sonde Bowman bertujuan untuk
identifikasi sisa muara duktus nasolakrimal
dan memudahkan marsupialisasi. Teknik DAFTAR PUSTAKA
yang terbaik dalam mempertahankan patensi
1. Cunningham K, Welch KC. Endoscopic
duktus nasolakrimal setelah maksilektomi medial maxillectomy. Operative techniques
adalah dengan pemasangan silikon pada in Otolaryngology. 2010; 21: 111-6
duktus nasolakrimal selama 8 minggu untuk 2. Tanna N, Edwards JD, Aghdam H, Sadeghi
mencegah sikatriks jika terdapat cedera N. Transnasal endoscopic medial
duktus nasolakrimal, namun pada kasus ini maxillectomy as initial oncologic approach to
tidak dilakukan karena keterbatasan alat dan sinonasal neoplasm. Arch Otolaryngol Head
biaya. Untuk itu, pada kasus ini, saat durante Neck Surg. 2007; 133(11): 1139-42
operasi dilakukan sonde Bowman untuk 3. Simmens D, Jones N. Selected procedur.
memudahkan marsupialisasi sekaligus In: Manual of endoscopic sinus surgery and
melakukan preservasi duktus nasolakrimal. its exrended application. Stuttgart: Thieme;
2005. p.230-2
Evaluasi dua minggu setelah operasi
menggunakan nasoendoskop tidak terdapat 4. Casiano RR. Extended maxillary
antrostomy and medial maxillectomy. In:
sisa tumor dan pertumbuhan massa tumor Endoscopic sinus surgery dissection manual.
baru. Mukosa sinonasal kesan baik dan tidak New York: Marcel Dekker; 2002. p.95-6
ada epifora (Gambar 5).
5. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK,
Pada kedua kasus tumor jinak yang Richardson MA, Robbins KT et al. Benign
ditangani dengan maksilektomi medial tumor of the sinonasal tract. In: Cummings
otolaryngology head and neck surgery, 5th
endoskopik menunjukkan hasil yang cukup ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010.
baik dan tanpa komplikasi. Walaupun p.718–9, 726.
demikian, pasien tetap dianjurkan untuk
6. Harvinder S, Rosalind S, Mallina S, Gurdeep S.
datang kontrol secara berkala untuk menilai Management of sinonasal inverted
ada atau tidaknya kekambuhan. papillomas: endoscopic medial maxillectomy.
Med J Malaysia. 2008; 63: 58–60

73
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 2015 Maksilektomi medial endoskopik

7. Kayahan EM, Cakmak O, Donmez FY. 8. Rajagopal S, Kaushik V, Irion K, Herd ME.
Sinonasal Schwannoma of the middle Schwannoma of the nasal septum. Br J
turbinate. Diagn Interv Radiol. 2010; 16: Radiol. 2005; 79: 16-8
129-31.

74

Anda mungkin juga menyukai